OLEH KELOMPOK 5 K3LN 2011 Chindy Purbo Labdo Aprilia Dwi Puspitasari Icca Presilia A Kartika Puspa Ayu Kadek Nova Praydni D Dwi Setyo P Feronicha Gadis M Fiqih Andrian Ilmansyah
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis untuk mengkaji respons manusia terhadap masalah-masalah kesehatan dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Masalah- masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien, keluarga, orang terdekat, atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan konstribusi perawat dalam mengurangi atau mengatasi masalah-masalah klien. Perawat berusah keras mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui penerapan lim tahap proses keperawatan, berupa pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Allen, 1998). Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons individu, keluarga, atau kemunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual atau potensial. Diagnose keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggunga jawab perawat (Allen, 1998). Terdapat empat tipe diagnose keperawatan, yaitu actual, risiko tinggi, sehat, dan siindrom. Aktual menunjukkan pernyataan yang secara klinis telah divalidasi oleh karakteristik mayor yang dapat teridentifikasi. Risiko menunjukkan penilaian klinis dimana klien rentan mengalami masalah dari klien lainnya dalam situasi yang sama atau serupa. Sehat menunjukkan keinginan klien yang secara klinis telah divalidasi untuk beralih dari tingkat kesejahteraan spesifik ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Sindrom menunjukkan kluster dari diagnose keperawatan aktual atau resiko tinggi yang diduga akan timbul karena situasi atau kejadian tertentu (Carpenito, 1999). Berdasarkan hal tersebut, memahami bagaimana membuat diagnosa keperawatan yang baik sangatlah penting bagi mahasiswa keperawatan. B. Tujuan Mahasiswa mampu menganalisa dan menyusun diagnosa keperawatan komunitas sesuai dengan topik yang diberikan.
PEMBAHASAN
A. Pengkategorian Data DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF - Data tentang nilai dan keyakinan didapatkan melalui metode Focus Group Discussion (FGD). Warga Dusun Precet, terutama penduduk perempuan, menikah di usia belia dengan alasan untuk mencegah hubungan seksual di luar pernikahan. Kebiasaan ini lebih menjadi tradisi dari generasi ke generasi tanpa berpedoman pada nilai agama dan adat istiadat. Sehingga, masyarakat tidak mempunyai pandangan negatif terhadap kebiasaan ini. - Berdasarkan hasil wawancara kepada 22 sampel pasangan usia subur dapat diketahui bahwa sebesar 19 keluarga (86%) mengatakan rutin melakukan pemeriksaan kehamilannya ketika hamil, dan sisanya sebanyak 3 keluarga (14%) mengatakan tidak rutin memeriksakan kehamilannya. - Sebanyak 19 keluarga (86%) dari total sampel 22 keluarga mengatakan tidak pernah mengalami keguguran dan sisanya sebanyak 3 keluarga (14%) pernah mengalami keguguran - Sebesar 100% mengatakan - Komposisi pasangan usia subur menurut usia di dusun Precet yaitu pada perempuan usia <20 th sebanyak 1 orang (4%), usia 21-30 th sebanyak 9 orang (41%), >30 th sebanyak 12 orang (55%). Sedangkan pada laki-laki usia 30 th sebanyak 5 orang (23%), 31-40 th sebanyak 12 orang (54%), >40 th sebanyak 5 orang (23%). - Pasangan usia subur di dusun Precet rata-rata menikah pada usia 16 tahun bagi yang perempuan yaitu sebesar 64% (14 orang) dan <16 tahun sebesar 36% (8 orang). - Distribusi pasangan usia subur berdasarkan agama terdiri dari 87% (21 orang) beragama Islam, dan 13% (1 orang) beragama Kristen. - Pasangan usia subur di dusun Precet 100% (22 orang) merupakan masyarakat suku Jawa. - Pasangan usia subur di dusun Precet 100% (22 orang) menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. - Tingkat pendidikan terakhir mendapatkan dukungan selama kehamilannya. - Sebesar 100% (22 orang) mengatakan sumber air berasal dari sumber air pegunungan. - Sebesar 100% (22 orang) mengatakan kondisi sumber air bersih dan jernih. - Sebanyak 21 keluarga (95%) mengatakan cuaca di dusun precet ini dingin dan sisanya sebanyak 1 keluarga (5%) mengatakan cuaca panas. - Sebanyak 22 orang (100%) mengatakan bahwa sikap tenaga kesehatan ramah terhadap masyarakat. - Sebanyak 22 orang (100%) mengatakan jangkauan ke pelayanan kesehatan tergolong mudah. - Sebanyak 22 orang (100%) warga dusun Precet mengatakan bahwa pasar dapat dijangkau dengan mudah. - Sebanyak 22 orang (100%) mengatakan tidak tahu mengenai PHBS perempuan PUS dusun Precet masih relatif rendah, karena yang memiliki pendidikan terakhir SD sebesar 91%(20 orang), sedangkan SMP sebesar 9% (2 orang). - Distribusi pekerjaan perempuan pasangan usia subur sebagian besar ialah sebagai ibu rumah tangga sebanyak 59% (13 orang), buruh tani sebesar 27% (6 orang), peternak sebesar 4% (1 orang), pedagang dan penjahit masing-masing sebesar 5% (1 orang). - Pasangan usia subur sebesar 100% memiliki surat nikah masing-masing yang sah. - Konsultasi pra nikah dilakukan oleh setengah 50% (11 orang) dari total responden sebanyak 22 orang pasangan usia subur. - Konsultasi kehamilan masih jarang sekali dilakukan oleh pasangan usia subur di dusun Precet, sebesar 95% (21 orang) responden tidak pernah melakukan konsultasi kehamilan. - Pengetahuan pasangan usia subur di dusun Precet mengenai batasan usia menikah pada perempuan diantara 22 PUS yang menjawab dengan benar yaitu sebanyak 6 orang (27%), yang menjawab salah sebanyak 16 orang (73%). - Batasan usia menikah pada laki-laki, diantara 22 PUS yang menjawab benar sebanyak 15(32%) orang dan menjawab salah sebanyak 7 orang (68%). - Pasangan usia subur di dusun Precet sebagian besar memutuskan untuk tidak menunda kehamilan sebanyak 16 orang (73%) dan yang pernah menunda kehamilan sebanyak 6 orang (27%). - Sebagian besar PUS di dusun Precet menggunakan suntik sebanyak 14 orang (50%), implant sebanyak 4 orang (15%), IUD sebanyak 4 orang (14%), MOW sebanyak 4 orang (14%), dan 2 orang (7%) tidak menggunakan kontrasepsi. - Sebagian besar ibu di dusun Precet mengaku cocok dalam penggunaan alat kontrasepsi yang sedang digunakan yaitu 18 orang (82%), 2 orang (9%) merasa masih belum cocok dengan alat kontrasepsi yang digunakan yaitu sebanyak 2 orang (9%). - Riwayat persalinan pada PUS di dusun Precet paling banyak melahirkan dengan normal dan bantuan tenaga kesehatan sebanyak (63%). - Jarak kehamilan kurang dari 5 tahun sebanyak 4 orang (18%), lebih dari 5 tahun sebanyak 12 orang (55%), dan sisanya sebanyak 6 orang (27%) belum melahirkan atau hanya mempunyai 1 anak. - Sebanyak 21 keluarga (85%) memiliki BBL anak terakhir lebih dari 2500 gr, tidak ada keluarga (0%) yang mempunyai BBL anak kurang dari 2500 gr dan hanya 1 keluarga (5%) orang belum melahirkan. - Terdapat 3 keluarga (14%) yang memberikan ASI tetapi kurang dari 6 bulan, sebanyak 18 keluarga (82%) memberikan ASI lebih dari 6 bulan dan sisanya sebanyak 1 keluarga (4%) tidak memberikan ASI karena belum melahirkan. - Sebanyak 20 keluarga (91%) memberikan makanan tambahan kepada anaknya sebelum usia 6 bulan, sebanyak 1 keluarga (4%) tidak memberikan makanan tambahan kepada anaknya sebelum usia 6 bulan dan sisanya 1 keluarga (5%) belum melahirkan. - Sebesar 100% (22 orang) rutin dalam melakukan kunjungan ke posyandu. - Sebesar 100% (22 orang) memiliki ventilasi rumah yang cukup. - 100% dari seluruh sampel (22 orang) mempunyai jamban dalam rumahnya. - Sebesar 100% (22 orang) melakukan pengelolaan sampah lingkungan dan rumah tangga dengan dibakar di belakang rumah. - 18 keluarga (82%) yang mempunyai hewan ternak dan sisanya 4 keluarga (18%) tidak mempunyai hewan ternak. - Dari 18 keluarga yang mempunyai ternak sebagian besar mempunyai hewan peliharaan berupa sapi, yaitu sebanyak 16 keluarga, kambing sebanyak 3 keluarga, ayam sebanyak 9 keluarga, itik dan ulat hongkong masing-masing 1 keluarga. - Dari 18 sampel yang mempunyai ternak sebesar 100% mengelola kotoran ternak menjadi pupuk kompos. - Sebagian besar jarak kandang dengan rumah kurang dari 1 meter sebesar 72% (13 orang), antara 1-5 meter sebesar 17% (3 orang), antara 6-10 meter sebesar 5% (1 orang) dan yang lebih dari 10 meter sebesar 6% (1 orang). - Sebesar 55% (12 orang) menggunakan APD jika sedang bekerja dan sisanya sebesar 10 orang tidak menggunakannya jika sedang bekerja. - Sebanyak 16 orang (73%) mendatangi pelayanan kesehatan jika sedang sakit dan sisanya sebanyak 6 orang (27%) mencoba melakukan pengobatan sendiri terlebih dahulu. - Sebagian besar pasangan usia subur dusun precet tidak rutin melakukan pemerikasaan terhadap kesehatannya, yaitu sebanyak 17 orang (77%) dan sisanya sebanyak 5 orang (23%) rutin dalam memeriksakan kesehatannya. - Sebagian besar pembiayaan yang digunakan untuk ke fasilitas kesehatan yaitu sebesar 62% (17 orang) dengan biaya sendiri, 14% (3 orang) menggunakan jamkesmas dan sisanya sebesar 9% (2 orang) menggunakan KUD. - Sebagian besar pasangan usia subur di dusun precet memanfaatkan pelayanan kesehatan hanya bila sakit saja, yaitu sebanyak 17 orang (77%) dan sisanya sebanyak 5 orang (23%) memanfaakan pelayanan kesehatan untuk control kesehatannya. - Penghasilan rata-rata pasangan usia subur yang > 1.000.000 sebanyak 2 orang (9%), sedangkan untuk penghasilan diantara Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000 sebanyak 20 orang (9%), dan tidak ada (0%) warga yang berpenghasilan dibawah Rp 500.000. - Sebanyak 12 orang (55%) memiliki tabungan berupa sawah, 4 orang (18%) memiliki tabungan berupa simpanan PKK dan sisanya yaitu 6 orang (27%) tidak mempunyai tabungan. - Sebagian besar pasangan usia subur sebanyak 21 orang (95%) tidak mempunyai tabungan, sedangkan sisanya yaitu 1 orang (5%) mempunyai tabungan. - Sebanyak 22 orang (100%) menerapkan perilaku PHBS dalam kehidupan sehari-harinya. - Sebanyak 12 orang (55%) mendapatkan informasi kesehatan terbaru, sedangkan sisanya yaitu 10 orang tidak mendapatkan informasi mengenai kesehatan terbaru. - Topik informasi kesehatan yang terbaru yang diterima warga dusun precet sebagian besar adalah mengenai Ca cervix, yaitu sebanyak 8 orang (64%), 3 orang (25%) mendapatkan topik mengenai DBD dan sisanya 1 orang (11%) mengenai menstruasi. - Sebagian besar penduduk dusun precet menghabiskan waktu luang dengan berdiam diri di rumah, yaitu sebesar 18 orang (82%) dan sisanya sebesar 4 orang (18%) memilih untuk pergi ke tempat rekreasi.
B. Perumusan Diagnosa Keperawatan NO DATA PROBLEM 1 DS: - DO: Data Angket/Kuesioner (n= 22) - Tingkat pendidikan terakhir PUS dusun Precet masih relatif rendah: 91%(20 orang) memiliki pendidikan SD, 9% (2 orang) memiliki pendidikan SMP - Pengetahuan pasangan usia subur di dusun Precet mengenai batasan usia menikah pada perempuan Defisit Pengetahuan diantara 22 PUS yang menjawab dengan benar yaitu sebanyak 6 orang (27%), yang menjawab salah sebanyak 16 orang (73%). - Sebagian besar jarak kandang dengan rumah kurang dari 1 meter sebesar 72% (13 orang), antara 1-5 meter sebesar 17% (3 orang), antara 6-10 meter sebesar 5% (1 orang) dan yang lebih dari 10 meter sebesar 6% (1 orang). - Pasangan usia subur di dusun Precet sebanyak 22 orang (100%) mengatakan tidak tahu mengenai PHBS. Komponen PHBS yang tidak diketahui warga dusun precet diantaranya adalah cara cuci tangan yang benar, jarak minimal antara septictank dengan sumber air, perbandingan antara luas rumah dengan jumlah penghuni, ada/tidaknya ventilasi rumah, dll. - Sebanyak 3 keluarga (14 %) mengatakan tidak rutin memeriksakan kehamilan- nya. - Sebanyak 3 keluarga (14%) pernah mengalami keguguran. - Sebanyak 3 keluarga (14%) yang memberikan ASI tetapi kurang dari 6 bulan dan 1 keluarga (4%) tidak memberikan ASI karena belum melahirkan. 2 DS: - DO: Data Angket/Kuesioner (n= 22) - Konsultasi kehamilan masih jarang sekali dilakukan oleh pasangan usia subur di dusun Precet, hal ini dapat dillihat dari presentase sebesar 95% (21 orang) responden tidak pernah melakukan konsultasi kehamilan. - Sebagian besar pasangan usia subur dusun precet tidak rutin melakukan pemeriksaan terhadap kesehatannya, yaitu sebanyak 17 orang (77%) dan sisanya sebanyak 5 orang (23%) rutin dalam memeriksakan kesehatannya. - Sebagian besar pasangan usia subur di dusun precet Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan memanfaatkan pelayanan kesehatan hanya bila sakit saja, yaitu sebanyak 17 orang (77%) dan sisanya sebanyak 5 orang (23%) memanfaakan pelayanan kesehatan untuk control kesehatannya. - Sebagian besar pasangan usia subur sebanyak 21 orang (95%) tidak mempunyai tabungan kesehatan, sedangkan sisanya yaitu 1 orang (5%) mempunyai tabungan kesehatan. 3 DS: Data hasil metode Focus Group Discussion PUS RT 01 dan RT 02 RW 01 Dusun Precet Desa Sumbersekar - Tradisi dari generasi ke generasi bahwa perempuan, menikah di usia belia dengan alasan untuk mencegah hubungan seksual di luar pernikahan. DO: Data Angket/Kuesioner (n= 22) - Pasangan usia subur di dusun Precet rata-rata menikah pada usia 16 tahun bagi yang perempuan yaitu Risiko Ketidakmampuan Menjadi Orang Tua sebesar 64% (14 orang) dan yang menikah pada usia <16 tahun sebesar 36% (8 orang). - Sebanyak 20 keluarga (91%) memberikan makanan tambahan kepada anaknya sebelum usia 6 bulan, sebanyak 1 keluarga (4%) tidak memberikan makanan tambahan kepada anaknya sebelum usia 6 bulan dan sisanya 1 keluarga (5%) belum melahirkan.
4 DS: - DO: Data Angket/Kuesioner (n= 22) - Keluarga yang mempunyai hewan ternak: 18 keluarga (82%) dari 22 keluarga - Sebagian besar jarak kandang dengan rumah kurang dari 1 meter sebesar 72% (13 orang), antara 1-5 meter sebesar 17% (3 orang), antara 6-10 meter sebesar 5% (1 orang) dan yang lebih dari 10 meter sebesar 6% (1 orang). - Pengelolaan sampah lingkungan dan rumah Risiko Kontaminasi tangga: 100% (22 orang) melakukan pengelolaan sampah lingkungan dan rumah tangga dengan dibakar di belakang rumah - Sebesar 55% (12 orang) menggunakan APD jika sedang bekerja dan sisanya sebesar 10 orang tidak menggunakannya jika sedang bekerja. APD (Alat Perlindungan Diri) merupakan alat-alat yang digunakan untuk melindungi pemakainya dari hal-hal yang berisiko menimbulkan gangguan kesehatan. APD yang dikaji meliputi sarung tangan, masker, sepatu boot, baju khusus.
5 DS: Hasil wawancara PUS RT 01 dan RT 02 RW 01 Dusun Precet Desa Sumbersekar - Berdasarkan hasil wawancara kepada 22 sampel pasangan usia subur dapat diketahui bahwa sebesar 19 keluarga (86%) mengatakan rutin melakukan pemeriksaan Kesiapan Meningkatkan Proses Kehamilan-Persalinan kehamilannya ketika hamil, dan sisanya sebanyak 3 keluarga (14%) mengatakan tidak rutin memeriksakan kehamilan - DO: Data Angket/Kuesioner (n= 22) - Menurut para peserta diskusi anak merupakan anugerah dari Yang Kuasa yang harus dipersiapkan masa depannya terutama melalui pendidikan formal - Dari total 22 sampel dapat, terdapat 3 keluarga (14%) yang memberikan ASI tetapi kurang dari 6 bulan, sebanyak 18 keluarga (82%) memberikan ASI lebih dari 6 bulan dan sisanya sebanyak 1 keluarga (4%) tidak memberikan ASI karena belum melahirkan - Sebesar 100% mengatakan mendapatkan dukungan selama kehamilannya.
C. Diagnosa Keperawatan Komunitas: 1. Defisit Pengetahuan pada pasangan usia subur dusun Precet desa Sumbersekar kecamatan Dau kabupaten Malang berhubungan dengan kurang pajanan ditandai dengan Tingkat pendidikan terakhir PUS dusun Precet masih relatif rendah: 91%(20 orang) memiliki pendidikan SD, 9% (2 orang) memiliki pendidikan SMP Pengetahuan pasangan usia subur di dusun Precet mengenai batasan usia menikah pada perempuan diantara 22 PUS yang menjawab dengan benar yaitu sebanyak 6 orang (27%), yang menjawab salah sebanyak 16 orang (73%). Sebagian besar jarak kandang dengan rumah kurang dari 1 meter sebesar 72% (13 orang), antara 1-5 meter sebesar 17% (3 orang), antara 6-10 meter sebesar 5% (1 orang) dan yang lebih dari 10 meter sebesar 6% (1 orang). Pasangan usia subur di dusun Precet sebanyak 22 orang (100%) mengatakan tidak tahu mengenai PHBS. Komponen PHBS yang tidak diketahui warga dusun precet diantaranya adalah cara cuci tangan yang benar, jarak minimal antara septictank dengan sumber air, perbandingan antara luas rumah dengan jumlah penghuni, ada/tidaknya ventilasi rumah, dll. Sebanyak 3 keluarga (14 %) mengatakan tidak rutin memeriksakan kehamilan-nya. Sebanyak 3 keluarga (14%) pernah mengalami keguguran. Sebanyak 3 keluarga (14%) yang memberikan ASI tetapi kurang dari 6 bulan dan 1 keluarga (4%) tidak memberikan ASI karena belum melahirkan 2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan oleh pasangan usia subur dusun Precet desa Sumbersekar kecamatan Dau, kabupaten Malang berhubungan dengan ketidakefektifan koping keluarga dan ketidakcukupan sumber daya (uang) penghasilan rata-rata PUS sebanyak 20 orang sebesar Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000 ditandai dengan Konsultasi kehamilan masih jarang sekali dilakukan oleh pasangan usia subur di dusun Precet, hal ini dapat dillihat dari presentase sebesar 95% (21 orang) responden tidak pernah melakukan konsultasi kehamilan. Sebagian besar pasangan usia subur dusun precet tidak rutin melakukan pemeriksaan terhadap kesehatannya, yaitu sebanyak 17 orang (77%) dan sisanya sebanyak 5 orang (23%) rutin dalam memeriksakan kesehatannya. Sebagian besar pasangan usia subur di dusun precet memanfaatkan pelayanan kesehatan hanya bila sakit saja, yaitu sebanyak 17 orang (77%) dan sisanya sebanyak 5 orang (23%) memanfaakan pelayanan kesehatan untuk control kesehatannya. Sebagian besar pasangan usia subur sebanyak 21 orang (95%) tidak mempunyai tabungan kesehatan, sedangkan sisanya yaitu 1 orang (5%) mempunyai tabungan kesehatan. 3. Risiko Ketidakmampuan Menjadi Orang Tua pada pasangan usia subur dusun Precet desa Sumbersekar kecamatan Dau kabupaten Malang berhubungan dengan usia orang tua terlalu muda dan defesiensi pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan anak ditandai dengan Tradisi dari generasi ke generasi bahwa perempuan, menikah di usia belia dengan alasan untuk mencegah hubungan seksual di luar pernikahan. Pasangan usia subur di dusun Precet rata-rata menikah pada usia 16 tahun bagi yang perempuan yaitu sebesar 64% (14 orang) dan yang menikah pada usia <16 tahun sebesar 36% (8 orang). Sebanyak 20 keluarga (91%) memberikan makanan tambahan kepada anaknya sebelum usia 6 bulan, sebanyak 1 keluarga (4%) tidak memberikan makanan tambahan kepada anaknya sebelum usia 6 bulan dan sisanya 1 keluarga (5%) belum melahirkan. 4. Risiko Kontaminasi pada pasangan usia subur di dusun Precet desa Sumbersekar kecamatan Dau kabupaten Malang berhubungan dengan praktik hygine yang buruk, penggunaan pakaian pelindung yang tidak tepat, tidak ada fasilitas penganganan sampah dan kotoran, mayoritas dan tingginya pembakaran sampah di belakang rumah ditandai dengan Keluarga yang mempunyai hewan ternak: 18 keluarga (82%) dari 22 keluarga Sebagian besar jarak kandang dengan rumah kurang dari 1 meter sebesar 72% (13 orang), antara 1-5 meter sebesar 17% (3 orang), antara 6-10 meter sebesar 5% (1 orang) dan yang lebih dari 10 meter sebesar 6% (1 orang). Pengelolaan sampah lingkungan dan rumah tangga: 100% (22 orang) melakukan pengelolaan sampah lingkungan dan rumah tangga dengan dibakar di belakang rumah Sebesar 55% (12 orang) menggunakan APD jika sedang bekerja dan sisanya sebesar 10 orang tidak menggunakannya jika sedang bekerja. APD (Alat Perlindungan Diri) merupakan alat-alat yang digunakan untuk melindungi pemakainya dari hal-hal yang berisiko menimbulkan gangguan kesehatan. APD yang dikaji meliputi sarung tangan, masker, sepatu boot, baju khusus. 5. Kesiapan Meningkatkan Proses Kehamilan-Persalinan pada wanita usia subur di Dusun Precet Desa Sumbersekar Kecamatan Dau Kabupaten Malang berhubungan dengan melakukan kunjungan prenatal secara teratur, ketersediaan sistem dukungan selama kehamilan, pemberian ASI eksklusif minimal selama 6 bulan dan pemberian makanan pendamping setelah usia 6 bulan ditandai dengan Berdasarkan hasil wawancara kepada 22 sampel pasangan usia subur dapat diketahui bahwa sebesar 19 keluarga (86%) mengatakan rutin melakukan pemeriksaan kehamilannya ketika hamil, dan sisanya sebanyak 3 keluarga (14%) mengatakan tidak rutin memeriksakan kehamilan Menurut para peserta diskusi anak merupakan anugerah dari Yang Kuasa yang harus dipersiapkan masa depannya terutama melalui pendidikan formal Dari total 22 sampel dapat, terdapat 3 keluarga (14%) yang memberikan ASI tetapi kurang dari 6 bulan, sebanyak 18 keluarga (82%) memberikan ASI lebih dari 6 bulan dan sisanya sebanyak 1 keluarga (4%) tidak memberikan ASI karena belum melahirkan Sebesar 100% mengatakan mendapatkan dukungan selama kehamilannya.
D. Indikator Pengetahuan Kesehatan Ibu dan Anak 1. Usia Menikah Menurut Depkes RI (2004), Wanita Usia Subur adalah wanita yang masih dalam usia reproduktif, yaitu antara usia 15 49 tahun, dengan status belum menikah, menikah, atau janda. Wanita Usia Subur ini mempunyai Organ Reproduksi yang masih berfungsi dengan baik, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan kehamilan, yaitu antara umur 20 sampai dengan 45 tahun. Pasangan suami istri yang pada saat ini hidup bersama, baik bertempat tinggal resmi dalam satu rumah ataupun tidak, dimana umur istrinya antara 15 tahun sampai dengan 44 tahun. Batasan umur yang digunakan disini adalah 15 sampai 44 tahun dan bukan 1549 tahun. Hal ini tidak berarti berbeda dengan perhitungan fertilitas yang menggunakan batasan 1549, tetapi dalam kegiatan keluarga berencana mereka yang berada pada kelompok 4549 bukan merupakan sasaran keluarga berencana lagi. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa mereka yang berada pada kelompok umur 4549 tahun, kemungkinan untuk melahirkan lagi sudah sangat kecil sekali (Wirosuhardjo, 2004). Aturan mengenai usia nikah itu juga ditegaskan kembali dalam PP No 9 tahun 75 dan Instruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan menyebutkan bahwa batas minimal usia pernikahan untuk perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Lalu juga ada pasal lain yang menyebutkan bahwa pernikahan di bawah usia 21 hanya bisa dilangsungkan dengan persyaratan tambahan. Aturan mengenai usia nikah itu juga ditegaskan kembali dalam PP No 9 tahun 75 dan Instruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Meskipun batas umur pernikahan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. I tahun 74, yaitu pernikahan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudak mencapai umur 16 tahun. Masa reproduksi sehat wanita dibagi menjadi 3 periode yaitu kurun reproduksi muda (15-19 tahun) merupakan tahap menunda kehamilan, kurun reproduksi sehat (20-35 tahun) merupakan tahap untuk menjarangkan kehamilan, dan kurun reproduksi tua (36-45 tahun) merupakan tahap untuk mengakhiri kehamilan.
2. Program KB Tujuan Program KB - Secara umum tujuan 5 tahun kedepan yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan visi dan misi program KB adalah membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB nasional yang kuat dimasa mendatang, sehingga visi untuk mewujudkan keluarga berkualitas 2015 dapat tercapai. - Tujuan utama program KB Nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat/angka kematian ibu bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas. - Tujuan gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi : Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LPP) dalam hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunkan angka kelahiran. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas (Noviawaty, 2008). Sasaran Program KB - Sasaran langsung yaitu: Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 1544 tahun. - Sasaran tidak langsung yaitu : Pelaksana dan pengelola KB, dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani, 2010). Organisasiorganisasi, lembaga kemasyarakatan serta instansi pemerintah maupun swasta serta tokoh masyarakat dan pemuka agama yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam melembagakan NKKBS (Suratun, 2008). Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata Kontra yang berarti mencegah atau melawan dan Konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah upaya mencegah pertemuan sel telur matang dan sperma untuk mencegah kehamilan. Jenis dan Metode Kontrasepsi Kontrasepsi yang baik harus memiliki syarat-syarat antara lain aman, dapat diandalkan, sederhana (sebisa mungkin tidak perlu dikerjakan oleh dokter), murah, dapat diterima oleh orang banyak, dan dapat dipakai dalam jangka panjang. Sampai saat ini belum ada metode atau alat kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal. Jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia antara lain: A. Metode sederhana 1) Tanpa alat Pantang berkala Metode kalender Metode suhu badan basal Metode lendir serviks Metode simpto-termal Coitus interruptus 2) Dengan alat Mekanis (barrier) - Kondom pria - Barier intra vaginal antara lain: diafragma, kap serviks, spons, dan kondom wanita. Kimiawi - Spermisid antara lain: vaginal cresm, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet dan vaginal soluble film. B. Metode Modern 1) Kontrasepsi hormonal Pil KB AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)/IUD (Intra Uterine Devices) Suntikan KB Susuk KB 2) Kontrasepsi mantap Medis Operatif Pria (MOP) Medis Operatif Wanita (MOW) C. Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi: 1) MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah jenis susuk/implant, IUD, MOP dan MOW. 2) Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain selain metode yang termasuk dalam MKJP. Faktor-faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB Faktor-faktor yang memengaruhi PUS menjadi akseptor KB adalah faktor pendidikan, faktor pengetahuan, faktor paritas dan faktor budaya (kepercayaan). Selain faktor-faktor di atas, ternyata pemilihan jenis kontrasepsi yang akan digunakan juga tergantung dari kebutuhan masing-masing akseptor. Kebutuhan akseptor tersebut disesuaikan dengan Masa Reproduksi Sehat. Masa Reproduksi Sehat wanita dibagi menjadi 3 periode yaitu: kurun reproduksi muda (15-19 tahun) merupakan tahap menunda kehamilan, kurun reproduksi sehat (20-35 tahun) merupakan tahap untuk menjarangkan kehamilan dan kurun reproduksi tua (36-45) tahun merupakan tahap untuk mengakhiri kehamilan. (BkkbN, 2003).
3. Dukungan Suami Dukungan adalah menurut kamus bahasa Indonesia tahun 1995 dalam Fitri (2012) Merupakan hal yang ikut serta dalam suatu kegiatan. Sedangkan menurut Notoatmodjo tahun 2005 dalam Fitri (2012) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang mempunyai kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dan saling ketergantungan satu sama lainnya Hartanto (2003) dalam Fitri (2012) mengatakan bahwa seorang wanita apabila menggunakan kontrasepsi tidak akan dipakai apabila tidak ada kerja sama dengan suami. Hal tersebut merupakan metode kesadaran akan fertilitas yang sangat membutuhkan kerja sama dan saling percaya antara suami istri. Seorang istri dalam menggunakan kontrasepsi ideal nya apabila : memilih metode kontrasepsi yang terbaik, saling bekerja sama dalam pemilihan/pemakaian kontrasepsi, membiayai biaya untuk kontrasepsi serta sama-sama memperhatikan tanda bahaya dari pemakaian kontrasepsi tersebut. Dukungan suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidak dan metode apa yang akan dipakai. Selain peran penting dalam mendukung mengambil keputusan, peran suami dalam memberikan informasi juga sangat berpengaruh bagi istri. Peran seperti ikut pada saat konsultasi pada tenaga kesehatan saat istri akan memakai alat kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal minum obat atau jadwal untuk kontrol, mengingatkan istri hal yang tidak boleh dilakukan saat memakai alat kontrasepsi dan sebagainya akan berperan bagi istri saat akan atau telah memakai alat kontrasepsi (Musdalifah, 2013). Besarnya peran suami akan sangat membantunya dan suami akan semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan wanita (istri) saja. Peran lain suami adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah kesehatan reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau kontrol, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi dalam hal ini lebih banyak suami mendukung untuk menggunakan kontrasepsi hormonal, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai (Musdalifah, 2013). Friedman (1998) dan Sarwono (2007) dalam Musdalifah (2013) mengatakan bahwa ikatan suami isteri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonal keduanya baik. Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran. Pemberian makanan tambahan pada bayi atau anak usia 6-24bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah ASI eksklusif (Depkes RI, 2007). Makanan tambahan adalah memberi makanan lain selain ASI oleh karena ASI merupakan makanan alami pertama untuk bayi dan harus diberikan tanpa makanan tambahan sekurang kurangnya sampai usia 6 bulan (WHO 2003).
4. Jarak Kandang Kandang-kandang sebaiknya dibangun dengan jarak 6 sampai 8 meter yang dihitung dari masing-masing tepi atap kandang. Kandang isolasi dan karantina dari kandang atau bangunan lainnya diberi jarak 25 m atau sekurang-kurangnya 10 m dengan tinggi tembok pembatas 2 m. Kantor berjarak 25 hingga 30 m dari kandang. Tempat penimbunan kotoran terletak 100 m dari kandang.
5. PHBS Manfaat PHBS Manfaat PHBS bagi rumah tangga: Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit. Anak tumbuh sehat dan cerdas. Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan, pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga. Manfaat PHBS bagi masyarakat: Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan, tabungan bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air, ambulans desa dan lain-lain. Indikator dan Definisi Operasional PHBS Pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mewujudkan Rumah Tangga Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 7 indikator PHBS dan 3 indikator Gaya Hidup Sehat sebagai berikut: 7 Indikator PHBS di Rumah Tangga: 1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Adalah pertolongan persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya). 2) Bayi diberi ASI eksklusif Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan. 3) Penimbangan bayi dan balita Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi buruk. 4) Mencuci tangan dengan air dan sabun a. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa menimbulkan penyakit. b. Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman. Tanpa sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan. 5) Menggunakan air bersih. Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari penyakit. 6) Menggunakan jamban sehat Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban leher angsa dan tangki septic atau lubang penampungan kotoran sebagai penampung akhir. 7) Rumah bebas jentik Adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik berkala tidak terdapat jentik nyamuk. 3 Indikator Gaya Hidup Sehat 1) Makan buah dan sayur setiap hari 2) Melakukan aktivitas fisik setiap hari 3) Tidak merokok dalam rumah
6. Alat Perlindungan Diri (APD) Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (2010): Pasal 1: Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Pasal 3: (1) APD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi: a. pelindung kepala; b. pelindung mata dan muka; c. pelindung telinga; d. pelindung pernapasan beserta perlengkapannya; e. pelindung tangan; dan/atau f. pelindung kaki. (2) Selain APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk APD: a. pakaian pelindung; b. alat pelindung jatuh perorangan; dan/atau c. pelampung. Pasal 4: Dinyatakan bahwa APD wajib digunakan di tempat kerja di mana salah satunya - dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara; - dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan; - terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran; - dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.
7. Ante Natal Care (ANC) Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Wiknjosastro, 2005.; Manuaba, 2008). Kunjungan antenatal care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan antenatal (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifudin, 2005). WHO dalam Marmi (2011) menganjurkan dalam masa kehamilan ibu harus memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali : a. Trismester I : satu kali kunjungan (sebelum usia kehamilan 14 minggu) b. Trismester II : satu kali kunjungan (usia kehamilan antara 14-28 minggu) c. Trismester III : dua kali kunjungan (usia kehamilan antara 28-36 minggu dan sesudah usia kehamilan 36 minggu)
Konsep Pemeriksaan Antenatal Menurut Depkes RI (2002a), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar pelayanan antenatal dimulai dengan : a. Anamnese : meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan sebelumnya dan kehamilan sekarang. b. Pemeriksaan umum : meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan. c. Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa d. Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan tablet besi (fe) e. Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku sehari-hari, perawatan payu dara dan air susu ibu, tanda-tanda risiko, pentingnya pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan oleh tenaga terlatih, KB setelah melahirkan serta pentingnya kunjungan pemeriksaan kehamilan ulang. Kunjungan Ibu Hamil Menurut Depkes RI (2002a), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan disini dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti : a. Kunjungan ibu hamil yang pertama Kunjungan pertama adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu. b. Kunjungan ibu hamil yang keempat Kunjungan keempat adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut: a. Minimal 1 kali pada trimester I , usia kehamilan 1-12 minggu b. Minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13-24 minggu c. Minimal 2 kali pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.
8. Jarak Kelahiran Kehamilan merupakan saat yang paling tepat untuk saling berbagi dan merencanakan apa yang akan dilakukan sebagai calon orangtua. Upaya perencanaan dalam keluarga yakni menentukan jumlah anak dan jarak kehamilannya merupakan hal yang umum dilakukan, terutama oleh keluargakeluarga muda baik diperkotaan maupun di pedesaan. Kesadaran akan pentingnya perencanaan keluarga ini biasanya dikaitkan dengan konsep perencanaan keluarga, pasangan muda dianggap lebih siap baik secara mental, spiritual maupun finansial dalam menata masa depan anak-anak mereka. Tentu saja pandangan ini masih bisa di pertanyakan mengingat penataan masa depan keluarga sangat berkaitan dengan banyak faktor (Sugiri, 2007). Di masyarakat masih berlaku kebiasaan dimana sebagian besar suami-istri hanya berbincang tentang ukuran keluargaketika ingin menambah jumlah anak, tetapi tidak detail hingga menyentuh masalah kesiapan istri untuk menerima kehamilan baru (Rahima, 2003). Secara medis, rahim sebenarnya sudah siap untuk hamil kembali tiga bulan setelah melahirkan. Namun berdasarkan catatan statistik penelitian bahwa jarak kelahiran yang aman antara anak satu dengan lainnya adalah 27 sampai 32 bulan. Pada jarak ini si ibu akan memiliki bayiyang sehat serta selamat saat melewati proses kehamilan (Agudelo, 2007). Penelitian The Demographic and Health Survey, menyebutkan bahwa anakanak yang dilahirkan 2-5 tahun setelah kelahiran anak sebelumnya, memiliki kemungkinan hidup sehat 2,5 kali lebih tinggidaripada yang berjarak kelahiran kurang dari 2 tahun, maka jarak kehamilan yang aman adalah 2-5 tahun (Yolan, 2007).
9. Pengelolaan Sampah Pengelolaan Sampah Pemukiman Pertambahan jumlah penduduk pada suatu wilayah secara otomatis akan memperkecil daya dukung sarana prasarana di suatu wilayah. Dengan analogi yang sama pertambahan penduduk juga akan terkait langsung terhadap jumlah timbulan di wilayah permukiman atau perkotaan. Kuantitas dan pemerataan penempatan sarana persampahan sangat berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan sampah. Pola pengelolaan sampah di banyak daerah di Indonesia masih terbagi atas 2 (dua) kelompok pengeloalaan yaitu antara pengelolaan yang dilaksanakan oleh masyarakat dari timbulan, pewadahan, pengangkutan dan pembuangan akhir atau pemusnahan atau sampai ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) dan pengelolaan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang melayani pengangkutan sampah dari TPS ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Pengelolaan secara terpadu terhadap persampahan oleh pemerintah atau oleh pihak swata yang ditunjuk oleh pemerintah secara umum belum banyak dilaksanakan, kecuali dibeberapa kota besar di Indonesia. Keterbatasan anggaran dalam pemenuhan sarana persampahan adalah alasan pokok pemerintah dan minat swasta yang masih rendah dalam menangani bisnis bidang persampahan. Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah Dari tinjauan seperti disebutkan sebelumnya bahwa pola pengelolaan sampah yang dilaksanakan saat ini belum tercapai pola pengelolaan terpadu dari masyarakat sebagai penghasil sampah dan pemerintah sebagai penyedia dan pengelola sarana persampahan. Dari sisi masyarakat masih terbentuk presepsi bahwa sampah adalah bahan yang sudah tidak terpakai dan telah menjadi kewajiban pihak pemerintah untuk mengelolanya dan membersihkannya. Pola pendekatan baru dalam pengelolaan sampah saat ini telah di konsepkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Startegi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP- SPP). Kebijakan Nasionala tersebut merupakan reaksi atas pengelolaan sampah di waktu sebelumnya yang dilaksanakan secara konvensional dan terkesan adanya sekat pemisah antara masyarakat sebagai produsen sampah dan peran pemerintah sebagai pengelola persampahan. Dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengolahan Persampahan yang terkait dengan tema perilaku pengelolaan sampah disebutkan antara lain, kebijakan pengurangan sampah semaksiamal mungkin dimulai dari sumbernya dengan pola meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang upaya 3R (reduce, reuse, recycle) dan mengembangkan sistem insentif dan disinsentif . Dalam hal partisipasi masyarakat kebijakan yang dituangkan adalah meningkatkan pemahaman sejak dini, menyebarluaskan pemahaman tentang sampah kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah, meningkatkan pembinaan pengeloaan sampah khususnya kepada kaum perempuan. Konsep Pengelolaan Sampah 3R Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah bentuk sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan berbagai macam cara. Teknik pengolahan sampah yang pada awalnya menggunakan pendekatan kumpul-angkut-buang, kini telah mulai mengarah pada pengolahan sampah berupa reduce-reuse-recycle (3R). Reduce berarti mengurangi volume dan berat sampah, reuse berarti memanfaatkan kembali dan recycleberarti daur ulang sampah. Teknik pengolahan sampah dengan pola 3R, secara umum adalah sebagai berikut: 1) Reduce (pengurangan volume) Ada beberapa cara untuk melakukan pengurangan volume sampah, antara lain: a. Incenerator (pembakaran) Merupakan proses pengolahan sampah dengan proses oksidasi, sehingga menjadi kurang kadar bahayanya, stabil secara kimiawi serta memperkecil volume maupu berat sampah yang akan dibuang ke lokasi TPA. b. Balling (pemadatan) Merupakan sistem pengolahan sampah yang dilakukan dengan pemadatan terhadap sampah dengan alat pemadat yang bertujuan untuk mengurangi volume dan efisiensi transportasi sampah. c. Composting (pengomposan) Merupakan salah satu sistem pengolahan sampah dengan mendekomposisikan sampah organik menjadi material kompos, sperti humus dengan memanfaatkan aktivitas bakteri. d. Pulverization (penghalusan) Merupakan suatu cara yang bertujuan untuk mengurangi volume, memudahkan pekerjaan penimpunan, menekan vektor penyakit serta memudahkan terjadinya pembusukan dan stabilisasi. 2) Reuse Reuse adalah pemanfaatan kembali atau mengguanakan kembali bahan- bahan dari hasil pembuangan sampah menjadi bahan yang dapat di pergunakan kembali. Misalnya sampah konstruksi bangunan. 3) Recycle Recycle adalah kegiatan pemisahan benda-benda anorganik (misalnya: botol-botol bekas, kaleng, kardus dan lainnya) dari tumpukan sampah untuk diproses kembali menjadi bahan baku atau barang yang lebih berguna.
RINGKASAN
Pada kasus Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang telah diberikan, terdapat beberapa masalah kesehatan atau masalah keperawatan yang ditemukan dan bisa diangkat sebagai diagnose keperawatan. Masalah kesehatan tersebut muncul dikarenakan terdapat penyimpangan antara teori dan kenyataan. Namun pada kasus ini, pasangan usia subur (PUS) dusun Precet Desa Sumbersekar tidak merasakan ada sebuah masalah kesehatan dari perilaku dan budaya mereka. Masalah kesehatan tersebut berupa budaya mengenai nikah usia muda bagi wanita disertai tidak adanya penundaan kehamilan. Kurangnya kesadaran warga untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, pemberian makanan tambahan yang tidak tepat, pengelolaan sampah yang tidak tepat, jarak kandang yang membahayakan kesehatan, kurangnya pengetahuan mengenai PHBS, dan penggunaan alat perlindungan diri yang masih minim. Berdasarkan masalah kesehatan tersebut, ditemukan 5 diagnosa keperawatan yang bisa diangkat. Diagnosa keperawatan tersebut berupa deficit pengetahuan, ketidakefetifan pemeliharaan kesehatan, risiko ketidakmampuan menjadi orang tua, risiko kontaminasi, kesiapan meningkatkan proses kehamilan-persalinan. Dengan didasari oleh 5 diagnosa keperawatan tersebut, perawat di komunitas dapat merencanakan intervensi yang akan dilakukan. Namun sebelumnya perawat harus mendiskusikan kepada warga di dusun tersebut, apakah masalah tersebut perlu untuk dilakukan intervensi dan menentukan diagnose yang dijadikan prioritas utama.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan Dengan Pendekatan Latihan. Jakarta: EGC Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Pegangan Dosen. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC Manuaba, I.B.G, 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta: EGC. Wiknjosastro, H., 2005. Ilmu Kebidanan, Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Saifuddin, 2005. Buku Acuan Praktis Maternal dan Neonatal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Marmi, 2011. Asuhan Kebidanan Pada masa Antenatal, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Depkes RI, 2002a. Ibu Sehat Bayi Sehat, Jakarta