Anda di halaman 1dari 29

Benign Hiperplasia Prostat (BPH)

by nurlailaoktora
Benign Hiperplasia Prostat (BPH)
1. Definisi
hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi
simpai bedah.
2. Anatomi Prostat
prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi kapsul fibromuskuler, yang terletak di
sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada di
sebelah anterior rektum. bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih
20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3cm, lebar paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5cm.
memiliki 5 lobus:
1. lobus lateral (2buah)
2. lobus medius
3. lobus anterior
4. lobus posterior
Mc.Neal membagi prostat dalam beberapa zona:
1. zona perifer
2. zona transisional
3. zona sentral
4. zona fibromuskuler anterior
5. zona periuretral
sebagian besar hiperplasia prostat terjadi di zona transisional, sedangkan karsinoma prostat pada zona perifer.
pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari:
1. kapsul anatomis
2. jaringan stroma
3. jaringan kelenjar
vaskularisasi
-a. vesicalis inferior
- a. hemoroidalis media
- a. pudenda interna
cabang2 arteri tersebut masuk lewat basis prostat di vesico prostatic junction.
aliran limfe
membentuk pleksus di peri prostat yang kemudian bersatu membentuk beberapa pembuluh utama, yang
menuju ke kelenjar limfe iliaca interna, iliaca eksterna,obturatoria dan sakral.
persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral
III-IV dari plexus sakralis.
3. Fisiologi Prostat
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan
perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar
prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
4. Etiologi BPH
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa
hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron
dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen
pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan
merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi
dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang
akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi
testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli.
Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi
terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic
growth factor yaitu: basic transforming growth factor, transforming growth factor b1, transforming growth
factor b2, dan epidermal growth factor.
Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati
Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan
keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya
kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat
berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih
cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan
sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk
dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadisex hormon binding globulin (SHBG).
Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam
target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel,
testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu
dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini
mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian
melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
5. Patofisiologi BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran
urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah
atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan
akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin
tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya
dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Hiperplasi prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal
Buli-buli Ginjal dan Ureter
Hipertrofi otot detrusor Refluks vesiko-ureter
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Pionefrosis Pilonefritis
- Gagal ginjal
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan
komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang
akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha
adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat
ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga
tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
6. Gambaran Klinis BPH
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran
kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala
obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang
membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus.
Gejalanya ialah :
Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
Miksi terputus (Intermittency)
Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu :
Volume kelenjar periuretral
Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar
periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi
apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum
dirasakan.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau
disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada
vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
Nokturia
Miksi sulit ditahan (Urgency)
Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala
prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <>
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin > 150 ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO menganjurkan
klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-
PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan
keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urin.
Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase
dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Faktor pencetus
Kompensasi Dekompensasi
(LUTS) Retensi urin
Inkontinensia paradoksa
International Prostatic Symptom Score
Pertanyaan Jawaban dan skor
Keluhan
pada bulan
terakhir
Tidak
sekali <20% <50% 50% >50%
Hampir
selalu
a. Adakah
anda
merasa
buli-buli
tidak
kosong
setelah
berkemih
0 1 2 3 4 5
b. Berapa
kali anda
berkemih
lagi dalam
waktu 2
menit
0 1 2 3 4 5
c. Berapa
kali terjadi
arus urin
berhenti
sewaktu
berkemih
0 1 2 3 4 5
d. Berapa
kali anda
tidak dapat
menahan
untuk
berkemih
0 1 2 3 4 5
e. Beraapa
kali terjadi
arus lemah
sewaktu
memulai
kencing
0 1 2 3 4 5
f. Berapa
keli terjadi
bangun
tidur anda
kesulitan
0 1 2 3 4 5
memulai
untuk
berkemih
g. Berapa
kali anda
bangun
untuk
berkemih
di malam
hari
0 1 2 3 4 5
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain:
Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama,
mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum
air dalam jumlah yang berlebihan
Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi
prostat akut
Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat
mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain
nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang
merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya
kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
intraabdominal.
7. Diagnosis BPH
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo
cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba
prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
Adakah asimetris
Adakah nodul pada prostate
Apakah batas atas dapat diraba
Sulcus medianus prostate
Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi prostat kenyal seperti
meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke
dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada
carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris.
Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat
teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk
mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab
yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa kistus di daerah
supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
Darah : Ureum dan Kreatinin
Elektrolit
Blood urea nitrogen
Prostate Specific Antigen (PSA)
Gula darah
Urin : Kultur urin + sensitifitas test
Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.
Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian
atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang
dapat menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria.
d. Pemeriksaan pencitraan
Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan
kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari
suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau
adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan
vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail
atau hooked fish
penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi vesica
urinaria
foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram retrograd dapat pula
memberi gambaran indentasi.
4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna,
sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah
residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan
divertikel.
5. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan
mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau
sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain
itu juga memberi keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan
melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.
6. MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan.
e. Pemeriksaan Lain
Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh : daya kontraksi otot detrusor
tekanan intravesica
resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik.
Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15
ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah
penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal
tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan
cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana dengan memasang
kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal atau ditentukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat
IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi
kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan
intervensi pada penderita prostat hipertrofi.
8 Diagnosis Banding
Kelemahan detrusor kandung kemih
kelainan medula spinalis
neuropatia diabetes mellitus
pasca bedah radikal di pelvis
farmakologik
Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
kelainan neurologik
neuropati perifer
diabetes mellitus
alkoholisme
farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
Obstruksi fungsional :
dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor dengan relaksasi sfingter
ketidakstabilan detrusor
Kekakuan leher kandung kemih :
Fibrosis
Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :
hiperplasia prostat jinak atau ganas
kelainan yang menyumbatkan uretra
uretralitiasis
uretritis akut atau kronik
e. striktur uretra
6. Prostatitis akut atau kronis
9. Kriteria Pembesaran Prostat
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
Berdasarkan jumlah residual urine
derajat 1 : <>
derajat 2 : 50-100 ml
derajat 3 : >100 ml
derajat 4 : retensi urin total
Intra vesikal grading
derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi : derajat 1 : kissing 1 cm
derajat 2 : kissing 2 cm
derajat 3 : kissing 3 cm
derajat 4 : kissing >3 cm
10. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai
berikut :
Inkontinensia Paradoks
Batu Kandung Kemih
Hematuria
Sistitis
Pielonefritis
Retensi Urin Akut Atau Kronik
Refluks Vesiko-Ureter
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal Ginjal
Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada
dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan
sisa volume urin, yaitu:
- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas
atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas
atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml
- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan
pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu
dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke
atas atau bila timbul obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan.
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan
secara konservatif.
Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai
sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat
dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan
pengobatan konservatif.
Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman biasanya pada
derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar
sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi
urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP
atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan
menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi
utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir
dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan
dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran
kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka
pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal
ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna
Observasi Medikamentosa Operasi
Invasif
Minimal
Watchfull
waiting
Penghambat
adrenergik
Prostatektomi
terbuka
TUMT
TUBD

Penghambat
reduktase
Fitoterapi
Hormonal
Endourologi
TUR P
TUIP
TULP
(laser)
Strent
uretra
dengan
prostacath
TUNA
Terapi Konservatif Non Operatif
1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah mengurangi minum
setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik),
mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan
lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan a blocker (penghambat alfa
adrenergik)
menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dehidrotestosteron
(DHT)
Obat Penghambat adrenergik a
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan leher vesica berkurang
dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher
vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin,
doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat
yaitu
1a
(tamsulosin), sehingga efek sistemikyang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis
dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik
untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi
keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa
terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu
setelah pemakaian obat.
Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 15 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat
pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja
lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar.
Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.
Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan untuk pengobatan BPH
adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin
diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam konteks watchfull waiting
strategy.
Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:
frekuensi nokturia berkurang
aliran kencing bertambah lancar
volume residu di kandung kencing berkurang
gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.
Mekanisme kerja obat diduga kuat:
menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen
bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5
lipoxygenase.
3. Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit tertentu, antara lain:
retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas,
atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
Prostatektomi terbuka
a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
Mortaliti rate rendah
Langsung melihat fossa prostat
Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
Perdarahan lebih mudah dirawat
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka vesika
Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis
a.2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
Baik untuk kelenjar besar
Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : batu buli, batu ureter distal,
divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter
eksterna minimal.
Kerugian :
- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Merusak mukosa kulit
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%)
Inkontinensia (<1%)
Perdarahan
Epididimo orchitis
Recurent (10 20%)
Carcinoma
Ejakulasi retrograde
Impotensi
Fimosis
Deep venous trombosis
a.3. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas
Mudah untuk pinggul sempit
Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Bisa terkena rektum
Perdarahan hebat
Merusak diagframa urogenital
b. Prostatektomi Endourologi
b.1.Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri dari jaringan
kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan
berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil
terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi
urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini
berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi
kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah
yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan
non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai
dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi
sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan
terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini
ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat
bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan
meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi
timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades,
antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang
sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Morbiditas dan mortalitas rendah
Prostat fibrous mudah diangkat
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
Teknik sulit
Resiko merusak uretra
Intoksikasi cairan
Trauma sphingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:
- Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
- Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.
b.2.Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya mendekati normal.
Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya
dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi
ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P
tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter
sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian ejakulasi retrograde
dibandingkan dengan cara TUR.
b.3.Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat yang membesar merupakan
operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang
sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk masing-masing lobus prostat
(lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak
melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi
lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan laser nekrosis
lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai
rongga yang terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat bekuan darah dan tidak
memerlukan transfusi
Teknik lebih sederhana
Waktu operasi lebih cepat
Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
Tidak memerlukan terapi antikoagulan
Resiko impotensi tidak ada
Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).
3. Invasif Minimal
Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C 47C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir ini.
Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave)
yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis
jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra
menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek
yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave kedalam jaringan
prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar
tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi
juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang radio frequency yang
panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat
diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi
sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen
sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.
Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan melakukan commisurotomi
prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar. Mekanismenya :
Kapsul prostat diregangkan
Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak
Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi termal pada prostat.
Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan
perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.
Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter tersebut dipasang pada
uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung
kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan
bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur
dengan USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter
pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter
pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif,
yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan
terapi yang lebih invasif.

Anda mungkin juga menyukai