Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari
yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Demam
terjadi pada oral temperature >37,2C. Demam biasanya disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamur, atau parasit), penyakit autoimun, keganasan, ataupun obat-
obatan.
Resiko kejadian demam pada anak terhadap penyakit serius tergantung
pada usia anak. Pada neonatus yang terkena demam mempunyai resiko yang lebih
besar terkena penyakit serius dibandingkan dengan anak dengan umur yang lebih
tua. Hal ini dikarenakan dua alasan yaitu infeksi pada neonatus yang berbeda dari
infeksi pada anak pada umumnya dan kemampuan sistem imun neonatus yang
belum mampu mengatasi infeksi.
Di Asia, sekitar 10-15% anak-anak mengalami demam yang berhubungan
dengan gejala-gejala atau tanda dari suatu penyakit. Di Sumatera Utara, penyakit
yang paling banyak diderita adalah infeksi saluran pernapasan atas yang salah satu
gejalanya adalah demam. Selain infeksi saluran pernapasan atas, masih banyak
penyakit lain yang diderita masyarakat seperti malaria, demam berdarah dengue,
demam chikungunya, dan lain-lain yang juga salah satu gejalanya adalah demam.
Salah satu penanganan demam adalah dengan memberikan obat-obatan.
Salah satu diantara obat yg dapat mengatasi demam adalah parasetamol.
Parasetamol atau asetaminofen adalah metabolit fenasetin yang mempunyai efek
antipiretik dan analgetik lemah. Parasetamol merupakan salah satu analgetik yang
tergolong sebagai obat bebas. Terdapat banyak jenis nama dagang dari obat yang
mengandung parasetamol yang beredar dan telah dikenal oleh masyarakat
sehingga penggunaannya sangat luas. Terdapat lebih dari 300 nama dagang dari
obat-obatan yang mengandung parasetamol.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. SKENARIO
PANAS
Seorang anak berusia 5 tahun dibawa orang tuanya ke puskesmas dengan
keluhan panas sejak seminggu yang lalu dan dirasakan muncul setiap dua hari
sekali pasien sudah dikompres tapi belum sembuh. Pasien juga dikeluhkan
mengigil dan berkeringat sejak tadi pagi, pasien juga lemah , nafsu makan
berkurang dan nyeri otot. Dari pemeriksaan didapatkan suhu aksila 38
o
C
sedangkan suhu rectal 39
o
C


B. PERMASALAHAN

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi hipotalamus ?
2. Bagaimana etiologi demam ?
3. Bagaimana patofisiologi demam ?
4. Bagaimana pola dan klasifikasi demam beserta penyebabnya ?
5. Bagaimana mekanisme pengaturan suhu ?
6. Bagaimana penatalaksanaan demam secara farmakologi dan non-
farmakologi ?








3

C. PEMBAHASAN

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIPOTALAMUS
Hipotalamus adalah pemimpin umum sistem hormon,ia memiliki tugas
penting memastikan kemantapan dalam tubuh manusia. Setiap saat,
hipotalamus mengkaji pesan-pesan yang datang dari otak dan dari dalam
tubuh.Setelah itu, hipotalamus menjalankan beberapa fungsi, seperti menjaga
kemantapan suhu tubuh, mengendalikan tekanan darah, memastikan
keseimbangan cairan, dan bahkan pola tidur yang tepat.
Hipotalamus terletak langsung di bawah otak dan ukurannya sebesar
biji kenari.Sejumlah besar informasi sehubungan dengan keadaan tubuh
dikirim ke hipotalamus. Informasi ini disampaikan ke sana dari setiap titik
dalam tubuh, termasuk pusat indra dalam otak. Kemudian hipotalamus
menguraikan informasi yang diterimanya, memutuskan tindakan yang mesti
diambil dan perubahan yang harus dibuat dalam tubuh, serta membuat sel-sel
tertentu menjalankan keputusannya.
Hal mendasar yang harus diperhatikan di sini adalah: hipotalamus itu
sebuah organ yang terdiri dari sel-sel tak sadar. Suatu sel tak mengetahui
berapa lama manusia harus tidur; ia tak dapat menghitung berapa seharusnya
suhu tubuh. Sel tak dapat mengambil keputusan terbaik berdasarkan informasi
yang ada, dan tak dapat membuat sel lain yang berjauhan letaknya dalam
tubuh menjalankan keputusan itu. Namun, sel-sel dalam hipotalamus
bertindak dalam cara yang luar biasa sadar demi menjamin bahwa
keseimbangan yang dibutuhkan dalam tubuh terjaga.
4


Sebagian besar informasi tentang tubuh manusia ada di
hipotalamus. Hipotalamus menerjemahkan informasi ini, mengambil
keputusan penting, dan memerintahkan sel-sel menjalankan
keputusannya.
Salah satu fungsi terpenting hipotalamus adalah menjembatani sistem
hormon dan sistem lain yang mengatur dan memelihara tubuhyaitu sistem
syaraf. Hipotalamus bukan saja mengatur sistem hormon, namun juga sistem
syaraf dengan tingkat keahlian yang tinggi.
Hipotalamus memiliki pembantu yang sangat penting dalam perannya
mengatur tubuh; pembantu ini menyampaikan kepada bagian-bagian tubuh
tertentu tentang keputusan yang telah diambil.Misalnya, ketika terjadi
penurunan tiba-tiba tekanan darah, potongan-potongan informasi dikirimkan,
dan mengabari hipotalamus tentang perubahan tekanan ini; lalu hipotalamus
memutuskan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menaikkannya
dan menyampaikan keputusannya kepada pembantu-pembantunya.
5

Untuk menjalankan keputusan, pembantunya mengetahui sel-sel yang
mana yang harus menerima perintah itu.Ia menulis pesan-pesan dalam bahasa
yang dimengerti sel-sel ini dan segera menyampaikan segenap pesan itu. Sel-
sel tujuan mematuhi perintah yang diterima dan melakukan tindakan yang
tepat untuk menaikkan tekanan darah.
Pembantu hipotalamus adalah kelenjar pituitari, yang juga berpengaruh
amat penting dalam sistem hormonal.
Antara kelenjar hipotalamus dan pituitari terdapat sistem komunikasi
yang mengagumkan.Kedua potong daging ini sebenarnya berkomunikasi
bagai dua manusia yang sadar.Hipotalamus memiliki kendali menyeluruh atas
kelenjar pituitari dan pelepasan penting beberapa hormon.
Misalnya, hipotalamus seorang anak dalam masa perkembangan
mengirim pesan ke kelenjar pituitari dengan perintah, lepaskan hormon
pertumbuhan dan kelenjar pituitari lalu melepaskan hormon pertumbuhan
tepat seperti yang dibutuhkan.
Sesuatu yang mirip terjadi saat sel-sel tubuh harus bekerja lebih cepat;
di sini terdapat dua tingkat komando.Hipotalamus mengirimkan perintah ke
kelenjar pituitari yang pada gilirannya meneruskan perintah itu ke kelenjar
tiroid.Kelenjar pituitari melepaskan hormon tiroid dalam jumlah yang tepat
dan sel-sel tubuh mulai bekerja lebih cepat.
6

Saat kelenjar adrenal (yang
menghasilkan beberapa
hormon yang sangat penting)
harus diaktifkan atau organ
reproduksi harus
menghasilkan hormon-
hormonnya, hipotalamus lagi-
lagi mengirimkan pesan ke
kelenjar pituitari, yang
mengarahkan pesan itu ke
daerah yang sesuai dan memastikan bahwa hormon-hormon yang dibutuhkan
di bagian tubuh itu dilepaskan.
Hormon dan Fungsi hormon dari hipotalamus

Letak kelenjar-kelenjar hormon di dalam
tubuh yang di bawah kendali hipotalamus.
No Hormon yang Dihasilkan Fungsi
1. Hormon penggiat kortikotropin atau Corticotrophic
Releasing Factor ( CRF )
Merangsang lobus anterior
hipofisis agar mensekresi
Ardrenocorticotrophic Hormone
( ACTH )
2. Hormon penggiat hormon tumbuh atau Growth
Hormone Factor ( GRF )
Merangsang pengeluaran
hormon tumbuh Somatotrophic
Hormone ( STH )
3 Hormon penggiat tirotrofik Thyrotrophic Releasing
Faktor ( TRT )
Merangsang lobus anterior
hipofisis mensekresi thyroiding
7


Dalam beberapa hal, untuk ikut serta dalam kegiatan sel, hipotalamus
menggunakan dua hormon yang dihasilkannya sendiri.Untuk menyimpan
hormon-hormon ini, hipotalamus lebih dulu mengirimkannya ke kelenjar
pituitari, kemudian, saat dibutuhkan, memastikan bahwa hormon-hormon ini
dilepaskan oleh kelenjar pituitari. Hormon-hormon tersebut adalah:
Vasopresin (sebuah hormon antidiuretik, yaitu hormon penahan air)
Oksitosin
Kedua molekul hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus ini sangat
kecil.Salah satunya hanya sebesar tiga asam amino.Hormon hipotalamus
berbeda dari hormon-hormon lainnya bukan hanya karena kecil, namun juga
karena jarak tempuhnya dalam tubuh. Hormon biasanya bergerak ke daerah
yang jauh dari kelenjar tempat ia dihasilkan menuju organ-organ yang
ditentukan. Namun, hormon hipotalamus mencapai kelenjar pituitari hanya
dengan menembus pembuluh kapiler setebal beberapa milimeter.Hormon ini
tak pernah memasuki sistem peredaran umum.
stimulating hormone (TSH)
4 Hormon penggiat hormon FSH atau follice stimulating
hormon releasing factor (FRF)
Merangsang lobus anterior
mensekresi FSH (follice
stimulating hormone)
5 Hormon penggiat hormon LH atau LRF (Luteinizing
Hormon Releasing Factor)
Merangsang lobus anterior
mensekresi LH (Luteinizing
Hormone)
8

Hipotalamus menghasilkan hormon yang mengaktifkan kelenjar
pituitari, dan saat dibutuhkan, menghasilkan juga hormon yang menghentikan
kelenjar pituitari di saat yang tepat sehingga tak melepaskan hormon tertentu.
Dengan cara ini, hipotalamus mengatur sepenuhnya kegiatan kelenjar pituitari.


Hipotalamus, yang terletak tepat di bawah otak dan seukuran biji
kenari, mengatur berbagai fungsi penting, seperti pengaturan metabolisme
tubuh, pengendalian kelenjar adrenal, produksi susu, dan pengaturan
pertumbuhan tubuh. Saat menjalankan semua kegiatan ini, hipotalamus
memerintahkan kelenjar-kelenjar hormon lain yang di bawah kendalinya.
Pada gambar di atas, kita melihat hormon-hormon yang bekerja sama dengan
hipotalamus.
9

Adapun fungsi dari hipotalamus antara lain adalah:
a. Mengontrol suhu tubuh
b. Mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin
c. Mengontrol asupan makanan
d. Mengontrol sekresi hormon-hormon hipofisis anterior
e. Menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior
f. Mengontrol kontraksi uterus pengeluaran susu
g. Pusat koordinasi sistem saraf otonom utama, kemudian mempengaruhi
semua otot polos, otot jantung, kel eksokrin
h. Berperan dalam pola perilaku dan emosi
Peran Hipotalamus
Pengaturan hipotalamus terhadap nafsu makan terutama bergantung
pada interaksi antara dua area: :area makan lateral di anyaman nucleus berkas
prosensefalon medial pada pertemuan dengan serabut polidohipotalamik,serta
pusat rasa kenyang: medial di nucleus vebtromedial. Perangsangan pusat
makan membangkitkan perilaku makan pada hewan yang sadar,sedangkan
kerusakan pusat makan menyebabkan anoreksia berat yang fatal pada hewan
yang sebenarnya sehat. Perangsangan nucleus ventromedial menyebabkan
berhentinya makan, sedangkan lesi di regio ini menyebabkan hiperfagia dan
bila persediaan makan banyak ,sindrom obesitas hipotalamik.
(1)





10

2. ETIOLOGI DEMAM
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun
parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak
antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia,
sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media,
infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah
dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur
yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis,
criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan
demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis. Demam akibat
faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh
gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus,
vaskulitis,dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia,
dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin).
Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping
dari pemberian imunisasi selama 1-10 hari. Hal lain yang juga berperan sebagai
faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti
perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan
lainnya (Nelwan, 2009).
(2)








11

3. PATOFISIOLOGI DEMAM
Demam, yang berarti suhu tubuh diatas batas normal, dapat disebabkan
oleh kelainan di dalam otak sendiri atau bahan-bahan toksik yang memengaruhi
pusat pengaturan suhu. Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal
dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam.
Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti
toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah
endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain
dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari
dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-,
dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit,
neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen
endogen jika terstimulasi.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-
, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk
kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi
hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari
suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme
volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan
suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut.
(3)





12

4. POLA DAN KLASIFIKASI DEMAM SERTA PENYEBABNYA
a. Pola Demam
1. Demam septik (Gambar 2); di mana suhu tubuh berangsur naik ke tingkat
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal
pada pagi hari, dan sering disertai dengan keluhan menggigil dan berkeringat.

Gambar 2. Demam Septik

2. Demam heptik (Gambar 3); di mana suhu tubuh berangsur naik ke tingkat
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di normal pada
pagi hari.

Gambar 3. Demam Hektik
13

3. Demam remiten (Gambar 4); di mana suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu badan normal, dan perbedaan suhu yang tercatat
dapat mencapai 2
o
C (>1
o
C) dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat
pada demam septik (ditemukan pada demam tifoid awal dan berbagai penyakit
virus).


Gambar 4. Demam Remiten

4. Demam intermiten (Gambar 5); di mana suhu badan dapat turun ke tingkat
normal selama beberapa jam dalam 1 hari biasanya dengan perbedaan suhunya
>1
o
C (ditemukan pada endokarditis bakterial, malaria bruselosis).
5. Demam tersiana dan kuartana; merupakan demam intermiten yang ditandai
dengan periode demam yang diselangi dengan periode normal, bila demam ini
terjadi pada setiap 2 hari sekali maka disebut tersiana (demam terjadi pada
hari ke-1 dan ke-3, pada malaria oleh Plasmodium vivax) dan bila terjadi 2
hari bebas demam di antara serangan demam maka disebut kuartana (demam
terjadi pada hari ke-1 dan ke-4, pada Plasmodium malariae).
6. Demam kontinyu (Gambar 6); di mana terjadi variasi suhu sepanjang hari
tidak berbeda dan tidak lebih dari 1
o
C (0,55-0,82
o
C), dan demam ini meliputi
penyakit pneumonia tipe lobar, infeksi kuman Gram-negatif, riketsia, demam
14

tifoid, gangguan sistem saraf pusat, tularemia, dan malaria falciparum. Pada
tingkat demam yang terus menerus-tinggi sekali disebut hiperpireksia.
7. Demam siklik; di mana terjadi kenaikan suhu nadan selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.



Gambar 5. Demam Intermiten

Gambar 6. Demam Kontinyu
15


8. Demam pelana (saddleback/bifasik); di mana pada beberapa hari demam
tinggi disusul oleh penurunan suhu (lebih kurang 1 hari) yang kemudian
timbul demam tinggi kembali, jenis demam ini didapatkan pada dengue,
yellow fever, Colorado tick fever, Rit valley fever, dan infeksi virus seperti
influenza, poliomielitis, dan koriomeningitis limfositik.
9. Demam intermiten hepatik (demam Charcot); di mana terjadi episode demam
sporadis dan terdapat penurunan suhu yang jelas dan kekambuhan demam,
demam ini biasanya pada kolelitiasis, ikterik, leukositosis dan adanya tanda-
tanda toksik.
10. Demam Pel-Ebstein; di mana ditandai dengan periode demam setiap minggu
atau lebih lama dan periode afebril yang sama durasinya disertai dengan
berulangnya siklus, demam ini biasanya pada penyakit Hodgkin, bruselosis
dari tipe Brucella melitensis. Selain itu, terdapat relapsing fever yang mirip
dengan demam Pel-Ebstein namun serangan demam berlangsung setiap 5-7
hari.
11. Demam Typhus inversus; di mana terjadi kenaikan suhu tertinggi pada pagi
hari bukan selam senja atau di awal malam, yang dapat ditemukan pada
tuberkulosis milier, salmonelosis, abses hepatik, dan endokarditis.
12. Reaksi Jarisch-Herxheimer, di mana terjadi peningkatan suhu yang sangat
tajam dan eksaserbasi menifestasi klinis, yang dapat ditemukan pada
pemberian terapi penisilin pada silifis primer atau sekunder pada beberapa
jam, leptospirosis, relapsing fever, dan sesudah terapi tetrasiklin atau
kloramfenikol pada bruselosis akut.
(4,5,6,7)


b. Klasifikasi Demam
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis
masalah.
8
Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut,
subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs.
9
Tabel 1. dan Tabel
2. memperlihatkan tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek
pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.
10


16

Tabel 1. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik

Klasifikasi Penyebab tersering
Lama demam
pada umumnya
Demam dengan localizing
signs
Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
Demam tanpa localizing
signs
Infeksi virus, infeksi saluran
kemih
<1minggu
Fever of unknown origin
Infeksi, juvenile idiopathic
arthritis
>1 minggu


Tabel 2. Definisi istilah yang digunakan

Istilah Definisi
Demam dengan
localization
Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang
dapat didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan
fisik
Demam tanpa
localization
Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang
jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi
dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik
dengan sekitarnya
Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi
buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi
Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat
mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis,
sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi
saluran kemih, pneumonia
17

Bakteremia dan
septikemia
Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam
darah, dibuktikan dengan biakan darah yang positif,
septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke
jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ


Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada
pada kategori ini (Tabel 3.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik
karena mereda secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti
pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti
pemeriksaan foto rontgen dada.
10


Tabel 3. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok Penyakit
Infeksi saluran nafas
atas
ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis
herpetika
Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia
Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis
Eksantem Campak, cacar air
Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Neoplasma Leukemia, lymphoma
Tropis Kala azar, cickle cell anemia


18

Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak
ditemukannya localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah
infeksi virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan.
Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi
saluran kemih dan bakteremia. Tabel 4. menunjukan penyebab paling sering
kelompok ini.
10
Demam tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan
akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan sebuah dilema
diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak berusia
kurang dari 36 bulan.
11


Tabel 4. Penyebab umum demam tanpa localizing signs

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis
Infeksi Bakteremia/sepsis
Sebagian besar virus
(HH-6)
Infeksi saluran kemih
Malaria
Tampak sakit, CRP tinggi,
leukositosis
Tampak baik, CRP normal, leukosit
normal
Dipstik urine
Di daerah malaria
PUO
(persistent
pyrexia of
unknown
origin) atau
FUO
Juvenile idiopathic
arthritis
Pre-articular, ruam, splenomegali,
antinuclear factor tinggi, CRP tinggi
Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan
dengan waktu vaksinasi
Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis
eksklusi


19

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan
selama 1 minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah
sakit gagal mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown
origin, atau lebih dikenal sebagai fever of unknown origin (FUO)
didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu
dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah
sakit.
10


5. MEKANISME PENGATURAN SUHU
Suhu Tubuh Normal
Suhu inti dan suhu kulit . suhu dari tubuh bagian dalam, yaitu inti dari
tubuh diperhatikan sangat konstan, sekitar 1
o
F (=0,6
o
C) dari hari ke hari, kecuali
bila seseorang mengalami demam. Bahkan pada orang yang telanjang dapat
terpejan degan suhu yang rendah sampai 55
o
F atau suhu yang tinggi sampai 130
o
F
dalam udara kering, dan tetap dapat mempertahankan suhu inti yang hampir
mendekati konstan.
Suhu inti normal. Tidak ada suhu inti yang dapat dianggap normal,
karena pengukuran yang dilakukan pada sebagian besar orang yang sehat
memperlihatkan rentang suhu normal yang diukur peroral, seperti yang
diperlihatkan pada gambar, mulai dari dibawah 90oF (36
o
C) sampai lebih dari
99,5
o
F (37,5
o
C). Suhu inti normal rata-rata secara umum adalah antara 90
o
F dan
90,6
o
F bila diukur peroral, dan kira-kira 1
o
F lebih tinggi bila diukur perrectal.
20


Suhu tubuh meningkat selama olahraga dan bervariasi pada suhu
lingkungan yang ekstrim, karena mekanisme pengaturan suhu tidaklah sempurna.
Bila dibentuk panas yang berlebihan didalam tubuh karena kerja fisik yang
melelahkan, suhu akan meningkat sementara sampai 101
o
hingga 104
o
F.
Sebaliknya, ketika tubuh terpajan dengan suhu yang dingin, suhu dapat turun
sampai dibawah nilai 96
o
F.
Mekanisme Penurunan Suhu Bila Tubuh Terlalu Panas
Sistem pengatur suhu menggunakan tiga mekanisme penting untuk
menurunkan panas tubuh ketika suhu tubuh menjadi sangat tinggi.
a. Vasodilatasi pembuluh darah kulit. Pada hampir semua area di dalam
tubuh. Pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat. Hal ini disebabkan
oleh hambatan pusat simpatis dihipotalamus posterior yang menyebabkan
vasokontriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan
pemindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat.
21

b. Berkeringat. Efek dari peningkatan suhu tubuh untuk menyebabkan
berkeringat digambarkan oleh kurva biru pada gambar , yang
memperlihatkan peningkatan yang tajam pada kecepatan kehilangan panas
melalui evaporasi, yang dihasilkan dari berkeringat ketika suhu inti
meningkat diatas nilai kritis 37
O
C (98,6
O
F). Peningkatan suhu tubuh
tambahan sebesar 1
O
C, menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup
banyak untuk membuang 10 kali kecepatan pembentukan panas tubuh
basal.

c. Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan
pembentukan panas yang berlebihan, seperti menggigil dan termogenesis
kimia, dihambat dengan kuat.
Mekanisme Peningkatan Suhu Bila Tubuh Terlalu Dingin
Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu mengadakan prosedur
yang tepat berlawanan, yaitu :
22

a. Vasokontriksi pembuluh darah kulit. Hal ini disebabkan oleh rangsangan
dari pusat simpatis hipotalamus posterior.
b. Piloereksi. Piloereksi berarti rambut berdiri pada karnya. Rangsangan
simpatis menyebabkan otot arektor pili yang melekat ke folikel rambut
berkontraksi, yang menyebabkan rambut berdiri tegak. Hal ini tidak
penting pada manusia, tetapi pada hewan yang lebih rendah, berdirinya
rambut memungkinkan hewan tersebut untuk membentuk lapisan tebal
isolator udara yang bersebelahan dengan kulit, sehingga pemindahan
panas ke lingkungan sangat ditekan.
c. Peningkatan termogenesis (pembentukan panas). Pembentukan panas oleh
sistem metabolisme meningkatkan dengan memicu terjadinya menggigil,
rangsangan simpatis untuk pembentukan panas, dan sekresi tiroksin.
Mekanisme ketiga cara tersebur dalam meningkatkan panas.
(3)


6. PENATALAKSANAAN DEMAM
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis
terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam
bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk
menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis
besar yaitu: non-farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan
penanganan demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur
<3 bulan dengan suhu rektal >38C, penderita dengan umur 3-12 bulan dengan
suhu >39C, penderita dengan suhu >40,5C, dan demam dengan suhu yang tidak
turun dalam 48-72 jam (Kaneshiro & Zieve, 2010)


a. Terapi non-farmakologi
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan
demam:
1. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan
beristirahat yang cukup.
2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat
23

menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai
satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa
nyaman kepada penderita.
3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat
efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin
karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali
suhu inti (Kaneshiro & Zieve, 2010).


b. Terapi farmakologi
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah
parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam
menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama (Graneto,
2010). Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian parasetamol sebagai
antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi
antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak (Kaushik, Pineda, & Kest,
2010). Dosis parasetamol juga dapat disederhanakan menjadi:

Tabel 2.2. Dosis parasetamol menurut kelompok umur
Umur (tahun) Dosis Parasetamol tiap pemberian (mg )
< 1 60
1-3 60-125
4-6 125-250
6-12 250-500

(Sumber: Soegijanto et al., Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter
Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus
DBD, 1998)


Selain pemberian antipiretik juga perlu diperhatikan mengenai pemberian
obat untuk mengatasi penyebab terjadinya demam. Antibiotik dapat diberikan
untuk mengatasi infeksi bakteri. Pemberian antibiotik hendaknya sesuai dengan
tes sensitivitas kultur bakteri apabila memungkinkan (Graneto, 2010).


24

BAB III
KESIMPULAN
Dari gejala didalam skenario kami menyimpulkan bahwa pasien
mengalami demam. Demam merupakan peninggian suhu tubuh dari variasi suhu
normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di
hipotalamus. Demam terjadi pada oral temperature >37,2C. Demam biasanya
disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, atau parasit), penyakit autoimun,
keganasan, ataupun obat-obatan. Dalam kasus skenario pasien mengalami tipe
demam intermiten, di mana suhu suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi
hari, dan puncaknya pada siang hari serta badan dapat turun ke tingkat normal selama
beberapa jam dalam 1 hari biasanya dengan perbedaan suhunya >1
o
C.
















25


DAFTAR PUSTAKA
1. Widjajakusumah djauhari, 2001. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20.
Jakarta: ECG
2. Nelwan, R.H., 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing
3. Guyton, Arthur C. & Hall, John E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Jakarta: EGC
4. Aru W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV.
Jakarta: FKUI, 2006.
5. Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis,
Edisi 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2008.
6. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2, Cetakan
11. Jakarta: FKUI, 2005.
7. Geo F. Brooks, dkk. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, &
Adelberg, Edisi 23. Jakarta: EGC, 2008.
8. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG,
Boyce TG, penyunting. Moffets Pediatric infectious diseases: A problem-
oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins;
2005.h.318-73.
9. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North
Am 1996;10:33-44
10. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA,
Carroll J, Klein N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi
ke-9. Berlin: Springer-Verlag; 2009.h.1-24
11. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.

Anda mungkin juga menyukai