Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH BEDAH MULUT

ANASTESI LOKAL, TEKNIK ANASTESI MAKSILA DAN MANDIBULA,


DAN SARAF-SARAF PADA RONGGA MULUT




Disusun Oleh:
Dedeh Reskasari
04121004014

Dosen Pembimbing:
Drg. Galuh Anggraini A


PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

Anestesi Lokal

Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap
bagian susunan saraf.
1. Pembagian Anestesi Lokal
Pembagian anestesi lokal berdasarkan area yang teranestesi :
a. Nerve block, merupakan metode aplikasi anestesi lokal dengan penyuntikan
cairan anestesi pada atau sekitar batang saraf utama sehingga mencegah
impuls saraf afferent disekitar titik tersebut.
b. Field block, merupakan metode anestesi lokal yang dilakukan dengan
memasukkan cairan didaerah cabang saraf terminal yang besar sehingga area
yang teranestesi memblokir semua saraf afferent pada daerah tersebut.
c. Local infiltration, larutan anestesi lokal disuntikkan disekitar ujung saraf
terminal sehingga cairan anestesi terkumpul pada daerah tersebut sehingga
mencegah terjadinya stimulasi dan terbentuknya rasa sakit.
d. Anestesi topikal, dengan cara mengoleskan larutan anestesi lokal secara
langsung pada bagian permukaan (membrane mukosa, kulit terluka atau
mata) untuk mencegah stimulasi pada ujung ujung saraf bebas pada daerah
tersebut (free nerve endings).

Macam-macam teknik yang digunakan dalam penatalaksanaan anestesi
lokal:
a. Infiltrasi
Anestesi dilakukan dengan mendeponirkan cairan anestesi disekitar apeks
gigi yang akan dicabut di sisi bukal pada sulkus, adanya porositas pada
tulang alveolar menyebabkan cairan anestesi berdifusi menuju saraf pada
apeks gigi. Biasanya menggunakan jarum yang agak pendek.
b. Anestesi blok
Merupakan anestesi dengan cara menginjeksikan cairan anestesi pada batang
saraf yang biasa digunakan untuk tindakan bedah di rongga mulut. Anestesi
blok yang digunakan biasa dilakukan adalah inferior dental blok, mental
blok, posterior superior dental blok, dan infra orbital blok. Biasanya anestesi
menggunakan jarum lebih panjang 3,5 cm.
c. Teknik-teknik lain
Ada teknik-teknik lain yang digunakan untuk anestesi seperti periodontal
ligament injection, intraosseous injection, dan intrapulpal injection.

2. Teknik
a. Anastesi Lokal pada Rahang Atas
Anastesi lokal dapat dilakukan pada N. maksilaris dan cabangnya.
1) Lokal infiltrasi (sering digunakan)
- Saraf : cabang terminal/ free nerve ending
- Area teranastesi : terbatas dimana larutan anestesi lokal dilakukan
- Pedoman anatomis : tidak ada pedoman khusus
- Indikasi : bila hanya sebatas mukosa dan jaringan ikat
dibawahnya
- Teknik : jarum diinsersikan dibawah mukosa ke dalam
jaringan ikat
- Symptom : tidak ada simptom subyektif

2) Field block
- Saraf : cabang saraf terminal besar
- Area teranastesi : semua area yg diinervasi
- Pedoman anatomi : tergantung area yg diinginkan, pedoman umum :
letak gigi dan akarnya serta periosteum tulang alveolar yg bersangkutan.
- Indikasi : untuk lokal anestesi satu/dua gigi RA dan
sekitarnya
- Teknik : Paraperiosteal/ supraperiosteal. tehnik ini sering
digunakan karena porositas tulang RA; jarum diinsersikan menembus
membran mukosa dan jaringan ikat dibawahnya sampai menyentuh
periosteum lalu larutan dideponer

3) Blok N. alveolaris superior anterior dan medius (blok N. infra orbital)
- Saraf : cabang saraf terminal besar; n. infra orbitalis, n.
alveolaris superior anterior dan medius, n. palpebra inferior
- Area teranatesi : gigi insisive, caninus, premolar dan akar mesio
bukal gigi molar pertama bibir atas , pelupuk mata bawah dan sebagian
hidung
- Pedoman anatomi : infraorbital ridge, infraorbital depression,
supraorbital notch, gigi anterior dan pupil mata
- Indikasi : untuk bedah yg melibatkan gigi insisive, caninus,
premolar dan akar mesio bukal molar pertama RA
- Teknik : pasien diminta melihat lurus kedepan lalu
dipalpasi bagian supraorbital dan infraorbital notch, ditarik garis khayal
dari orbita pupil mata, foramen infraorbitalis, gigi premolar ke-2 dan
foramen mentalis. Jarum diinsersikan di mukolabial fold 1,9 mm
- Simptom : Kebas pada bibir atas, kelopak mata bawah dan
sebagian hidung pada satu sisi

4) Blok N. alveolaris superior posterior
- Saraf : N. Alveolar Superior Posterior
- Area : Gigi molar RA kecuali akar mesiobukal molar
pertama, periosteum jaringan ikat dan mukosa bukal
- Pedoman anatomi : mukobukal fold, batas anterior dan proc.
Coronoideus mandibula, tuberositas maksila
- Indikasi : operasi gigi molar RA dan jaringan penyangga
- Teknik : Jari telunjuk meraba mukobukal fold sampai
mencapai proc. Zygomaticus hingga mendapatkan cekungan, jari telunjuk
diputar hingga kuku jari menghadap mukosa dan jari digeser kelateral
membentuk sudut 45
o
dengan bidang sagital pasien dan pasien diminta
menutup sedikit mulutnya. Jarum diinsersikan ditengah ujung jari paralel
dengan ujung jari lalu dideponir
- Symptom : Tidak ada symptom subyektif


5) Blok N. nasopalatina
- Saraf : Nervus palatinus yg keluar dari foramen insisivus
- Area : bagian anterior palatum durum dan mukosa yg
menutupi sampai daerah premolar
- Pedoman anatomi : gigi insisive pertama RA dan papila insisiva
- Indikasi : operasi bagian palatal
- Teknik : jarum diinsersikan pada foramen insisivus
- Simptom : kebas pada mukosa palatum

6) Blok N. palatina mayor
- Saraf : N. palatinus mayor
- Area : bag. Posterior palatum durum dan mukosa yg
menutupi sampai daerah premolar pertama RA
- Pedoman anatomi : molar kedua & ketiga RA, margin gingiva gigi
molar, garis median palatum, garis berjarak 1 cm dari marginal gingiva
kegaris median palatum
- Tekhnik : Jarum diinsersikan pada foramen yg terletak di
antara gigi molar ke-2 dan ke-3 RA sejauh 1 cm dari marginal gingiva
bagian palatal.
- Symptom : kebas pada gingiva palatum posterior

b. Teknik Anastesi Lokal pada Rahang Bawah
1) Blok N. Alveolaris Inferior
- Saraf : N.alveolaris inferior dan subdivisi; n. mentalis &
n. insisivus
- Area : corpus mandibula dan bagian inferior ramus
seluruh RB, seluruh gigi RB, mukosa dan jaringan di bawahnya anterior
dari molar pertama RB
- Pedoman anatomi : lipatan mukobukal fold, batas anterior ramus
mandibula, linea obliqua interna, trigonum retromolar, linea obliqua
eksterna, ligamen pterygomandibula.

Ada beberapa teknik anestesi blok mandibula yang dapat dilakukan yaitu dengan
teknik Fisher, teknik Gow-gates atau teknik Akinosi. Pada dasarnya tujuan ketiga
teknik ini sama yaitu menganestesi setengah mandibula pada sisi yang dianestesi,
perbedaannya pada prinsip adalah pada langkah-langkah tekniknya serta daerah
saraf yang teranestesi.

# Teknik Gow-Gates
Saraf yang dituju pada anestesi blok teknik Gow-Gates adalah N. Mandibularis
sedangkan pada
Dengan teknik Gow-Gates daerah yang teranestesi adalah : Gigi mandibula
setengah quadran, mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa pada daerah
penyuntikan , dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut, jaringan lunak lingual
dan periosteum, korpus mandibula dan bagian bawah ramus serta kulit diatas
zigoma , bagian posterior pipi dan region temporal.
Prosedur :
1. Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.
2. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi leher
3. Posisi operator :
a. Untuk mandibula sebelah kanan, operator berdiri pada posisi jam 8
menghadap pasien.
b. Untuk mandibula sebelah kiri , operator berdiri pada posisi jam 10
menghadap dalam arah yang sama dengan pasien.
4. Tentukan patokan ekstra oral : intertragic notch dan sudut mulut. Daerah
sasaran: daerah medial leher kondilus, sedikit dibawah insersi otot
pterygoideus eksternus.
5. Operator membayangkan garis khayal yang dibentuk dari intertragic notch ke
Sudut mulut pada sisi penyuntikan untuk membantu melihat ketinggian
penyuntikan secara ekstra oral dengan meletakkan tutup jarum atau jari
telunjuk.
6. Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu meregangkan jari
tangan.
7. Operator menentukan ketinggian penyuntikan dengan patokan intra oral
berdasarkan sudut mulut pada sisi berlawanan dan tonjolan mesiopalatinal M2
maksila.
8. Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
9. Spuit diarahkan ke sisi penyuntikan melalui sudut mulut pada sisi berlawanan,
dibawah tonjolan mesiopalatinal M2 maksila, jarum diinsersikan kedalam
jaringan sedikit sebelah distal M2 maksila .
10. Jarum diluruskan kebidang perpanjangan garis melalui sudut mulut ke
intertragic notch pada sisi penyuntikan kemudian disejajarkan dengan sudut
telinga kewajah sehingga arah spuit bergeser ke gigi P pada sisi yang
berlawanan, posisi tersebut dapat berubah dari M sampai I bergantung pada
derajat divergensi ramus mandibula dari telingan ke sisi wajah.
11. Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai berkontak dengan tulang leher
kondilus, sampai kedalamam kira-kira 25 mm. Jika jarum belum berkontak
dengan tulang, maka jarum ditarik kembali per-lahan2 dan arahnya diulangi
sampai berkontak dengan tulang. Anestetikum tidak boleh dikeluarkan jika
jarum tidak kontak dengan tulang.
12. Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan anestetikum
sebanyak 1,8 2 ml perlahan-lahan.
13. Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 2 menit.
14. Setelah 3 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan boleh dilakukan.

# Teknik Akinosi
Saraf yang dutuju adalah N. Alveolaris inferior dan N. Lingualis. Sedangkan
daerah yang teranestesi pada teknik Akinosi dan Teknik Fisher adalah: gigi gigi
mandibula setengah quadran, badan mandibula dan ramus bagian bawah,
mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa didepan foramen mentalis, dasar
mulut dan dua pertiga anterior lidah, jaringan lunak dan periosteum bagian lingual
mandibula. Karena N. Bukalis tidak teranestesi maka apabila diperlukan , harus
dilakukan penyuntikan tambahan sehingga pasen menerima beban rasa sakit.
Prosedur :
1. Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang
2. Posisi operator untuk rahang kanan atau kiri adalah posisi jam delapan
berhadapan dengan pasien.
3. Letakkan jari telunjuk atau ibu jari pada tonjolan koronoid, menunjukkan
jaringan pada bagian medial dari pinggiran ramus. Hal ini membantu
menunjukkan sisi injeksi dan mengurangi trauma selama injeksi jarum.
4. Gambaran anatomi :
- Mucogingival junction dari molar kedua dan molar ketiga maksila
- Tuberositas maksila
5. Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal anestesi.
6. Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan rileks.
7. Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal maksila, jarum
diinsersikan posterior dan sedikit lateral dari mucogingival junction molar
kedua dan ketiga maksila.
8. Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan jarum dibelokkan
mendekati ramus dan jarum akan tetap didekat N. Alveolaris inferior.
9. Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.
10. Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 1,8 ml secara
perlahan-lahan. Setelah selesai , spuit tarik kembali. Kelumpuhan saraf motoris
akan terjadi lebih cepat daripada saraf sensoris. Pasien dengan trismus mulai
meningkat kemampuannya untuk membuka mulut.

# Teknik Fisher
Prosedur :
Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan antiseptic didaerah
trigonum retromolar. Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi terakhir mandibula,
geser kelateral untuk meraba linea oblique eksterna. Kemudian telunjuk digeser
kemedian untuk mencari linea oblique interna, ujung lengkung kuku berada di
linea oblique interna dan permukaan samping jari berada dibidang oklusal gigi
rahang bawah.
Posisi I : Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari sisi
rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.
Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang
oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi
bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi N. Lingualis.
Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum
ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15
mm. Aspirasi dan bila negative keluarkan anestetikum sebanyak 1
ml untuk menganestesi N. Alveolaris inferior. Setelah selesai
spuit ditarik kembali.

3. Bahan dan dosis
Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan:
1. Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan
napas atas. Lama kerja 2-30 menit.

2. Prokain (novokain)
Untuk infiltrasi: larutan 0.25-0.5%
Blok Saraf: 1-2%
Dosis 15 mg/ kg BB dan lama kerja 30-60 menit.

3. Kloroprokain (nesakain)
Derivat prokain dengan masa kerja lebih pendek.

4. Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest)
Konsentrasi efektif minimal 0.25%
Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
Kerja sekitar 1-1.5 jam tergantung konsentrasi larutan.
Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer
0.25-0.5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi
0.5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik
1.0% untuk blok motorik dan sensorik
2.0% untuk blok motorik pasien berotot (muskular)
4.0% atau 10% untuk topikal semprot faring-laring (pump spray)
5.0% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakhea
5.0% lidokain dicampur 5.0% prilokain untuk topikal kulit
5.0% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural).

5. Bupivacain (marcain)
Konsentrasi efektif minimal 0.125%.
Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8
jam.
Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak
dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8
jam.
Untuk anastesia spinal 0.5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik.
Untuk blok sensorik epidural 0.375% dan pembedahan 0.75%.

6. EMLA (eutetic mixture of local anesthetic)
Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan prilokain
masing-masing 2.5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan dikulit
intak 1-2 jam sebelum tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi
pada vena atau arteri atau untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu
halus atau buang tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terluka.

7. Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain)
Penggunaannya seperti bupivakain, karena kedua obat tersebut
merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain yang dampak sampingnya
lebih ringan dibandingkan bupivakain. Bagian isomer kanan dari
bupivakain dampak sampingnya lebih besar.
Konsentrasi efektif minimal 0.25%.



Obat Onset
(menit)
Durasi
(menit)
Dosis maksimum
(mg/kg)
Lidokain 5 30-60 4,5
Bupivakain 10-15 200 3
Prokain 15-20 40 7
Tetrakain 15 200 1,5

Obat anestesi regional/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila
dikenakan secara lokal. Anestesi lokal ideal adalah yang :
1. Tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Mula kerja singkat
4. Masa kerja cukup lama
5. Larut dalam air
6. Stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan
7. Poten dan bersifat sementara (efeknya reversible)
8. Harganya murah

NERVUS TRIGEMINUS
Merupakan nervus cranialis yang paling besar, yang merupakan syaraf sensorik
utama yang akan menyalurkan rasa nyeri, suhu, rasa raba dan proprioseptif
daerah-daerah dangkal dan dalam wajah. Daerah yang dipersyarafi meliputi :
1. Kulit scalp bagian depan dan wajah.
2. Membrana mucosa mulut, termasuk gusi dan lidah.
3. Cavum nasi.
4. Sinus paranasalis.
5. Gigi.
6. Meningens.
Selain itu syaraf motoriknya juga mempersyarafi otot-otot yang
berhubungan dengan:
1. Masticatio (mengunyah).
2. Menelan.
3. Gerakan palatum molle dan tuba auditiva Eustachii.
4. Gerakan membrana tympani dan ossicula auditoriae.
N. trigeminus berasal dari permukaan anterolateral pertengahan pons
varoli sebagai 2 akar (radices) yaitu :
1. Portio major N. Trigeminus (radix sensoria) yang terdiri atas komponen-
komponen sensorik.
2. Portio minor N. Trigeminus (radix motoria) yang terdiri atas komponen-
komponen motoria.
Serabut-serabut portio major N. Trigeminus muncul dari sisi lateral
permukaan ventral pons varoli sedangkan portio minor dari permukaan pons kira-
kira 2 mm 5 mm di sebelah medioanterior portio major.
Selain portio major dan portio minor sebetulnya masih ada berkas lain
yang dinamakan radix intermedius yang terdiri atas 1-2 berkas yang berjalan di
antara radices motorik et sensorik N. trigeminus. Hanya saja hubungan, fungsi dan
kepentingan radix intermedius hingga kini masih belum jelas.
Dari ganglion semilunare Gasseri serabut-serabut N. trigeminus akan
membentuk 3 buah cabang yaitu :
1. N. ophthalmicus (N. V
1
)
2. N. maxillaris (N. V
2
)
3. N. mandibularis (N. V
3
)
N. ophthalmicus terletak di sebelah kaudal, N. mandibularis terletak rostral
dan N. maxillaris di antara keduanya.
N. ophthalmicus dan N. maxillaris tetap bersifat sensorik sedangkan N.
mandibularis merupakan syaraf campuran (sensorik dan motorik). Syaraf-syaraf
tersebut berhubungan dengan 4 buah ganglia yaitu :
1. Ganglion ciliare yang berhubungan dengan N. ophthalmicus.
2. Ganglion pterygopalatinus yang berhubungan dengan N. maxillaris.
3. dan 4 : Ganglion oticum dan ganglion submandibularis yang berhubungan
dengan N. mandibularis.
Ganglia tersebut bukan merupakan bagian dari N. trigeminus tetapi
merupakan ganglia parasymphaticae.



N. ophthalmicus
Merupakan cabang utama dan terkecil dari N. trigeminus yang keluar dari
pars anterosuperior ggl. trigeminus lalu memasuki orbita melalui fissura orbitalis
superior. N. ophthalmicus akan mengurus persyarafan dari :
1. Duramater.
2. Bulbus aculi.
3. Conjunctiva.
4. Cornea.
5. Ggl. lacrimalis.
6. Palpebra.
7. Kulit hidung.
8. Kening (regio frontalis).
9. Mucosa frontalis (mukosa sinis frontalis).
10. Scalp (kulit kepala).
11. Sinus paranasalis (sinus frontalis, sinus sphenoidalis, dan sinus ethmoidalis).

Cabang-cabangnya adalah :
1. N. lacrimalis :
Memasuki orbita melalui bagian lateral fissura orbitalis superior lalu
terletak di sepanjang tepi atas m. Rectus lateralis.
2. N. frontalis :
Memasuki orbita melalui fissura orbitalis superior di atas otot-otot bola
mata. Cabang-cabangnya adalah :
2.1. N. supratrochlearis
2.2. N. supraorbitalis
N. supratrochlearis pergi ke anteromedial sedangkan N. supraorbitalis
berjalan ke depan di antara m. Levator palpebra superior dan atap orbita.
3. N. nasociliaris :
Terletak lebih dalam dan menyilang N. opticus menuju medial dimana dia
selanjutnya akan dinamakan N. ethmoidalis anterior. Cabang-cabangnya
adalah:
3.1. N. ciliaris longus untuk m. Dilatator pupillae.
3.2. N. infratrochlearis.
3.3. N. ethmoidalis posterior (tidak terdapat pada 30% cadaver).

N. maxillaris
Keluar dari bagian medial ggl. semilunare Gasseri lalu meninggalkan
cavum cranii melalui foramen rotundum menuju fossa pterygopalatina N.
maxillaris akan berhubungan dengan ggl. pterygopalatina (syaraf parasymphatis
yang menerima serabut-serabut preganglioner dari N. facialis). Selanjutnya N.
maxillaris akan memasuki orbita melalui fissura orbitalis inferior dan
meninggalkan orbita melalui foramen infraorbitale sebagai N. infraorbitale. N.
maxillaris akan mengurus persyarafan dari :
1. Palpebrae inferior.
2. Kulit pelipis.
3. Pipi bagian atas.
4. Sisi hidung yang berdekatan.
5. Labium oris superior.
6. Membrana mucosae nasopharynx.
7. Sinus maxillaris.
8. Sinus ethmoidalis.
9. Sinus sphenoidalis.
10. Palatun molle.
11. Tonsilla palatina.
12. Rahang atas.

Cabang-cabangnya adalah :
1. N. zygomaticus.
Memasuki orbita melalui fisurra orbitalis inferior lalu berjalan di
sepanjang dinding lateral orbita.
2. N. alveolares superiores; yang terdiri atas :
2.1. R. alveolaris superior anterior.
2.2. R. alveolaris superior medius.
2.3. R. alveolaris superior posterior.
3. N. pterygopalatinus (N. sphenopalatina).

N. mandibularis
Merupakan cabang terbesar dari N. trigeminus dan keluar fossa
infratemporalis. N. mandibularis merupakan syaraf campuran yang dibentuk oleh :
1. Radix sensorik yang besar yang berasal dari angulus inferior ganglion
semilunare Gasseri.
2. Radix motorik yang merupakan seluruh radix motorik N. trigeminus.

Serabut-serabut sensorik N. mandibularis akan mengurus persyarafan dari :
1. Kulit regio temporalis.
2. Auricula.
3. Meatus acusticus externus.
4. Pipi.
5. Lidah (lingua).
6. Cellulae mastoidea.
7. Rahang bawah.
8. Artic. Temporomandibularis.
9. Sebagian dari duramater dan tengkorak.
Serabut-serabut motorik N. mandibularis akan mengurus persyarafan dari :
1. Mm. Masticatoris (otot-otot pengunyah) yang terdiri atas mm. masseter,
temporalis et pterygoidea.
2. M. Mylohyoideus.
3. Venter anterior m. Digastricus.
4. Mm. tensor tympany et tensor veli palatini.

Kedua radices sensorik et motorik baru bersatu membentuk N.
mandibularis setelah di luar tengkorak. Cabang-cabangnya adalah :
1. R. meningeus (N. spinosus, R. recurrens) :
Memasuki cavum cranii kembali melalui foramen spinosum bersama-sama
dengan A. Meningea media. N. spinosus ini akan mempersyarafi duramater.
2. N. pterygoideus medialis (N. pterygoideus internus) :
Merupakan cabang kecil yang menembus ggl. oticum untuk
mempersyarafi m. Pterygoideus internus. Dari N. pterygoideus medialis akan
dipercabangkan:
2.1. N. tensor veli palatini untuk m. Tensor veli palatini.
2.2. N. tensor tympani untuk mengurus m. Tensor tympani.
3. N. massetericus :
Berjalan ke lateral di atas m. Pterygoideus lateralis melalui incisura
mandibularis untuk mempersyarafi m. Masseter.
4. Nn. Temporales profundi :
Biasanya ada 2 (anterior dan posterior). N. temporalis profunda anterior
seringkali dipercabangkan dari N. buccalis.
5. N. pterygoideus lateralis (N. pterygoideus externus) :
Mengurus persyarafan m. Pterygoideus lateralis dan seringkali
dipercabangkan bersama-sama dengan N. buccalis.
6. N. buccalis (N. buccinatorius, N. buccalis longus) :
Berjalan ke depan di antara kedua caput m. Pterygoideus externus untuk
mempersyarafi m. Buccinatorius, dimana dia akan mengadakan hubungan
dengan N. facialis.
7. N. auriculotemporalis :
Berhubungan dengan N. facialis dan ggl. oticum.
8. N. lingualis :
Merupakan syaraf sensorik untuk
2
/
3
anterior lidah, dasar mulut dan
ginggiva mandibularis.
9. N. alveolaris inferior (N. dentalis inferior) :
Memasuki canalis mandibularis melalui foramen mandibulare dan berjalan
di bawah gigi geligi. Cabang-cabangnya adalah :
9.1. N. mylohyoidea, yang dipercabangkan tepat sebelum memasuki foramen
mandibulare.
9.2. Rr. Dentales inferiores.
9.3. N. incisivum, yang dipercabangkan di foramen mentale.
9.4. N. mentalis, sekaligus merupakan lanjutan dari N.alveolaris inferior
setelah meninggalkan foramen mentale.



Nervus trigeminus memiliki fungsi sensorik umum yang terbesar dari
seluruh nervus Kranialis dan satu-satunya saraf kranial yang termasuk dalam
inervasi sensory cutaneus. Seluruh saraf cutaneus lainnya berasal dari saraf spinal.
Trigeminal berarti kembar tiga dan distribusi ketiga cabang nervus ini di wajah
dibagi atas tiga area. Ketiga cabang tersebut adalah Ophtahlmicus, Maxillaries,
dan Mandibularis yang berasal langsung dari ganglion trigeminus. Cabang
Ophtahlmicus menghantarkan impuls eksteroseptif dari kulit dahi, pelipis, kepala
sampai verteks, kelopak mata atas, hidung bagian anterior, bola mata, konjungtiva
atas, kornea, korpus siliaris, iris dan juga selaput lendir dinding sinus frontalis,
sebagian dari sinus etmoidalis, rongga hidung bagian atas. Cabang Maksilaris
yaitu menghantarkan impuls eksteroseptif dari kulit hidung bagian posterior, kulit
kelopak mata bawah, pipi atas, bagian depan pelipis, bibir atas, kelopak mata
bawah, dan selaput lendir sinus maksilaris, sebagian dari sinus sfenoidalis, sinus
etmoidalis, rongga hidung bawah, rongga mulut bagian atas, berikut palatum
mole. Cabang Mandibularis terdiri dari serabut motorik dan sensorik. Serabut-
serabut aferen tersebut berasal dari kulit wajah dibawah kawasan cabang
maksilaris nervus trigeminus dan selaput lendir bibir bawah, bagian bawah rongga
mulut berikut selaput lendir lidah, gingiva bawah dan geligi bawah.
Serabut motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis,
pterigoideus internus dan eksternus, tensor timpani, omohyoideus, dan bagian
anterior dari muskulus digastrikus. Intinya terletak di pons. Serabut- serabut
motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang
berasal dari ganglion Gasseri.
Serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba, dan perasaan
propioseptif. Kawasannya ialah wajah, dan selaput lendir lidah dan rongga mulut
serta gusi, dan rongga hidung.
Impuls propioseptif, terutama yang berasal dari otot-otot yang di sarafi
oleh cabang mandibular, dihantarkan oleh serabut sensorik cabang mandibular
sampai ganglion Gasseri.


DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, Said A. dkk. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : FKUI
2. Muhiman, Muhardi dkk. 2004. Anestesiologi. Jakarta : CV. Infomedika
3. www.digilib.litbang.depkes.go.id
4. Buku Neurologi Klinis Dasar. Prof. DR. Mahar Mardjono, Prof.DR.
Priguna Sidharta
5. http://www.wikipedia.com
6. Buku Basic Neuroanatomical Pathways. Dr. Gregory Budiman. Faculty Of
Medicine University Of Indonesia.
7. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1
8. Diagnosis Topik Neurologi DUSS edisi 4. M. Baehr & M. Frotscher.

Anda mungkin juga menyukai