Anda di halaman 1dari 18

1

A. JUDUL
ISOLASI SENYAWA ANTIMIKROBA DARI BAKTERI ENDOFIT
Staphylococcus sp. (C
1
)

YANG BERASAL DARI SPONS LAUT Haliclona
fascigera
B. LATAR BELAKANG
Peningkatan terapi antimikroba dan penemuan senyawa baru golongan
antimikroba melalui cara penapisan kimia sintetik atau fermentasi, memacu
perkembangan produksi senyawa antimikroba selama dasawarsa terakhir. Di sisi
lain permasalahan resistensi antimikroba juga semakin meningkat seiring dengan
peningkatan penggunaannya. Hal ini memicu dilakukannya eksplorasi dan kajian
potensi terhadap sumber daya alam sebagai upaya mengatasi masalah resistensi
ini (Rante, 2012).
Indonesia adalah negara tropis yang kaya dengan flora dan fauna. Banyak
tumbuhan dan hewan yang di jadikan sumber bahan baku untuk berbagai produk.
Menurut (Achmad, 2004) sumber daya organik merupakan gudang senyawa
kimia yang sangat potensial sebagai sumber senyawa baru yang unik yang tidak
dapat ditemukan di laboratorium dan mungkin sangat berguna dalam
keperluan pengobatan, pertanian, dan industri. Indonesia memiliki sumberdaya
organik yang melimpah yang sebagian besar belum diteliti kandungan
kimianya. Oleh karena itu, Indonesia sangat prospektif untuk mengembangkan
kimia organik bahan alam khususnya bahan alam laut (Suriani et al., 2012).
Potensi terhadap bahan-bahan aktif antimikroba diantaranya berasal dari
spons, karang lunak, alga merah, dan lain-lain. Baru-baru ini spons dan karang
lunak banyak menjadi perhatian para peneliti produk alam karena terbukti
mengandung senyawa-senyawa aktif (Murniasih dan Satari, 1998).
Senyawa-senyawa aktif yang dihasilkan oleh mikroba endofit merupakan
metabolit sekunder, terbentuk karena hubungan simbiosis mutualisme antara
mikroba endofit dengan inangnya (Strobel, 2003). Hubungan simbiosis
mutualisme ditandai dengan hubungan yang saling menguntungkan antara
mikroba endofit dan tumbuhan inangnya. Mikroba endofit dapat melindungi
2

tumbuhan inang dari serangan mikroba patogen dengan senyawa yang dikeluarkan
oleh mikroba endofit. Senyawa yang dikeluarkan mikroba endofit berupa senyawa
metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk
membunuh mikroba patogen. Tumbuhan inang menyediakan nutrisi yang
dibutuhkan oleh mikroba endofit untuk melengkapi siklus hidupnya.
Jenis senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari bakteri yang
bersimbiosis dengan spons memperlihatkan kuantitas yang lebih banyak dari
mikroorganisme laut lainnya. Hal ini terutama dikarenakan kemudahan dalam
kultur massalnya. Jenis senyawa metabolit sekunder dari bakteri yang
bersimbiosis dengan spons sangat bervariasi yaitu dari golongan terpenoid,
alkaloid, poliketida, peptida siklik, derivat dari asam lemak dengan berat molekul
kecil, heterosiklik, hingga brominated pyrroles (Taylor et al., 2007).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, telah didapatkan 23 isolat bakteri
endofit dari spons Haliclona fascigera. Dari 23 isolat bakteri endofit yang
diisolasi dari spons Haliclona fascigera, 17 isolat bakteri memiliki aktivitas
terhadap bakteri Gram positif S. aureus, 1 isolat bakteri memiliki aktivitas
terhadap bakteri Gram negatif E. coli dan 3 isolat aktivitas terhadap jamur uji C.
albicans. Empat isolat yang diidentifikasi adalah isolat bakteri A
1
yang aktif
terhadap S. aureus dan E. coli, isolat bakteri C
1
yang aktif terhadap bakteri uji S.
aureus dan jamur uji C. albicans dan bakteri HA
1
dan H
1
RE
1
yang memiliki
aktifitas yang baik terhadap bakteri uji S. aureus (Febrianto, 2014).
Isolat bakteri C
1
sebelumnya telah diidentifikasi secara mikroskopis. Hasil
yang ditunjukkan adalah isolat bakteri C
1
berbentuk coccus. Selain itu, telah
dilakukan uji katalase untuk membedakan antara kelompok Staphylococcus
dengan Streptococcus, dimana menurut Lay (1994) uji katalase bisa digunakan
untuk mengidentifikasi bakteri berbentuk coccus, dimana kelompok
Staphylococcus bersifat katalase positif dan Streptococcus bersifat katalase
negativ. Dari hasil uji katalase telah dipastikan isolat bakteri C
1
ini bersifat
katalase positif, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa isolat bakteri C
1

merupakan kelompok Staphylococcus (Febrianto, 2014).
3

Dari hasil uji aktivitas sebelumnya, isolat bakteri C
1
memiliki aktivitas
terhadap bakteri uji S. aureus dengan diameter hambat sebesar 10 mm, 12 dan 15
mm pada konsentrasi berturut- turut 0,5%, 1% dan 2% dan memiliki aktivitas
terhadap jamur uji C. albicans dengan diameter hambat 11 mm dan 14 mm pada
konsentrasi berturut-turut 1% (Febrianto, 2014).
Berdasarkan hal diatas, dalam penelitian kali ini akan dilakukan isolasi
senyawa antimikroba dari bakteri endofit Staphylococcus sp. (C
1
) yang berasal
dari spons laut Haliclona facigera dan penelitian ini merupakan penelitian
lanjutan.

C. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mengisolasi senyawa antimikroba dari isolat bakteri
Staphylococcus sp. yang berasal spons Haliclona fascigera?
2. Bagaimana aktivitas senyawa antimikroba hasil isolasi?
3. Bagaimana karakter dari senyawa antimikroba hasil isolasi yang
dihasilkan?

D. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengisolasi senyawa antimikroba dari isolat bakteri Staphylococcus
sp. (C
1
) asal spons Haliclona fascigera
2. Untuk menentukan aktivitas antimikroba senyawa hasil isolasi isolat
bakteri Staphylococcus sp. (C
1
) asal spons Haliclona fascigera
3. Untuk menentukan karakter senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh
isolate bakteri Staphylococcus sp. (C
1
)

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
1. Didapatkan senyawa antimikroba dari isolat isolat bakteri
Staphylococcus sp. (C
1
) asal spons Haliclona fascigera
2. Dihasilkannya jurnal terakreditasi nasional yang bermanfaat.


4

F. KEGUNAAN
1. Mendapatkan senyawa antimikroba hasil isolasi dari isolat bakteri
Staphylococcus sp. (C
1
) asal spons Haliclona fascigera
2. Mengetahui karakter dari senyawa antibakteri yang didapatkan dari
isolasi.

G. TINJAUAN PUSTAKA
I. Spons Laut (Porifera)
1.1 Tinjauan Umum
Porifera berasal dari bahasa latin porus yang artinya lubang, fere
artinya mengandung/memiliki. Porifera merupakan hewan sederhana, terdapat
sekitar 9000 spesies. Ciri khas porifera adalah tubuhnya berpori seperti busa atau
spons sehingga porifera desebut juda sebagai hewan spons. Bentuk tubuhnya
bervariasi, ada yang seperti vas bunga, bercabang, bulat, kantung, tidak
teratur. Ukuran tubuh porifera antara 1 mm - 2 m (tinggi). Warna tubuhnya
bermacammacam, ada yang merah, orange, kuning, biru, ungu, hitam (Saadah,
2011).
Habitat porifera sebagian besar di laut, sebagian kecil di air tawar
(satu familia). Semua sesil tidak bergerak dan menempel pada substrat yang
terdapat di air, seperti bebatuan. Porifera laut mempunyai warna yang cerah.
Porifera air tawar ukuran kecil warna biasanya hijau (Saadah, 2011).

II. Spon Laut Haliclona fascigera
2.1 Klasifikasi (Mayers, et al., 2008)
Spon laut Haliclona fascigera diklasifikasikan sebagai :
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongea
Ordo : Haplosclerida
Famili : Chalinidae
Genus : Haliclona
Spesies : Haliclona fascigera
5

2.2 Morfologi
Spon laut Haliclona fascigera merupakan hewan metazoa sederhana,
berbentuk pipa, bewarna ungu, pada tubuhya terdapat banyak pori dengan
diameter 56-72 m dan memiliki skeleton spikula satu yang diperkuat dengan
adanya saluran spikula dan spongin. Spon ini tumbuh melekat pada permukaan
karang pada kedalaman 15 m. Tinggi tubuhnya sekitar 5-14 cm. Biasa
ditemukan pada perairan Indonesia (Weerdt and Van Soest, 2001).
`
2.3 Kandungan Kimia dan Bioaktivitas Spon Laut Genus Haliclona
Dari penelusuran literatur terhadap genus Haliclona di laporkan memiliki
beberapa kandungan kimia yang menarik adalah haliclotriol A dan B (triterpen
ketida), papuamine, dan haliclonadiamine A (alkaloid) yang memiliki aktivitas
sebagai antimikroba (Ely, et al., 2004), manazamines (Kobayashi, et al., 1995),
dan haliclamine A (Arai, et al., 2008).
Bioaktifitas senyawa-senyawa yang berasal dari genus Haliclona telah
banyak diketahui diantaranya adalah haliclotriol A dan B (triterpen ketida),
papuamine, dan haliclonadiamine A, (alkaloid) aktif antimikroba, adociasul fate,
10 (triterpen hidroquinon sulfat) aktif sebagai rotein kinase, haliclonacyamine
A, haliclonacyamine B dan halitulin (alkaloid) bersifat sitotoksik, dan
halicyclamine A (alkaloid) sebagai anti TBC.

2.4 Asosiasi Spon dengan Bakteri Endofit
Interaksi antara spon dan bakteri terjadi dalam banyak bentuk. Untuk spon,
mikroba yang berbeda dapat diartikan sebagai sumber makanan, patogen/parasit
atau sebagai simbion mutualisme. Bakteri yang berasosiasi dengan spons dapat
mencapai 40% dari jaringan spons dengan kepadatan 10
9
sel bakteri per mm
jaringan spons (Hofman et al., 2005).
Untuk spons laut genus haliclona telah banyak diteliti dan setidaknya
terdapat 190 metabolit sekunder yang menunjukkan aktivitas sebagai antimikroba,
antifungi, antimalarial, dan sitotoksik yang berhasil diisolasi. (Yu et al, 2006).
Salah satu spons genus Haliclona yang menunjukkan hubungan asosiasi
dengan bakteri yaitu Haliclona simulans yang diperoleh dari pesisir barat Ireland,
6

terdapat 52 isolat bakteri yang termasuk dalam genus Pseudoalteromonas,
Pseudomonas, halomonas, Psychrobacter, Marinobacter, Sulfitobacter,
Pseudovibrio, Salegentibacter, Bacillus, Cytophaga, Rhodococcus dan
Streptomyces (Li et al, 2007).

III. Bakteri
3.1 Tinjauan Umum
Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relative sederhana. Karena
materi genetik tidak diselimuti oleh selaput membrane inti, sel bakteri disebut
dengan sel prokariot. Secara umum, sel bakteri terdiri atas beberapa bentuk, yaitu
bentuk basil/batang, bulat atau spiral. Dinding sel bakteri mengandung kompleks
karbohidrat dan protein yang disebut peptidoglikan. Bakteri umumnya
bereproduksi dengan cara membelah dan mencari diri menjadi dua sel yang
berukuran sama. Ini disebut dengan pembelahan biner. Untuk nutrisi, bakteri
umumnya menggunakan bahan kimia organic yang dapat diperoleh secara alami
dengan membuat makanan sendiri dengan proses biosintesis ataupun memperoleh
nutrisi dari substansi organik (Radji, 2011).

3.2 Fase Pertumbuhan







(Kar, 2008)
Keterangan (Radji, 2011)
A. Fase Lag
Fase ini merupakan fase awal, yaitu jumlah sel sangat sedikit karena
7

sel belum mengalami pembelahan sel dalam media baru. Fase lag ini
dapat berlangsung selama 1 jam atau beberapa hari.
B. Fase Log
Pada fase ini, sel mulai membelah dan memasuki masa pertumbuhan
atau penambahan jumlah sel secara logaritmik dan disebut dengan
fase eksponensial. Metabolism sel paling aktif pada fase ini.
C. Fase Stasioner
Pada fase ini tingkat pertumbuhan melambat, jumlah sel yang mati
mengimbangi jumlah sel baru dan populasi menjadi stabil. Aktivitas
metabolisme juga melambat pada fase ini.
D. Fase Kematian
Jumlah kematian sel pada akhirnya akan melampaui jumlah sel baru
yang terbentuk dan populasi sel mulai memasuki fase kemaian. Fase
ini berlanjut sampai populasi menyusut menjadi fraksi kecil atau
seluruh populasi mati.

IV. Bakteri Staphylococcus
4.1 Morfologi
Bakteri Staphylococcus termasuk dalam famili Micrococcaceae. Bakteri
ini berbentuk bulat. Koloni mikroskopik cenderung berbentuk menyerupai buah
anggur. Menurut bahasa Yunani, Staphyle berarti anggur dan coccus berarti
bulat atau bola.

V. Metode
5.1 Ekstraksi dan Fraksinasi
5.1.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penarikan senyawa-senyawa kimia dari
tumbuhan, hewan, dan organisme lainnya menggunakan pelarut tertentu. Teknik
yang umum digunakan dalam proses ekstraksi adalah maserasi, perkolasi,
sokletasi, perebusan, dan lain-lain (Departemen Kesehatan RI, 2000).


8

5.1.2 Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses pemisahan kandungan senyawa bahan alam
berdasarkan perbedaan sifat kelarutannya dalam kondisi tertentu. Pada prinsipnya
proses pemisahan dilakukan dengan menggunakan dua pelarut yang tidak
bercampur (Departemen kesehatan RI, 2000).

5.2 Pemisahan dan Pemurnian
5.2.1 Kromatografi
Metode yang umum digunakan untuk memisahkan komponen komponen
senyawa hasil ekstraksi dan fraksinasi menjadi komponen senyawa sederhana atau
tunggal yaitu dengan metode kromatografi. Kromatografi Lapis Tipis adalah
teknik analisa untuk tujuan kualitatif, Sedangkan untuk pemisahan dalam jumlah
besar dapat digunakan kromatografi kolom (Jeffery, 1989).

5.2.2 Pemurnian
Senyawa hasil isolasi jarang didapatkan senyawa murni, biasanya dicemari
oleh senyawa lain selama isolasi. Salah satu pemurniannya adalah dengan
rekristalisasi yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan zat utama yang akan
dimurnikan dengan senyawa minor dalam suatu pelarut tunggal atau campuran
pelarut yang cocok (Harborne, 1987).

5.3 Pengujian Aktivitas Antibakteri (Reeves, 1978 ; Berghe dan Vlietinck,
1991)
5.3.1 Metoda Difusi
Metoda difusi merupakan metoda yang sederhana dalam pengujian
aktivitas antibakteri. Pada metoda ini, pencadang (reservoir) yang mengandung
sampel uji ditempatkan pada permukaan medium yang telah diinokulasi dengan
bakteri uji. Setelah inkubasi, diameter daerah bening sekitar pencadang diukur.
Prinsip metoda difusi yaitu uji potensi ekstrak berdasarkan luas daerah hambatan
pertumbuhan bakteri karena berdifusinya ekstrak dari titik awal pemberian ke
daerah difusi.

9

5.3.2 Metoda Dilusi
Metoda dilusi merupakan metoda yang paling sederhana dibandingkan
metoda pengujian aktivitas antibakteri lainnya. Sampel uji dicampur dengan
medium cair yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji. Prinsip metoda ini
adalah ekstrak diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, lalu
masing-masing konsentrasi ditambah suspensi bakteri dalam media. Setelah
inkubasi, diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri dengan melihat kekeruhan
dari masing-masing konsentrasi ekstrak yang dibandingkan dengan kontrol.
Konsentrasi ekstrak terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan
dengan tidak adanya kekeruhan, disebut dengan Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC).

5.3.3 Metoda Bioautografi
Bioautografi adalah metoda untuk mengetahui lokasi aktivitas antibakteri
pada kromatogram. Metoda ini berdasarkan pada metoda difusi, dimana sampel
akan berdifusi dari kromatogram ke medium yang telah diinokulasi dengan
bakteri uji dan daerah hambat dapat terlihat tepat pada bercak kromatogram.
Metoda ini sangat membutuhkan perlengkapan mikrobiologi yang kompleks,
masalah perbedaan difusi senyawa dari kromatogram ke medium agar,
konsentrasi bercak pada kromatogram yang tidak terukur dan mudahnya
kontaminasi oleh mikroba udara, membuat metoda ini agak rumit dalam
pengerjaannya. Plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) disemprot dengan suspense
bakteri, kemudian diinkubasi selama beberapa hari. Daerah hambatan
divisualisasikan dengan penampak noda, seperti garam tetrazolium (Betina,
1973).

5.4 Karakteristik Senyawa Hasil Isolasi
5.4.1 Spektroskopi Inframerah
Spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi
senyawa yang terdapat pada senyawa organik, tapi penggunaanya dalam
penentuan senyawa organik masih terbatas. Setiap frekuensi sinar (termasuk infra-
10

merah) mempunyai energi tertentu, apabila frekuensi tertentu diserap ketika
melewati sebuah senyawa yang diselidiki, maka energi dari frekuensi tersebut di
transfer ke saenyawa tersebut. Energi pada radiasi infra-merah sebanding dengan
energi yang timbul pada getaran getaran ikatan (Sastrohamidjojo, 1991;
Dachriyanus, 2004).

H. METODE PELAKSANAAN
1.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014
di Laboratorium Biota Sumatera dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi,
Universitas Andalas.

1.2 Alat dan Bahan
1.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pinset, pipet mikro,
tabung reaksi, tabung sentrifus, rak tabung reaksi, cawan petri steril, pipet
volumetrik, laminar air flow, lemari aseptik, timbangan, hotplate, jangka sorong
(mm), kapas, kain kasa, lampu spiritus, beaker glass, gelas ukur, jarum ose,
incubator, vortex, bunsen, shaker, sentrifus, autoklaf, Spektrofotometer IR dan
kamera.

1.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel isolat bakteri
Staphylococcus sp. (C
1
), air laut steril, aquades, medium Nutrient Broth (NB)
(Merck

), medium Nutrient Agar (NA) (Merck

), NaCl fisiologis, plat KLT,


KOH 15%, tisu, kertas cakram steril, pot steril, antibiotik oksitetrasiklin, dan
bakteri uji yang terdiri dari: Escherichia coli dan Staphylcoccus aureus.

1.3 Cara Kerja
1.3.1 Sterilisasi Alat dan Bahan (Hadioetomo, 1990)
Alat-alat yang digunakan terlebih dahulu dicuci bersih dan dikeringkan.
11

Vial, pipet, gelas ukur, tabung reaksi dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan
kapas dan kain kassa, kemudian dibungkus dengan kertas aluminium foil.
Kertas cakram dimasukan ke dalam salah satu cawan petri dan semua cawan
petri dibungkus secara terpisah dengan kertas aluminium foil. Kemudian
semua alat disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121C dengan tekanan 15 lbs
selama 15 menit. Pinset dan jarum ose disterilkan dengan cara flambier pada
lampu spiritus. Laminar Air Flow (LAF) disterilkan dengan cara menyalakan
lampu UV-nya selama 5 menit. Air laut steril didapatkan dengan cara
mensterilkan air laut dengan autoklaf pada suhu 121 C dengan tekanan 15 lbs
selama 15 menit.

1.3.2 Pembuatan Media Pembenihan
1. Nutrient Broth (NB) (Merck)
Sebanyak 8 gram serbuk Nutrient Broth dilarutkan dengan 1 liter air
suling dalam Erlenmeyer dan dipanaskan diatas hotplate menggunakan magnetic
stirrer sampai terbentuk larutan jernih. Kemudian disterilkan didalam autoklaf
pada suhu 121
0
C dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit.
2. Nutrient Agar (NA) (Merck)
Sebanyak 20 gram serbuk Nutrient Agar dilarutkan dengan 1 liter air
suling dalam erlenmeyer dan dipanaskan diatas hotplate menggunakan
magnetic stirrer sampai terbentuk larutan jernih. Kemudian disterilkan di
dalam autoklaf pada suhu 121C dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit.

1.3.3 Identifikasi isolat bakteri endofit Staphylococcus sp. (C
1
)
Isolat bakteri C
1
diidentifikasi dengan pewarnaan gram dan dilihat bentuk
mikroskopisnya dibawah mikroskop.

1.3.4 Penentuan waktu fermentasi optimum isolat bakteri endofit
Staphylococcus sp. (C
1
)
Koloni bakteri endofit yang telah diinkubasi pada medium NA selama 24
jam pada suhu 37
o
C, diambil 1 ose dan dipindahkan kedalam 10 mL medium NB
dan dihomogenkan. Media diinkubasi selama 24 jam, suhu 37
o
C kemudian
12

digunakan sebagai starter inokulum.
Sebanyak 10 mL starter inokulum koloni bakteri endofit diinokulasi
kedalam 100 mL media fermentasi NB, dan diinkubasi pada temperatur ruang
dengan rotary shaker kecepatan 150 rpm selama 96 jam. Pada waktu 0, 24, 30,
48, 72, dan 96 jam waktu inkubasi produksi metabolit antimikroba, pengukuran
bakteri endofitik ini diukur ODnya dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 600 nm.

1.3.5 Fermentasi isolat bakteri Staphylococcus sp. (C
1
)
Fermentasi isolat bakteri Staphylococcus sp. (C
1
) dilakukan dengan
fermentasi cair menggunakan media NB. Koloni isolat bakteri Staphylococcus. sp
(C
1
) pada cawan petri yang telah diinkubasi selama 1-2 hari diambil, kemudian
biakan bakteri tersebut diinokulasikan ke dalam media NB sebanyak 5000 ml
dalam 20 labu Erlenmeyer ukuran 500 mL yang berisi 250 mL medium.
Selanjutnya dirotary shaker 150 rpm dan diinkubasi pada suhu kamar.

1.3.6 Ekstraksi senyawa metabolit sekunder
Kultur dari isolat bakteri disaring terlebih dahulu, kemudian filtrat yang
didapat diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dengan perbandingan volume 2 : 1
(pelarut : filtrat) tiga kali pengulangan tiap-tiap 12 jam. Ekstrak organik yang
didapat kemudian di uapkan pelarutnya dengan rotary evaporator sehingga
didapat ekstrak kering.

1.3.7 Pemisahan dan Pemurnian senyawa hasil isolasi
Pemisahan senyawa hasil isolasi dilakukan dengan menggunakan
kromatografi kolom. Fraksi yang keluar dari kolom kromatografi ditampung dan
dimonitor dengan Kromatografi Lapis Tipis.

1.3.8 Persiapan Bakteri Uji
Bakteri uji dari stok kultur murni ditanam pada agar miring NA, lalu
diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37C.
13

Koloni bakteri uji diambil dari agar miring 1-2 ose lalu disuspensikan
dalam NaCl fisiologis steril dalam tabung reaksi steril. Kemudian dihomogenkan
dengan vortex. Konsentrasi atau kekeruhan diukur dengan spektrofotometer UV-
Vis sehingga diperoleh suspensi dengan transmitan 25% pada 580 nm.

1.3.9 Uji Aktifitas Antibakteri
Sebanyak 0,1 ml (100 l) suspensi bakteri dipipet dengan pipet mikro
dimasukkan kedalam cawan petri steril kemudian dimasukkan media NA dalam
kondisi cair ( 50C) sebanyak 12 ml, dihomogenkan dengan cara cawan petri
digoyang hingga homogen kemudian dibiarkan memadat. Selanjutnya
diletakkan kertas cakram steril yang telah ditetesi 10 l suspensi isolat bakteri
yang akan diuji diatas permukaan medium. Inkubasi pada suhu 37C selama 18-
24 jam. Setelah diinkubasi dilihat apakah terdapat zona bening disekitar kertas
cakram. Jika terdapat zona bening maka jamur tersebut menghasilkan senyawa
bioaktif sebagai antibakteri. Sebagai kontrol negatif digunakan kertas cakram
kosong steril dan sebagai kontrol positif digunakan larutan kloramfenikol 0,3%
untuk bakteri sebanyak 10 l.

1.3.10 Karakterisasi Struktur Kimia Senyawa Hasil Isolasi
Karakterisasi senyawa hasil isolasi, meliputi pemeriksaan organoleptis,
pemeriksaan kimia, kromatografi dan kemudian dilakukan pemeriksaan
fisikokimia menggunakan spektrofotometer inframerah.
1. Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan ini meliputi bentuk, warna dan bau senyawa hasil isolasi.
2. Pemeriksaan kimia, meliputi :
a. Uji Alkaloid (Pereaksi Dragendorff dan Pereaksi Meyers)
b. Uji Triterpenoid dan Steroid/Uji Liebermann-Burchard
c. Uji Fenol
d. Uji Saponin/Uji Forth
14

3. Pemeriksaan Kromatografi Lapis Tipis
Pemeriksaan KLT dilakukan untuk menunjukkan kemurnian dan
penentuan Rf dari senyawa hasil isolasi dengan beberapa fasa gerak yang sesuai.
Pada penelitian ini fasa geraknya adalah ekstrak hasil isolasi dan fasa diamnya
adalah silica gel. Sebagai penampak noda digunakan lampu UV 254nm dan UV.
Noda yang terlihat dibawah UV diukur Rf-nya. Untuk senyawa yang tidak
mempunyai gugus kromofor (tidak terlihat dibawah UV), pemeriksaan kemurnian
dilakukan dengan menggunakan penampak bercak H2SO4 365nm 5% dalam
metanol yang disemprotkan pada plat KLT kemudian dipanaskan.
5. Spektrofotometer Inframerah
Spektrum IR diukur dengan menggunakan alat Infrared Spektrofotometer
Perkin Elmer Spectrum One. Kira-kira 1-2 mg sampel digerus homogen dengan
100 mg kalium bromida. Campuran dikempa dengan kekuatan 10 ton/cm,
sehingga terbentuk sebuah pellet yang tipis dan transparan, kemudian diukur
serapannya.

















15

1.4 Jadwal Kegiatan
Tabel 1. Jadwal Perencanaan Kegiatan Penelitian
No Kegiatan
Bulan Ke
1 2 3 4 5
1 Fermentasi bakteri endofit spon
Haliclona fascigera

2 Ekstraksi dan isolasi senyawa
antibakteri

3 Uji aktivitas antibakteri
senyawa hasil isolasi

4 Identifikasi/karakterisasi
senyawa hasil isolasi

5 Analisis data
6 Penulisan laporan akhir
penelitian













16

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A. 2004. Empat puluh tahun dalam kimia organik bahan alam
tumbuh-tumbuhan tropika Indonesia, Rekoleksi dan Prospek. Bulletin of The
Indonesian Society of Natural Products Chemistry, 4(2) : 5-54

Arai, M, Sobou, M, Vilcheze, C, Baughn, A, Hashizume, H, Pruksakorn, P,
Ishida, S, Matsumoto, M, Jacobs, WR & Kobayashi, M .2008.
Halicyclamine A, a marine spongean alkaloid as a lead for
antituberculosis agent. Bioorganic & Medical Chemistry, vol.16, pp.6732-
6736.

Berghe, D. A. V. and A. J. Vlientinck. 1991. Screening Methods for Antibacterial
and Antiviral Agents from Higher Plants. in Hostettmann (Ed). A Methods in
Plant Biochemistry, 6, 47-68.

Betina, V. 1973. Bioautography in Paper and Thin Layer Chromatography and Its
Scope in The Antibiotik Field. J. Chromatography, 78, 31-34.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri,
Cetakan pertama, Padang, CV. Trianda Anugrah Pratama, hal. 1-2.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI, hal 82-84.

Ely R, Supriya T, & Naik CG .2004. Antimicrobial activity of marine organisms
collected off the coast of south east India , Elsevier Sciences, vol.309, pp.121-
127.

Febrianto, R.E. 2014. Penapisan Aktivitas Antimikroba Bakteri Endofit dari Spon
Laut Haliclona fascigera Asal Perairan Pulau Mandeh Pesisir Selatan
Sumatra Barat. Padang: Skripsi S1 Universitas Andalas.

Hadioetomo. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Garamedia.

Harborne, J.B. .1987. Metode Fitokimia. Edisi ke dua. ITB: Bandung.

Hoffmann F, Larsen O, Thiel V, Rapp HT, Pape T, Michaelis W, and Reitner J.
2005.An anaerobic world in sponges. J Geomicrobiol, 22:110.

Jeffery G H, Basset J, Mendham J, Denney RC. 1989. Vogels Textbook of
Quantitative Chemical Analysis 5
th
Ed. London: Longman Scientific and
technical.
Kar, A. 2008. Pharmacetical Microbiology. New Delhi: New Age International
Publisher.
17

Kobayashi M, Chen YJ, Aoki Y, Ishida T & Kitagawa I .1995. For new and
carboline alkaloids isolated from two Okinawa marine sponges of
Xestospongia sp. and Haliclona sp. Tetrahedron, vol.51, pp.3727-3736.
Li, Z.; He, L.; Miao, X. Cultivable bacterial community from South China Sea
sponge as revealed by DGGE fingerprinting and 16S rDNA phylogenetic
analysis. Curr. Microbiol. 2007, 55, 465472.
Mayers P, Espinosa, Parr CS, Jones, Hammond GS, & Dewey TA .2008. The
Animal diversity web, Diakses 3 Februari 2013 dari http://animaldiversity.org.

Murniasih, T dan Satari, R. 1998. Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba dari
/Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Seminar Bioteknologi Kelautan
Indonesia. Laboratorium Produk Alam Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI.

Radji, M. 2011. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta: EGC.

Rante, H. 2012. Isolasi dan Karakterisasi Actiomycetes Asosiasi Spons
Penghasil Antibiotik Koleksi Pulau Barrang Lompo Makassar. Yogyakarta:
Skripsi S1 Universitas Gajah Mada.

Reeves, D. S., I. Phillips, J.D. Williams and R. Wise. 1978. Laboratory Methods
in Antimicrobial Chemoterapy. New York: Churchill Livingstone.

Saadah, Sumiyati. 2011. Porifera. Zoologi Invertebrata. UIN SGD: Bandung.
Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektrosfotokopi, edisi kedua. Jogjakarta: Penerbit
Liberty.

Strobel, G.A. 2003. Endophytes as sources of bioactive products. pp.11

Suriani, Hanapi U., Ahyar A.. 2012. Isolasi, karakterisasi dan uji bioaktifitas
metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp. Marina Chimica Act, 2-7.

Taylor MW, Radax R, Steger D, and Wagner M. 2007.Sponge-associated
microorganisms:evolution, ecology, and biotecnological potential. Microbio
Mol Bio Rev, 2:295347.

Weerdt, WH & Van Soest, RWM. 2001. Haliclona (Halichoclona) vanderlandi
spec. nov (Porifera: Demospongiae: Haplosclerida) from Indonesia. Zool.
Verh. Leiden, vol.334, pp.189-194.

Yu, S., Deng, Z., Proksch, P., Lin, W. Oculatol, oculatolide and A-nor sterols
from the sponge Haliclona oculata. J. Nat. Prod. 2006, 69, 133


18

Lampiran I. Skema Kerja



Isolat Bakteri Endofit
Ekstrak Etil Asetat Ampas
Ekstrak Kental
Fraksi Hasil
Kromatogram
- Difermentasi menggunakan media NB
- Inkubasi selama 2 hari dengan rotary shaker
- Tambahkan Etil Asetat, saring lalu pisahkan
dengan corong pisah


- Uapkan pelarut dan pekatkan dengan rotari
evaporator.
- Kromatografi Kolom
- Monitoring Hasil KLT
- Uji Aktivitas Antibakteri
Karakter Senyawa
Antimikroba
- Karakterisasi senyawa secara fisika,
kimia, dan fisikokimia
Senyawa Isolat
Murni

Anda mungkin juga menyukai