Latar Belakang
Latar Belakang
A. JUDUL
ISOLASI SENYAWA ANTIMIKROBA DARI BAKTERI ENDOFIT
Staphylococcus sp. (C
1
)
YANG BERASAL DARI SPONS LAUT Haliclona
fascigera
B. LATAR BELAKANG
Peningkatan terapi antimikroba dan penemuan senyawa baru golongan
antimikroba melalui cara penapisan kimia sintetik atau fermentasi, memacu
perkembangan produksi senyawa antimikroba selama dasawarsa terakhir. Di sisi
lain permasalahan resistensi antimikroba juga semakin meningkat seiring dengan
peningkatan penggunaannya. Hal ini memicu dilakukannya eksplorasi dan kajian
potensi terhadap sumber daya alam sebagai upaya mengatasi masalah resistensi
ini (Rante, 2012).
Indonesia adalah negara tropis yang kaya dengan flora dan fauna. Banyak
tumbuhan dan hewan yang di jadikan sumber bahan baku untuk berbagai produk.
Menurut (Achmad, 2004) sumber daya organik merupakan gudang senyawa
kimia yang sangat potensial sebagai sumber senyawa baru yang unik yang tidak
dapat ditemukan di laboratorium dan mungkin sangat berguna dalam
keperluan pengobatan, pertanian, dan industri. Indonesia memiliki sumberdaya
organik yang melimpah yang sebagian besar belum diteliti kandungan
kimianya. Oleh karena itu, Indonesia sangat prospektif untuk mengembangkan
kimia organik bahan alam khususnya bahan alam laut (Suriani et al., 2012).
Potensi terhadap bahan-bahan aktif antimikroba diantaranya berasal dari
spons, karang lunak, alga merah, dan lain-lain. Baru-baru ini spons dan karang
lunak banyak menjadi perhatian para peneliti produk alam karena terbukti
mengandung senyawa-senyawa aktif (Murniasih dan Satari, 1998).
Senyawa-senyawa aktif yang dihasilkan oleh mikroba endofit merupakan
metabolit sekunder, terbentuk karena hubungan simbiosis mutualisme antara
mikroba endofit dengan inangnya (Strobel, 2003). Hubungan simbiosis
mutualisme ditandai dengan hubungan yang saling menguntungkan antara
mikroba endofit dan tumbuhan inangnya. Mikroba endofit dapat melindungi
2
tumbuhan inang dari serangan mikroba patogen dengan senyawa yang dikeluarkan
oleh mikroba endofit. Senyawa yang dikeluarkan mikroba endofit berupa senyawa
metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk
membunuh mikroba patogen. Tumbuhan inang menyediakan nutrisi yang
dibutuhkan oleh mikroba endofit untuk melengkapi siklus hidupnya.
Jenis senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari bakteri yang
bersimbiosis dengan spons memperlihatkan kuantitas yang lebih banyak dari
mikroorganisme laut lainnya. Hal ini terutama dikarenakan kemudahan dalam
kultur massalnya. Jenis senyawa metabolit sekunder dari bakteri yang
bersimbiosis dengan spons sangat bervariasi yaitu dari golongan terpenoid,
alkaloid, poliketida, peptida siklik, derivat dari asam lemak dengan berat molekul
kecil, heterosiklik, hingga brominated pyrroles (Taylor et al., 2007).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, telah didapatkan 23 isolat bakteri
endofit dari spons Haliclona fascigera. Dari 23 isolat bakteri endofit yang
diisolasi dari spons Haliclona fascigera, 17 isolat bakteri memiliki aktivitas
terhadap bakteri Gram positif S. aureus, 1 isolat bakteri memiliki aktivitas
terhadap bakteri Gram negatif E. coli dan 3 isolat aktivitas terhadap jamur uji C.
albicans. Empat isolat yang diidentifikasi adalah isolat bakteri A
1
yang aktif
terhadap S. aureus dan E. coli, isolat bakteri C
1
yang aktif terhadap bakteri uji S.
aureus dan jamur uji C. albicans dan bakteri HA
1
dan H
1
RE
1
yang memiliki
aktifitas yang baik terhadap bakteri uji S. aureus (Febrianto, 2014).
Isolat bakteri C
1
sebelumnya telah diidentifikasi secara mikroskopis. Hasil
yang ditunjukkan adalah isolat bakteri C
1
berbentuk coccus. Selain itu, telah
dilakukan uji katalase untuk membedakan antara kelompok Staphylococcus
dengan Streptococcus, dimana menurut Lay (1994) uji katalase bisa digunakan
untuk mengidentifikasi bakteri berbentuk coccus, dimana kelompok
Staphylococcus bersifat katalase positif dan Streptococcus bersifat katalase
negativ. Dari hasil uji katalase telah dipastikan isolat bakteri C
1
ini bersifat
katalase positif, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa isolat bakteri C
1
merupakan kelompok Staphylococcus (Febrianto, 2014).
3
Dari hasil uji aktivitas sebelumnya, isolat bakteri C
1
memiliki aktivitas
terhadap bakteri uji S. aureus dengan diameter hambat sebesar 10 mm, 12 dan 15
mm pada konsentrasi berturut- turut 0,5%, 1% dan 2% dan memiliki aktivitas
terhadap jamur uji C. albicans dengan diameter hambat 11 mm dan 14 mm pada
konsentrasi berturut-turut 1% (Febrianto, 2014).
Berdasarkan hal diatas, dalam penelitian kali ini akan dilakukan isolasi
senyawa antimikroba dari bakteri endofit Staphylococcus sp. (C
1
) yang berasal
dari spons laut Haliclona facigera dan penelitian ini merupakan penelitian
lanjutan.
C. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mengisolasi senyawa antimikroba dari isolat bakteri
Staphylococcus sp. yang berasal spons Haliclona fascigera?
2. Bagaimana aktivitas senyawa antimikroba hasil isolasi?
3. Bagaimana karakter dari senyawa antimikroba hasil isolasi yang
dihasilkan?
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengisolasi senyawa antimikroba dari isolat bakteri Staphylococcus
sp. (C
1
) asal spons Haliclona fascigera
2. Untuk menentukan aktivitas antimikroba senyawa hasil isolasi isolat
bakteri Staphylococcus sp. (C
1
) asal spons Haliclona fascigera
3. Untuk menentukan karakter senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh
isolate bakteri Staphylococcus sp. (C
1
)
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
1. Didapatkan senyawa antimikroba dari isolat isolat bakteri
Staphylococcus sp. (C
1
) asal spons Haliclona fascigera
2. Dihasilkannya jurnal terakreditasi nasional yang bermanfaat.
4
F. KEGUNAAN
1. Mendapatkan senyawa antimikroba hasil isolasi dari isolat bakteri
Staphylococcus sp. (C
1
) asal spons Haliclona fascigera
2. Mengetahui karakter dari senyawa antibakteri yang didapatkan dari
isolasi.
G. TINJAUAN PUSTAKA
I. Spons Laut (Porifera)
1.1 Tinjauan Umum
Porifera berasal dari bahasa latin porus yang artinya lubang, fere
artinya mengandung/memiliki. Porifera merupakan hewan sederhana, terdapat
sekitar 9000 spesies. Ciri khas porifera adalah tubuhnya berpori seperti busa atau
spons sehingga porifera desebut juda sebagai hewan spons. Bentuk tubuhnya
bervariasi, ada yang seperti vas bunga, bercabang, bulat, kantung, tidak
teratur. Ukuran tubuh porifera antara 1 mm - 2 m (tinggi). Warna tubuhnya
bermacammacam, ada yang merah, orange, kuning, biru, ungu, hitam (Saadah,
2011).
Habitat porifera sebagian besar di laut, sebagian kecil di air tawar
(satu familia). Semua sesil tidak bergerak dan menempel pada substrat yang
terdapat di air, seperti bebatuan. Porifera laut mempunyai warna yang cerah.
Porifera air tawar ukuran kecil warna biasanya hijau (Saadah, 2011).
II. Spon Laut Haliclona fascigera
2.1 Klasifikasi (Mayers, et al., 2008)
Spon laut Haliclona fascigera diklasifikasikan sebagai :
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongea
Ordo : Haplosclerida
Famili : Chalinidae
Genus : Haliclona
Spesies : Haliclona fascigera
5
2.2 Morfologi
Spon laut Haliclona fascigera merupakan hewan metazoa sederhana,
berbentuk pipa, bewarna ungu, pada tubuhya terdapat banyak pori dengan
diameter 56-72 m dan memiliki skeleton spikula satu yang diperkuat dengan
adanya saluran spikula dan spongin. Spon ini tumbuh melekat pada permukaan
karang pada kedalaman 15 m. Tinggi tubuhnya sekitar 5-14 cm. Biasa
ditemukan pada perairan Indonesia (Weerdt and Van Soest, 2001).
`
2.3 Kandungan Kimia dan Bioaktivitas Spon Laut Genus Haliclona
Dari penelusuran literatur terhadap genus Haliclona di laporkan memiliki
beberapa kandungan kimia yang menarik adalah haliclotriol A dan B (triterpen
ketida), papuamine, dan haliclonadiamine A (alkaloid) yang memiliki aktivitas
sebagai antimikroba (Ely, et al., 2004), manazamines (Kobayashi, et al., 1995),
dan haliclamine A (Arai, et al., 2008).
Bioaktifitas senyawa-senyawa yang berasal dari genus Haliclona telah
banyak diketahui diantaranya adalah haliclotriol A dan B (triterpen ketida),
papuamine, dan haliclonadiamine A, (alkaloid) aktif antimikroba, adociasul fate,
10 (triterpen hidroquinon sulfat) aktif sebagai rotein kinase, haliclonacyamine
A, haliclonacyamine B dan halitulin (alkaloid) bersifat sitotoksik, dan
halicyclamine A (alkaloid) sebagai anti TBC.
2.4 Asosiasi Spon dengan Bakteri Endofit
Interaksi antara spon dan bakteri terjadi dalam banyak bentuk. Untuk spon,
mikroba yang berbeda dapat diartikan sebagai sumber makanan, patogen/parasit
atau sebagai simbion mutualisme. Bakteri yang berasosiasi dengan spons dapat
mencapai 40% dari jaringan spons dengan kepadatan 10
9
sel bakteri per mm
jaringan spons (Hofman et al., 2005).
Untuk spons laut genus haliclona telah banyak diteliti dan setidaknya
terdapat 190 metabolit sekunder yang menunjukkan aktivitas sebagai antimikroba,
antifungi, antimalarial, dan sitotoksik yang berhasil diisolasi. (Yu et al, 2006).
Salah satu spons genus Haliclona yang menunjukkan hubungan asosiasi
dengan bakteri yaitu Haliclona simulans yang diperoleh dari pesisir barat Ireland,
6
terdapat 52 isolat bakteri yang termasuk dalam genus Pseudoalteromonas,
Pseudomonas, halomonas, Psychrobacter, Marinobacter, Sulfitobacter,
Pseudovibrio, Salegentibacter, Bacillus, Cytophaga, Rhodococcus dan
Streptomyces (Li et al, 2007).
III. Bakteri
3.1 Tinjauan Umum
Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relative sederhana. Karena
materi genetik tidak diselimuti oleh selaput membrane inti, sel bakteri disebut
dengan sel prokariot. Secara umum, sel bakteri terdiri atas beberapa bentuk, yaitu
bentuk basil/batang, bulat atau spiral. Dinding sel bakteri mengandung kompleks
karbohidrat dan protein yang disebut peptidoglikan. Bakteri umumnya
bereproduksi dengan cara membelah dan mencari diri menjadi dua sel yang
berukuran sama. Ini disebut dengan pembelahan biner. Untuk nutrisi, bakteri
umumnya menggunakan bahan kimia organic yang dapat diperoleh secara alami
dengan membuat makanan sendiri dengan proses biosintesis ataupun memperoleh
nutrisi dari substansi organik (Radji, 2011).
3.2 Fase Pertumbuhan
(Kar, 2008)
Keterangan (Radji, 2011)
A. Fase Lag
Fase ini merupakan fase awal, yaitu jumlah sel sangat sedikit karena
7
sel belum mengalami pembelahan sel dalam media baru. Fase lag ini
dapat berlangsung selama 1 jam atau beberapa hari.
B. Fase Log
Pada fase ini, sel mulai membelah dan memasuki masa pertumbuhan
atau penambahan jumlah sel secara logaritmik dan disebut dengan
fase eksponensial. Metabolism sel paling aktif pada fase ini.
C. Fase Stasioner
Pada fase ini tingkat pertumbuhan melambat, jumlah sel yang mati
mengimbangi jumlah sel baru dan populasi menjadi stabil. Aktivitas
metabolisme juga melambat pada fase ini.
D. Fase Kematian
Jumlah kematian sel pada akhirnya akan melampaui jumlah sel baru
yang terbentuk dan populasi sel mulai memasuki fase kemaian. Fase
ini berlanjut sampai populasi menyusut menjadi fraksi kecil atau
seluruh populasi mati.
IV. Bakteri Staphylococcus
4.1 Morfologi
Bakteri Staphylococcus termasuk dalam famili Micrococcaceae. Bakteri
ini berbentuk bulat. Koloni mikroskopik cenderung berbentuk menyerupai buah
anggur. Menurut bahasa Yunani, Staphyle berarti anggur dan coccus berarti
bulat atau bola.
V. Metode
5.1 Ekstraksi dan Fraksinasi
5.1.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penarikan senyawa-senyawa kimia dari
tumbuhan, hewan, dan organisme lainnya menggunakan pelarut tertentu. Teknik
yang umum digunakan dalam proses ekstraksi adalah maserasi, perkolasi,
sokletasi, perebusan, dan lain-lain (Departemen Kesehatan RI, 2000).
8
5.1.2 Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses pemisahan kandungan senyawa bahan alam
berdasarkan perbedaan sifat kelarutannya dalam kondisi tertentu. Pada prinsipnya
proses pemisahan dilakukan dengan menggunakan dua pelarut yang tidak
bercampur (Departemen kesehatan RI, 2000).
5.2 Pemisahan dan Pemurnian
5.2.1 Kromatografi
Metode yang umum digunakan untuk memisahkan komponen komponen
senyawa hasil ekstraksi dan fraksinasi menjadi komponen senyawa sederhana atau
tunggal yaitu dengan metode kromatografi. Kromatografi Lapis Tipis adalah
teknik analisa untuk tujuan kualitatif, Sedangkan untuk pemisahan dalam jumlah
besar dapat digunakan kromatografi kolom (Jeffery, 1989).
5.2.2 Pemurnian
Senyawa hasil isolasi jarang didapatkan senyawa murni, biasanya dicemari
oleh senyawa lain selama isolasi. Salah satu pemurniannya adalah dengan
rekristalisasi yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan zat utama yang akan
dimurnikan dengan senyawa minor dalam suatu pelarut tunggal atau campuran
pelarut yang cocok (Harborne, 1987).
5.3 Pengujian Aktivitas Antibakteri (Reeves, 1978 ; Berghe dan Vlietinck,
1991)
5.3.1 Metoda Difusi
Metoda difusi merupakan metoda yang sederhana dalam pengujian
aktivitas antibakteri. Pada metoda ini, pencadang (reservoir) yang mengandung
sampel uji ditempatkan pada permukaan medium yang telah diinokulasi dengan
bakteri uji. Setelah inkubasi, diameter daerah bening sekitar pencadang diukur.
Prinsip metoda difusi yaitu uji potensi ekstrak berdasarkan luas daerah hambatan
pertumbuhan bakteri karena berdifusinya ekstrak dari titik awal pemberian ke
daerah difusi.
9
5.3.2 Metoda Dilusi
Metoda dilusi merupakan metoda yang paling sederhana dibandingkan
metoda pengujian aktivitas antibakteri lainnya. Sampel uji dicampur dengan
medium cair yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji. Prinsip metoda ini
adalah ekstrak diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, lalu
masing-masing konsentrasi ditambah suspensi bakteri dalam media. Setelah
inkubasi, diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri dengan melihat kekeruhan
dari masing-masing konsentrasi ekstrak yang dibandingkan dengan kontrol.
Konsentrasi ekstrak terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan
dengan tidak adanya kekeruhan, disebut dengan Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC).
5.3.3 Metoda Bioautografi
Bioautografi adalah metoda untuk mengetahui lokasi aktivitas antibakteri
pada kromatogram. Metoda ini berdasarkan pada metoda difusi, dimana sampel
akan berdifusi dari kromatogram ke medium yang telah diinokulasi dengan
bakteri uji dan daerah hambat dapat terlihat tepat pada bercak kromatogram.
Metoda ini sangat membutuhkan perlengkapan mikrobiologi yang kompleks,
masalah perbedaan difusi senyawa dari kromatogram ke medium agar,
konsentrasi bercak pada kromatogram yang tidak terukur dan mudahnya
kontaminasi oleh mikroba udara, membuat metoda ini agak rumit dalam
pengerjaannya. Plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) disemprot dengan suspense
bakteri, kemudian diinkubasi selama beberapa hari. Daerah hambatan
divisualisasikan dengan penampak noda, seperti garam tetrazolium (Betina,
1973).
5.4 Karakteristik Senyawa Hasil Isolasi
5.4.1 Spektroskopi Inframerah
Spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi
senyawa yang terdapat pada senyawa organik, tapi penggunaanya dalam
penentuan senyawa organik masih terbatas. Setiap frekuensi sinar (termasuk infra-
10
merah) mempunyai energi tertentu, apabila frekuensi tertentu diserap ketika
melewati sebuah senyawa yang diselidiki, maka energi dari frekuensi tersebut di
transfer ke saenyawa tersebut. Energi pada radiasi infra-merah sebanding dengan
energi yang timbul pada getaran getaran ikatan (Sastrohamidjojo, 1991;
Dachriyanus, 2004).
H. METODE PELAKSANAAN
1.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014
di Laboratorium Biota Sumatera dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi,
Universitas Andalas.
1.2 Alat dan Bahan
1.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pinset, pipet mikro,
tabung reaksi, tabung sentrifus, rak tabung reaksi, cawan petri steril, pipet
volumetrik, laminar air flow, lemari aseptik, timbangan, hotplate, jangka sorong
(mm), kapas, kain kasa, lampu spiritus, beaker glass, gelas ukur, jarum ose,
incubator, vortex, bunsen, shaker, sentrifus, autoklaf, Spektrofotometer IR dan
kamera.
1.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel isolat bakteri
Staphylococcus sp. (C
1
), air laut steril, aquades, medium Nutrient Broth (NB)
(Merck