Anda di halaman 1dari 24

Presentasi Kasus

ILMU KESEHATAN MATA








Oleh:
Gia Noor Pratami G99122052
Raden Artheswara G99122098
Gloria Katrin Evasari G99122053
M David Perdana G99122069
Ratih Puspa Wardani G99122100

Pembimbing :
Dr. dr. Senyum Indrakila, SpM
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Kelopak mata adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak mata melindungi kornea
dan berfungsi dalam pendisribusian dan eliminasi air mata. Penutupan kelopak mata berguna
untuk menyalurkan air mata ke seluruh permukaan mata dan memompa air mata melalui
punctum lakrimalis.
1,2
Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam, mulai dari yang jinak
sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi mau pun masalah struktur seperti ektropion,
entropion dan blepharoptosis. Untungnya, kebanyakan dari kelainan kelopak mata tidak
mengancam jiwa atau pun mengancam penglihatan.
1,2
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang tersumbat. Pada
kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi ringan yang mengakibatkan
peradangan kronis tersebut. Biasanya kelainan ini dimulai penyumbatan kelenjar oleh infeksi dan
jaringan parut lainnya.
1,2











BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. P
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Karanganyar
Tgl pemeriksaan : 17 Mei 2014
No. RM : 0125XXX

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : benjolan di kelopak mata kanan

B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata dengan keluhan terdapat benjolan di mata sebelah kanan.
Benjolan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Namun semakin membesar dan terasa tidak
nyaman sejak 1 bulan terakhir. Benjolan tersebut tidak nyeri. Pandangan kabur (-), mual-
muntah (-), mata silau (-), mata merah (-), nyeri mata (-), demam (-), nrocos (-), blobok (-).

Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
4. Riwayat kacamata : disangkal
C. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
4. Riwayat kacamata : disangkal
D. Kesimpulan Anamnesis






III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
B. Vital Sign
TD: 120/80 mmHg
HR: 90x/m
RR:20 x/m
t: 36.5
0
C
C. Pemeriksaan subyektif
OD OS
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis
jauh
6/6 6/6
a. pinhole Dilakukan Dilakukan
b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
OD OS
Proses Sumbatan
Lokalisasi Palpebra superior Oculli
Dextra
-
Sebab Belum diketahui -
Perjalanan Kronis -
Komplikasi - -
2. Visus sentralis
dekat
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus Perifer
1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar Normal Normal
3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. tanda radang Tidak Ada Tidak Ada
b. luka Tidak Ada Tidak Ada
c. parut Tidak Ada Tidak Ada
d. kelainan warna Tidak Ada Tidak Ada
e. kelainan bentuk Terdapat 1 benjolan di
palpebra superior
Tidak Ada
2. Supercilia
a. warna Hitam Hitam
b. tumbuhnya Normal Normal
c. kulit Sawo matang Sawo matang
d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Pasangan bola mata
dalam orbita

a. heteroforia Tidak Ada Tidak Ada
b. strabismus Tidak Ada Tidak Ada
c. pseudostrabismus Tidak Ada Tidak Ada
d. exophtalmus Tidak Ada Tidak Ada
e. enophtalmus Tidak Ada Tidak Ada
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus Tidak Ada Tidak Ada
b. makroftalmus Tidak Ada Tidak Ada
c. ptisis bulbi Tidak Ada Tidak Ada
d. atrofi bulbi Tidak Ada Tidak Ada
5. Gerakan bola mata
a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat
e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema Tidak Ada Tidak Ada
2.) hiperemi Tidak Ada Tidak Ada
3.) blefaroptosis Tidak Ada Tidak Ada
4.) blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
5.) Benjolan Ada, Terdapat 1
benjolan di palpebra
superior
Tidak Ada
b. gerakannya
1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. rima
1.) lebar 8 mm 10 mm
2.) ankiloblefaron Tidak Ada Tidak Ada
3.) blefarofimosis Tidak Ada Tidak Ada
d. kulit
1.) tanda radang Tidak Ada Tidak Ada
2.) warna Normal Normal
3.) epiblepharon Tidak Ada Tidak Ada
4.) blepharochalasis Tidak Ada Tidak Ada
5.) Vulnus Tidak Ada Tidak Ada
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion Tidak Ada Tidak Ada
2.) ekteropion Tidak Ada Tidak Ada
3.) koloboma Tidak Ada Tidak Ada
4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal
7. Sekitar glandula
lakrimalis

a. tanda radang Tidak Ada Tidak Ada
b. benjolan Tidak Ada Tidak Ada
c. tulang margo tarsalis Tidak Ada kelainan Tidak Ada kelainan
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. tanda radang Tidak Ada Tidak Ada
b. benjolan Tidak Ada Tidak Ada
9. Tekanan intraocular
a. palpasi Kesan normal Kesan menurun
b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra
superior

1.) edema Tidak Ada Tidak Ada
2.) hiperemi Tidak Ada Tidak Ada
3.) sekret Tidak Ada Tidak Ada
4.) sikatrik Tidak Ada Tidak Ada
5). Benjolan Ada 1 Benjolan Tidak Ada

b. konjungtiva palpebra
inferior

1.) edema Tidak Ada Tidak Ada
2.) hiperemi Tidak Ada Tidak Ada
3.) sekret Tidak Ada Tidak Ada
4.) sikatrik Tidak Ada Tidak Ada
5). Benjolan Tidak Ada Tidak Ada
c. konjungtiva forniks
1.) edema Tidak Ada Tidak Ada
2.) hiperemi Tidak Ada Tidak Ada
3.) sekret Tidak Ada Tidak Ada
4.) benjolan Tidak Ada Tidak Ada
5.)Hematom Tidak Ada Tidak Ada
d. konjungtiva bulbi
1.) edema Tidak Ada Tidak Ada
2.) hiperemis Tidak Ada Tidak Ada
3.) sekret Tidak Ada Tidak Ada
4.) injeksi konjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
5.) injeksi siliar Tidak Ada Tidak Ada
6.) Hematom Tidak Ada Tidak Ada
e. caruncula dan plika
semilunaris

1.) edema Tidak Ada Tidak Ada
2.) hiperemis Tidak Ada Tidak Ada
3.) sikatrik Tidak Ada Tidak Ada
11. Sclera
a. warna Putih Putih
b. tanda radang Tidak Ada Tidak Ada
c. penonjolan Tidak Ada Tidak Ada
d. vulnus Tidak Ada Tidak Ada
12. Kornea
a. ukuran 12 mm 12 mm
b. limbus Jernih Jernih
c. permukaan Rata, mengkilap Rata, mengkilap
d. sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. keratoskop ( placido ) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. fluorecsin tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. arcus senilis Tidak Ada Tidak Ada
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan Jernih Jernih
b. kedalaman Dalam Dalam
14. Iris
a. warna Hitam Hitam
b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan
c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak
d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak
15. Pupil
a. ukuran 3 mm 3 mm
b. bentuk Bulat Bulat
c. letak Sentral Sentral
d. reaksi cahaya langsung Positif Positif
16. Lensa
a. ada/tidak Ada Ada
b. kejernihan Jernih Jernih
c. letak Sentral Sentral
e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. Corpus vitreum
a. Kejernihan
b. Reflek fundus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan




IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
A. Visus sentralis
jauh
6/6 6/6
B. Visus perifer
Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Baik Baik
Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normal
D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal
E. Pasangan bola
mata dalam orbita
Dalam batas normal Dalam batas normal
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
G. Gerakan bola
mata
Dalam batas normal Dalam batas normal
H. Kelopak mata Terdapat 1 benjolan di
palpebra superior
Dalam batas normal
I. Sekitar saccus
lakrimalis
Dalam batas normal Dalam batas normal
J. Sekitar glandula
lakrimalis
Dalam batas normal Dalam batas normal
K. Tekanan
intarokular
Dalam batas normal Dalam batas normal
L. Konjungtiva
palpebra
Dalam batas normal Dalam batas normal
M. Konjungtiva bulbi Dalam batas normal Dalam batas normal
N. Konjungtiva
fornix
Dalam batas normal Dalam batas normal
O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
P. Kornea Dalam batas normal Dalam batas normal
Q. Camera okuli
anterior
Dalam batas normal Dalam batas normal

R. Iris Bulat, warna hitam Bulat, warna hitam
S. Pupil Diameter 3 mm, bulat,
sentral
Diameter 3 mm, bulat,
sentral
T. Lensa Kesan normal Kesan normal

Dokumentasi foto pasien:


V. DIAGNOSISBANDING
OD Kalazion
OD Hordeolum
VI. DIAGNOSIS
OD Kalazion
VII. TERAPI
Medikamentosa:
Gentamicin 0,3% eye drop 1-2 tetes OD, 3 kali sehari.
Non Medikamentosa
Kompres air hangat OS selama 15 menit (4 kali sehari)
VIII. PLANNING
Pro Eksisi Kalazion
IX. PROGNOSIS
OD OS
1. Ad vitam Dubia et bonam Dubia et bonam
2. Ad fungsionam Dubia et bonam Dubia et bonam
3. Ad sanam Dubia et bonam Dubia et bonam
4. Ad kosmetikum Dubia et bonam Dubia et bonam












BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1,3,4,5

Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang tersumbat. Pada
kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi ringan yang mengakibatkan
peradangan kronis tersebut. Biasanya kelainan ini dimulai penyumbatan kelenjar oleh infeksi
dan jaringan parut lainnya.
Kalazion adalah radang granulomatosa menahun steril dan idiopatik pada kelenjar
meibom; umumnya ditandai pembengkakan terbatas yang tidak terasa sakit dan berkembang
dalam beberapa minggu.
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kronik kelenjar meibom yang terjadi
setelah timbulnya hordeulum internal. Kalazion akan terus tumbuh dan diperlukan eksisi atau
suntikan steroid untuk alasan kosmetik atau jika penglihatan terganggu.
Kalazion merupakan peradangan lipogranulomatosa yang berlokasi di kelenjar Meibom
atau kelenjar zeis. Kalazion biasanya berkembang secara spontan sebagai hasil dari
penyumbatan satu atau lebih kelenjar bersifat tidak nyeri. Nodulnya berkembang secara
lambat dan biasanya tidak sakit dan eritematosa. Lesinya biasanya hilang dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan saat lesinya di drainase baik secara eksternal melalui kulit
kelopak mata atau secara internal melalui tarsus, atau saat lipid yang tertekan difagosit dan
granuloma menghilang. Sebagian kecil daripada jaringan parut nungkin akan tetap ada.
Kadang-kadang pasien dengan kalazion mungkin mengalami pengelihatan kabur yang
sekunder sampai astigmatisma karena tekanan dari kalazion terhadap bola mata.
Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim sangat jarang,
kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal terhadap sekresi sabaseous dan
viskositas mungkin menjelaskan terjadinya penumpukan pada masa pubertas dan selama
kehamilan.

Gambar 2. Kalazion
6

B. Etiologi
3

Kalazion juga disebabkan sebagai lipogranulomatosa kelenjar Meibom. Kalazion
mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran kelenjar atau sekunder dari
hordeolum internum. Kalazion dihubungkan dengan seborrhea, chronic blepharitis, dan acne
rosacea.
a. Sumbatan pada kelenjar Meibom. Kelenjar Meibom adalah kelenjar sebasea, yang
menghasilkan minyak yang membentuk permukaan selaput air mata.
b. Penyakit mata lainnya: blefaritis ulseratif, dan hordeolum

C. Epidemiologi
1,2,3,4

Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim sangat jarang,
kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal terhadap sekresi sabaseous dan
viskositas mungkin menjelaskan terjadinya penumpukan pada masa pubertas dan selama
kehamilan.

D. Anatomi Konjungtiva
Kelopak mata atau palpebra di bagian depan memiliki lapisan kulit yang tipis, sedangkan
di bagian belakang terdapat selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Pada
kelopak terdapat bagian-bagian berupa kelenjar-kelenjar dan otot. Kelenjar yang terdapat pada
kelopak mata di antaranya adalah kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeiss pada
pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus yang bermuara pada margo palpebra.
Sedangkan otot yang terdapat pada kelopak adalah M. Orbikularis Okuli dan M. Levator
Palpebra. Palpebra diperdarahi oleh Arteri Palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas
berasal dari ramus frontal n. V, sedangkan kelopak mata bawah dipersarafi oleh cabang ke II
n. V.
Pada kelopak terdapat bagian-bagian:
1. Kelenjar :
Kelenjar Sebasea
Kelenjar Moll atau Kelenjar Keringat
Kelenjar Zeis pada pangkal rambut, berhubungan dengan folikel rambut dan juga
menghasilkan sebum
Kelenjar Meibom (Kelenjar Tarsalis) terdapat di dalam tarsus. Kelenjar ini
menghasilkan sebum (minyak).
2. Otot-otot Palpebra:
M. Orbikularis Okuli
Berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit
kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut
sebagai M. Rioland. M. Orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N.
Fasialis.
M. Levator Palpebra
Bererigo pada Anulus Foramen Orbita dan berinsersi pada Tarsus Atas dengan sebagian
menembus M. Orbikularis Okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Otot ini
dipersarafi oleh N. III yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka
mata.
3. Di dalam kelopak mata terdapat :
Tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar
Meibom yang bermuara pada margo palpebra
Septum Orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan
Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran
pembukaan rongga orbita. Tarsus (tediri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan
penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak mata atas dan 20
buah di kelopak bawah)
Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah A. Palpebrae
Persarafan sensorik kelopak mata atas dapat dibedakan dari remus frontal N. V, sedang
kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V (N. V
2
).

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.
Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel goblet yang menghasilkan
musin.
Gerakan palpebra :
1. Menutup: Kontraksi M. Orbikularis Okuli (N.VII) dan relaksasi M. Levator Palpebra
superior. M. Riolani menahan bagian belakang palpebra terhadap dorongan bola mata.
2. Membuka: Kontraksi M. Levator Palpebra Superior (N.III). M. Muller mempertahankan
mata agar tetap terbuka.
3. Proses Berkedip (Blink): Refleks (didahului oleh stimuli) dan Spontan (tidak didahului
oleh stimuli). Kontraksi M. Orbikularis Okuli Pars Palpebra.

E. Patofisiologi
1,2,3

Kalazion merupakan radang granulomatosa kelenjar Meibom. Nodul terlihat atas sel
imun yang responsif terhadap steroid termasuk jaringan ikat makrofag seperti histiosit, sel
raksasa multinucleate plasma, sepolimorfonuklear, leukosit dan eosinofil.
Kalazion akan memberi gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak hiperemik, tidak ada
nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar preaurikuler tidak membesar. Kadang-kadang
mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat tekanannya sehingga terjadi kelainan
refraksi pada mata tersebut.
Produk-produk hasil pemecahan lipid (lemak), mungkin dari enzim-enzim bakteri yang
berupa asam lemak bebas, mengalami kebocoran dari jalur sekresinya memasuki jaringan di
sekitarnya dan merangsang terbentuknya respon inflamasi. Massa yang terbentuk dari
jaringan granulasi dan sel-sel radang ini membentuk kalazion. Hal ini dapat membedakan
kalazion dari hordeolum, yang merupakan reaksi radang akut dengan leukosit PMN dan
nekrosis disertai pembentukan pus. Namun demikian, hordeolum dapat menyebabkan
terbentuknya kalazion, dan sebaliknya.
Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar, kemungkinan karena
enzim dari bakteri, membentuk jaringan granulasi dan mengakibatkan inflamasi. Proses
granulomatous ini yang membedakan antara kalazion dengan hordeolum internal atau
eksternal (terutama proses piogenik yang menimbulkan pustul), walaupun kalazion dapat
menyebabkan hordeolum, begitupun sebaliknya. Secara klinik, nodul tunggal (jarang
multipel) yang agak keras berlokasi jauh di dalam palpebra atau pada tarsal. Eversi palpebra
mungkin menampakkan kelenjar meibom yang berdilatasi.
Riwayat blefaritits, hordeolum dan penyumbatan spontan yang terjadi pada saluran
kelenjar Meibom menyebabkan terjadinya sumbatan pada drainase normal kelenjar Meibom.
Sumbatan pada drainase normal kelenjar Meibom menyebabkan terjadinya penumpukkan
sekresi kelenjar Meibom. Penumpukkan sekresi tersebut akan menimbulkan terjadinya reaksi
inflamasi/peradangan pada kelenjar Meibom sehingga timbul jaringan granulasi/ jaringan ikat
dan hialin dan peradangan kronis pada kelenjar Meibom yang disebut dengan kalazion. Masa
yang terbentuk dari jaringan granulasi tersebut tampak sebagai nodul pada kelopak mata yang
tidak nyeri, teraba keras dan terfiksir pada tarus.

F. Manifestasi Klinis
5

1. Benjolan pada kelopaka mata, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri tekan.
2. Pseudoptosis
3. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat tekanannya sehingga
terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.
4. Pada anak muda dapat diabsobsi spontan.

G. Penegakan Diagnosis
1,2,4,5

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata. Kadang
saluran kelenjar Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker kulit, untuk memastikan hal ini
maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan histopatologi dilakukan bila kalazion
terjadi berulang kali sehingga dicurigai keganasan.
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada pasien dengan kalazion adalah pemeriksaan
fisik pada kelopak mata pasien.
Inpeksi : pada pemeriksaan secra inspeksi dapat dilihat adanya nodul pada kelopak mata
atas atau bawah, dimana nodul menonjol ke arah konjungtiva dan tampak
adanya daerah berwarna kemerahan pada palpebra bagian dalam.
Palpasi : pada pemeriksaan secara palpasi dapat ditemukan adanya masa yang keras dan
terfiksasi pada tarsus.
b. Pemeriksaan Histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dilakukan bila kalazion terjadi
berulang kalisehingga dicurigai keganasan
c. Pemeriksaan Tonografi
Untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan tekanan intra okuler (TIO) pada mata.
Biasanya tidak terjadi peningkatan, namun pemeriksaan tetap dilakukan untuk
memperkuat diagnosis
d. Pemeriksaan Darah Lengkap
Kadang kalazion dapat diikuti infeksi pada mata. Selain itu juga untuk membedakan
antara kalazion dan herdeolum.
e. Pemeriksaan Lipid Serum
Digunakan untuk memperkuat diagnosis.

H. Penatalaksanaan
1,2,3,4

Kalazion yang kecil dan tanpa disertai nyeri dapat diabaikan. Pengobatan secara
konservatif seperti pemijatan pada palpebra, kompres hangat, dan steroid topikal ringan
biasanya dapat berhasil dengan baik. Pada sebagian besar kasus, pembedahan hanya
dilakukan bila pengobatan selama berminggu-minggu tidak membuahkan hasil.
Sebagian besar kalazion berhubungan dengan kalazion lain yang berlokasi di bagian yang
lebih dalam dari palpebra. Isi dari kalazion marginalis murni akan menyatu bila 2 buah kapas
didorong ke arah tepi palpebra dari kedua sisinya. Jika isi kalazion tidak dapat dikeluarkan,
lakukan insisi distal kalazion dan isinya dikerok.
Penatalaksanaan dari kalazion terinfeksi (misalnya hordeolum interna) meliputi
pemanasan, serta antibiotik topikal dan atau sistemik. Pada beberapa kasus mungkin
diperlukan insisi dan drainase. Yang dikeluarkan hanyalah pus, kuretase atau kerokan yang
berlebihan dapat memperluas infeksi dengan rusaknya jaringan. Steriod topikal diperlukan
untuk mencegah terjadinya reaksi peradangan kronis yang dapat menimbulkan sikatrik.
Mengingat kalazion adalah peradangan, maka terapinya bersifat anti peradangan.
1) Menggunakan kompres hangat selama kira-kira 15 menit, 2-4 kali sehari
Penanganan konservatif kalazion adalah dengan kompres air hangat 15 menit (4 kali
sehari). lebih dari 50% kalazion sembuh dengan pengobatan konservatif. Obat tetes mata
atau salep mata jika infeksi diperkirakan sebagai penyebabnya.
2) Injeksi steroid untuk mengurangi inflamasi
Injeksi steroid ke dalam kalazion untuk mengurangi inflamasi, jika tidak ada bukti
infeksi. Steroid menghentikan inflamasi dan sering menyebabkan regresi dari kalazion
dalam beberapa minggu kemudian. Injeksi 0,2 2 ml triamsinolon 5 mg/ml secara
langsung ke pusat kalazion, injeksi kedua mungkin diperlukan. Komplikasi dari
penyuntikan steroid meliputi hipopigmentasion, atropi, dan potensial infeksi.
3) Tindakan bedah jika gumpalan tersebut tidak dapat hilang.
a. Eksisi kalazion. Jika perlu, buatlah insisi vertikal pada permukaan konjungtiva
palpebra. Untuk kalazion yang kecil, lakukan kuretase pada granuloma inflamasi pada
kelopak mata. Untuk kalazion yang besar, iris granuloma untuk dibuang seluruhnya
Cauter atau pembuangan kelenjar meibom (yang biasa dilakukan). Untuk kalazion
yang menonjol ke kulit, insisi permukaan kulit secara horisontal lebih sering dilakukan
daripada lewat konjungtiva untuk pembuangan seluruh jaringan yang mengalami
inflamasi.

Gambar 3. Eksisi
6

b. Eskokleasi Kalazion. Terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesi topikal pentokain.
Obat anestesia infiltratif disuntikkan dibawah kulit di depan kalazion. Kalazion dijepit
dengan kelem kalazion dan kemudian klem dibalik sehingga konjungitva tarsal dan
kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra dan kemudian isi
kalazion dikuret sampai bersih. Klem kalazion dilepas dan diberi salep mata.

I. Prognosis
1,2,3,4,5

`Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik. Seringkali
timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama akibat drainase yang kurang
baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan dapat mengering dengan sendirinya, namun
sering terjadi peradangan akut intermiten.
Kalazion rekuren atau berulang, terutama yang terjadi di tempat yang sama meskipun
telah dilakukan drainase dengan baik sebelumnya, harus dipertimbangkan adanya suatu
keganasan berupa karsinoma sel sebasea. Biopsi langsung dengan potongan beku perlu
dilakukan.
Insisi yang kurang baik dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan. Sedangkan insisi
yang terlalu dalam dapat menyebabkan timbulnya fistula dan jaringan parut. Suntikan
kortikosteroid intralesi dapat menimbulkan hilangnya pigmentasi pada kulit. Pada pasien
tertentu, pemberian kortikosteroid dapat menimbulkan peningkatan tekanan intra okular.
Kuretase dan drainase yang inadekuat dapat menyebabkan berulangnya atau berkembangnya
suatu granulomata.
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik. Seringkali
timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama akibat drainase yang kurang
baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan dapat mengering dengan sendirinya, namun
sering terjadi peradangan akut intermiten.

J. Komplikasi
3

Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan trichiasis, dan
kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik perlu dibiopsi untuk
menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat terjadi jika massa pada palpebra
sudah mengubah kontur kornea. Kalazion yang drainasenya hanya sebagian dapat
menyebabkan massa jaringan granulasi prolapsus diatas konjungtiva atau kulit.
a. Astigmatisma
Kelainan refraksi sehingga sinar tidak bisa difokuskan pada satu titik. Hal ini bisa
disebabkan oleh kalazion yang massa nya besar, sehingga massa tersebut menekan
permukaan kornea yang mengakibatkan terjadinya perubahan kelengkungan kornea.
Kelengkungan kornea yang bertambah mengakibatkan berkas cahaya yang masuk ke retina
tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam tetapi pada 2 titik , sehingga bayangan yang
dihasilkan tampak silendris.
b. Meibomianitis
Infeksi pada kelenjar meibom dapat terjadi jika kalazion terkontaminasi oleh debu atau pun
bakteri dan virus yang di akibatkan oleh kurangnya personal higiene seseorang terutama
pada daerah kelopak mata, Sehingga terjadi peradangan pada kelenjar meibom.
c. Blefaritistarsus superior
Peradangan pada kelopak mata yang biasanya disebabkan oleh infeksi dan alergi. Blefaritis
dapat terjadi jika kebersihan kelopak mata tidak diperhatikan, selain itu insisi pada
kalazion yang tidak steril juga dapat menyebabkan peradangan pada kelopak mata.
d. Obstruksi duktus lakrimalis
Penyumbatan kelenjar air mata, hal ini terjadi jika massa kalazion besar. Sehingga akan
menekan kelenjar lakrimalis, hal ini mengakibatkan saluran kelenjar air mata menjadi
tersumbat dan kehilangan fungsinya

e. Trikiasis
Adalah suatu keadaan dimana bulu mata mengarah kebola mata sehingga kornea tergores,
hal ini terjadi jika kalazion tidak ditangani dengan benar sehingga menyebabkan blefaritis.
Peradangan pada kelopak mata dapat menyebabkan pembentukan parut, pembentukan
parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus superior menyebabkan perubahan bentuk
pada tarsus. Sehingga mengakibatkan pertumbuhan bulu mata abnormal.
f. Hordeolum internum
Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeulum internum merupakan komplikasi
lanjutan dari meibomianitis.
g. Obstruksi duktus lakrimalis
Penyumbatan kelenjar air mata, hal ini terjadi jika massa kalazion besar. Sehingga akan
menekan kelenjar lakrimalis, hal ini mengakibatkan saluran kelenjar air mata menjadi
tersumbat dan kehilangan fungsinya.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa dengan OD
Kalazion. Adapun penatalaksanaan pasien ini adalah eksisi.
B. Saran
Kebiasaan sehari-hari seperti tidur cukup, pajanan sinar matahari tidak terlalu sering,
olah raga, dan udara segar mungkin dapat bermanfaat bagi kesehatan dan kebersihan kulit
dan kelenjar-kelenjar yang terdapat pada palpebra. Stress sering dikaitkan dengan kejadian
kalazion berulang, meskipun peranannya sebagai penyebab belum dapat dibuktikan.
3
Selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh kulit di sekitar mata dan
Bersihkan minyak yang berlebihan di tepi kelopak mata secara perlahan. Menjaga kebersihan
wajah, membiasakan mencuci tangan sebelum menyentuh wajah, dan menjaga kebersihan
peralatan kosmetik mata
3










DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S (2010). Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Universitas Indonesia
2. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M, Widodo PS (eds). 2010. Ilmu
penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: Sagung Seto
3. Wicaksono EN (2013). Kalazion (Chalazion).
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/author/emirzanurwicaksono/ Diakses tanggal
23 Maret 2014.
4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.
5. Mansjoer, Arif. Dkk., 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media Aesculapius, Jakarta
6. Leonid SJ (2014). Hordeolum and Chalazion Treatment. www.optometry.co.uk. Diakses
tanggal 23 Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai