Anda di halaman 1dari 4

1

Artikel:

Mendewasakan Usia Perkawinan dengan PIK Remaja,
Mengapa Tidak ?




Tidak dapat dipungkiri, perkawinan di usia dini, hingga sekarang ini masih banyak terjadi di
masyarakat. Bahkan dari waktu ke waktu dan dari masa ke masa, perkawinan usia dini terus
mengalami peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sekarang ini paling tidak ada 47,79
persen perempuan di kawasan pedesaan kawin pada usia dibawah 16 tahun, sementara di perkotaan
besarannya sekitar 21,75 persen. Perkawinan usia dini ini umumnya terjadi di daerah pantai utara,
pantai selatan dan pegunungan. Selama ini J awa Barat yang merupakan salah satu penyumbang Angka
Kematian Ibu (AKI) terbesar di Indonesia, menyimpan kasus-kasus perkawinan usia dini yang cukup
besar jumlahnya.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai lembaga yang paling
bertanggungjawab dalam pengembangan program KB, memandang perlu untuk mendewasakan usia
perkawinan di Indonesia, walaupun sebenarnya Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 telah
membolehkan perempuan kawin di usia minimal 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Sebab idealnya,
seorang perempuan kawin pada usia minimal 20 tahun sedangkan laki-laki 25 tahun. Pertimbangannya
adalah bahwa di usia tersebut pihak perempuan maupun laki-laki telah mencapai kedewasaan fisik,
mental, sosial ekonomi dan spiritual.
Tekad BKKBN untuk mendewasakan usia perkawinan terutama bagi perempuan dapat dibaca
dari salah satu sasaran strategis Program KB pada Rencana Pembangunan J angka Menengah Nasional
(RPJ MN) 2010 2014 yakni meningkatnya median usia perkawinan pertama perempuan dari 19,8
tahun pada saat ini menjadi 21 tahun pada tahun 2014. terkait dengan kepentingan ini, BKKBN telah
mengembangkan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) sekaligus membentuk wadah
Sudarmi
2
kegiatan tersebut dengan prinsip pengelolaan dari, oleh dan untuk remaja yang diberi nama Pusat
Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) pada tahun 2006. Sejalan dengan
perkembangan zaman pasca lahirnya Undang-Undang No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, PIK KRR telah diubah namanya menjadi Pusat Informasi
dan Konseling Remaja (PIK Remaja) sementara programnya berubah menjadi program Penyiapan
Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (PKBR). Sekarang ini PIK Remaja telah tersebar di 4.850
kecamatan di Indonesia dengan jumlah kelompok tidak kurang dari 8.151 kelompok.
PIK Remaja dengan program PKBR nya sekarang ini diharapkan mampu memfasilitasi
terwujudnya Tegar Remaja yakni remaja yang tidak saja berperilaku sehat dan terhindar dari resiko
Triad KRR (Seksualitas, Napza dan HIV/AIDS) tetapi juga remaja yang mau menunda usia
perkawinannya hingga mencapai kedewasaan penuh, bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera (KKBS), serta mampu menjadi contoh, model, idola, dan sumber informasi bagi teman
sebayanya. Ini berarti, remaja di maksud akan mengisi masa-masa remajanya dengan kegiatan positif
yang berguna sebagai bekal kelak jika sudah berkeluarga.
Pertanyaannya, mampukah PIK Remaja yang dikembangkan oleh BKKBN merubah sikap dan
pandangan para remaja kita bahwa menunda usia perkawinan adalah lebih baik dari pada terburu-buru
untuk kawin?
Guna menjawab pertanyaan tersebut, kita harus merunut apa sebenarnya PIK Remaja itu,
tujuan, sasaran, dan hasil akhir yang diharapkan serta kiprah yang telah, sedang dan akan dilakukan
oleh kelompok PIK Remaja yang ada selama ini. PIK Remaja pada prinsipnya adalah suatu wadah
yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja dalam memberikan informasi dan konseling KRR serta
penyiapan kehidupan berkeluarga. Dengan demikian kegiatannya yang utama selain memberikan
informasi tentang KRR kepada para remaja. J uga memberikan pelayanan konseling serta rujukan KRR
bagi remaja yang mempunyai masalah dan sulit untuk memecahkannya. Lebih dari itu, PIK Remaja
3
yang sudah mencapai tahapan tegak maupun tegar juga akan memberikan pendidikan
ketrampilan/kecakapan hidup (life skill) baik yang terkait dengan KRR maupun dalam rangka
pemberdayaan sosial ekonomi.
Adapun tujuan dibentuknya PIK Remaja adalah untuk mewadahi aktivitas remaja yang selama
ini dianggap kelebihan energi, agar mengarah ke hal yang positif sehingga perilaku negatif remaja
dapat diminimalisir, dikurangi atau bahkan jika memungkinkan dihilangkan. Dengan program PKBR
nya, PIK Remaja mengarahkan pada anggotanya agar menjadi remaja yang tegar atau Tegar Remaja.
Tegar Remaja yang dimaksud adalah remaja yang tidak saja berperilaku sehat dan terhindar dari
resiko Triad KRR (Seksualitas, Napza, HIV/AIDS), tetapi juga remaja yang mau menunda usia
perkawinannya serta bercita-cita mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Serta remaja yang
dapat menjadi contoh, model, idola, dan sumber informasi bagi teman sebayanya. BKKBN
mengistilahkan remaja yang tegar ini sebagai Generasi Berencana (Genre).
Sasaran PIK Remaja adalah seluruh remaja yang ada di lingkungan kita tanpa memandang jenis
kelamin, agama yang dianut, tingkat pendidikan maupun status sosial ekonominya. Dengan demikian,
seluruh anak yang berusia 10 24 tahun baik laki-laki maupun perempuan yang belum kawin menjadi
sasaran PIK Remaja. Hasil akhir yang diharapkan dengan keberadaan PIK Remaja melalui berbagai
kegiatannya adalah meningkatnya pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang pentingnya KRR
sehingga mau dan mampu mengaplikasikan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian tetap menjaga organ reproduksinya sehingga dalam keadaan bersih serta mempertahankan
kesuciannya hingga memasuki jenjang perkawinan. Indikator hasil yang dapat dibaca antara lain: (1)
menurunnya angka perkawinan usia dini, (2) menurunnya perilaku seks bebas pada remaja, (3)
menurunnya angka kehamilan pada remaja, (4) menurunnya remaja yang menyalahgunakan narkoba
dan zat adiktif lainnya, (5) menurunnya kasus HIV/AIDS pada remaja, (6) menurunnya perilaku
4
kekerasan, dan tindakan negatif lainnya, (6) meningkatnya prestasi remaja di berbagai bidang, dan
lain-lain.
Keberadaan PIK Remaja dengan berbagai kegiatannya dipastikan mampu menghantarkan para
remaja kita menjadi remaja yang berkualitas. Artinya, remaja yang tidak saja sehat, cerdas dan trampil,
tetapi juga berbudi pekerti luhur serta mematuhi nilai moral dan agama. Kepastian ini dapat terbaca
dengan adanya dampak positif penggiatan PIK Remaja di berbagai daerah, salah satunya menurunnya
kasus perkawinan usia dini. Di Kulonprogo sebagai satu contoh, dengan penggiatan PIK Remaja yang
berjumlah 17 kelompok sejak tahun 2008 lalu (sekarang 20 kelompok dengan anggota tidak kurang
dari 1.500 remaja) telah memberi sumbangan yang berarti dalam rangka penurunan angka perkawinan
usia dini. Data dari Kantor Kementerian Agama menyebutkan bila di tahun 2006 kasus pernikahan usia
dini sebanyak 19 kasus dan meningkat menjadi 42 kasus di tahun 2007 serta melonjak lagi menjadi 68
kasus di tahun 2008, maka di tahun 2009 telah menurun menjadi 54 kasus. Di tahun 2010 ini
dipastikan terjadi penurunan lagi seiring dengan meningkatnya kesadaran remaja terhadap bahaya
perkawinan di usia dini. Karena data menunjukkan bahwa antara bulan J anuari Agustus 2010, total
perkawinan usia dini baru 33 kasus. Dengan asumsi setiap bulan rata-rata terjadi 4 kasus perkawinan
usia dini, maka hingga Desember 2010 mendatang diperkirakan maksimal terjadi 50 kasus.
Dengan berbagai dampak positif tersebut, sudah saatnya kita lebih menggiatkan kelompok PIK
Remaja di manapun berada karena hasilnya mulai kelihatan, terutama dalam hal meningkatkan
pemahaman dan kesadaran para remaja kita tentang bahaya perkawinan di usia dini yang kemudian
diaktualisasikan dengan sikap dan perilakunya untuk tidak buru-buru kawin hingga mencapai kesiapan
yang benar-benar matang. J adi mendewasakan usia perkawinan dengan PIK Remaja, mengapa tidak?

Ir. Sudarmi
Penyuluh KB Kecamatan Sentolo,
Kulonprogo.

Anda mungkin juga menyukai