Anda di halaman 1dari 16

Nama: Laela Anggraeni

S1 Keperawatan
Univ. Muhammadiyah Tangerang

I. Definisi Tumor Otak
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak
maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna)
membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla
spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari
organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor
otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan serebrospinal
(CSS) dan volume darah otak sehingga. Sedangkan peningkatan intra kranial (PTIK) dapat terjadi bila
kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi
intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan
serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh
karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan
complience.
Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka
mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi
dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian.

II. Klasifikasi Tumor Otak
1. Berdasarkan jenis tumor
a. Jinak
1. Acoustic neuroma
2. Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi
menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering
terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu
menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
3. Pituitary adenoma
4. Astrocytoma (grade I)
b. Malignant
1. Astrocytoma (grade 2,3,4)
2. Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun. Secara
klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.
3. Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup ventrikel.
Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Tumor
ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak
anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.

2. Berdasarkan lokasi
a. Tumor supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
1. Glioma :
a. Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan sering menyebar
kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum.
b. Astroscytoma
c. Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel oligodendroglia.
Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak
orang dewasa muda.

2. Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad base)
berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen supratentorium
tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis.
Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya
pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove
(10%), Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena
tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan
struktur otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di
regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sella
turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan segera
mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif.

b. Tumor infratentorial
1. Schwanoma akustikus
2. Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari
setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan payudara. Namun
neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke
otak.
a. Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel mesotel, dan sel-sel
jaringan penyambung araknoid dan dura.
b. Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai dalam
serebelum.
III. Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan
yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma,
astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau
penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan
faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai
morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional
tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu
dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi
namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini
belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa
ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan
percobaan yang dilakukan pada hewan.

IV. Manifestasi Klinis Tumor Otak
a. Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang menjadi
60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi,
batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita.
Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal.
Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
b. Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif
adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini
bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
c. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma
dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus
parietal dan temporal.
d. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor
dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan
untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
e. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga
mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah
yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.
f. Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.

V. Patofisiologi Tumor Otak
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan
dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2
faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis
jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi
secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi
invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapatumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra
kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya
oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan
bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami,
namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema
yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial.
Observasi sirkulasi cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan
hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu
penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-
hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial
timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darahintra kranial,
volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan
tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus
medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada
herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa
posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranialyang cepat adalah
bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).

VI. Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak

1. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika penderita
menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu
tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun
proses lainnya.
2. Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan
gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak
rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik
ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor
dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-
dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan
untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
VII. Penatalaksanaan Tumor Otak
Faktor faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu
a. operasi
Terapi Pre-operasi :
Steroid Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
Anticonvulsant Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine
Shunt Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan pada tumor
otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya
menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan pengambilan massa tumor sebanyak
mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang
optimal.
b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan proses keganasan.
Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan
hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi dan radioterapi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor sementara metastasis
diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi jyga digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak,
misalnya adenoma hipofisis.
c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu atau
dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan
secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu siklus terdiri dari
treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua
sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor
berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah tidak.

VIII. Komplikasi Tumor Otak
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang
mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang tertutup
dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
c. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
d. Epilepsi
Penyakit saraf menahun yang menimbulkan serangan mendadak berulang-ulang tak beralasan.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
b. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala
d. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala.
e. Pengkajian psiko-sosio-spirituab
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan
peran.
1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
2. Bentuk dada : normal
3. Pola napas : tidak teratur
4. Suara napas : normal
5. Sesak napas : ya
6. Batuk : tidak
7. Retraksi otot bantu napas ; ya
8. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
9. Kardiovaskular B2 (blood)
10. Irama jantung : irregular
11. Nyeri dada : tidak
12. Bunyi jantung ; normal
13. Akral : hangat
14. Nadi : Bradikardi
15. Tekanana darah Meningkat
16. Persyarafan B3 (brain)
17. Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.
18. Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
19. Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
20. Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
1. Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif
atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi
dari keduanya.
2. Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang,
berkurangnya reflex tendon.
3. GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6 tergantung responnya
yaitu :
a. Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b. Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
Misalnya aduh, bapak)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c. Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
1. Perkemihan B4 (bladder)
1. Kebersihan : bersih
2. Bentuk alat kelamin : normal
3. Uretra : normal
4. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
1. Nafsu makan : menurun
2. Porsi makan : setengah
3. Mulut : bersih
4. Mukosa : lembap
5. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
1. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
2. Kondisi tubuh: kelelahan
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial,
pembedahan tumor, edema serebri.
3. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi dan
radioterapi.
3. Intervensi Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
1. Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi ditunjukkan
penurunan skala nyeri. Skala = 2
2. Klien tidak merasa kesakitan.
3. Klien tidak gelisah
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri: intensitas,
karakteristik, lokasi, lamanya, faktor
yang memperburuk dan meredakan.
2. Instruksikan pasien/keluarga untuk
melaporkan nyeri dengan segera jika
nyeri timbul.
3. Berikan kompres dingin pada kepala.

1. Mengajarkan tehnik relaksasi dan
metode distraksi
2. Kolaborasi pemberian analgesic.

3. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non
verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,
menangis/meringis, perubahan tanda
vital.
4. Nyeri merupakan pengalaman subjektif
dan harus dijelaskan oleh pasien.
Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor
yang berhubungan merupakan suatu hal
yang amat penting untuk memilih
intervensi yang cocok dan untuk
1. Pengenalan segera meningkatkan
intervensi dini dan dapat mengurangi
beratnya serangan.
2. Meningkatkan rasa nyaman dengan
menurunkan vasodilatasi.
3. Akan melancarkan peredaran darah, dan
dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke
hal-hal yang menyenangkan

1. Analgesik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri berkurang
2. Merupakan indikator/derajat nyeri yang
tidak langsung yang dialami.

mengevaluasi keefektifan dari terapi
yang diberikan.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
Tujuan : Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.
Kriteria hasil :
1. Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-
100mmHg
2. Menunjukkan tingkat kesadaran normal
3. Orientasi pasien baik
4. RR 16-20x/menit
5. Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi

Intervensi Rasional
1. Monitor secara berkala tanda dan gejala
peningkatan TIK
1. Kaji perubahan tingkat kesadaran,
orientasi, memori, periksa nilai GCS
2. Kaji tanda vital dan bandingkan dengan
keadaan sebelumnya
3. Kaji fungsi autonom: jumlah dan pola
pernapasan, ukuran dan reaksi pupil,
pergerakan otot
4. Kaji adanya nyeri kepala, mual, muntah,
papila edema, diplopia, kejang
5. Ukur, cegah, dan turunkan TIK
1. Pertahankan posisi dengan
meninggikan bagian kepala 15-
30
0
, hindari posisi telungkup
atau fleksi tungkai secara
berlebihan
2. Monitor analisa gas darah,
pertahankan PaCO2 35-45
mmHg, PaO2 >80mmHg
3. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen
4. Hindari faktor yang dapat

1. Mengetahui fungsi retikuler
aktivasi sistem dalam batang otak,
tingkat kesadaran memberikan
gambaran adanya perubahan TIK
2. Mengetahui keadaan umum pasien,
karena pada stadium awal tanda
vital tidak berkolerasi langsung
dengan kemunduran status
neurologi
3. Respon pupil dapat melihat
keutuhan fungsi batang otak dan
pons
d. Merupakan tanda peningkatan TIK

1. Peninggian bagian kepala akan
mempercepat aliran darah balik dari
otak, posisi fleksi tungkai akan
meninggikan tekanan intraabomen
meningkatkan TIK

1. Istirahatkan pasien, hindari tindakan
keperawatan yang dapat mengganggu tidur
pasien
2. Berikan sedative atau analgetik dengan
kolaboratif.
atau intratorakal yang akan
mempengaruhi aliran darah balik
dari otak
2. Menurunnya CO2 menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah
3. Memenuhi kebutuhan oksigen

1. Keadaan istirahat mengurangi
kebutuhan oksigen
2. Mengurangi peningkatan TIK

3. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
Tujuan : Diagnosa tidak menjadi masalah aktual
Kriteria hasil :
1. Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo
2. Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba yang
berhubungan dengan ortostatik.
3. Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di otak yang
tiba-tiba.
4. Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing.
Intervensi Rasional
1. Kaji tekanan darah pasien saat pasien
mengadakan perubahan posisi tubuh.

1. Diskusikan dengan klien tentang
fisiologi hipotensi ortostatik.
2. Ajarkan teknik-teknik untuk mengurangi
hipotensi ortostatik
1. Untuk mengetahui pasien
mengakami hipotensi ortostatik
ataukah tidak.
2. Untuk menambah pengetahuan
klien tentang hipotensi

ortostatik.
3. Melatih kemampuan klien dan
memberikan rasa nyaman ketika
mengalami hipotensi ortostatik.

4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek
kemoterapi dan radioterapi.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil:
1. Antropometri: berat badan tidak turun (stabil)
2. Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
1. Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
2. Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah











Intervensi Rasional
1. Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi:
penurunan berat badan, tanda-tanda anemia,
tanda vital
2. Monitor intake nutrisi pasien

3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi
sering.
4. Timbang berat badan 3 hari sekali

5. Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin
6. Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetic
1. Menentukan adanya kekurangan nutrisi
pasien

1. Salah satu efek kemoterapi dan
radioterapi adalah tidak nafsu makan
2. Mengurangi mual dan terpenuhinya
kebutuhan nutrisi.
3. Berat badan salah satu indikator
kebutuhan nutrisi.
4. Menentukan status nutrisi

1. Mengurangi mual dan muntah untuk
meningkatkan intake makanan

Anda mungkin juga menyukai