BAB I : Kekuatan dan Keutamaan Karakter Pembentukan karakter menjadi salah satu kunci dari kemajuan dan pembangunan bangsa sehingga persoalan karakter belakangan ini mencuat kembali. Bung Hatta dan Ki Hadjar Dewantara adalah dua tokoh yang menekankan pentingnya pembentukan karakter dalam kehidupan. Menurut sudut pandang psikologi, kebahagian yang otentik adalah perpaduan perasaan-perasaan positif dan penilian-penilaian terhadap hidup yang memuaskan berdasarkan kekuatan dan keutamaan karakter. Oleh sebab itu, pendidikan karakter merupakan salah satu cara yang diperlukan untuk mencapai kebahagian. Spiritualitas juga merupakan salah satu dasar kekuatan karakter karena kemampuan manusia untuk memperbaiki diri dan dunianya dari waktu ke waktu bersumber pada daya daya spiritualnya. Karakter dan kepribadian adalah dua hal yang berbeda meskipun saling berkaitan. Kepribadian adalah kesatuan dalam individu yang teratur dengan unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain. Alloport memandang kepribadian sebagai sesuatu yang dinamis karena terus bergerak dan berkembang. Sementara itu, karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu. Untuk membentuk karakter yang kuat, dibutuhkan proses pemelajaran, pelatihan, dan peneladanan. Karakter yang kuat bercirikan keutamaan-keutamaan(bakat / kemampuan) yang merupakan keunggulan manusia. Penggalian dan pengukuran keutaman dapat dilakukan dengan teknik inventori, skala sikap, wawancara mendalam dan diskusi kelompok serta simulasi. Keutamaan, kekuatan karakter dan tema situasional adalah hal yang berbeda tetapi ada hubungannya. Keutamaan merupaka karakteristik utama dari karakter. Keutamaan ini terdiri dari: kebijaksanaan, kesatriaan, kemanusiaan, keadilan, pengendalian atau pengelolaan diri, dan transendensi. Sementara itu, kekuatan karakter adalah karakteristik yang dijadikan indikator untuk mengenali adanya satu atau lebih keutamaan pada diri seseorang. Dengan kata lain, keutamaan dapat dicapai melalui pencapaian kekuatan karakter. Tema situasional dari karakter adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan orang untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu. Dari sini dapat dipahami bahwa lingkungan yang meleluasakan individu tampil apa adanya, jujur, dan tulus. Peterson dan Seligman mengemukakan kriteria (ciri-ciri) dari karakter yang kuat sehingga kita dapat mengenalinya. 1. Karakter yang membentuk hidup pribadi dan orang lain menjadi baik. 2
2. Secara moral bernilai baik bagi diri sendiri dan orang lain. 3. Tidak menggangu, membatasi atau menghambat orang disekitar kita. 4. Mencakup pikiran, perasaan, dan tindakan serta dapat dikenali, dievaluasi ,dan diperbandingkan derajat kuat dan lemahnya. 5. Dapat dibedakan dari ciri-ciri yang berlawanan dengannya. 6. Diwadahi oleh model. 7. Dapat dibedakan tetapi tetap saling berkaitan erat. 8. Mengangumkan orang-orang yang mempersepsinya. 9. Sering tampil dikeadaan apapun. 10. Memiliki akar psiko-sosial. Kekuatan dan keutamaan karakter adalah subjek yang siap diubah sesuai dengan bukti yang ditemukan dari waktu ke waktu. Berikut adalah 24 kekuatan karakter yang tercakup dalam 6 kategori utama. 1. Kognitif = Kebijaksanaan dan Pengetauan Kreativitas, rasa ingin tahu, keterbukaan pikiran, mencintai kegiatan belajar, dan perspektif (punya gambaran besar dalam hidup). 2. Interpersonal = Kemanusiaan Cinta kasih, kebaikan hati (murah hati, dermawan, peduli, sabar, penyayang, menyenangkan dan cinta altruisitik), dan memiliki kecerdasan sosial. 3. Emosional = Kesatriaan Keberanian untuk menyatakan kebenaran dan mengakui kesalahan, teguh dan keras hati, dan integritas serta bersemangat dan antusias. 4. Kewarganegaraan = Berkeadilan Citizenship (bertanggung jawab, kesetiaan, mampu bekerjasama), fairness (memperlakukan orang setara dan adil), dan kepemimpinan. 5. Menghadapi dan mengatasi hal-hal yang tak menyenangkan = Pengelolaan diri Pemaaf dan pengampun, kerendahan hati, hati-hati dan penuh pertimbangan, serta regulasi diri. 6. Spiritual = Transendensi Apresiasi keindahan dan kesempurnaan, penuh rasa terima kasih, penuh harapan(optimis), spiritualitas serta menikmati hidup dan humor. Kekuatan-kekuatan yang tercakup dalam keutamaan karakter transendensi memungkinkan manusia memahami keterkaitan semua hal yang ada di alam semesta meskipun secara fisik terbatas dan tak pernah 3
dapat mengenali keseluruhan dunia secara empirik. Spiritualitas ditandai oleh kemampuan untuk membayangkan apa yang mungkin ada di luar situasi yang dialami kini. Pembayangan tersebut dapat menggerakan manusia untuk melampaui situasi kini. Dalam salah satu pengertiannya, spiritualitas merujuk kepada sesuatu yang teramat religius, sesuatu yang berkaitan dengan roh(spirit) dan hal-hal sakral seperti Tuhan dan makhluk di luar manusia yang memiliki sifat gaib. Pandangan lain menunjukan spiritualitas adalah pengalaman yang terjadi di tengah keseharian hidup manusia dan memberikan kedalaman dan integritas kepada kehidupan. Narayanasamy menegaskan bahwa tidak ada satu pun definisi dari spiritualitas yang otoritatif. Pada intinya, dimensi spiritual manusia selalu berusaha melakukan penyelarasan dengan alam semesta dan menjawab pertanyaan tentang yang tak terbatas. Sebagaimana disebutkan di atas, dalam keutamaan transendensi ada penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan yang memberikan dasar bagi manusia untuk menjalani hidup secara bermakna. Tanpa penghargaan akan kehidupan yang indah dan sempurna, kita tidak akan dapat mengembangkan kekuatan karakter pada diri kita sebab kita akan cenderung pesimis, masa bodo, semena-mena dan membiarkan saja hal buruk terjadi. Karakter selalu didasari oleh spiritualitas. Dengan daya spiritual, manusia dapat melampaui dirinya, berkembang terus sebagai makhluk yang self-trancendence. Karakter dan spiritual adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pembentukan karakter erat sekali hubungannya dengan pencapaian kebahagiaan. Orang dengan watak atau karakter yang kuat adalah orang yang berbahagia, mandiri, dan memberi sumbangan positif kepada masyarakatnya. Kebahagiaan manusia mensyaratkan pemanfaatan daya-daya spiritualnya. Kebahagiaan hanya dapat dicapai dengan memandang hidup sebagai hal bermakna dan berharga, mengenali diri sendiri dan menemukan kekuatan-kekuatan kita, lalu memanfaatkan kekuatan itu untuk kepentingan yang lebih besar. Jika dipahami bahwa inti pendidikan adalah pembentukan karakter maka seharusnya dicamkan pula bahwa setiap pendidikan adalah pembentukan karakter yang membawa kita pada kebahagiaan hidup.
BAB II : Dasar-Dasar Filsafat Filsafat dan ilmu pengetahuan saling membutuhkan. Ada tiga bidang kajian filsafat yang dibutuhkan ilmu pengetahuan yaitu etika, epistemologi, dan logika. Penerapan pengetahuan membutuhkan etika agar tidak menghasilkan kerugian. Epistemologi diperlukan untuk memberik dasar bagi perolehan pengetahuan 4
dalam bentuk paradigma ilmiah. Logika juga diperlukan karena tanpa logika, filsafat dan ilmu pengetahuan tidak dapat memastikan langkah-langkah perolehan pengetahuan yang benar. Filsafat dapat didefinisikan dengan banyak sudut pandang, dari sudut pandang sederhana sampai sudut pandang yang kompleks. Cabang Filsafat ada tiga berdasarkan sistematika permasalahannya yaitu ontologi, epistemologi, axiologi. Ontologi adalah bagian filsafat yang mengkaji tentang ada / tentang apa yang nyata. Dibagi dalam dua subbidang yaitu ontologi dalam arti khusus yaitu mengkaji ada yang keberadaannya tidak disangsikan lagi dan metafisika yaitu kenyataan yang bentuknya tak terjangkau oleh indra. Epistemologi adalah bagian filsafat yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup pengetahuan. Dibagi dalam empat subbidang. Pertama, epistemologi dalam arti sempit yaitu filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan. Kedua, filsafat ilmu yaitu filsafat yang mengkaji ciri-ciri dan cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan. Ketiga, metodologi yaitu filsafat yang mengkaji cara dan metode untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis, logis, sahih dan teruji. Keempat, logika yaitu kajian filsafat yang mempelajari teknik penalaran yang tepat. Axiologi adalah bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai yang menentukan apa yang seharusnya dilakukan manusia. Dibagi dalam dua subbidang. Pertama, etika yaitu cabang ilmu filsafat yang mengkaji nilai apa yang berkaitan dengan kebaikan dan apakah itu perilaku baik. Kedua, estetika yaitu mengkaji pengalaman dan penghayatan manusia dalam menanggapi apakah sesuatu itu indah atau tidak. Aliran filsafat ada enam. Pertama, rasionalisme yaitu pandangan bahwa semua pengetahuan bersumber dari akal. Kedua, empirisme yaitu pandangan bahwa pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Ketiga, kritisisme yaitu kritik terhadap rasionalisme dan empirisme yang terlalu ekstrem. Keempat, idealisme yaitu pandangan bahwa pengetahuan adalah proses mental / psikologis yang subjektif. Kelima, vitalisme yaitu pandangan bahwa hidup tidak dapat dijelaskan sepenuhnya secara mekanis. Keenam, fenomenologi yaitu mengkaji penampakan yang selalu terkait. Ada tujuh langkah praktis yang disarankan untuk memulai belajar filsafat. Ketujuh langkah tersebut juga dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran di bidang ilmu pengetahuan lain.
BAB III : Dasar-Dasar Logika Penggunaan istilah logika untuk menyebut cabang filsafat yang mengkaji prinsip, aturan, dan metode berpikir yang benar bukan berasal dari Aristoteles melainkan dari Alexander Aphrodisias sekitar 5
permulaan abad ke-3 M. Istilah logika sebelumnya dipakai oleh Cicero (abad ke-1 M) yang menggunakan kata logika dalam arti seni berdebat. Dalam arti kajian ciri-ciri atau bentuk umum dari putusan atau bentuk pikiran dari putusan, logika dapat dipahami sebagai kajian yang mempelajari unsur-unsur putusan dan susunannya dengan tujuan untuk memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan putusan. Manusia berpikir kedalam sebuah kategori. Menurut Immanuel Kant, manusia berpikir berdasarkan kategori empat kelompok besar : Kuantitas : mencakup kategori universal, particular dan singular Kualitas : mencakup kategori afirmatif, negatif dan infinit Relasi : mencakup kategori kategorikal, hipotetikal dan disjunktif Modalitas : mencakup kategori problematik, asertorik dan apodeiktik Term merupakan tanda yang menyatakan suatu ide yang dapat diinderai sesuai dengan kesepakatan. Tanda tersebut dapat bersifat formal dan instrumental. Secara umum term adalah tanda yang didasari oleh kelaziman, bukan ilmiah. Term sering kali memilki bermacam-macam arti. Definisi diperlukan untuk menyamakan pengertian dan untuk menghindari kesalahpahaman. Definisi juga diperlukan untuk memahami suatu makna secara jelas dan detail sehingga yang ingin disampaikan dapat disampaikan semana mestinya. Kendala yang biasanya terdapat pada pendefinisian adalah keterbatasan dan pengetahuan dari sebuah term. Menurut kesesuaianya ada 2 jenis definisi yakni definisi nominal (sinonim) dan definisi real (definisi analitik). Definisi nominal ialah definisi yang menerangkan makna kata seperti yang dimuat dalam kamus. Definisi Real ialah definisi yang menerangkan arti hal itu sendiri. Divisi adalah penguaraian dari tem yang berfungsi untuk menjelaskan apa arti dari sebuah term. Divisi adalah uraian suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu kesamaan karakteristik tertentu. Pembagian dalam bentuk divisi merupakan upaya lain untuk menjelaskan term. Ada beberapa jenis divisi, yakni divisi real (atau aktual) dan divisi logis. Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah. Sebuah kalimat pernyataan biasanya digunakan untuk kalimat berita namun pernyataan memiliki pengertian yang lebih khusus. Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi (benar atau salah) dari suatu pernyataan. Berdasarkan jumlah proposisi yang dikandung, pernyataan dibagu dua yaitu Pernyataan Sederhana adalah pernyataan yang memiliki hanya satu proposisi, sedangkan Pernyataan Kompleks adalah pernyataan yang mengandung lebih dari satu proposisi. Berdasarkan hubungan di antara proposisi-proposisi yang terkandung dalam pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu : 6
Negasi adalah pengingkaran atas pernyataan itu. Suatu pernyataan dan negasinya tidak mungkin benar kedua-duanya, atau salah kedua-duanya. Konjungsi adalah pernyataan komplek yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata dan. Jumlah konjungsi dalam sebuah kalimat tidak harus selalu berjumlah dua, namun dapat lebih dari itu. Disjungsi adalah pernyataan komplek yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau Jumlah konjungsi dapat lebih dari dua. Kondisional adalah pernyataan komplek yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata jika, maka. Ada beberapa jenis hubungan seperti itu yang masing-masing diterapkan di bawah ini : Kesimpulan Langsung Konsistensi dan Inkonsistensi Implikasi,Ekuevalensi dan Independensi Logis Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-asalan yang relevan. Alasan-alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau penjelasan tentang hubungan antara beberapa hal. Penalaran berlangsung dalam pikiran. Ungkapan verbal dari penalaran adalah argumentasi. Di dalam argumentasi terdapat term yang merupakan ungkapan verbal dari ide dan proposisi yang merupakan ungkapan verbal dari putusan. Argumen memiliki dua jenis argumen, yaitu argumen deduksi dan induksi. Argumen Deduksi adalah bentuk argumen yang kesimpulannya niscaya mengikuti premis-premisnya. Lazimnya deduksi juga dipahami sebagai pembuatan pernyataan khusus berdasarkan pernyataan- pernyataan yang lebih umum. Sedangkan Argumen Induksi adalah istilah argumen induktif atau induksi biasanya mencakup proses-proses inferensial dalam mendukung atau memperluas keyakinan kita pada kondisi yang mengandung risiko atau ketidakpastian.
Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan kesimpulan- kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika.
Kesalahan-kesalahan yang dibahas di pasal ini merupakan ringkasan dari jenis-jenis kesalahan yang dapat terjadi dalam pengambilan kesimpulan secara induktif. Kesalahan-kesalahan itu sering disebut dengan nama yang cukup umum dalam percakapan sehari-hari mengenai argumen induktif dan statistik. Namun perlu diingat bahwa memberi nama pada jenis-jenis kesalahan dalam suatu argumen tidak sama dengan 7
menganalisis dan mengevaluasi argumen itu. Tidak semua orang tahu nama kesalahan. Selain itu, nama kesalahan juga tidak selalu digunakan secara tepat dan konsisten. Menilai Penalaran Induktif dengan Standar Deduktif Deduksi memungkinkan kita memastikan kebenaran pengetahuan kita hanya jika kita yakin akan kebenaran premis-premisnya. Informasi yang terdapat dalam kesimpulan deduksi tidak melampaui informasi yang terdapat dalam premis-premis asal kesimpulan itu. Kesalahan Generalisasi Generalisasi yang terburu-buru : Generalisasi harus dilakukan dengan berhati-hati. Bahkan generalisasi dalam ilmu pengetahuan yang dibuat dengan sangat hati-hati pun sering kali salah. Kesalahan itu merupakan akibat dari pembuatan generalisasi berdasarkan bukti yang tidak cukup, tidak lengkap, atau bias. Kesalahan Kecelakaan : Kesalahan kecelakaan menerapkan suatu generalisasi pada kasus yang tidak umum atau kecelakaan yang sebenarnya tidak termasuk dalam generalisasi itu. Kesalahan ini dapat terjadi, baik pada argumen deduktif maupun induktif. Kesalahan Penggunaan Bukti Secara Salah Kesimpulan yang tidak relevan : Kesalahan karena kesimpulan yang tidak relevan muncul ketika orang menarik kesimpulan yang salah dari bukti yang ada. Kesalahan Bukti yang Ditahan : Kesalahan karena bukti yang ditahan terjadi ketika pembicara menarik kesimpulan yang tidak tepat dengan mengabaikan, menahan, atau meminimalkan derajat pentingnya suatu bukti yang bertentangan dengan kesimpulan. Kesalahan Statistikal Kesalahan ini lebih umum dibuat dalam penelitian yang dilakukan oleh para amatiran ataumereka yang kekurangan dana sehingga tidak dapat melakukan penelitian secara mendetil. Kesalahan sampel yang bias : Kesalahan ini dilakukan ketika data yang digunakan untuk menarik kesimpulan statistik diambil dari sampel yang tidak representatif terhadap populasi. Kesalahan percontoh yang kecil : Kesalahan ini terjadi ketika pembicara menggunakan sampel yang terlalu kecil sehingga kesimpulannya tidak dapat dipercaya. Kesalahan ini juga terjadi ketika kesimpulannya sangat dipercayai sementara ukuran sampelnya sedang-sedang saja. Kesalahan Penjudi : Peristiwa yang terjadinya hanya secara kebetulan, misalnya hasil lemparan koin atau dadu, merupakan hal yang berdiri sendiri. Kesalahan Kausal Mengacaukan Sebab dan Akibat Mengabaikan Penyebab Bersama 8
Kesalahan Penyebab Yang Salah Mengacaukan Penyebab Yang Berupa Necessary Condition dengan Sufficient Condition Kesalahan Analogi Kesalahan analogi terjadi ketika orang menggunakan analogi yang tidak tepat atau yang menyesatkan dalam argumennya. Dari sudut pandang logika, argumen analogi bukanlah argumen yang paling baik. Analogi dapat merupakan cara pandang yang original, kreatif, danmenohok pikiran. Namun analogi tidak dapat menggantikan argumentasi langsung mengenai suatu sudut pandang.
BAB IV : Dasar-Dasar Etika Etika dan moralitas adalah dua kata yang berhubungan erat tetapi berbeda makna. Etika adalah refleksi filosofis atas moral sedangkan moralitas adalah kepercayaan atau perilaku tentang baik dan buruk. Etika berasal dari kata Yunani thikos yang berarti adat, kebiasaan, atau watak. Secara spesifik, etika mengacu kepada studi sistematis dan filosofis tentang bagaimana kita seharusnya bertindak. Etika juga berusaha untuk menjawab pertanyaan radikal. Etika mempunyai fokus tentang bagaimana kita mendefinisikan sesuatu itu baik atau tidak. Sementara itu, moralitas mengacu pada nilai baik atau tidak baik yang disepakati dan diadopsi dalam suatu lingkungan tertentu sehingga biasanya moralitas biasanya bergantung dengan komunitasnya, misalnya agama atau budaya. Moralitas sangat berhubungan dengan etika karena hal itu adalah objek kajiannya. Jika pengandaian tentang kehendak bebas tidak ada maka pertanggungjawaban etis tidak bisa diajukan. Dengan kata lain, seseorang tidak bisa diminta pertanggungjawaban etis ketika seseorang itu tidak punya kehendak bebas seperti boneka yang dikendalikan oleh dalang. Asumsi seperti ini menjadi kajian etika. Etika bisa diklasifikasikan dalam empat bidang etika utama. 1. Etika Normatif Merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. 2. Etika Terapan Penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada dominan privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati, dan lain-lain. 3. Etika Deskriptif 9
Etika yang membandingkan antara apa yang dianggap etis oleh suatu individu atau masyarakat dengan individu atau masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa sekarang. 4. Metaetika Beehubungan dengan sifat penilaian moral atau cara kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan- pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna. Ada satu persoalan penting di dalam etika, yaitu pernyataan etika itu objektif atau hal itu bergantung pada subjek etika itu sendiri. Persoalan ini menghasilkan dua aliran besar terkait dengan cara melihat pernyataan etika atau kualitas etis tersebut, yaitu realisme etis dan nonrealisme etis. Realisme etis mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak, ada secara independen dari manusia dan pernyataan etis memberikan pengetahuan tentang dunia objektif. Dengan kata lain, properti etis terlepas dari apa yang orang pikirkan atau rasakan . Hal ini disebut dengan fakta etis tentang fakta sebuah tindakan. Artinya, jika seseorang mengatakan bahwa tindakan tertentu salah, maka hal itu adalah kualitasnya yang salah dan itu harus ada di sana dan bersifat independen. Nonrealisme etis mengajarkan bahwa manusia yang menciptakan kebenaran etis. Nonrealisme etis menghormati keragaman budaya dan tindakan manusia yang berbeda pula dalam cara merespon situasi yang berbeda. Pengakajian terhadap permasalah etis pada dasarnya bisa dilakukan dengan dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut. Ketika seseoarang mengatakan pertanyaan pembunuhan itu tidak baik apa maksud sesungguhnya? Kita bisa mendefinisikan pada banyak hal pada pernyataan tersebut. Perbedaan ini memberikan pendekatan yang berbeda pula untuk melihat persoalan etis. Kita dapat melihat hal yang berbeda melalui empat jenis pernyataan etika: 1. Saya mungkin bermaksud membuat pernyataan tentang fakta etis, seperti pembunuhan itu adalah salah. Hal ini adalah realisme moral. Pernyataan ini memberikan informasi faktual tentang kebenaran. 2. Saya mungkin bermaksud hendak menyatakan perasaan saya sendiri seperti, saya tidak menyetujui pembunuhan. Hal ini subjektivisme. Dalam konteks ini, pernyataan ini dinilai benar jika orang tersebut memegang sifat yang tepat seperti yang diungkapkan dan akan salah, jika tenyata orang tesebut tidak memiliki perasaan tersebut. 10
3. Saya mungkin bermaksud untuk mengekspresikan perasaan saya saja tidak ada kompromi dengan pembunuhan. Hal ini adalah emotivisme. Dengan kata lain, jika dilihat dari emotivisme ketika seseorang membuat penilaian moral apa yang ditunjukkan adalah perasaan tentang sesuatu. 4. Saya mungkin bermaksud ingin memberikan instruksi atau larangan seperti jangan melakukan pembunuhan. Hal ini adalah preskriptivisme. Jadi jika saya mengatakan sesuatu itu baik, artinya saya merekomendasikan kepada anda untuk melakukannya, sedangkan jika saya mengatakan sesuatu itu buruk, anda jangan melakukannya. Etika sebenarnya tidak secara langsung mengharuskan orang mengikuti hasil analisisnya. Hal ini dikarenakan etika menekankan jika seseorang menyadari bahwa secara etis lebih baik untuk melakukan sesuatu, maka akan menjadi tidak rasional untuk orang yang tidak melakukannya. Akan tetapi etika menyediakan sebuah gambaran utuh dan lebih mengedepankan rasionalitas ketika menghadapi isu moral yang sulit. Dalam situasi sulit biasanya kita membiarkan perasaan menentukan keputusan moral kita, sedangkan nalar kita hanya mengikuti perasaan. Di sini peran etika dalam memberikan prinsip yang membuat kita mengambil pandangan yang lebih jernih. Memang harus dimengerti bahwa etika tidak selalu memberikan satu jawaban tepat untuk masalah moral. Ini disebabkan karena masalah moral yang ada sudah kompleks dan melibatkan banyak dimensi dalam kehidupan sedangkan seperangkat prinsip etika hanya diterapkan pada kasus yang sesuai saja. Immanual Kant menekankan konsep kewajiban sebagai dasar dari segala perbuatan etis. Konsep ini dikenal dengan nama deontologis, yakni yang menyatakan bahwa suatu tidakan memiliki nilai moral yang baik bila tindakan itu terlepas dari kepentingan individu, dan hanya bertujuan terhadap prinsip kewajiban tersebut. John Stuart Mill adalah tokoh konsep etika utilitarian. Utilitarianisme, dari akar kata utility, yang berarti kegunaan, menganggap bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk mencapai kebahagiaan. Akan tetapi sering kali pernyataan ini disalahartikan menjadi pandangan yang memperbolehkan apapun untuk mencapai kebahagiaan, inilah kritik utama bagi kaum utilitarian. W.D Ross berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang bernilai baik maupun buruk. Ia mengkritik pandangan utilitarian yang terlalu menekankan pada konsep kebahagiaan. Bagi Ross, kebahagiaan tidak dapat secara mudah disamakan dengan kebahagiaan, justru kebaikan bentuk nilai moral yang lebih tinggi. Ross juga menyebutkan enam hal mengenai kewajiban yang membutuhkan pertimbangan individu dalam kejadian aktual. Enam hal itu adalah fidelitas(kesetiaan), rasa terima kasih, 11
kewajiban berdasarkan keadilan, sikap dermawan, kewajiban menjaga diri sendiri, dan kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain.