Anda di halaman 1dari 34

BAB I

STATUS PSIKIATRI

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Agama : Islam
Alamat : Sukabumi
Suku-bangsa : Sunda
Pendidikan : SMP
Status pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Tanggal Masuk RS : 15 Juli 2014

B. RIWAYAT PSIKIATRI
Berdasarkan :
Autoanamnesis : diambil tanggal 17-21 Juli 2014 di bangsal Kemuning
Alloanamnesis : diambil tanggal 15 Juli 2014 ( dengan paman pasien)

1. Keluhan Utama
Os ngamuk-ngamuk tanpa sebab
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RS Syamsudin SH tanggal 15 Juli 2014 pukul 11.30
WIB oleh saudara pasien dikarenakan ngamuk-ngamuk tanpa sebab, awalnya pasien
sering bicara tidak jelas (ngelantur). Pasien gamuk dan menghancurkan barang
barang sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Pasien menggamuk menghancurkan
barang rumah sehingga barang rumah tidak ada yang tersisa. Pasien menghancurkan
barang rumah seperti semua daun pintu dirusak, kusen rumah, genteng rumah di
rusak dan peralatan peralatan yang berada dirumah. Pasien mengamuk lebih sering
pada saat siang hari dan malam hari. Kalau siang hari pasien lebih sering menggamuk
didalam rumah dan malam hari lebih sering menggamuk diluar rumah. Karena pada
malam hari pasien lebih sering pergi ke luar rumah dan pasien sering memukul siapa
saja yang lewat dihadapannya, termasuk orang orang yang pulang shalat terawih
sering di pukulnya.
Menurut paman pasien, pasien ditakutkan mengalami depresi karena adik
perempuannya menikah terlebih dahulu, karena dahulu pasien mempunyai riwayat
depresi akibat putus cinta. Selang 2 bulan setelah menikah, adik perempuan pasien
bercerai, hal ini pun mengakibatkan pasien bertambah stress.
Menurut paman pasien, pasien tumbuh pada keadaan ekonomi yang sangat
berkecukupan, namun pada saat ini ayah pasien sedang mengalami sakit tumbuh
daging didaerah ketiak yang dengan perkiraan berat daging tersebut 7 kg dan
didiagnosa dokter sakit kanker stadium lanjut yang sudah komplikasi dan semua
dokter di RSUD Syamsudin dan RSUD Hasan Sadikin tidak sanggup atas
kesembuhan ayah pasien. Hal ini mengakibatkan ayah pasien tidak dapat bekerja
seperti biasa lagi sehingga kondisi ekonomi keluarga jaenal mengalami penurunan.
Hal tersebut juga mengakibatkan perasaan jaenal sebagai anak pertama menjadi
tulang punggung keluarga walupun keluarga pasien tidak menjadikan zaenal tulang
punggung keluarga karena keluarga mengetahui keadaan zaenal yang masih
mengkonsumsi obat obatan kejiwaan.
Menurut paman pasien hampir semua keingginan pasien terpenuhi, ingin jajan
dikasih, ingin rokok sampai 3 bungkus dikasih, hingga ingin handphone terbaru juga
dikasih dan pasien tetap merusak handphone yang baru dibelinya.
2 minggu yang lalu pasien mengaku jenuh minum obat dan mengatakan
obatnya pahit. Sehingga pasien ingin berhenti meminum obatnya. Pada awalnya ibu
pasien tidak mengijinkan pasien berhenti minum obat, namun karena pasien merayu
ibunya untuk tidak minum obat dan pernah memukul ibunya karena pasien dipaksa
minum obat, maka dari itu ibunya mengijinkan untuk berhenti minum obat. Pasien
berhenti minum obat selama 2 hari dan hari ketiga pasien berhenti meminum obat
sudah terdapat perbedaan sikap dari pasien, seperti ngobrol yang tidak menyambung.
setelah hari ke empat berhenti minum obat sampai hari ini pasien datang ke RSUD
Syamsudin pasien dalam keadaan sering mengamuk.
2 tahun yang lalu pasien sempat dirawat dikemuning selama kurang lebih 16
hari dan perkembangannya semakin hari semakin baik. Pasien rutin minum obat.
Dari 2 tahun yang lalu sampai 2 minggu yang lalu.
5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami keluhan yang sama seperti
sekarang pasien dibawa ke RSUD Syamsudin. Selama kurang lebih 3 tahun pasien
dibawa ke orang pinter dan 2 tahun terakhir pasien dibawa ke RSUD Syamsudin dan
dirawat dikemuning. Selama 3 tahun pasien berobat ke orang pintar dengan beda-
beda kota dengan keluhan tidak bertambah baik sehingga pasien dibawa ke
puskesmas diberi obat jiwa. Namun pasien tidak rajin meminum obat sehingga tidak
ada perkembangan pada pasien, pasien mau meminum obat jika petugas puskesmas
yang mengawasi minum obatnya namun jika selain tim kesehatan dari puskesmas
yang tidak mengawasinya maka pasien tidak mau minum obat. Selama 3 bulan
berobat ke puskesmas dengan tidak ada kesadaran meminum obat pada diri pasien
sehingga menyebabkan pasien dibawa ke RSUD Syamsudin.
5 tahun yang lalu pasien mempunyai riwayat seperti sekarang karena dahulu
pasien sempat merasa stress dan putus cinta. Dahulu pasien menyukai dan mencintai
seorang perempuan didaerah kampungnya. Pasien sering main kerumah perempuan
tersebut, namun perempuan tersebut tidak menyukai pasien karena perempuan
mengganggap gila. Karena dipertengahan jalan perempuan tersebut pernah melihat
pasien mengamuk dan pernah satu kejadian pasien mengamuk kepada orang yang
sedang menggendarai motor. Orang yang membawa motor kabur dan motor orang
tersebut diangkat pasien dan dimasukan kedalam kolam ikan. Hal seperti itulah yang
mengakibatkan perempuan tersebut tidak menerima cinta pasien tersebut.
6 tahun yang lalu pasien menjadi lebih pendiam dibandingkan sifat-sifat
sebelumnya. keluarga hanya mengetahui pasien jadi pendiam karena pernah diusir
dari pesanten yang modern ke pesantren tradisional. Pasien diusir oleh pengurus
pesantren modern karena pasien tidak mau mengaji dan hanya bermalas malasan.
Selain itu, pasien pernah digebukin teman temannya namun keluarga tidak
mengetahui permasalahannya karena pasien enggan bercerita dan lebih senang
berdiam diri dikamar.
3. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a. Riwayat Psikiatri
Pasien 2 tahun yang lalu pernah dirawat dikemuning kurang lebih 16 hari.
Pasien rutin meminum obat selama tahun yang lalu hingga 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Riwayat dikeluarga tidak ada yang menderita gangguan jiwa.




b. Gangguan Medik
Pasien tidak memiliki gangguan bawaan sejak lahir, tidak pernah
mempunyai riwayat kejang sebelumnya, tidak pernah menderita sakit berat
hingga membutuhkan perawatan Rumah Sakit, dan tidak ada riwayat trauma
kepala sebelumnya.

c. Gangguan Zat Psikoaktif
Pasien merokok sejak kelas 3 SMP hingga sampai sekarang, pasien
meminum- minuman beralkohol (miraz dan intisari) sejak 6 tahun yang lalu
bersama dengan sepupunya, akan tetapi pasien semenjak di rawat dikemuning 2
tahun yang lalu sampai sekarang sudah berhenti minum-minuman beralkohol.
Riwayat menyangkal pernah memakai narkoba.

4. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pada saat ini keluarga pasien tidak ada yang mengetahui riwayat prenatal dan
perinatal.

b. Masa Kanak-kanak dini ( 0-3 tahun)
Pada saat ini keluarga pasien tidak ada yang mengetahui riwayat kanak-kanak dini.

c. Masa Kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Perkembangan fisik pasien sama dengan anak sebayanya. Saat pasien
berumur 4 tahun pasien sering mengamuk dan bertelanjang saat keinginannya tidak
terpenuhi. Saat berumur 5 tahun, pasien bersekolah di taman kanak-kanak. Setelah
itu pasien meneruskan ketingkat sekolah dasar. Pasien diasuh oleh orang tua.
Pasien bersekolah disekolah dasar dan menurut ibunya pasien adalah anak yang
cukup berprestasi tetapi tidak mendapat peringkat 10 besar, karena hal ini lah dia
dimanja oleh kedua orang tuanya dan juga karena pasien termasuk anak yang baik
dan penurut.
Pasien termasuk anak yang memiliki banyak teman. Pasien tidak memiliki
masalah belajar, tidak pernah mengompol, tidak pernah melakukan kekerasan
terhadap binatang.


d. Masa pubertas dan remaja
Hubungan sosial
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan komunikasi antara
keluarga juga baik, pasien termasuk anak yang dimanja orang tuanya dan
termasuk anak yang penurut. pasien lebih sering tinggal dirumah dan
membantu ayahnya mengkreditkan barang - barang.
Riwayat Pendidikan Formal
Pasien bersekolah di SD dekat rumahnya, yang ditempuh selama 6
tahun, kemudian dilanjutkan ke Pesantren modern hingga awal kelas 3 SMP
dan akhir SMP kelas 3 pasien tiba-tiba pindah ke pesantren tradisional tanpa
sepengetahuan orangtua pasien. Pasien tidak pernah menceritakan apa masalah
pada saat berada dipesantren modern. Pamannya hanya mengetahui dari teman
teman pasien bahwa dia dikeluarkan dari pesantren modern karena males
mengaji dan kerjanya hanya bermalas-malasan. selain itu temannya
memberitahu paman pasien bahwa pasien digebukin oleh teman yang lain
tanpa memberitahu alasan pada paman pasien.
Setelah kejadian tersebut pasien tidak pulang ruamah dan berpindah ke
pesantren tradisional. Setelah pulang dari pesantren tradisional pasien menjadi
pemalu dan tidak pernah keluar rumh. Pasien menempuh SMP selama 3 tahun,
dan selanjutnya pasien tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA.

Perkembangan motorik dan kognitif
Tidak terdapat gangguan pertumbuhan fisik, sesuai dengan usianya,
dalam perkembangan kognitif tidak terlihat adanya gangguan dalam belajar.
Tidak ada gangguan dalam perkembangan motorik.

Masalah emosi dan fisik
Pasien termasuk orang yang penurut dan cenderung menghindari
konflik dengan teman-temannya, jika terjadi masalah pasien sering
menghindar. Dalam perkembangan fisik, pasien terlihat sesuai dengan anak
seusianya.



Riwayat Psikoseksual
Pasien tidak pernah mengalami penyiksaan seksual, pasien mengetahui
tentang seks dengan cara mencari tahu sendiri, keluarga tidak memberikan
pengetahuan tentang seks. Pasien pernah pacaran sebanyak 1 kali.

Riwayat agama
Pasien termasuk orang yang kurang taat beribadah.

e. Masa Dewasa
Riwayat pekerjaan
Pasien membantu mengkredit dagangan ibunya.

Aktivitas sosial
Jika pasien dalam keadaan sehat. Hubungan pasien dengan lingkungan
sekitar cukup baik. Menurut ibu pasien, pasien merupakan orang yang
pendiam. Pasien tidak pernah menceritakan masalahnya kepada orang di
rumah.

Riwayat pernikahan
Pasien belum pernah menikah sebelumnya.

f. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak pertama dari empat. Ayah kandung dan ibu kandung
masih, Dalam keluarga tidak ada yang pernah menderita gejala yang sama dengan
pasien. Adik kedua pasien 6 bulan yang sempat menikah selama 2 bulan dan
kemudian bercerai.








SKEMA KELUARGA







Keterangan :
Laki laki

Perempuan Pasien


g. Situasi hidup sekarang
Pasien tinggal didaerah pemukiman yang cukup padat, hubungan pasien
dengan tetangga baik. Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan keempat adiknya.
Jumlah kamar di rumah pasien sebanyak 4 kamar tidur dan satu buah kamar mandi.
Sumber penghasilan keluarga pasien dari ibu pasien dan paman pasien. Pasien saat
ini kadang bekerja mengkreditkan barang-barang.


Wawancara Psikiatri
Alloanamnesis Tanggal 15 Juli 2014
Lokasi : Ruang kemuning
D : dokter Muda K : keluarga

D : Assalamualaikum, pak.
K : Waalaikum salam.
D : Maaf ini dengan bapak siapa?
K : Saya pamannya Jaenal
D : Oh ya pak perkenalkan kami dokter muda
K : Iya dok
D : Kami mau bertanya tanya dulu ya pak ?
K : Boleh dok.
D : Kenapa jaenal dibawa kesini ya pak ?
K : Gini dok, dia suka ngamuk-ngamuk terus di rumah !
D : Sejak kapan pak?
K : Sejak 1 minggu yang lalu dok
D : Kenapa bisa ngamuk- ngamuk pak?
K : Saya juga kurang tahu dok, Cuma waktu 2 minggu yang lalu dia putus obat dok
D : Memang sebelumnya pernah berobat ke poli jiwa pak?
K : iya dok, 2 minggu yang lalu pasien mengaku jenuh minum obat dan mengatakan obatnya
pahit. Sehingga pasien ingin berhenti meminum obatnya. pada awalnya ibunya tidak
mengijinkan pasien berhenti minum obat, namun karena pasien merayu ibunya untuk tidak
minum obat dan pernah memukul ibunya karena pasien dipaksa minum obat, maka dari itu
ibunya mengijinkan untuk berhenti minum obat.
D : Ngamuk-ngamuknya tiba tiba atau bagaimana pak?
K : Tiba tiba dok siapa saja yang lewat dihadapan dia tanpa melihat siapa orangnya
D : Ngamuk ngamuknya lebih sering pagi hari, siang hari atau malam hari ya?
K : Pasien mengamuk hapir sama sering pada saat siang hari dan malam hari. Kalau siang
hari pasien lebih sering menggamuk didalam rumah dan malam hari lebih sering menggamuk
diluar rumah. Karena pada malam hari pasien lebih sering pergi ke luar rumah dan pasien
sering memukul siapa saja yang lewat dihadapannya, termasuk orang orang yang pulang
shalat terawih sering di pukulnya
D : Pas lagi marah marah dia sampai merusak barang barang di rumah nggak pak ?
K : Iya dok kalau lagi marah dia merusak barang barang yang ada di sekitar dia dok. barang
rumah seperti semua daun pintu dirusak, kusen rumah, genteng rumah di rusak dan peralatan
peralatan yang berada dirumah
D : Terus ditanyakan ke pasien kenapa dia mengamuk - ngamuk ?
K : Pasien hanya menjawab dengan jawaban yang tidak menyambung
D : Apakah ada masalah lain yang ibu ketahui tentang Jaenal?
K : Saya kurang tau sih dok, akan tetapi mengalami depresi karena adik perempuannya
menikah terlebih dahulu, karena dahulu pasien mempunyai riwayat depresi akibat putus cinta.
Selang 2 bulan menikah adik perempuan pasien bercerai, hal ini pun mengakibatkan pasien
bertambah stress. Karena 5 tahun yang lalu pasien pernah ditolak oleh perempuan yang dia
suka. Ditambah lagi ayah jaenal sakit kanker yang sudah komplikasi dan dokter sudah tidak
sanggup menggobatinya, mengakibatkan perasaan jaenal sebagai anak pertama menjadi
tulang punggung keluarga. Padahal saya yang sekarang membantu ekonomi keluarga jaenal.
D : masih ada hal lain yg mau di kerjakan di rumah nggak pak?
K : Tidak ada sama sekali dok, dia hanya tampak murung aja dan tidak mau melakukan apa
apa dok. Di suruh mandi aja tidak mau dok !
D : Oh ya pak maaf, dia pernah ingin melalukan hal hal yang aneh nggak pak ?
K : Seperti apa dok ?
D : Ada keinginan seperti ingin bunuh diri nggak ?
K : Oh ngga dok. Jangan sampe deh dok.
D : Selain itu bagaimana bu dengan pola tidurnya di rumah ?
K : Wah kalau tidur mah susah dok, sangat gelisah dan tidak mau tidur. Hampir sudah 4 hari
pasien tidak tidur.
D : Terus bagaimana dengan pola makannya pak ?
K : Dulunya sih makannya banyak dok, tapi sekarang jarang makannya
D : Oh ya pak, selain keluhan keluhan yang tadi, dia pernah mendengar suara / bisikan
tanpa ada wujudnya?
K : Saya kurang tau dok
D : Oh gitu pak, terus dia pernah melihat sesuatu yang berbentuk manusia atau ada bayangan
yang lewat nggak pak ?
K : Saya juga kurang tahu dok, karena jaenal tidak pernah mau bercerita
D : Pernah mencium bau bau wangi / aneh missal bau menyan atau bau busuk?
K : Oh itu juga saya kurang tahu dok
D : Dia pernah merasakan rasa manis / pahit di mulut padahal nggak sedang makan ?
K : Tidak ada dok.
D : Oh ya pak, apakah dia pernah memiliki bakat / kemampuan khusus gitu nggak pak ?
K : Maksudnya dok ?
D : Seperti merasa dirinya hebat atau orang besar ?
K : Maaf dok, saya juga tidak tahu.
D : Yaudah pak terimakasih atas infonya.
K : Iya dok sama sama, saya titipin keponakan saya dok, tolong di liatin ya dok ?
D : Iya pak



Autoanamnesis Tanggal 17-21 Juli 2014
Lokasi: Ruang Kemuning
D : Dokter Muda; P : (Pasien)

D : Assalamualaikum, nama kamu siapa?
P : Waalaikum salam. Jaenal mutakin (Muka bingung).
D : Umurnya berapa jaenal?
P : 22, 23 (Muka bingung).
D : Agamanya apa?
P : Islam.
D : Sekolah dimana dulu?
P : Darussalam.
D : Itu sekolah SMA? Jaenal kuliah tidak?
P : (Pasien tidak menjawab, muka tampak bingung. Perhatian pasien teralihkan)
D : Jaenal boleh di tanya-tanya sebentar?
P : Boleh.
D : Jaenal kesini diantar siapa?
P : Sama mbah jarot.
D : Kenapa dibawa kesini?
P : Dilempar batu. Mang iwan walau pesantren begitu di jampang. Dianya (iwan) orangnya
gila, mau nonjok saya, mau ke rumah saya dipukul terus dengan saya dibawa lagi kesana. Dia
mah orang Prancis.
D : Jaenal balas memukul iwan tidak?
P : Enggak, sedikit-sedikit aja. Saya mah udah jangan kalau mau nongkrong begini begitu.
Kalau gak ada lampu, senter begitu, waktunya doang. Ibarat nongkrong, punya hp.
D : Jaenal sedang sakit apa?
P : Enggak sakit apa-apa.
D : Jaenal sekarang berada diruangan apa?
P : Ruang kemuning. Masalahnya mah kamu punya masalah jadi begitu pengen makan,
pengen tidur, pengen punya uang tapi permasalahannya ada orang yang sirik jadi dia
menguntitnya sana sampai ke rumah-rumah.
D : Teman-teman Jaenal di ruangan ini sakit apa?
P : Pengen motor. Kalau kamu ditanya halusinasi. Jangan begitu ya! (dengan nada sedikit
meninggi).
D : Jaenal ada masalah dengan keluarga?
P : Masalah dengan keluarga itu, terlalu menikunglah, diingatnya pelik.
D : Kalau dengan pekerjaan, Jaenal ada masalah tidak?
P : Ada. Di mang hafid, di mang rojidin, mang wijana. Saya mau belajar kerja langsung
ditangkap, saya mau maju usaha, pengen nikah, pengen ini, pengen itu masa gak tau-tau.
Walaupun kamu meghinakan hp itu amanah, orang bekasi.
D : Yang mana orang bekasi?
P : Tah. Pak, orang bekasi ya? (pasien bertanya kepada salah satu dokter muda). Salapan
enam udah begitu.
D : Jaenal dulu kerja apa?
P : Kerja. Yaa kalau ada ininya lempeng. Kerja apa, kalau kamu punya perusahaan entar
berbicara kepada saya, paling kamu tidak punya apa-apa, miskin.
D : Jaenal pernah mukul orang gak?
P : Gak pernah, terlalu dimanja, terlalu manis, nurut.
D : Jaenal punya pacar?
P : Asal mulanya buku ini tahu gak? Saya gak basa-basi, saya waktu itu belajar.
D : Jaenal punya abang atau adik?
P : Punya.
D : Jaenal anak keberapa?
P : Satu.
D : Dari berapa bersaudara?
P : Empat.
D : Orangtua Jaenal dimana?
P : Jempeng.
D : Jaenal tinggal sama siapa?
P : Sendiri.
D : Jaenal tinggal dimana?
P : Di rumah, ngontrak. 1 milyar bayar kesini.
D : 1 milyar bayar kesini?
P : Mana buktinya, ada gak? (nada bicara pasien meninggi).
D : Jaenal pernah kesini tidak sebelumnya?
P : Pernah kesini. Pernah lihat bapak itu (pasien menunjuk salah satu perawat yang sedang
berdiri di depannya), tahun 2011. RS sendiri, perawatan sendiri. Tuh lihatnya kesitu (dokter
muda disuruh melihat ke salah satu perawat).
D : Jaenal merokok tidak?
P : Merokok.
D : Sudah berapa lama Jaenal merokok?
P : 2, 3 tahun (muka bingung).
D : Berapa bungkus 1 harinya?
P : Bungkus 7 orang. Jangan sedikit-sedikit ah. Ditungguin lagi teh, dijagain lagi.
D : Jaenal sering pergi dengan teman tidak?
P : Enggak sekarang mah saya lagi belajar usaha.
D : Usaha apa?
P : Harap dilaporin lagi ke ibu durjanah.
D : Jaenal pernah minum minuman beralkohol tidak?
P : Pernah. Alkohol sebotol (pasien tampak bahagia, tertawa sendiri).
D : Alkoholnya jenis apa?
P : Sawo, nangka.
D : Jaenal minum alkholnya sudah berapa lama?
P : Ah kalau kamu bertanya, tilu.
D : Sekarang sudah berhenti belom?
P : Ya kan disini, jadi udah enggak.
D : Jaenal pernah memakai narkoba tidak? Seperti ganja?
P : Kalau kamu ketahuan polisi polsek ditangkap jadi gak pakai. Kalau narkoba itu mah
secara dipancang oleh makanan, oleh yang bersangkutan.
D : Jaenal pernah mendengar bisikan tidak?
P : Jangan yang begini belinya, langsung dicopotin yang tombol buat Samsung.
D : Jadi, Jaenal pernah mendengar bisikan?
P : Itu mah ingatannya karena lagu. Besar pahala di alam akherat.
D : Jaenal pernah melihat bayangan hitam tidak?
P : Bayangan hitam? (Pasien tertawa) itu mah jurik, ada kalau tidur tapi skrg udh enggak
ada.
D : Jaenal ngeliat bayangan hitamnya kapan saja? Lama tidak bayangannya muncul?
P : Mau tidur ada jurik. Kadang lama kadang sebentar (pasien tertawa). Jadi mau motor
cross.
D : Jaenal pernah ditolak perempuan tidak?
P : Enggak pernah. (Tiba-tiba pasien pergi tanpa pamit)



C. STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
a. Raut wajah : kadang Binggung, kadang ceria
Penampilan
Pasien seorang laki-laki berusia 22 tahun taksiran tinggi badan 165 cm dan
berat badan kurang lebih 60 kg. Posrtur tubuh pasien terlihat kurus. Pasien
memiliki kulit berwarna coklat, rambut sedikit gondrong tidak tertata dengan rapi.
Pasien berpenampilan tampak seperti usianya, saat diwawancara pasien
menggunakan pakaian kemeja kotak-kotak berwarna dengan jelana training
berwarna cream, kuku jari tangan dan kaki terpotong rapi, pasien terlihat tidak
bersih. Pasien tampak sehat, pasien tampak kooperatif.
b. Aktivitas dan Prilaku Psikomotor
Selama wawancara pasien duduk bersebelahan dengan pemeriksa, pasien
bersikap tidak ramah dan tidak kooperatif saat diajak wawancara serta menjawab
semua pertanyaan dokter muda dengan volume suara sedang dan tidak jelas.
Selama wawancara pasien duduk dengan tidak tenang, perhatiaan pasien mudah
teralihkan oleh sesuatu.

c. Pembicaraan
Volume : sedang
Irama : tidak teratur
Kelancaran: artikulasi kadang-kadang kurang jelas
Kecepatan : sedang
d. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif cukup sopan, kontak mata banyak melihat ke arah depan dan
samping kanan dan kiri, menjawab pertanyaan dengan baik dan tidak menjawab
sesuai pertanyaan, perhatian mudah dialihkan.

2. Pola pikir
a. Bentuk : Autistik
b. Isi : waham curiga
c. Jalan : Flight of idea, inkoherensia, blocking

3. Gangguan persepsi
a. Auditorik : tidak ada
b. Visual : ada
c. Taktil : tidak ada
d. Olfaktorius : tidak ada
e. Gustatorik : tidak ada
f. Ilusi : tidak ada

4. Afek : Inappropriate
5. Mood : labil
6. Persepsi : halusinasi visual
7. Perhatian : distraktibilitas
8. Tingkah Laku : hiperaktif
9. Decorum : Penampilan : kurang rapi
Kebersihan : Kurang bersih
Sopan santun : kurang
10. Tilikan : I
11. Taraf dapat dipercaya : Kurang dapat dipercaya

D. STATUS FISIK
1. Status Internus
Keadaan umum : tampak sehat
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36
o
C
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit

2. Status Neurologi
Gangguan rangsang Meningeal : (-)
Mata :
Gerakan : Baik kesegala arah
Bentuk Pupil : Bulat isokor
Reflek cahaya : +/+ (langsung, tidak langsung)
Motorik
Tonus : baik
Turgor : baik
Kekuatan : baik
Koordinasi : baik
Refleks : tidak dilakukan

E. PEMERIKSAAN MULTIAKSIS
Aksis I
F20.1 Skizofrenia hebefrenik.
Diagnosis ini berdasarkan dari jenis kelamin pasien yaitu laki-laki, hebefrenik
lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Pasien berusia 22 tahun, biasanya
pasien dengan hebefrenik berusia diantara 15-25 tahun. Dan dari anamnesis dan
status mentalis di dapatkan pasien sering mengamuk untuk melampiaskan
kekesalannya, adanya halusinasi visual.
Aksis II
Gangguan kepribadian dissosial.
berdasarkan anamnesa, pasien tampak tidak peduli terhadap perasaan orang
lain, sikap yang tidak bertanggung jawab, serta tidak peduli terhadap norma,
peraturan dan kewajiban sosial. Pasien tidak mampu memelihara suatu hubungan,
pasien konflik dengan masyarakat.
Aksis III
Tidak ada gangguan. Dari pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik
pasien tidak memiliki penyakit lain.
Aksis IV
Ditemukan adanya masalah hubungan percintaan (psikososial) dan ekonomi
Aksis V
GAF 60-51 (gejala sedang, disabilitas sedang).
I. RencanaTerapi
Rawat inap. Karena pasien datang ke RS Syamsudin dengan keadaan
mengamuk
Farmakoterapi
Haloperidol 5 mg, 3x1 tab
Trihexyphenidyl 2 mg, 3x1 tab
Chlorpromazine 100 mg, 1x1 tab

Psikoterapi suportif
Psikoterapi persuasi : minum obat teratur dan control kedokter.
Psikoterapi sugestif : meyakinkan pasien dengan tegas bahwa yang
dilihatnya tidak benar.
Psikoterapi bimbingan : memberi nasehat kepada pasien bahwa beribadah
itu penting karena dapat menenangkan pikiran.

G. Prognosis
Ad vitam :
Bonam karena pasien tidak mengalami kelainan fisik dan skizofrenia hebefrenik
tidak menyebabkan kecacatan fisik.
Ad functional :
Dubia karena pasien belum dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.
Ad sanationam :
Dubia karena pada pasien ini stress yang menjadi kekambuhan nya diakibatkan
dari faktor luar, tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir atau
dihilangkan.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

A. Pengertian
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai
dengan kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari luar
dirinya, waham/delusi, gangguan persepsi.
Gangguan skizoprenia ini terdapat pada semua kebudayaan dan mengganggu
di sepanjang sejarah, bahkan pada kebudayaan-kebudayaan yang jauh dari tekanan
modern sekalipun. Umumnya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan
memuncak pada usia antara 15-25 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi secara
lambat atau datang secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka menyendiri
yang mengalami stress.
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Beberapa
pendapat yang menyebutkan tentang pengertian Skizofrenia, antara lain : Skizofrenia
hebefrenik adalah suatu bentuk Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku pasien
regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai, wajah dungu, tertawa-tawa aneh,
meringis dan menarik diri secara ekstrim.
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang
bersifat mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta umumnya mannerisme.
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau kacau balau
yang ditandai dengan inkoherensi, afek datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan,
yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan
gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik
diri secara ekstrim dari hubungan sklienial.
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, ada kecenderungan
untuk selalu menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa perilaku dan hampa
perasaan, senang menyendiri, dan ungkapan kata yang di ulang ulang, mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya penurunan perawatan diri
pada individu.

B. Etiologi
Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi
skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan :
- Faktor Predisposisi : Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada
munculnya respon neurobiologi seperti pada harga diri rendah antara lain :
a. Faktor Genetik : Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan
melalui kromosom-kromosom tertentu. Tetapi kromosom yang ke berapa
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap
penelitian. Diduga letak gen skizofrenia ada dikromosom no. 6 dengan
kontribusi genetik tambahan no. 4, 8, 15 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika dizigot peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia, sementara
bila kedua orang tuanya skizofreia maka peluangnya menjadi 35%.


b. Faktor Neurologis : Ditemukan bahwa korteks prefrontal dan korteks limbik
pada pasien skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga
pada pasien skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmiter yang ditemukan tidak normal khususnya
dopamine, serotonine, dan glutamat.


c. Studi Neurotransmiter : Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmiter dopamin yang berlebihan.

d. Teori Virus : Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.

e. Psikologis : Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya.

Faktor Prespitasi : Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :



a. Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan
memprklienes informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku.

C. Epidemiologi dan Faktor Risiko
Skizofrenia mengenai sekitar 1% populasi pada semua suku dan jenis
kelamin.

Sumber lain mengatakan prevalensi skizofrenia adalah 7,2 kasus setiap 1000
penduduk. Sebenarnya insidensi skizofrenia relatif rendah, yaitu 15,2 kasus setiap
100.000 penduduk, namun kasus tersebut bersifat kronik sehingga menghasilkan
prevalensi yang tinggi. Umumnya laki-laki memiliki onset yang lebih cepat yaitu
pada sekitar usia 20 tahun, sedangkan wanita umumnya memiliki onset 20-30 tahun.

D. Patofisiologi
Teori yang muncul berkenaan dengan patofisiologi skizofrenia adalah
skizofrenia muncul akibat aktivitas dopamin yang yang tinggi di dalam otak. Teori ini
muncul melalui dua observasi. Pertama, efektivitas dan potensi dari berbagai obat
antipsikotik (dopamine receptor antagonists) berhubungan dengan aktivitas
antagonisnya terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D
2
). Kedua, obat yang meningkatkan
aktivitas dopaminergik seperti kokain dan amfetamin, bersifat psikotomimetik.

Bagian otak yang terlibat dalam aktivitas ini adalah jalur mesokortikal dan
mesolimbik. Peningkatan aktivitas dopamin pada jalur mesolimbi meningkatkan
risiko timbulnya gejala positif dari skizofrenia. Penurunan aktivitas dopamin pada
jalur mesokortikal akan meningkatkan risiko timbulnya gejala negatif dari
skizofrenia.
Hasil di atas juga didukung oleh temuan-temuan pada penelitian selanjutnya.
Penderita dengan skizofrenia memiliki beberapa kelainan pada otak, yaitu
pembesaran ventrikel yang menyebabkan penurunan volume otak dan substansia
grisea korteks. Daerah seperti lobus frontal, amigdala, dan lobus temporalis medialis,
cingulate gyrus, dan superior temporal gyrus mengalami penurunan volume. Kondisi
ini akhirnya menyebabkan kelainan aktivitas pada daerah tersebut yang menyebabkan
timbulnya gejala-gejala dalam skizofrenia. Melalui pemeriksaan positron emission
tomography (PET), juga dapat diketahui penurunan aliran darah pada daerah frontal,
talamus, dan serebelum pada kliendengan skizofrenia. Penurunan aktivitas pada
daerah prefrontal dihubungkan dengan penurunan aktivitas dopamin pada daerah
tersebut.

E. Manifestasi klinis
Secara garis besar, manifestasi klinis dari skizofrenia terbagi dalam tiga
bagian besar, yaitu :
1. Gejala positif, terutama berupa delusi dan halusinasi. Gejala-gejala positif yang
dapat muncul. Delusi yang muncul dapat berupa delusion of control, delusion of
influence, delusion of passivity, dan delusion of perception. Halusinasi dapat
muncul pada berbagai indera, seperti taktil, olfaktorik, gustatorik, atau visual,
namun auditori adalah halusinasi yang paling sering muncul.
2. Gangguan dalam berpikir atau disorganisasi yang bermanifestasi dalam hal bicara
dan tingkah laku.

Dalam bicara, disorganisasi yang timbul dapat berupa asosiasi
longgar sampai bentuk paling parah berupa word salad. Dalam tingkah laku,
disorganisasi muncul sebagai ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari
seperti menyiapkan makanan dan menjaga kebersihan diri, ataupun dapat berupa
perilaku seperti anak-anak dan agitasi yang tidak terduga.
3. Gejala negatif, berupa menarik diri, apatis, ketidakpedulian terhadap diri sendiri,
kemiskinan dalam bicara, dan lain-lain.
Kriteria diagnosis klinis skizofrenia yang dipakai di Indonesia umumnya
menggunakan pedoman dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis klinis Gangguan
Jiwa di Indonesia. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).
- Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang bergema atau berulang dalam
kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun kualitasnya
berbeda.
- Thought insertion : isi pikiran yang asing dari luar, masuk ke dalam pikirannya
atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya.
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
mengetahuinya.
- Delusion of control : waham tentang dirinya yang dikendalikan oleh sesuatu dari
luar dirinya.
- Delusion of influence: waham tentang dirinya yang dipengaruhi oleh suatu
kekuatan dari luar.
- Delusion of passivity: waham tentang dirinya yang pasrah dan tidak berdaya
terhadap suatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception: pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mujizat.
- Halusinasi auditorik
- Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya berkaitan dengan masalah agama atau
politik tertentu atau kekuatan diatas kemampuan manusia biasa.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai dengan ide berlebihan yang menetap.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan
atau neologisme.
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, pklienisi tubuh tertentu
(pklienturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, stupor dan mutisme.
d. Gejala negatif : apatis, jarang bicara, respon emklienional yang tumpul atau
tidak wajar, menarik diri, tapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi.
Gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi pada
hilangnya minat, hidup tak bertujuan dan penarikan diri secara sklienial.
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala
gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun
sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sklienial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan
diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah
keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu.
Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala
pklienitif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham,
halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase
ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu
saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase
residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase
diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sklienial).

Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat
tanda dan gejala yang khas, antara lain :
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan.
3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri
atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu
kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai satu
kesatuan.
6. Gangguan berpikir.
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan.
Gejala-gejala pencetus respon biologis :
Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian,
kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan dan
hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan.
Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari,
kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi sklienial, kurangnya dukungan
sklienial, tekanan kerja, stigmatisasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan
ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan.
Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali
diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut,
merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku
kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan
gejala.

F. Diferensial diagnosis
Pasien dengan penyalahgunaan zat dapat datang dengan gejala yang mirip
dengan skizofrenia, sehingga diagnosis skizofrenia belum dapat ditegakkan bila
penderita sedang aktif menyalahgunakan zat. Penderita dengan depresi berat atau
gangguan bipolar juga dapat datang dengan gangguan psikotik, namun diagnosis dari
gangguan mood selalu diutamakan daripada diagnosis skizofrenia. Delirium juga
memiliki gejala seperti skizofrenia seperti delusi dan halusinasi. Perbedaan mendasar
dari kedua hal tersebut adalah onset penyakit. Delirium memiliki onset yang lebih
cepat daripada skizofrenia. Selain itu, apabila disertai penyakit penyerta, diagosis
delirium lebih diutamakan daripada skizofrenia.

G. Penatalaksanaan
- Terapi somatik (Medikamentosa).
- Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola pikir yang
terjadi pada Skizofrenia. Penderita mungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang
benar-benar cocok bagi pasien . Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun
yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat
ini, yaitu : antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril
(Clozapine).
- Antipsikotik konvensional. Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya
disebut antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat
antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada penderita yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila penderita mengalami kesulitan minum pil secara
reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long
acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan
depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu
dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat
digunakan pada newer atypic antipsycotic.
1. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical
antipsycotic yang tersedia, antara lain :
1. Risperdal (risperidone)
2. Seroquel (quetiapine)
3. Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien
dengan Skizofrenia.
Clozaril. Mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% penderita yang tidak
merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan,
Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada
kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, penderita yang
mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara
reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2
dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
- Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder. Pemilihan
jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila
obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis yang sudah optimal
setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama. Apabila dalam riwayat penggunaan obat
anti psikosis sebelumnya jenis obat anti psikosis tertentu yang sudah terbukti
efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu.
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam.
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari).
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien.
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi) kemudian diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2
hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop. Untuk
penderita dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Efek obat
psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis. Pada umumnya pemberian obat
psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah
semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat
penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2
minggu-2 bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang
hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian yang mendadak dapat
timbul gejala Cholinergic rebound yaitu : gangguan lambung, mual muntah,
diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet
trihexypenidil 3x2 mg/hari). Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat
berguna untuk klienyang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang
tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2
minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan.
Pemberian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia. Penggunaan CPZ (Chlorpromazine)
injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu perubahan tubuh
(efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi
noradrenalin (effortil IM).
- Pemilihan obat untuk episode (serangan) pertama. Newer atypical antipsycotic
merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama karena
efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive
dyskinesia lebih rendah.

Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa
saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal
dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat
selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril).
- Pemilihan obat untuk keadaan relaps (kambuh). Biasanya timbul bila penderita
berhenti minum obat. Untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa
penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena
efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter
dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita berhenti
minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi
yang bersifat long acting, diberikan tiap 2-4 minggu. Pemberian obat dengan
injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang penderita dapat kambuh
walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan
yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya
antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau
newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-
obatan diatas gagal.
- Pengobatan selama fase penyembuhan. Sangat penting bagi penderita untuk tetap
mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan
4 dari 5 penderita yang berhenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia
dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien skizofrenia episode pertama
tetap mendapat obat antipsikotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba
menurunkan dosisnya. Penderita yang menderita Skizofrenia lebih dari satu
episode atau belum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan
yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan
penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
- Efek samping obat-obat antipsikotik. Karena penderita Skizofrenia memakan obat
dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur
efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita
yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan
otot-otot yang disebut juga efek samping ekstrapiramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita
harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat
beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan
kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya
benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati
efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue,
dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi
dengan menggunakan dklienis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive
dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal. Obat-obat untuk skizofrenia juga dapat menyebabkan
gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri
pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan
menggunakan dklienis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical
antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga
sering terjadi pada penderita skizofrenia yang memakan obat. Hal ini sering
terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga
dapat membantu mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang terjadi
adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan tremor
yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam,
penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.
- Terapi Psikososial
Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan
sklienial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah
didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan pklientur tubuh aneh dapat diturunkan.
Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena klienskizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana klienskizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap
hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah prklienes pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan
aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal
dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan penderita
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps
adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 %
dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan,
atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi penderita
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam
cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi klienskizofrenia.
Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu
dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam
psikoterapi bagi penderita skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi, jarak emklienional antara ahli terapi dan pasien , dan
keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan
antara dokter dan penderita adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan,
penderita skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan
kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau
teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sklienial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan
sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan penderita karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus
ditegakkan adalah ikatan efektif antara penderita dan sistem pendukung
masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan
rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan penderita dan
pengasuh serta keluarga kliententang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit
menurunkan stres pada penderita dan membantu mereka menyusun aktivitas
harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakit kliendan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial.
Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat penderita dengan
fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga penderita kadang membantu kliendalam memperbaiki kualitas hidup.

H. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya,
prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25%
kliendapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah
pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada
diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognklienis skizofrenia
- Keluarga. Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami skizofrenia
dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan skizofrenia
mudah tersinggung.
- Inteligensi. Pada umumnya penderita skizofrenia yang mempunyai Inteligensi
yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang
inteligensinya rendah.
- Pengobatan. Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil
penderita (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali
jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamin
disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun penderita
skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine.
- Reaksi pengobatan. Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi
terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak
bereaksi terhadap pemberian obat.
- Stressor psikososial. Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka
akan mempunyai dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu
dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor
datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka
prognosisnya adalah negatif atau akan bertambah parah.
- Kekambuhan. Penderita skizofrenia yang sering kambuh prognklienisnya lebih
buruk.
- Gangguan kepribadian. Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan
kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki
peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
- Onset. Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang
lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih
baik.
- Proporsi. Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)
mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya
tidak proporsional.
- Perjalanan penyakit. Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal
prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase
residual.
- Kesadaran. Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih.
Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.


















Prognosis Baik Prognosis Buruk
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat sklienial, seksual
dan pekerjaan
premorbid yang baik
Gejala gangguan mood
(terutama gangguan
depresif)
Menikah
Riwayat keluarga
gangguan mood
Sistem pendukung yang
baik
Gejala positif
Onset muda
Tidak ada faktor pencetus
Onset tidak jelas
Riwayat sosial dan pekerjaan
premorbid yang buruk
Prilaku menarik diri atau autistik
Tidak menikah, bercerai atau janda/
duda
Sistem pendukung yang buruk
Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologist
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan










DAFTAR PUSTAKA

Maslim R. Diagnklienis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III. Jakarta : PT
Nuh Jaya;2003.p.46-51.
Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi ke-3.Jakarta; Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. 2007.
Sinaga BR. Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta : FKUI;2007.p.42-51.
Saddock,JB, Saddock AC. Kaplan and Saddocks Synopsis of Psychiatry :
Behavioral Sciences, Clinical Psychiatry. Edisi ke 10. 2007. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai