0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
314 tayangan6 halaman
Makalah ini menjelaskan pengertian urbanisasi, pengaruh urbanisasi di Indonesia khususnya dari aspek fisik/morfologis dan ketenagakerjaan dan pengetahuan mengenai program OVOP (One Village One Product) sebagai solusi dalam mengatasi masalah pengurangan lahan akibat urbanisasi di Indonesia.
Judul Asli
OVOP : One Village One Product Solusi dalam Mengatasi Pengurangan Lahan Pertanian Akibat Urbanisasi di Indonesia
Makalah ini menjelaskan pengertian urbanisasi, pengaruh urbanisasi di Indonesia khususnya dari aspek fisik/morfologis dan ketenagakerjaan dan pengetahuan mengenai program OVOP (One Village One Product) sebagai solusi dalam mengatasi masalah pengurangan lahan akibat urbanisasi di Indonesia.
Makalah ini menjelaskan pengertian urbanisasi, pengaruh urbanisasi di Indonesia khususnya dari aspek fisik/morfologis dan ketenagakerjaan dan pengetahuan mengenai program OVOP (One Village One Product) sebagai solusi dalam mengatasi masalah pengurangan lahan akibat urbanisasi di Indonesia.
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kota
Oleh: Septian Widyanto (12/333515/TK/39866)
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2014 Ringkasan Urbanisasi adalah proses perubahan desa menjadi kota yang meliputi wilayah beserta masyarakat didalamnya dan dipengaruhi oleh aspek aspek fisik/morfologi, sosial, ekonomi, budaya dan psikologi masyarakatnya. Dari aspek fisik/morfologi urbanisasi menyebabkan timpangnya persentase luas kota dan desa di suatu negara dimana luas kota semakin bertambah dan luas desa semakin berkurang. Peran desa sebagai pemasok utama hasil pertanian bagi suatu negarapun semakin berkurang. Hal ini berujung pada berkurangnya lahan pertanian dan produksi bahan pangan. Oleh karena itu diperlukan sebuah solusi untuk meningkatkan peran, fungsi dan keunikan desa agar tingkat urbanisasi atau jumlah penduduk yang pindah dari desa ke kota semakin sedikit. Pemerintah negara maju seperti Jepang menerapkan program pemberdayaan wilayah persedaan yang bernama OVOP (One Village One Product). OVOP merupakan pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Program OVOP terfokus pada produk hasil UMKM yang sebagian besar berada di wilayah perdesaan. Hasil sensus BPS tahun 2010 menunjukan bahwa dari tahun 1990 2010 terjadi penurunan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian yaitu sebesar 60 % menjadi 40,5 %. Data lainnya menunjukan bahwa persentase penduduk Indonesia yang tingal di Kota meningkat cukup signifikan setiap tahunnya. Adapun rata rata persentasenya adalah 4,35 %. Jika angka ini terus bertahan maka seluruh penduduk Indonesia akan tinggal di kota pada tahun 2073. Sebagai negara agraris program OVOP sangat tepat diterapkan di Indonesia karena produk yang dihasilkan dalam program OVOP berbasis pada sektor utama yang dihasilkan oleh perdesaan yaitu pertanian dan perkebunan. Pendekatan swadaya masyarakat yang digunakanpun dapat diterapkan di Indonesia karena prospek UMKM di Indonesia cukup tinggi. berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2012 jumlah UMKM di Indonesia mencapai sekitar 51,26 juta unit atau 99,91% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia dan memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp2.609,4 triliun atau 55,6%.
Kata Kunci : Urbanisasi, Perkotaan, Perdesaan, One Village One Product, UMKM
Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak keeempat dan kedua terpadat di dunia. Maraknya pembangunan di kota kota besar Indonesia dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Sebagai dampaknya kota kota tersebut akan menjadi magnet bagi penduduk di wilayah wilayah sekitarnya untuk berdatangan dengan alasan mencari tempat tinggal dan pekerjaan yang lebih layak. Hal inilah yang disebut dengan urbanisasi. Pengertian urbanisasi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah suatu proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itu dalam ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian. Pengertian pertama, adalah merupakan suatu perubahan secara esensial unsur fisik dan sosial-ekonomi-budaya wilayah karena percepatan kemajuan ekonomi. Pengertian lain dari urbanisasi, dikemukakan oleh Dr. PJM Nas dalam bukunya Pengantar Sosiologi Kota yaitu urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang digerakkan oleh perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan daerah pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya lambat laun atau melalui proses yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa urbanisasi adalah proses perubahan desa menjadi kota yang meliputi wilayah beserta masyarakat didalamnya dan dipengaruhi oleh aspek aspek fisik/morfologi, sosial, ekonomi, budaya dan psikologi masyarakatnya. Dari aspek fisik/morfologi urbanisasi menyebabkan timpangnya persentase luas kota dan desa di suatu negara dimana luas kota semakin bertambah dan luas desa semakin berkurang. Peran desa sebagai pemasok utama hasil pertanian bagi suatu negarapun semakin berkurang. Hal ini berujung pada berkurangnya lahan pertanian dan produksi bahan pangan. Berkurangnya tenaga kerja ahli di perdesaan (sektor primer) juga diakibatkan oleh urbanisasi karena penduduk yang pindah dari desa ke kota lebih memilih untuk menetap di kota dan bekerja di sektor tersier (jasa dan perdagangan). Berdasarkan permasalahan di atas maka diperlukan sebuah solusi untuk meningkatkan peran, fungsi dan keunikan desa agar tingkat urbanisasi atau jumlah penduduk yang pindah dari desa ke kota semakin sedikit. Pemerintah negara maju seperti Jepang menerapkan program pemberdayaan wilayah persedaan yang bernama OVOP (One Village One Product). OVOP merupakan pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Program OVOP terfokus pada produk hasil UMKM yang sebagian besar berada di wilayah perdesaan. Pendekatan OVOP pertama kali diperkenalkan dan dimulai oleh masyarakat perdesaan di Oita Prefecture, Jepang pada tahun 1979. Gerakan masyarakat yang tumbuh dari diri sendiri ini telah sangat berhasil meningkatkan pendapatan per kapita Jepang menjadi dua kali lipat dalam dua dekade. Keberhasilan tersebut kemudian menjadi contoh bagi sejumlah negara untuk mengembangkan potensi daerah dengan pola serupa (Maryanti, 2011:2) Apakah program OVOP dapat mengatasi pengurangan lahan pertanian akibat urbanisasi di Indonesia? Atas dasar hal tersebut maka penulis tertarik untuk menyusun makalah yang berjudul OVOP : One Village One Product Solusi Dalam Mengatasi Pengurangan Lahan Pertanian Akibat Urbanisasi di Indonesia. Pembahasan Indonesia memiliki sebutan negara agraris dimana sebagian besar penduduk bekerja di sektor primer atau pertanian. Hasil sensus BPS tahun 2010 menunjukan bahwa dari 231 juta penduduk Indonesia 40,5 % atau sekitar 93,5 juta penduduk bekerja di sektor pertanian. Jumlah ini jauh lebih rendah dari tahun 1990 dimana sekitar 60 % penduduk atau sekitar 107,6 juta jiwa penduduk bekerja di sektor pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel Persentase Jumlah Penduduk Indonesia yang Bekerja di Sektor Pertanian, Industri dan Jasa Tahun 1990 dan 2010
Persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Kota setiap tahunnyapun terus meningkat dan sebaliknya penduduk yang tinggal di desa semakin sedikit. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
36.34 41.13 45.78 50.2 54.3 58.11 63.66 58.87 54.22 49.8 45.7 41.89 0 10 20 30 40 50 60 70 2000 2005 2010 2015 2020 2025 Diagram Persentase Penduduk Kota dan Desa Indonesia Tahun 2000 - 2025 (%) Kota Desa Sumber : http://www.bps.go.id (diolah) Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa persentase penduduk Indonesia yang tingal di Kota meningkat cukup signifikan setiap tahunnya. Adapun rata rata persentasenya adalah 4,35 %. Jika angka ini terus bertahan maka seluruh penduduk Indonesia akan tinggal di kota pada tahun 2073 (analisis penulis). Semakin sedikitnya penduduk yang tinggal di desa dan bermatapencaharian di sektor pertanian tentunya berpengaruh terhadap produktivitas bahan pangan. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Apabila produktivitas bahan pangan Indonesia berkurang tentu akan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. Secara konseptual maupun praktis, khususnya di Taiwan dan Jepang program OVOP amat menjanjikan. OVOP bisa diandalkan sebagai gerakan swadaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat serta menjadi wahana revitalisasi ekonomi daerah. Karena itu pula OVOP bisa menjadi metode untuk membendung arus urbanisasi. Dengan OVOP warga desa tidak memiliki cukup alasan untuk mencari penghidupan ke perkotaan sebab pekerjaan dengan penghasilan yang relatif mensejahterakan tersedia di desa. OVOP memungkinkan kegiatan ekonomi terpicu dan terpacu berkembang sesuai dengan potensi dan keunggulan desa setempat. Produk yang dihasilkan dalam program OVOP berbasis pada sektor utama yang dihasilkan oleh perdesaan yaitu pertanian dan perkebunan. Berikut adalah lingkup produk OVOP : 1. Produk makanan olahan berbasis hasil pertanian dan perkebunan. 2. Produk aneka minuman dari hasil pengolahan hasil pertanian dan perkebunan; 3. Produk hasil tenun atau konveksi khas budaya masyarakat lokal 4. Produk kebutuhan rumah tangga (household) termasuk produk dekoratif atau interior khas seni dan budaya lokal 5. Produk barang seni dan kerajinan termasuk produk cinderamata khas budaya lokal 6. Produk herbal dan minyak atsiri khas budaya masyarakat lokal. OVOP yang berfokus pada UMKM suatu daerah sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia karena UMKM mempunyai kontribusi yang cukup besar sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM bahwa pada tahun 2012 jumlah UMKM adalah sekitar 51,26 juta unit atau 99,91% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia dan memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp2.609,4 triliun atau 55,6%, penyerapan tenaga kerja sebanyak 91,8 Juta atau 97,33%, dan kontribusi ekspor nonmigas sebesar Rp142,8 triliun atau 20% (Rahmana etal., 2012) Menurut Mr.Hiramatsu Morihiko dalam seminar OVOP di Bali, 2009 ada 3 aspek dasar yang harus dipenuhi untuk merealisasikan OVOP yaitu : 1. Lokalitas produk mampu memenuhi pasar global 2. Masyarakatnya mampu bekerja secara mandiri 3. SDM memiliki mental siap dididik dan dibina Apabila sebuah kawasan memiliki potensi ketiga aspek tersebut maka program OVOP akan sangat mudah untuk diterapkan.
Kesimpulan 1. Urbanisasi di Indonesia menyebabkan jumlah penduduk yang tinggal di Kota semakin meningkat dan jumlah penduduk yang tinggal di desa semakin menurun. Urbanisasi juga menyebabkan menurunnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian. 2. Program OVOP merupakan program yang tepat untuk menanggulangi masalah pengurangan lahan pertanian akibat urbanisasi di Indonesia karena potensi sektor pertanian di Indonesia yang cukup tinggi serta kontribusi UMKM yang cukup besar sebagai tulang pungung perekonomian Indonesia.
Daftar Pustaka 1. 2014. Urbanization. http://www.datastatistik-indonesia.com 2. Pustakawan, Dian. Pengaruh Urbanisasi terhadap Perekonomian Desa. https://www.academia.edu 3. Pengembangan IKM dengan Pendekatan One Village One Product. 2012. http://dev.lppslh.or.id 4. Septa, Abraham. 2012. One Village One Product. http://mutosagala.wordpress.com 5. Situmorang, Fransisca. 2011. Pengaruh Urbanisasi terhadap Lingkungan Perkotaan di Indonesia. http://fransiscasitumorang.blogspot.com 6. Badrudin, Rudy. 2012. Model Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengan dengan One Village One Product Untuk Mengurangi Kemiskinan di Indonesia