Anda di halaman 1dari 5

Teknik Pembakaran adalah salah satu cabang ilmu termofluida terapan

yang digunakan untuk menyelidiki, menganalisis serta mempelajari tentang proses


pembakaran (combustion), bahan bakar (fuel), serta sifat dan kelakuan nyala
api (flame). Bahan bakar yang ditelaah dalam tinjauan pembakaran dapat
merupakan bahan bakar gas, cair atau padat. Terdapat banyak definisi terkait
dengan pembakaran. Secara umum pembakaran dapat diartikan sebagai suatu
proses yang melibatkan reaksi kimia antara material mampu bakar (combustible)
dan oksigen yang teradung di dalamnya [Drysdale, 2004]. Definisi lain
mengatakan bahwa pembakaran adalah suatu transisi dari bentuk tidak reaktif ke
bentuk reaktif dimana stimuli eksternal menyebabkan terjadinya suatu
prosesthermochemical yang diikuti oleh transisi sangat cepat ke pembakaran yang
stabil. Stimuli dari pembakaran sendiri terbagi menjadi tiga jenis, yaitu energi
termal, kimia dan mekanis. Namun demikian, semua definisi dari pembakaran
mengarah pada penekanan akan pentingnya reaksi kimia yang terjadi, dimana
pembakaran mengubah energi yang tersimpan dalam ikatan kimia menjadi panas
(heat) yang dapat digunakan dalam berbagai macam aplikasi. Sehingga terdapat
dua variabel penting dalam proses pembakaran, yaitu reaksi kimia antara bahan
bakar dan oxidizer, serta adanya pelepasan energi panas (reaksi bersifat
eksotermis).
Bahan bakar adalah semua substansi yang melepaskan energi ketika
dioksidasi, sedangkan oxidizer adalah semua substansi yang mengandung oksigen
(contohnya : udara) yang bereaksi dengan bahan bakar. Jenis bahan bakar yang
dapat digunakan untuk melakukan inisiasi pembakaran sangat banyak, mulai dari
gas hidrokarbon dengan rantai karbon paling sederhana sampai pada benda padat
dengan nilai berat molekul yang tinggi dan kompleksitas kimia yang rumit. Semua
bahan bakar tersebut akan terbakar dalam suatu kondisi pembakaran yang sesuai,
bereaksi dengan oksigen dari udara, menghasilkan produk pembakaran, dan
melepaskan panas. Reaksi pembakaran biasanya terjadi dalam suatu fraksi kecil
dari volum yang tersedia di dalam zona reaksi atau nyala api (flame). Ini adalah
tipe reaksi yang cepat. Reaksi pembakaran menengah (intermediates) dapat
menghasilkan suatuchemiluminesce atau partikel-partikel berpendar dan memberi
warna pada nyala api. Pembakaran juga mungkin terjadi dekat dengan permukaan
katalitik pada temperatur rendah, dikenal dengan tipe pembakaran lambat. Di
dalam nyala api terkandung pergerakan fluida, difusi panas dan massa, pelepasan
kalor dan fenomena kimia. Sehingga, studi dari pembakaran didasari oleh bidang-
bidang kompleks seperti termodinamika, kinetika kimia, perpindahan panas dan
massa, serta mekanika fluida.
Terjadinya proses pembakaran bergantung pada tiga faktor utama yang
dikenal dengan 3T, yaitu time(waktu), turbulence (turbulensi aliran),
dan temperature (suhu). Artinya tercapainya suatu fase pembakaran harus
memenuhi waktu penyalaan (time to ignition) yang bergantung pada berapa suhu
ideal agar pembakaran dapat terjadi dan bagaimana kondisi aliran fluidanya.
Semakin turbulen aliran fluida yang terjadi, maka proses transfer panas juga akan
semakin cepat. Pada proses pembakaran dengan proses penyalaan api yang
normal, dibutuhkan tiga komponen utama untuk tercapainya suatu fase
pembakaran, yaitu panas, bahan bakar, dan oksigen (gambar 1). Ketiganya
merupakan elemen-elemen yang harus ada untuk mewujudkan terjadinya proses
pembakaran, sehingga jika salah satu elemen ditiadakan maka proses pembakaran
yang ditandai dengan adanya nyala api dapat terhenti. Konsep inilah yang
kemudian dijadikan dasar dalam mengontrol nyala api dari pembakaran. Tetapi,
pada dasarnya keberadaan tiga elemen itu saja belum cukup untuk memenuhi
syarat terjadinya nyala api pembakaran. Gambar 1 menunjukkan adanya satu
faktor penting lagi yang harus ada dalam proses pembakaran, yaitu reaksi
campuran antara oksigen dan bahan bakar harus berada pada fase yang sama (fase
gas) dan telah mencapai panas yang cukup untuk terjadinya pembakaran.
Komposisi udara dan bahan bakar ini akan mencapai nilai tertinggi pada daerah
stoikiometri.



Gambar 1. Segitiga Api


Nyala api yang terbentuk dari proses pembakaran sampel minyak pelumas
merupakan fenomena yang terjadi dalam fase gas, karena proses pembakaran baru
terjadi apabila campuran udara dan bahan bakar sudah berada pada fase yang
sama (fase gas). Sehingga pembakaran yang menghasilkan nyala api dengan
bahan bakar cair dan padat harus didahului dengan proses perubahan fase bahan
bakar menjadi fase gas terlebih dahulu untuk dapat bercampur dengan udara.
Untuk bahan bakar cair, proses ini pada umumnya berupa penguapan sederhana
dari hasil pendidihan pada permukan bahan bakar. Pada dasarnya, vaporisasi dari
bahan bakar cairan hanya akan terjadi pada tingkat temperatur permukaan tertentu
dari cairan itu sendiri. Selanjutnya, uap mampu bakar hasil vaporisasi tersebut
akan bercampur dengan oksigen yang terkandu di dalam udara (oxidizer) untuk
membentuk campuran yang dapat terbakar. Udara merupakan oxidizer alami
dimana pada keadaan normal memiliki kandungan oksigen sebesar 21 %. Setelah
bahan bakar berubah fase menjadi gas dan bersifat mudah terbakar (volatile),
bahan bakar akan dengan mudah bercampur dengan udara sebagi oksidator,
kemudian ketika reaksi campuran udara dan bahan bakar sudah cukup panas,
nyala api akan terbentuk sebagai tanda terjadinya proses pembakaran dengan atau
tanpa pemantikan menggunakan electrical spark igniter. Ilustasi dari bentuk nyala
api hasil pembakaran bahan bakar cair dapat dilihat pada gambar 2.


Gambar 2. Bentuk nyala api dari permukaan cairan yang terbakar

Dari gambar 2 terlihat bahwa nyala api dari hasil pembakaran bahan bakar
cair bersifat turbulen dan secara matematis sulit diprediksi. Aliran turbulen pada
nyala api pembakaran ini terjadi sebagai hasil dari kondisi instabilitas di dalam
aliran yang tidak dapat diredam dengan baik oleh suatu aksi viscous dan
kecepatan aliran pada setiap titik di nyala api berfluktuasi secara acak (gambar 2d
dan 2e). Fenomena tersebut juga terjadi pada tingkat ketinggian nyala dari api,
sehingga diperlukan perata-rataan dalam fungsi ruang dan waktu (averaging in
time and space) untuk mendapatkan representasi dari kecepatan maupun tinggi
dari nyala api. Pada masa awal pembakaran, nyala api masih sangat pendek dan
sangat dekat dengan permukaan bahan bakar (2a), dimana seiring berjalannya
waktu bertambahnya uap mampu bakar akibat vaporisasi bahan bakar
mengakibatkan api semakin tinggi. Laju pembakaran tidak mungkin konstan
disepanjang permukaan horizontal bahan bakar. Penguapan dari bahan bakar cair
didekat perimeter lebih besar dibandingkan pada bagian tengah. Hal ini konsisten
dengan fakta bahwa nyala api pada suatu pool yang kecil tidak terlalu berpendar
(low luminosity) dan konveksi akan sangat mendominasi perpindahan kalor (2a).
Seiring dengan ukuran pool dan temperatur yang meningkat, efek radiasi yang
akan mendominasi aspek perpindahan kalor. Kondisi ini menyebabkan laju
pembakaran justru lebih cepat di bagian tengah.

Anda mungkin juga menyukai