Anda di halaman 1dari 32

Makalah dan askep Tumor Otak

Disusun Oleh
Kelompok 9 :
1.Ivon Machda Rosalia
2.Nur Hanifah
3.Zainur Romadhoni
4.Anselmus Ananius Lako


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKES) Surabaya
JL.Medokan Semampir Indah No.27 Surabaya








KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha
Esa berkat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah ini tepat pada
waktunya yang telah ditentukan, dalam mata kuliah neurobehavior yang berjudul makalah dan
askep tumor otak.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi
penulisan, isi dan yang lain sebagainya, maka kami sangat mengharapkan kritikan dan saran
guna perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan
sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Khususnya bagi mahasiswa dan
mahasiswi keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan
keperawatan bagi terciptanya keperawatan professional. Atas semua ini kami mengucapkan
terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah mudahan
mendapat amal yang baik yang di berikan oleh Tuhan yang Maha Esa.








SURABAYA
Penyusun,


Kelompok 9







DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................. iii
B. Tujuan............................................................................................................... iii
C. Rumusan Masalah............................................................................................. iii

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian 1
B. Etiologi 2
C. Patofisiologi........ 3
D. WOC. 6
E. Manifestasi klinis..7
F. Komplikasi.. 6
G. Diagnosis. 6
H. Pencegahan.. 9

BAB III KASUS TUMOR OTAK.......................................................................10

BAB IV ASKEP....................................................................................................11
BAB V PENUTUP
Kesimpulan ........ 15
Daftar Pustaka........ 16






BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna)
membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan
klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan
yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan
pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari
masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari
jaringan otak.
Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien
tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan
bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang adalah jenis
tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar
daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf pusat ditemukan
sebanyak 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial
dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum
dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada
usia 30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun.
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat
pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan
otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal
akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Hal ini ditandai dengan nyeri kepala, nausea,
muntah dan papil edema. Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang
menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor
tertentu. Agent tersebut meliptu faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi
immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari
trauma cerebral dan penyakit peradangan. (Fagan Dubin, 1979; Larson, 1980; Adams dan
Maurice, 1977; Merrit, 1979).
Untuk Penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan adalah usia, general health, ukuran
tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat digunakan antara lain: pembedahan,
radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk membuat asuhan keperawatan
yang tepat bagi klien dengan tumor otak serta mengimplementasikannya secara langsung mulai
dari pengkajian, diagnosa, hingga intervensi yang harus diberikan.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari tumor otak?
2. Apa manifestasi klinis dari tumor otak?
3. Bagaimana etiologi dari tumor otak?
4. Bagaimana patofisiologi dari tumor otak?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita tumor otak?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari tumor otak?
7. Apa saja komplikasi dari tumor otak?
8. Bagaimana prognosis dari tumor otak?
9. Bagaimana woc (web of caution) dari tumor otak?
10. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita tumor otak?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan tumor otak.

1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi tumor otak.
2. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari tumor otak.
3. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus tumor otak.
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi tumor otak.
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada tumor otak.
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan tumor otak.
7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari tumor otak.
8. Mengetahui dan memahami prognosis dari tumor otak.
9. Mengetahui dan memahami WOC tumor otsk.
10. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan tumor otak.

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan tumor otak, serta mampu mengimplementasikannya dalam
proses keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tumor Otak
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak
maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna)
membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer
maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate,
ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan serebrospinal
(CSS) dan volume darah otak sehingga. Sedangkan peningkatan intra kranial (PTIK) dapat
terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat
menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi
dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume
darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan
antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan
serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal
dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan
gagal jantung serta kematian.
2.2 Klasifikasi Tumor Otak
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2.1 Berdasarkan Jenis Tumor
a. Jinak
1. Acoustic neuroma
2. Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya
tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan
lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah
sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
1. Pituitary adenoma
2. Astrocytoma (grade I)
b. Malignant
1. Astrocytoma (grade 2,3,4)
2. Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun.
Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan
tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.
1. Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup
ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa
ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor utama
yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang
adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.
2.2.2 Berdasarkan Lokasi
a. Tumor Supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
1. Glioma :
i) Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan sering
menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum.
ii) Astroscytoma
iii) Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel
oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya
dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.
1. Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad
base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen
supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi
tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut
sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%),
Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum
(5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga
berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak
timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio frontalis dan asimptomatik
sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae,
planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan
menyebabkan gangguan visus yang progresif.

1. Tumor Infratentorial
2. Schwanoma akustikus
3. Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat
berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan
payudara. Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat
juga bermetastasis ke otak.
1. Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel mesotel,
dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
1. Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering
dijumpai dalam serebelum.
2.3 Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga.
Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang
kuat pada neoplasma.
1. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari
bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan
kordoma.
1. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma
pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
1. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi
hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor
pada sistem saraf pusat.
1. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea.
Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
1. Trauma Kepala

2.4 Manifestasi Klinis Tumor Otak
1. a. Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang
menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh
perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 %
dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput
dan leher.
1. b. Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya
inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal.
Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen
hingga koma.
1. c. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma,
oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru
kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
1. d. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging
tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya
kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan
bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang
tidak menetap.
1. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga
mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana
muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.
1. Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.
2.5 Patofisiologi Tumor Otak
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya
dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap
disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi
pada tumor yang tumbuh paling cepat. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan
tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi
invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapatumor membentuk kista yang juga
menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa
dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang
yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam
jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih
osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan
sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi
cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah
satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu
berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena itu tidak berguna apabila
tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan
volume darahintra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus
atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui
insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan men ensefalon
menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil
sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi
medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranialyang cepat adalah bradicardi
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak
1. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika
penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau
fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit
membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
1. Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan
memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan
ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya
diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat
untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
1. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan
dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
1. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
1. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
2.7 Penatalaksanaan Tumor Otak
Faktor faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu
a. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
Steroid Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
Anticonvulsant Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine
Shunt Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan
pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi efek
massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan
pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut
serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor
akan memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan akan
menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor jarang sekali
menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita.
b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan proses
keganasan. Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan
akan memberikan hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi
dan radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately sensitive), sehingga
pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi radiasi diharapkan dapat
mengeradikasi semua sel tumor. Namun demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi
jaringan sehat disekitarnya. Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi dosis
yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode serta teknik pemberian radiasi
dengan tingkat presisi yang tinggi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor sementara
metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi jyga digunakan dalam tata laksana
beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis.

c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu
atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada
klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus,
satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu istirahat dan
pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk
istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah tidak.

2.8 Komplikasi Tumor Otak
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek
masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau
intrasel (sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang
tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
c. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
d. Epilepsi
f. Metastase ketempat lain

2.9 Prognosis Tumor Otak
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun.
Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker
biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita
meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk kanker otak
lebih efektif dilakukan pada:
1. a. Penderita yang berusia dibawah 45 tahun.
2. b. Penderita astrositoma anaplastik.
3. c. Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui
pembedahan.















2.10 WOC Tumor Otak









BAB III
Kasus
Klien masuk RS dengan keluhan kedua bola matanya tidak bisa melihat, dialami sejak satu bulan
terakhir. Awalnya penglihatan kabur kemudian tidak dapat melihat sama sekali.
Riwayat sakit kepala sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu, klien muntah-muntah ketika
mengalami sakit kepala, tidak ada riwayat kejang dan trauma. Pasien tidak dapat berjalan sejak
satu minggu terakhir, napsu makan menurun, penurunan berat badan satu bulan terakhir.
Keluhan utama : Kesadaran menurun dan Gagal napas
Keluhan saat ini :
Klien post op trepanasi 31 oktober 2007, kesadaran tersedasi, terpasang ventilator,terpasang
kateter, jumlah urine sebanyak 109,87 cc/jam, terpasang ETT, terpasang NGT, peristaltik usus
menurun, terdapat drain pada daerah kepada, ada odema anasarka, trombosit rendah 18.000/uL,
suhu 37,8
0
C.






















BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
1. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia),
hilangnya ketajaman atau diplopia.
1. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala
1. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya
dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala.
1. Pengkajian psiko-sosio-spirituab
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil
keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan,
adanya perubahan peran.

3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system
dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

1. Pernafasan B1 (breath)
2. Bentuk dada : normal
3. Pola napas : tidak teratur
4. Suara napas : normal
5. Sesak napas : ya
6. Batuk : tidak
7. Retraksi otot bantu napas ; ya
8. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
9. Kardiovaskular B2 (blood)
10. Irama jantung : irregular
11. Nyeri dada : tidak
12. Bunyi jantung ; normal
13. Akral : hangat
14. Nadi : Bradikardi
15. Tekanana darah Meningkat
16. Persyarafan B3 (brain)
17. Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.
18. Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
19. Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
20. Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
1. Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif,
maupun kombinasi dari keduanya.
2. Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak
seimbang, berkurangnya reflex tendon.
3. GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6 tergantung
responnya yaitu :
a. Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b. Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan
waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c. Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
1. Perkemihan B4 (bladder)
1. Kebersihan : bersih
2. Bentuk alat kelamin : normal
3. Uretra : normal
4. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
1. Nafsu makan : menurun
2. Porsi makan : setengah
3. Mulut : bersih
4. Mukosa : lembap
5. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
1. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
2. Kondisi tubuh: kelelahan

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.
6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek
kemoterapi dan radioterapi.
7. Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma.
8. Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma.
9. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan
leher.
3.3 Intervensi Keperawatan
1. 1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang`1 atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
1. Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi ditunjukkan
penurunan skala nyeri. Skala = 2
2. Klien tidak merasa kesakitan.
3. Klien tidak gelisah
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri: intensitas,
karakteristik, lokasi, lamanya, faktor
yang memperburuk dan meredakan.




1. Instruksikan pasien/keluarga untuk
melaporkan nyeri dengan segera jika
nyeri timbul.
2. Berikan kompres dingin pada kepala.

1. Mengajarkan tehnik relaksasi dan
metode distraksi


1. Kolaborasi pemberian analgesic.

1. Observasi adanya tanda-tanda nyeri
non verbal seperti ekspresi wajah,
gelisah, menangis/meringis,
perubahan tanda vital.
2. Nyeri merupakan pengalaman
subjektif dan harus dijelaskan oleh
pasien. Identifikasi karakteristik nyeri
dan faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang amat

1. Pengenalan segera meningkatkan
intervensi dini dan dapat mengurangi
beratnya serangan.
2. Meningkatkan rasa nyaman dengan
menurunkan vasodilatasi.
3. Akan melancarkan peredaran darah,
dan dapat mengalihkan perhatian
nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan

1. Analgesik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri berkurang
2. Merupakan indikator/derajat nyeri
yang tidak langsung yang dialami.

penting untuk memilih intervensi
yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang
diberikan.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denga penekanan medula oblongata.
Tujuan : Pola pernafasan kembali normal
Kriteria Hasil :
1. Pola nafas efekif
2. GDA normal
3. Tidak terjadi sianosis

Intervensi Rasional
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernafasan. Catat ketidakteraturan
pernafasan



1. Posisikan semi fowler


1. Anjurkan pasien untuk melakukan
nafas dalam
2. Auskultasi suara nafas, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya
suara-suara tambahan yang tidak
normal

1. Kolabolasi. Berikan terapi oksigen
2. Perubahan dapat menandakan awitan
kompliasi pulmonal atau

1. Mengidentifkasi adanya masalah
paruatau obstruksi jalan nafas yang
membahayakan oksigenasi serebral
atau menandakan infeksi paru.
2. Memaksimalkan oksigen pada darah
arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernafasan tertekan, mungkin
diperlukan ventilasi mekanik.

menandakan lokalisasi keterlibatan
otak. Pernapasan lambat , periode
apnea dapat perlunya ventilasi
mekanis.
3. Memudahkan ekspansi paru dan
menurunkan kemungkinan lidah
jatuh yang menyumbat jalan nafas.
4. Membuat pola nafas lebih teratur.

1. 3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
Tujuan : Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.
Kriteria hasil :
1. Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-
rata 80-100mmHg
2. Menunjukkan tingkat kesadaran normal
3. Orientasi pasien baik
4. RR 16-20x/menit
5. Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi
Intervensi Rasional
1. Monitor secara berkala tanda dan gejala
peningkatan TIK
1. Kaji perubahan tingkat kesadaran,
orientasi, memori, periksa nilai GCS
2. Kaji tanda vital dan bandingkan
dengan keadaan sebelumnya
3. Kaji fungsi autonom: jumlah dan pola
pernapasan, ukuran dan reaksi pupil,
pergerakan otot
4. Kaji adanya nyeri kepala, mual,
muntah, papila edema, diplopia,
kejang
5. Ukur, cegah, dan turunkan TIK
1. Pertahankan posisi dengan
meninggikan bagian kepala
15-30
0
, hindari posisi
telungkup atau fleksi tungkai
secara berlebihan
2. Monitor analisa gas darah,

1. Mengetahui fungsi retikuler
aktivasi sistem dalam batang
otak, tingkat kesadaran
memberikan gambaran
adanya perubahan TIK
2. Mengetahui keadaan umum
pasien, karena pada stadium
awal tanda vital tidak
berkolerasi langsung dengan
kemunduran status neurologi
3. Respon pupil dapat melihat
keutuhan fungsi batang otak
dan pons
d. Merupakan tanda peningkatan
TIK
pertahankan PaCO2 35-45
mmHg, PaO2 >80mmHg
3. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen
4. Hindari faktor yang dapat
meningkatkan TIK

1. Istirahatkan pasien, hindari tindakan
keperawatan yang dapat mengganggu tidur
pasien
2. Berikan sedative atau analgetik dengan
kolaboratif.

1. Peninggian bagian kepala
akan mempercepat aliran
darah balik dari otak, posisi
fleksi tungkai akan
meninggikan tekanan
intraabomen atau intratorakal
yang akan mempengaruhi
aliran darah balik dari otak
2. Menurunnya CO2
menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah
3. Memenuhi kebutuhan
oksigen


1. Keadaan istirahat
mengurangi kebutuhan
oksigen
2. Mengurangi peningkatan
TIK

1. 4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi
ortostatik.
Tujuan : Diagnosa tidak menjadi masalah aktual
Kriteria hasil :
1. Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo
2. Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba
yang berhubungan dengan ortostatik.
3. Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di otak
yang tiba-tiba.
4. Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing.
Intervensi Rasional
1. Kaji tekanan darah pasien saat pasien
mengadakan perubahan posisi tubuh.

1. Diskusikan dengan klien tentang
fisiologi hipotensi ortostatik.
2. Ajarkan teknik-teknik untuk
mengurangi hipotensi ortostatik
1. Untuk mengetahui pasien
mengakami hipotensi
ortostatik ataukah tidak.
2. Untuk menambah
pengetahuan klien tentang
hipotensi ortostatik.
3. Melatih kemampuan klien
dan memberikan rasa nyaman
ketika mengalami hipotensi
ortostatik.

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.
Tujuan : Tidak mengalami kerusakan komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan
komunikasi verbal dengan orang lain dengan cara yang dapat di terima.
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.
2. Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
3. Pasien dapat menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi Rasional
1. Perhatikan kesalahan dalam
komunikasi dan berikan umpan balik.

1. Minta pasien untuk menulis nama
atau kalimat yang pendek. Jika tidak
dapat menulis, mintalah pasien untuk
membaca kalimat yang pendek.
2. Berika metode komunikasi
alternative, seperti menulis di papan


1. Menurunkan kebingungan/ansietas
selama proses komunikasi dan
berespons pada informasi yang lebih
banyak pada satu waktu tertentu.
tulis, gambar. Berikan petunjuk
visual (gerakan tangan, gambar-
gambar, daftar kebutuhan,
demonstrasi).
3. Katakan secara langsung dengan
pasien, bicara perlahan, dan dengan
tenang. Gunakan pertanyaan terbuka
dengan jawaban ya/tidak
selanjutnya kembangkan pada
pertanyaan yang lebih komplek
sesuai dengan respon pasien.
4. Pasien mungkin kehilangan
kemampuan untuk memantau ucapan
yang keluar dan tidak menyadari
bahwa komunikasi yang
diucapkannya tidak nyata.
5. Menilai kemampuan menulis dan
kekurangan dalam membaca yang
benar yang juga merupakan bagian
dari afasia sensorik dan afasia
motorik.
6. Memberikan komunikasi tentang
kebutuhan berdasarkan keadaan/
deficit yang mendasarinya.

1. 6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
efek kemoterapi dan radioterapi.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil:
1. Antropometri: berat badan tidak turun (stabil)
2. Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
1. Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
2. Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi:
penurunan berat badan, tanda-tanda anemia,
1. Menentukan adanya kekurangan











7. Diagnosa : Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma
Tujuan : Mempertahankan fungsi penglihatan dan mencegah kerusakan yang lebih parah
Kriteria Hasil:
Mempertahankan lapang pandang tanpa kehilangan lebih lanjut

Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji respon pupil:


1. Inspeksi pupil dengan senter kecil untuk
mengevaluasi ukuran, konvigurasi, dan
reaksi terhadap cahaya.
2. Evaluasi tatapan klien untuk
menentukan apakah terdapat konjugasi

1. Perubahan pupil menunjukkan tekanan
pada syaraf okulomotorius atau optikus
1. Reaksi pupil diatur oleh
syarafokulomotorius (syaraf
cranial III) pada batng otak.

1. Gerakan mata konjugasi diatur dari
bagian korteks dan batang otak.
tanda vital
2. Monitor intake nutrisi pasien

3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi
sering.
4. Timbang berat badan 3 hari sekali

5. Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin
6. Kolaborasi dalam pemberian obat
antiemetik
nutrisi pasien

1. Salah satu efek kemoterapi dan
radioterapi adalah tidak nafsu makan
2. Mengurangi mual dan terpenuhinya
kebutuhan nutrisi.
3. Berat badan salah satu indikator
kebutuhan nutrisi.
4. Menentukan status nutrisi

1. Mengurangi mual dan muntah untuk
meningkatkan intake makanan
(berpasangan, saling bekerja sama) atau
apakah gerakan mata abnormal.
3. Evaluasi kemampuan mata untuk
melakukan abduksi dan adduksi




1. Pastikan derajat atau tipe kehilangan
penglihatan

1. Dorong mengekspresikan perasaan
tentang kehilangan atau kemungkinan
kehilangan penglihatan

1. Lakukan tindakan untuk membantu
pasien menangani keterbatasan
penglihatan. Misalnya, kurangi
kekacauan, atur perabot, ingatkan
memutar kepala ke subjek yang terlihat,
perbaiki sinar suram dan masalah
penglihatan malam.


1. Syaraf cranial VI atau syaraf abdusen
mengatur gerakan abduksi dan adduksi
mata. Syaraf cranial IV atau syaraf
troklearis juga mengatur gerakan mata.

1. Mempengaruhi harapan masa depan
pasien dan pilihan intervensi

1. Intervensi dini mencegah kebutaan bagi
pasien dalam menghadapi kemungkinan
atau mengalami kehilangan penglihatan
sebagian atau total. Meskipun kehilangan
penglihatan telah terjadi tak dapat
diperbaiki kehilangan lanjut dapat
dicegah.
2. Menurunkan bahaya keamanan
sehubungan dengan perubahan lapang
pandang atau kehilangan penglihatan dan
akomodasi pupil terhadap sinar
lingkungan
1. Kolaborasi:
Lakukan tindakan pembedahan pada tumor
yang masih bersifat jinak (benigna).

1. Agen hiperosmotik. Contoh: mannitol
(osmitrol; gliserin)


1. Dipifevren hidroclorida (propine)

1. Mencegah terjadinya metastase ke organ
lain serta mencegah kerusakan yang
lebih parah.
2. Digunakan untuk menurunkan sirkulasi
volume cairan, dimana akan menurunkan
produksi aquos humor bila pengobatan
lain belum berhasil.
3. Mungkin menguntungkan bila pasien
tidak berespon pada obat lain. Bebas
efek samping seperti, penglihatan kabur,
kebutaan malam.

8. Diagnosa: Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma
Tujuan: Mempertahankan fungsi pembau dan mencegah kerusakan yang lebih parah
Kriteria Hasil: Mempertahankan fungsi pembau

Intervensi Rasional
1. Mandiri:
Lakukan uji indra pembau klien dengan
memberi tester bau yang khas seperti kopi dan
bawang
1. Memberi helth education kepada
pasien mengenai penurunan fungsi
pembau

Mengetahui seberapa baik kemampuan
membau klien

Membantu pasien untuk dapat menerima
kondisi yang dialami


9. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu
menggerakan leher
Tujuan : Memberikan kenyamanan gerak leher pada klien

Kriteria Hasil :
1. Klien dapat menggerakan leher secara normal
2. Klien dapat beraktifitas secara normal
Intervensi Rasional
1. Kaji rentang gerak leher klien
2. Memberi helth education kepada
pasien mengenai penurunan fungsi
gerak leher
3. Kolaburasi dengan fisioterapi
4. Mengetahui kemampuan gerak leher
klien
5. Membantu pasien untuk dapat

menerima kondisi yang dialami
6. Terapi dapat membantu
mengembalikan gerak leher klien
secara normal







BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc atau
sekitar 2% dari berat orang dewasa dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Metabolisme
otak digunakan kira kira 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh. Berat otak hanya 2,5 %
dari berat badan seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari
jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh (Lumantobing,
2001).
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak
maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui, tetapi sekarang telah diadakan penelitian
mengenai herediter, sisa-sisa embrional, radiasi, virus, substansi-substansi zat karsinogenik,
trauma kepala. Penatalaksaan pasien dengan tumor otak dapat dilakukan pembedahan,
kemoterapi, dan radioterapi.
4.2 Saran
1. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor
otak secara holistik didasari dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit
tersebut.
2. Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan serta
meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritanya.








DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diace C dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC
Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai