Anda di halaman 1dari 35

COMMUNITY HEALTH NURSING

DIAGNOSA KEPERAWATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK




OLEH
KELOMPOK 5
K3LN 2011
Chindy Purbo Labdo
Aprilia Dwi Puspitasari
Icca Presilia A
Kartika Puspa Ayu
Kadek Nova Praydni D
Dwi Setyo P
Feronicha Gadis M
Fiqih Andrian Ilmansyah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis untuk mengkaji
respons manusia terhadap masalah-masalah kesehatan dan membuat rencana
keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Masalah-
masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien, keluarga, orang terdekat, atau
masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan konstribusi perawat dalam
mengurangi atau mengatasi masalah-masalah klien. Perawat berusah keras
mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui penerapan lim tahap proses
keperawatan, berupa pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi (Allen, 1998).
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons individu,
keluarga, atau kemunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
actual atau potensial. Diagnose keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggunga jawab
perawat (Allen, 1998). Terdapat empat tipe diagnose keperawatan, yaitu actual,
risiko tinggi, sehat, dan siindrom. Aktual menunjukkan pernyataan yang secara klinis
telah divalidasi oleh karakteristik mayor yang dapat teridentifikasi. Risiko
menunjukkan penilaian klinis dimana klien rentan mengalami masalah dari klien
lainnya dalam situasi yang sama atau serupa. Sehat menunjukkan keinginan klien
yang secara klinis telah divalidasi untuk beralih dari tingkat kesejahteraan spesifik ke
tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Sindrom menunjukkan kluster dari diagnose
keperawatan aktual atau resiko tinggi yang diduga akan timbul karena situasi atau
kejadian tertentu (Carpenito, 1999). Berdasarkan hal tersebut, memahami
bagaimana membuat diagnosa keperawatan yang baik sangatlah penting bagi
mahasiswa keperawatan.
B. Tujuan
Mahasiswa mampu menganalisa dan menyusun diagnosa keperawatan
komunitas sesuai dengan topik yang diberikan.

PEMBAHASAN

A. Pengkategorian Data
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Data tentang nilai dan keyakinan
didapatkan melalui metode Focus
Group Discussion (FGD). Warga
Dusun Precet, terutama penduduk
perempuan, menikah di usia belia
dengan alasan untuk mencegah
hubungan seksual di luar pernikahan.
Kebiasaan ini lebih menjadi tradisi dari
generasi ke generasi tanpa
berpedoman pada nilai agama dan
adat istiadat. Sehingga, masyarakat
tidak mempunyai pandangan negatif
terhadap kebiasaan ini.
- Berdasarkan hasil wawancara kepada
22 sampel pasangan usia subur dapat
diketahui bahwa sebesar 19 keluarga
(86%) mengatakan rutin melakukan
pemeriksaan kehamilannya ketika
hamil, dan sisanya sebanyak 3
keluarga (14%) mengatakan tidak rutin
memeriksakan kehamilannya.
- Sebanyak 19 keluarga (86%) dari total
sampel 22 keluarga mengatakan tidak
pernah mengalami keguguran dan
sisanya sebanyak 3 keluarga (14%)
pernah mengalami keguguran
- Sebesar 100% mengatakan
- Komposisi pasangan usia subur
menurut usia di dusun Precet yaitu
pada perempuan usia <20 th
sebanyak 1 orang (4%), usia 21-30
th sebanyak 9 orang (41%), >30 th
sebanyak 12 orang (55%).
Sedangkan pada laki-laki usia 30 th
sebanyak 5 orang (23%), 31-40 th
sebanyak 12 orang (54%), >40 th
sebanyak 5 orang (23%).
- Pasangan usia subur di dusun
Precet rata-rata menikah pada usia
16 tahun bagi yang perempuan
yaitu sebesar 64% (14 orang) dan
<16 tahun sebesar 36% (8 orang).
- Distribusi pasangan usia subur
berdasarkan agama terdiri dari 87%
(21 orang) beragama Islam, dan
13% (1 orang) beragama Kristen.
- Pasangan usia subur di dusun
Precet 100% (22 orang) merupakan
masyarakat suku Jawa.
- Pasangan usia subur di dusun
Precet 100% (22 orang)
menggunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa sehari-hari.
- Tingkat pendidikan terakhir
mendapatkan dukungan selama
kehamilannya.
- Sebesar 100% (22 orang) mengatakan
sumber air berasal dari sumber air
pegunungan.
- Sebesar 100% (22 orang) mengatakan
kondisi sumber air bersih dan jernih.
- Sebanyak 21 keluarga (95%)
mengatakan cuaca di dusun precet ini
dingin dan sisanya sebanyak 1
keluarga (5%) mengatakan cuaca
panas.
- Sebanyak 22 orang (100%)
mengatakan bahwa sikap tenaga
kesehatan ramah terhadap
masyarakat.
- Sebanyak 22 orang (100%)
mengatakan jangkauan ke pelayanan
kesehatan tergolong mudah.
- Sebanyak 22 orang (100%) warga
dusun Precet mengatakan bahwa
pasar dapat dijangkau dengan mudah.
- Sebanyak 22 orang (100%)
mengatakan tidak tahu mengenai
PHBS
perempuan PUS dusun Precet
masih relatif rendah, karena yang
memiliki pendidikan terakhir SD
sebesar 91%(20 orang), sedangkan
SMP sebesar 9% (2 orang).
- Distribusi pekerjaan perempuan
pasangan usia subur sebagian besar
ialah sebagai ibu rumah tangga
sebanyak 59% (13 orang), buruh tani
sebesar 27% (6 orang), peternak
sebesar 4% (1 orang), pedagang
dan penjahit masing-masing sebesar
5% (1 orang).
- Pasangan usia subur sebesar 100%
memiliki surat nikah masing-masing
yang sah.
- Konsultasi pra nikah dilakukan oleh
setengah 50% (11 orang) dari total
responden sebanyak 22 orang
pasangan usia subur.
- Konsultasi kehamilan masih jarang
sekali dilakukan oleh pasangan usia
subur di dusun Precet, sebesar 95%
(21 orang) responden tidak pernah
melakukan konsultasi kehamilan.
- Pengetahuan pasangan usia subur
di dusun Precet mengenai batasan
usia menikah pada perempuan
diantara 22 PUS yang menjawab
dengan benar yaitu sebanyak 6
orang (27%), yang menjawab salah
sebanyak 16 orang (73%).
- Batasan usia menikah pada laki-laki,
diantara 22 PUS yang menjawab
benar sebanyak 15(32%) orang dan
menjawab salah sebanyak 7 orang
(68%).
- Pasangan usia subur di dusun
Precet sebagian besar memutuskan
untuk tidak menunda kehamilan
sebanyak 16 orang (73%) dan yang
pernah menunda kehamilan
sebanyak 6 orang (27%).
- Sebagian besar PUS di dusun
Precet menggunakan suntik
sebanyak 14 orang (50%), implant
sebanyak 4 orang (15%), IUD
sebanyak 4 orang (14%), MOW
sebanyak 4 orang (14%), dan 2
orang (7%) tidak menggunakan
kontrasepsi.
- Sebagian besar ibu di dusun Precet
mengaku cocok dalam penggunaan
alat kontrasepsi yang sedang
digunakan yaitu 18 orang (82%), 2
orang (9%) merasa masih belum
cocok dengan alat kontrasepsi yang
digunakan yaitu sebanyak 2 orang
(9%).
- Riwayat persalinan pada PUS di
dusun Precet paling banyak
melahirkan dengan normal dan
bantuan tenaga kesehatan sebanyak
(63%).
- Jarak kehamilan kurang dari 5 tahun
sebanyak 4 orang (18%), lebih dari 5
tahun sebanyak 12 orang (55%), dan
sisanya sebanyak 6 orang (27%)
belum melahirkan atau hanya
mempunyai 1 anak.
- Sebanyak 21 keluarga (85%)
memiliki BBL anak terakhir lebih dari
2500 gr, tidak ada keluarga (0%)
yang mempunyai BBL anak kurang
dari 2500 gr dan hanya 1 keluarga
(5%) orang belum melahirkan.
- Terdapat 3 keluarga (14%) yang
memberikan ASI tetapi kurang dari 6
bulan, sebanyak 18 keluarga (82%)
memberikan ASI lebih dari 6 bulan
dan sisanya sebanyak 1 keluarga
(4%) tidak memberikan ASI karena
belum melahirkan.
- Sebanyak 20 keluarga (91%)
memberikan makanan tambahan
kepada anaknya sebelum usia 6
bulan, sebanyak 1 keluarga (4%)
tidak memberikan makanan
tambahan kepada anaknya sebelum
usia 6 bulan dan sisanya 1 keluarga
(5%) belum melahirkan.
- Sebesar 100% (22 orang) rutin
dalam melakukan kunjungan ke
posyandu.
- Sebesar 100% (22 orang) memiliki
ventilasi rumah yang cukup.
- 100% dari seluruh sampel (22 orang)
mempunyai jamban dalam
rumahnya.
- Sebesar 100% (22 orang)
melakukan pengelolaan sampah
lingkungan dan rumah tangga
dengan dibakar di belakang rumah.
- 18 keluarga (82%) yang mempunyai
hewan ternak dan sisanya 4
keluarga (18%) tidak mempunyai
hewan ternak.
- Dari 18 keluarga yang mempunyai
ternak sebagian besar mempunyai
hewan peliharaan berupa sapi, yaitu
sebanyak 16 keluarga, kambing
sebanyak 3 keluarga, ayam
sebanyak 9 keluarga, itik dan ulat
hongkong masing-masing 1
keluarga.
- Dari 18 sampel yang mempunyai
ternak sebesar 100% mengelola
kotoran ternak menjadi pupuk
kompos.
- Sebagian besar jarak kandang
dengan rumah kurang dari 1 meter
sebesar 72% (13 orang), antara 1-5
meter sebesar 17% (3 orang), antara
6-10 meter sebesar 5% (1 orang)
dan yang lebih dari 10 meter sebesar
6% (1 orang).
- Sebesar 55% (12 orang)
menggunakan APD jika sedang
bekerja dan sisanya sebesar 10
orang tidak menggunakannya jika
sedang bekerja.
- Sebanyak 16 orang (73%)
mendatangi pelayanan kesehatan
jika sedang sakit dan sisanya
sebanyak 6 orang (27%) mencoba
melakukan pengobatan sendiri
terlebih dahulu.
- Sebagian besar pasangan usia
subur dusun precet tidak rutin
melakukan pemerikasaan terhadap
kesehatannya, yaitu sebanyak 17
orang (77%) dan sisanya sebanyak 5
orang (23%) rutin dalam
memeriksakan kesehatannya.
- Sebagian besar pembiayaan yang
digunakan untuk ke fasilitas
kesehatan yaitu sebesar 62% (17
orang) dengan biaya sendiri, 14% (3
orang) menggunakan jamkesmas
dan sisanya sebesar 9% (2 orang)
menggunakan KUD.
- Sebagian besar pasangan usia
subur di dusun precet memanfaatkan
pelayanan kesehatan hanya bila
sakit saja, yaitu sebanyak 17 orang
(77%) dan sisanya sebanyak 5 orang
(23%) memanfaakan pelayanan
kesehatan untuk control
kesehatannya.
- Penghasilan rata-rata pasangan usia
subur yang > 1.000.000 sebanyak 2
orang (9%), sedangkan untuk
penghasilan diantara Rp 500.000
sampai Rp 1.000.000 sebanyak 20
orang (9%), dan tidak ada (0%)
warga yang berpenghasilan dibawah
Rp 500.000.
- Sebanyak 12 orang (55%) memiliki
tabungan berupa sawah, 4 orang
(18%) memiliki tabungan berupa
simpanan PKK dan sisanya yaitu 6
orang (27%) tidak mempunyai
tabungan.
- Sebagian besar pasangan usia
subur sebanyak 21 orang (95%)
tidak mempunyai tabungan,
sedangkan sisanya yaitu 1 orang
(5%) mempunyai tabungan.
- Sebanyak 22 orang (100%)
menerapkan perilaku PHBS dalam
kehidupan sehari-harinya.
- Sebanyak 12 orang (55%)
mendapatkan informasi kesehatan
terbaru, sedangkan sisanya yaitu 10
orang tidak mendapatkan informasi
mengenai kesehatan terbaru.
- Topik informasi kesehatan yang
terbaru yang diterima warga dusun
precet sebagian besar adalah
mengenai Ca cervix, yaitu sebanyak
8 orang (64%), 3 orang (25%)
mendapatkan topik mengenai DBD
dan sisanya 1 orang (11%)
mengenai menstruasi.
- Sebagian besar penduduk dusun
precet menghabiskan waktu luang
dengan berdiam diri di rumah, yaitu
sebesar 18 orang (82%) dan sisanya
sebesar 4 orang (18%) memilih
untuk pergi ke tempat rekreasi.


B. Perumusan Diagnosa Keperawatan
NO DATA PROBLEM
1 DS: -
DO:
Data Angket/Kuesioner (n= 22)
- Tingkat pendidikan terakhir
PUS dusun Precet masih
relatif rendah: 91%(20 orang)
memiliki pendidikan SD, 9%
(2 orang) memiliki pendidikan
SMP
- Pengetahuan pasangan usia
subur di dusun Precet
mengenai batasan usia
menikah pada perempuan
Defisit Pengetahuan
diantara 22 PUS yang
menjawab dengan benar
yaitu sebanyak 6 orang
(27%), yang menjawab salah
sebanyak 16 orang (73%).
- Sebagian besar jarak
kandang dengan rumah
kurang dari 1 meter sebesar
72% (13 orang), antara 1-5
meter sebesar 17% (3 orang),
antara 6-10 meter sebesar
5% (1 orang) dan yang lebih
dari 10 meter sebesar 6% (1
orang).
- Pasangan usia subur di
dusun Precet sebanyak 22
orang (100%) mengatakan
tidak tahu mengenai PHBS.
Komponen PHBS yang tidak
diketahui warga dusun precet
diantaranya adalah cara cuci
tangan yang benar, jarak
minimal antara septictank
dengan sumber air,
perbandingan antara luas
rumah dengan jumlah
penghuni, ada/tidaknya
ventilasi rumah, dll.
- Sebanyak 3 keluarga (14 %)
mengatakan tidak rutin
memeriksakan kehamilan-
nya.
- Sebanyak 3 keluarga (14%)
pernah mengalami
keguguran.
- Sebanyak 3 keluarga (14%)
yang memberikan ASI tetapi
kurang dari 6 bulan dan 1
keluarga (4%) tidak
memberikan ASI karena
belum melahirkan.
2 DS: -
DO:
Data Angket/Kuesioner (n= 22)
- Konsultasi kehamilan masih
jarang sekali dilakukan oleh
pasangan usia subur di dusun
Precet, hal ini dapat dillihat
dari presentase sebesar 95%
(21 orang) responden tidak
pernah melakukan konsultasi
kehamilan.
- Sebagian besar pasangan
usia subur dusun precet tidak
rutin melakukan pemeriksaan
terhadap kesehatannya, yaitu
sebanyak 17 orang (77%)
dan sisanya sebanyak 5
orang (23%) rutin dalam
memeriksakan kesehatannya.
- Sebagian besar pasangan
usia subur di dusun precet
Ketidakefektifan Pemeliharaan
Kesehatan
memanfaatkan pelayanan
kesehatan hanya bila sakit
saja, yaitu sebanyak 17 orang
(77%) dan sisanya sebanyak
5 orang (23%) memanfaakan
pelayanan kesehatan untuk
control kesehatannya.
- Sebagian besar pasangan
usia subur sebanyak 21 orang
(95%) tidak mempunyai
tabungan kesehatan,
sedangkan sisanya yaitu 1
orang (5%) mempunyai
tabungan kesehatan.
3 DS:
Data hasil metode Focus Group
Discussion PUS RT 01 dan RT
02 RW 01 Dusun Precet Desa
Sumbersekar
- Tradisi dari generasi ke
generasi bahwa perempuan,
menikah di usia belia dengan
alasan untuk mencegah
hubungan seksual di luar
pernikahan.
DO:
Data Angket/Kuesioner (n= 22)
- Pasangan usia subur di
dusun Precet rata-rata
menikah pada usia 16 tahun
bagi yang perempuan yaitu
Risiko Ketidakmampuan Menjadi
Orang Tua
sebesar 64% (14 orang) dan
yang menikah pada usia <16
tahun sebesar 36% (8 orang).
- Sebanyak 20 keluarga (91%)
memberikan makanan
tambahan kepada anaknya
sebelum usia 6 bulan,
sebanyak 1 keluarga (4%)
tidak memberikan makanan
tambahan kepada anaknya
sebelum usia 6 bulan dan
sisanya 1 keluarga (5%)
belum melahirkan.

4 DS: -
DO:
Data Angket/Kuesioner (n= 22)
- Keluarga yang mempunyai
hewan ternak: 18 keluarga
(82%) dari 22 keluarga
- Sebagian besar jarak
kandang dengan rumah
kurang dari 1 meter sebesar
72% (13 orang), antara 1-5
meter sebesar 17% (3 orang),
antara 6-10 meter sebesar
5% (1 orang) dan yang lebih
dari 10 meter sebesar 6% (1
orang).
- Pengelolaan sampah
lingkungan dan rumah
Risiko Kontaminasi
tangga: 100% (22 orang)
melakukan pengelolaan
sampah lingkungan dan
rumah tangga dengan dibakar
di belakang rumah
- Sebesar 55% (12 orang)
menggunakan APD jika
sedang bekerja dan sisanya
sebesar 10 orang tidak
menggunakannya jika sedang
bekerja. APD (Alat
Perlindungan Diri) merupakan
alat-alat yang digunakan
untuk melindungi pemakainya
dari hal-hal yang berisiko
menimbulkan gangguan
kesehatan. APD yang dikaji
meliputi sarung tangan,
masker, sepatu boot, baju
khusus.

5 DS:
Hasil wawancara PUS RT 01 dan
RT 02 RW 01 Dusun Precet
Desa Sumbersekar
- Berdasarkan hasil wawancara
kepada 22 sampel pasangan
usia subur dapat diketahui
bahwa sebesar 19 keluarga
(86%) mengatakan rutin
melakukan pemeriksaan
Kesiapan Meningkatkan Proses
Kehamilan-Persalinan
kehamilannya ketika hamil,
dan sisanya sebanyak 3
keluarga (14%) mengatakan
tidak rutin memeriksakan
kehamilan
-
DO:
Data Angket/Kuesioner (n= 22)
- Menurut para peserta diskusi
anak merupakan anugerah
dari Yang Kuasa yang harus
dipersiapkan masa depannya
terutama melalui pendidikan
formal
- Dari total 22 sampel dapat,
terdapat 3 keluarga (14%)
yang memberikan ASI tetapi
kurang dari 6 bulan,
sebanyak 18 keluarga (82%)
memberikan ASI lebih dari 6
bulan dan sisanya sebanyak
1 keluarga (4%) tidak
memberikan ASI karena
belum melahirkan
- Sebesar 100% mengatakan
mendapatkan dukungan
selama kehamilannya.

C. Diagnosa Keperawatan Komunitas:
1. Defisit Pengetahuan pada pasangan usia subur dusun Precet desa Sumbersekar
kecamatan Dau kabupaten Malang berhubungan dengan kurang pajanan
ditandai dengan
Tingkat pendidikan terakhir PUS dusun Precet masih relatif rendah: 91%(20
orang) memiliki pendidikan SD, 9% (2 orang) memiliki pendidikan SMP
Pengetahuan pasangan usia subur di dusun Precet mengenai batasan usia
menikah pada perempuan diantara 22 PUS yang menjawab dengan benar
yaitu sebanyak 6 orang (27%), yang menjawab salah sebanyak 16 orang
(73%).
Sebagian besar jarak kandang dengan rumah kurang dari 1 meter sebesar
72% (13 orang), antara 1-5 meter sebesar 17% (3 orang), antara 6-10 meter
sebesar 5% (1 orang) dan yang lebih dari 10 meter sebesar 6% (1 orang).
Pasangan usia subur di dusun Precet sebanyak 22 orang (100%)
mengatakan tidak tahu mengenai PHBS. Komponen PHBS yang tidak
diketahui warga dusun precet diantaranya adalah cara cuci tangan yang
benar, jarak minimal antara septictank dengan sumber air, perbandingan
antara luas rumah dengan jumlah penghuni, ada/tidaknya ventilasi rumah, dll.
Sebanyak 3 keluarga (14 %) mengatakan tidak rutin memeriksakan
kehamilan-nya.
Sebanyak 3 keluarga (14%) pernah mengalami keguguran.
Sebanyak 3 keluarga (14%) yang memberikan ASI tetapi kurang dari 6 bulan
dan 1 keluarga (4%) tidak memberikan ASI karena belum melahirkan
2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan oleh pasangan usia subur dusun
Precet desa Sumbersekar kecamatan Dau, kabupaten Malang berhubungan
dengan ketidakefektifan koping keluarga dan ketidakcukupan sumber daya
(uang) penghasilan rata-rata PUS sebanyak 20 orang sebesar Rp 500.000
sampai Rp 1.000.000 ditandai dengan
Konsultasi kehamilan masih jarang sekali dilakukan oleh pasangan usia
subur di dusun Precet, hal ini dapat dillihat dari presentase sebesar 95% (21
orang) responden tidak pernah melakukan konsultasi kehamilan.
Sebagian besar pasangan usia subur dusun precet tidak rutin melakukan
pemeriksaan terhadap kesehatannya, yaitu sebanyak 17 orang (77%) dan
sisanya sebanyak 5 orang (23%) rutin dalam memeriksakan kesehatannya.
Sebagian besar pasangan usia subur di dusun precet memanfaatkan
pelayanan kesehatan hanya bila sakit saja, yaitu sebanyak 17 orang (77%)
dan sisanya sebanyak 5 orang (23%) memanfaakan pelayanan kesehatan
untuk control kesehatannya.
Sebagian besar pasangan usia subur sebanyak 21 orang (95%) tidak
mempunyai tabungan kesehatan, sedangkan sisanya yaitu 1 orang (5%)
mempunyai tabungan kesehatan.
3. Risiko Ketidakmampuan Menjadi Orang Tua pada pasangan usia subur dusun
Precet desa Sumbersekar kecamatan Dau kabupaten Malang berhubungan
dengan usia orang tua terlalu muda dan defesiensi pengetahuan tentang
pemeliharaan kesehatan anak ditandai dengan
Tradisi dari generasi ke generasi bahwa perempuan, menikah di usia belia
dengan alasan untuk mencegah hubungan seksual di luar pernikahan.
Pasangan usia subur di dusun Precet rata-rata menikah pada usia 16 tahun
bagi yang perempuan yaitu sebesar 64% (14 orang) dan yang menikah pada
usia <16 tahun sebesar 36% (8 orang).
Sebanyak 20 keluarga (91%) memberikan makanan tambahan kepada
anaknya sebelum usia 6 bulan, sebanyak 1 keluarga (4%) tidak memberikan
makanan tambahan kepada anaknya sebelum usia 6 bulan dan sisanya 1
keluarga (5%) belum melahirkan.
4. Risiko Kontaminasi pada pasangan usia subur di dusun Precet desa
Sumbersekar kecamatan Dau kabupaten Malang berhubungan dengan praktik
hygine yang buruk, penggunaan pakaian pelindung yang tidak tepat, tidak ada
fasilitas penganganan sampah dan kotoran, mayoritas dan tingginya
pembakaran sampah di belakang rumah ditandai dengan
Keluarga yang mempunyai hewan ternak: 18 keluarga (82%) dari 22 keluarga
Sebagian besar jarak kandang dengan rumah kurang dari 1 meter sebesar
72% (13 orang), antara 1-5 meter sebesar 17% (3 orang), antara 6-10 meter
sebesar 5% (1 orang) dan yang lebih dari 10 meter sebesar 6% (1 orang).
Pengelolaan sampah lingkungan dan rumah tangga: 100% (22 orang)
melakukan pengelolaan sampah lingkungan dan rumah tangga dengan
dibakar di belakang rumah
Sebesar 55% (12 orang) menggunakan APD jika sedang bekerja dan sisanya
sebesar 10 orang tidak menggunakannya jika sedang bekerja. APD (Alat
Perlindungan Diri) merupakan alat-alat yang digunakan untuk melindungi
pemakainya dari hal-hal yang berisiko menimbulkan gangguan kesehatan.
APD yang dikaji meliputi sarung tangan, masker, sepatu boot, baju khusus.
5. Kesiapan Meningkatkan Proses Kehamilan-Persalinan pada wanita usia subur di
Dusun Precet Desa Sumbersekar Kecamatan Dau Kabupaten Malang
berhubungan dengan melakukan kunjungan prenatal secara teratur,
ketersediaan sistem dukungan selama kehamilan, pemberian ASI eksklusif
minimal selama 6 bulan dan pemberian makanan pendamping setelah usia 6
bulan ditandai dengan
Berdasarkan hasil wawancara kepada 22 sampel pasangan usia subur dapat
diketahui bahwa sebesar 19 keluarga (86%) mengatakan rutin melakukan
pemeriksaan kehamilannya ketika hamil, dan sisanya sebanyak 3 keluarga
(14%) mengatakan tidak rutin memeriksakan kehamilan
Menurut para peserta diskusi anak merupakan anugerah dari Yang Kuasa
yang harus dipersiapkan masa depannya terutama melalui pendidikan formal
Dari total 22 sampel dapat, terdapat 3 keluarga (14%) yang memberikan ASI
tetapi kurang dari 6 bulan, sebanyak 18 keluarga (82%) memberikan ASI
lebih dari 6 bulan dan sisanya sebanyak 1 keluarga (4%) tidak memberikan
ASI karena belum melahirkan
Sebesar 100% mengatakan mendapatkan dukungan selama kehamilannya.

D. Indikator Pengetahuan Kesehatan Ibu dan Anak
1. Usia Menikah
Menurut Depkes RI (2004), Wanita Usia Subur adalah wanita yang masih dalam
usia reproduktif, yaitu antara usia 15 49 tahun, dengan status belum menikah,
menikah, atau janda. Wanita Usia Subur ini mempunyai Organ Reproduksi yang
masih berfungsi dengan baik, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan
kehamilan, yaitu antara umur 20 sampai dengan 45 tahun.
Pasangan suami istri yang pada saat ini hidup bersama, baik bertempat tinggal
resmi dalam satu rumah ataupun tidak, dimana umur istrinya antara 15 tahun
sampai dengan 44 tahun. Batasan umur yang digunakan disini adalah 15 sampai
44 tahun dan bukan 1549 tahun. Hal ini tidak berarti berbeda dengan
perhitungan fertilitas yang menggunakan batasan 1549, tetapi dalam kegiatan
keluarga berencana mereka yang berada pada kelompok 4549 bukan
merupakan sasaran keluarga berencana lagi. Hal ini dilatarbelakangi oleh
pemikiran bahwa mereka yang berada pada kelompok umur 4549 tahun,
kemungkinan untuk melahirkan lagi sudah sangat kecil sekali (Wirosuhardjo,
2004).
Aturan mengenai usia nikah itu juga ditegaskan kembali dalam PP No 9 tahun 75
dan Instruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Dalam
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan menyebutkan bahwa batas
minimal usia pernikahan untuk perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19
tahun. Lalu juga ada pasal lain yang menyebutkan bahwa pernikahan di bawah
usia 21 hanya bisa dilangsungkan dengan persyaratan tambahan. Aturan
mengenai usia nikah itu juga ditegaskan kembali dalam PP No 9 tahun 75 dan
Instruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Meskipun
batas umur pernikahan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. I tahun
74, yaitu pernikahan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudak mencapai umur 16 tahun.
Masa reproduksi sehat wanita dibagi menjadi 3 periode yaitu kurun reproduksi
muda (15-19 tahun) merupakan tahap menunda kehamilan, kurun reproduksi
sehat (20-35 tahun) merupakan tahap untuk menjarangkan kehamilan, dan kurun
reproduksi tua (36-45 tahun) merupakan tahap untuk mengakhiri kehamilan.

2. Program KB
Tujuan Program KB
- Secara umum tujuan 5 tahun kedepan yang ingin dicapai dalam rangka
mewujudkan visi dan misi program KB adalah membangun kembali dan
melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB nasional yang
kuat dimasa mendatang, sehingga visi untuk mewujudkan keluarga
berkualitas 2015 dapat tercapai.
- Tujuan utama program KB Nasional adalah untuk memenuhi permintaan
masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas,
menurunkan tingkat/angka kematian ibu bayi, dan anak serta
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun
keluarga kecil berkualitas.
- Tujuan gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi :
Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk
dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LPP) dalam hal ini
tentunya akan diikuti dengan menurunkan angka kelahiran.
Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda
kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah
kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan
anak telah cukup.
Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah
menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan,
hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.
Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi pasangan yang akan
menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk
keluarga yang bahagia dan berkualitas.
Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil
Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas
(Noviawaty, 2008).
Sasaran Program KB
- Sasaran langsung yaitu: Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan yang
wanitanya berusia antara 1544 tahun.
- Sasaran tidak langsung yaitu :
Pelaksana dan pengelola KB, dengan cara menurunkan tingkat kelahiran
melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka
mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani,
2010).
Organisasiorganisasi, lembaga kemasyarakatan serta instansi
pemerintah maupun swasta serta tokoh masyarakat dan pemuka agama
yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam melembagakan
NKKBS (Suratun, 2008).
Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata Kontra yang berarti mencegah atau
melawan dan Konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang
dan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah upaya
mencegah pertemuan sel telur matang dan sperma untuk mencegah kehamilan.
Jenis dan Metode Kontrasepsi
Kontrasepsi yang baik harus memiliki syarat-syarat antara lain aman,
dapat diandalkan, sederhana (sebisa mungkin tidak perlu dikerjakan oleh
dokter), murah, dapat diterima oleh orang banyak, dan dapat dipakai dalam
jangka panjang. Sampai saat ini belum ada metode atau alat kontrasepsi yang
benar-benar 100% ideal.
Jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia antara lain:
A. Metode sederhana
1) Tanpa alat
Pantang berkala
Metode kalender
Metode suhu badan basal
Metode lendir serviks
Metode simpto-termal
Coitus interruptus
2) Dengan alat
Mekanis (barrier)
- Kondom pria
- Barier intra vaginal antara lain: diafragma, kap serviks, spons, dan
kondom wanita.
Kimiawi
- Spermisid antara lain: vaginal cresm, vaginal foam, vaginal jelly,
vaginal suppositoria, vaginal tablet dan vaginal soluble film.
B. Metode Modern
1) Kontrasepsi hormonal
Pil KB
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)/IUD (Intra Uterine Devices)
Suntikan KB
Susuk KB
2) Kontrasepsi mantap
Medis Operatif Pria (MOP)
Medis Operatif Wanita (MOW)
C. Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi:
1) MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam
kategori ini adalah jenis susuk/implant, IUD, MOP dan MOW.
2) Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk
dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain
selain metode yang termasuk dalam MKJP.
Faktor-faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB
Faktor-faktor yang memengaruhi PUS menjadi akseptor KB adalah faktor
pendidikan, faktor pengetahuan, faktor paritas dan faktor budaya (kepercayaan).
Selain faktor-faktor di atas, ternyata pemilihan jenis kontrasepsi yang akan
digunakan juga tergantung dari kebutuhan masing-masing akseptor. Kebutuhan
akseptor tersebut disesuaikan dengan Masa Reproduksi Sehat. Masa
Reproduksi Sehat wanita dibagi menjadi 3 periode yaitu: kurun reproduksi muda
(15-19 tahun) merupakan tahap menunda kehamilan, kurun reproduksi sehat
(20-35 tahun) merupakan tahap untuk menjarangkan kehamilan dan kurun
reproduksi tua (36-45) tahun merupakan tahap untuk mengakhiri kehamilan.
(BkkbN, 2003).

3. Dukungan Suami
Dukungan adalah menurut kamus bahasa Indonesia tahun 1995 dalam Fitri
(2012) Merupakan hal yang ikut serta dalam suatu kegiatan.
Sedangkan menurut Notoatmodjo tahun 2005 dalam Fitri (2012) keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang mempunyai kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dan saling
ketergantungan satu sama lainnya
Hartanto (2003) dalam Fitri (2012) mengatakan bahwa seorang wanita
apabila menggunakan kontrasepsi tidak akan dipakai apabila tidak ada kerja sama
dengan suami. Hal tersebut merupakan metode kesadaran akan fertilitas yang
sangat membutuhkan kerja sama dan saling percaya antara suami istri. Seorang
istri dalam menggunakan kontrasepsi ideal nya apabila : memilih metode
kontrasepsi yang terbaik, saling bekerja sama dalam pemilihan/pemakaian
kontrasepsi, membiayai biaya untuk kontrasepsi serta sama-sama memperhatikan
tanda bahaya dari pemakaian kontrasepsi tersebut.
Dukungan suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan
menggunakan atau tidak dan metode apa yang akan dipakai. Selain peran penting
dalam mendukung mengambil keputusan, peran suami dalam memberikan informasi
juga sangat berpengaruh bagi istri. Peran seperti ikut pada saat konsultasi pada
tenaga kesehatan saat istri akan memakai alat kontrasepsi, mengingatkan istri
jadwal minum obat atau jadwal untuk kontrol, mengingatkan istri hal yang tidak
boleh dilakukan saat memakai alat kontrasepsi dan sebagainya akan berperan bagi
istri saat akan atau telah memakai alat kontrasepsi (Musdalifah, 2013).
Besarnya peran suami akan sangat membantunya dan suami akan semakin
menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan wanita (istri)
saja. Peran lain suami adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan
fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah
kesehatan reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu
untuk mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau kontrol, suami bersedia
memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi dalam hal ini lebih
banyak suami mendukung untuk menggunakan kontrasepsi hormonal, dan
membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai
(Musdalifah, 2013).
Friedman (1998) dan Sarwono (2007) dalam Musdalifah (2013) mengatakan
bahwa ikatan suami isteri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi
masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya.
Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya
adalah pasangan itu sendiri. Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan
interpersonal keduanya baik.
Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya
tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberi semua
energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya.
Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan
berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang
paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan
kelahiran.
Pemberian makanan tambahan pada bayi atau anak usia 6-24bulan untuk
memenuhi kebutuhan gizi setelah ASI eksklusif (Depkes RI, 2007). Makanan
tambahan adalah memberi makanan lain selain ASI oleh karena ASI merupakan
makanan alami pertama untuk bayi dan harus diberikan tanpa makanan
tambahan sekurang kurangnya sampai usia 6 bulan (WHO 2003).

4. Jarak Kandang
Kandang-kandang sebaiknya dibangun dengan jarak 6 sampai 8 meter yang
dihitung dari masing-masing tepi atap kandang. Kandang isolasi dan karantina dari
kandang atau bangunan lainnya diberi jarak 25 m atau sekurang-kurangnya 10 m
dengan tinggi tembok pembatas 2 m. Kantor berjarak 25 hingga 30 m dari kandang.
Tempat penimbunan kotoran terletak 100 m dari kandang.

5. PHBS
Manfaat PHBS
Manfaat PHBS bagi rumah tangga:
Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.
Anak tumbuh sehat dan cerdas.
Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya
kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang dialokasikan untuk
kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan,
pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan
pendapatan keluarga.
Manfaat PHBS bagi masyarakat:
Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat.
Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
kesehatan.
Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan,
tabungan bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air,
ambulans desa dan lain-lain.
Indikator dan Definisi Operasional PHBS
Pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mewujudkan Rumah
Tangga Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 7
indikator PHBS dan 3 indikator Gaya Hidup Sehat sebagai berikut:
7 Indikator PHBS di Rumah Tangga:
1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
Adalah pertolongan persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya).
2) Bayi diberi ASI eksklusif
Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja sejak lahir sampai
usia 6 bulan.
3) Penimbangan bayi dan balita
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan
balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi
kurang atau gizi buruk.
4) Mencuci tangan dengan air dan sabun
a. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri
penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada
saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa
menimbulkan penyakit.
b. Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman. Tanpa
sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
5) Menggunakan air bersih.
Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak,
mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci
pakaian, dan sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena penyakit
atau terhindar dari penyakit.
6) Menggunakan jamban sehat
Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban
leher angsa dan tangki septic atau lubang penampungan kotoran sebagai
penampung akhir.
7) Rumah bebas jentik
Adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik
berkala tidak terdapat jentik nyamuk.
3 Indikator Gaya Hidup Sehat
1) Makan buah dan sayur setiap hari
2) Melakukan aktivitas fisik setiap hari
3) Tidak merokok dalam rumah

6. Alat Perlindungan Diri (APD)
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (2010):
Pasal 1: Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang
mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.
Pasal 3:
(1) APD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
a. pelindung kepala;
b. pelindung mata dan muka;
c. pelindung telinga;
d. pelindung pernapasan beserta perlengkapannya;
e. pelindung tangan; dan/atau
f. pelindung kaki.
(2) Selain APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk APD:
a. pakaian pelindung;
b. alat pelindung jatuh perorangan; dan/atau
c. pelampung.
Pasal 4: Dinyatakan bahwa APD wajib digunakan di tempat kerja di mana salah
satunya
- dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan,
melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
- dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
- terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
- dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.

7. Ante Natal Care (ANC)
Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik
dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan
masa nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Wiknjosastro,
2005.; Manuaba, 2008).
Kunjungan antenatal care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter
sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan antenatal (ANC), petugas
mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada
tidaknya masalah atau komplikasi (Saifudin, 2005).
WHO dalam Marmi (2011) menganjurkan dalam masa kehamilan ibu harus
memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali :
a. Trismester I : satu kali kunjungan (sebelum usia kehamilan 14 minggu)
b. Trismester II : satu kali kunjungan (usia kehamilan antara 14-28 minggu)
c. Trismester III : dua kali kunjungan (usia kehamilan antara 28-36 minggu dan
sesudah usia kehamilan 36 minggu)

Konsep Pemeriksaan Antenatal Menurut Depkes RI (2002a), pemeriksaan
antenatal dilakukan dengan standar pelayanan antenatal dimulai dengan :
a. Anamnese : meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan
sebelumnya dan kehamilan sekarang.
b. Pemeriksaan umum : meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus
kebidanan.
c. Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa
d. Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan tablet besi (fe)
e. Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku
sehari-hari, perawatan payu dara dan air susu ibu, tanda-tanda risiko,
pentingnya pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan
oleh tenaga terlatih, KB setelah melahirkan serta pentingnya kunjungan
pemeriksaan kehamilan ulang.
Kunjungan Ibu Hamil
Menurut Depkes RI (2002a), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara
ibu hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal
standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan disini
dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau
sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau
posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi
beberapa tahap, seperti :
a. Kunjungan ibu hamil yang pertama
Kunjungan pertama adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan kesehatan trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12
minggu.
b. Kunjungan ibu hamil yang keempat
Kunjungan keempat adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih
dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal
sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama masa kehamilan dengan
distribusi kontak sebagai berikut:
a. Minimal 1 kali pada trimester I , usia kehamilan 1-12 minggu
b. Minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13-24 minggu
c. Minimal 2 kali pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.

8. Jarak Kelahiran
Kehamilan merupakan saat yang paling tepat untuk saling berbagi dan
merencanakan apa yang akan dilakukan sebagai calon orangtua. Upaya
perencanaan dalam keluarga yakni menentukan jumlah anak dan jarak
kehamilannya merupakan hal yang umum dilakukan, terutama oleh
keluargakeluarga muda baik diperkotaan maupun di pedesaan. Kesadaran akan
pentingnya perencanaan keluarga ini biasanya dikaitkan dengan konsep
perencanaan keluarga, pasangan muda dianggap lebih siap baik secara mental,
spiritual maupun finansial dalam menata masa depan anak-anak mereka. Tentu saja
pandangan ini masih bisa di pertanyakan mengingat penataan masa depan keluarga
sangat berkaitan dengan banyak faktor (Sugiri, 2007).
Di masyarakat masih berlaku kebiasaan dimana sebagian besar suami-istri
hanya berbincang tentang ukuran keluargaketika ingin menambah jumlah anak,
tetapi tidak detail hingga menyentuh masalah kesiapan istri untuk menerima
kehamilan baru (Rahima, 2003).
Secara medis, rahim sebenarnya sudah siap untuk hamil kembali tiga bulan
setelah melahirkan. Namun berdasarkan catatan statistik penelitian bahwa jarak
kelahiran yang aman antara anak satu dengan lainnya adalah 27 sampai 32 bulan.
Pada jarak ini si ibu akan memiliki bayiyang sehat serta selamat saat melewati
proses kehamilan (Agudelo, 2007).
Penelitian The Demographic and Health Survey, menyebutkan bahwa
anakanak yang dilahirkan 2-5 tahun setelah kelahiran anak sebelumnya, memiliki
kemungkinan hidup sehat 2,5 kali lebih tinggidaripada yang berjarak kelahiran
kurang dari 2 tahun, maka jarak kehamilan yang aman adalah 2-5 tahun (Yolan,
2007).

9. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah Pemukiman
Pertambahan jumlah penduduk pada suatu wilayah secara otomatis akan
memperkecil daya dukung sarana prasarana di suatu wilayah. Dengan analogi yang
sama pertambahan penduduk juga akan terkait langsung terhadap jumlah timbulan
di wilayah permukiman atau perkotaan. Kuantitas dan pemerataan penempatan
sarana persampahan sangat berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan sampah.
Pola pengelolaan sampah di banyak daerah di Indonesia masih terbagi atas 2
(dua) kelompok pengeloalaan yaitu antara pengelolaan yang dilaksanakan oleh
masyarakat dari timbulan, pewadahan, pengangkutan dan pembuangan akhir atau
pemusnahan atau sampai ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) dan
pengelolaan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang melayani pengangkutan
sampah dari TPS ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
Pengelolaan secara terpadu terhadap persampahan oleh pemerintah atau
oleh pihak swata yang ditunjuk oleh pemerintah secara umum belum banyak
dilaksanakan, kecuali dibeberapa kota besar di Indonesia. Keterbatasan anggaran
dalam pemenuhan sarana persampahan adalah alasan pokok pemerintah dan minat
swasta yang masih rendah dalam menangani bisnis bidang persampahan.
Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah
Dari tinjauan seperti disebutkan sebelumnya bahwa pola pengelolaan
sampah yang dilaksanakan saat ini belum tercapai pola pengelolaan terpadu dari
masyarakat sebagai penghasil sampah dan pemerintah sebagai penyedia dan
pengelola sarana persampahan. Dari sisi masyarakat masih terbentuk presepsi
bahwa sampah adalah bahan yang sudah tidak terpakai dan telah menjadi
kewajiban pihak pemerintah untuk mengelolanya dan membersihkannya.
Pola pendekatan baru dalam pengelolaan sampah saat ini telah di konsepkan
dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan
dan Startegi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-
SPP). Kebijakan Nasionala tersebut merupakan reaksi atas pengelolaan sampah di
waktu sebelumnya yang dilaksanakan secara konvensional dan terkesan adanya
sekat pemisah antara masyarakat sebagai produsen sampah dan peran pemerintah
sebagai pengelola persampahan.
Dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengolahan
Persampahan yang terkait dengan tema perilaku pengelolaan sampah disebutkan
antara lain, kebijakan pengurangan sampah semaksiamal mungkin dimulai dari
sumbernya dengan pola meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang
upaya 3R (reduce, reuse, recycle) dan mengembangkan sistem insentif dan
disinsentif . Dalam hal partisipasi masyarakat kebijakan yang dituangkan adalah
meningkatkan pemahaman sejak dini, menyebarluaskan pemahaman tentang
sampah kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah, meningkatkan
pembinaan pengeloaan sampah khususnya kepada kaum perempuan.
Konsep Pengelolaan Sampah 3R
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah
atau merubah bentuk sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan berbagai
macam cara. Teknik pengolahan sampah yang pada awalnya menggunakan
pendekatan kumpul-angkut-buang, kini telah mulai mengarah pada pengolahan
sampah berupa reduce-reuse-recycle (3R). Reduce berarti mengurangi volume dan
berat sampah, reuse berarti memanfaatkan kembali dan recycleberarti daur ulang
sampah. Teknik pengolahan sampah dengan pola 3R, secara umum adalah sebagai
berikut:
1) Reduce (pengurangan volume)
Ada beberapa cara untuk melakukan pengurangan volume sampah, antara
lain:
a. Incenerator (pembakaran)
Merupakan proses pengolahan sampah dengan proses oksidasi,
sehingga menjadi kurang kadar bahayanya, stabil secara kimiawi serta
memperkecil volume maupu berat sampah yang akan dibuang ke lokasi TPA.
b. Balling (pemadatan)
Merupakan sistem pengolahan sampah yang dilakukan dengan
pemadatan terhadap sampah dengan alat pemadat yang bertujuan untuk
mengurangi volume dan efisiensi transportasi sampah.
c. Composting (pengomposan)
Merupakan salah satu sistem pengolahan sampah dengan
mendekomposisikan sampah organik menjadi material kompos, sperti humus
dengan memanfaatkan aktivitas bakteri.
d. Pulverization (penghalusan)
Merupakan suatu cara yang bertujuan untuk mengurangi volume,
memudahkan pekerjaan penimpunan, menekan vektor penyakit serta
memudahkan terjadinya pembusukan dan stabilisasi.
2) Reuse
Reuse adalah pemanfaatan kembali atau mengguanakan kembali bahan-
bahan dari hasil pembuangan sampah menjadi bahan yang dapat di pergunakan
kembali. Misalnya sampah konstruksi bangunan.
3) Recycle
Recycle adalah kegiatan pemisahan benda-benda anorganik (misalnya:
botol-botol bekas, kaleng, kardus dan lainnya) dari tumpukan sampah untuk
diproses kembali menjadi bahan baku atau barang yang lebih berguna.




RINGKASAN

Pada kasus Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang telah diberikan, terdapat
beberapa masalah kesehatan atau masalah keperawatan yang ditemukan dan bisa
diangkat sebagai diagnose keperawatan. Masalah kesehatan tersebut muncul
dikarenakan terdapat penyimpangan antara teori dan kenyataan. Namun pada kasus
ini, pasangan usia subur (PUS) dusun Precet Desa Sumbersekar tidak merasakan ada
sebuah masalah kesehatan dari perilaku dan budaya mereka. Masalah kesehatan
tersebut berupa budaya mengenai nikah usia muda bagi wanita disertai tidak adanya
penundaan kehamilan. Kurangnya kesadaran warga untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan, pemberian makanan tambahan yang tidak tepat, pengelolaan sampah yang
tidak tepat, jarak kandang yang membahayakan kesehatan, kurangnya pengetahuan
mengenai PHBS, dan penggunaan alat perlindungan diri yang masih minim.
Berdasarkan masalah kesehatan tersebut, ditemukan 5 diagnosa keperawatan
yang bisa diangkat. Diagnosa keperawatan tersebut berupa deficit pengetahuan,
ketidakefetifan pemeliharaan kesehatan, risiko ketidakmampuan menjadi orang tua,
risiko kontaminasi, kesiapan meningkatkan proses kehamilan-persalinan. Dengan
didasari oleh 5 diagnosa keperawatan tersebut, perawat di komunitas dapat
merencanakan intervensi yang akan dilakukan. Namun sebelumnya perawat harus
mendiskusikan kepada warga di dusun tersebut, apakah masalah tersebut perlu untuk
dilakukan intervensi dan menentukan diagnose yang dijadikan prioritas utama.










DAFTAR PUSTAKA

Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan Dengan Pendekatan
Latihan. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Pegangan Dosen. Diagnosa Keperawatan Aplikasi
Pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC
Manuaba, I.B.G, 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana,
Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, H., 2005. Ilmu Kebidanan, Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
Saifuddin, 2005. Buku Acuan Praktis Maternal dan Neonatal, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Marmi, 2011. Asuhan Kebidanan Pada masa Antenatal, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Depkes RI, 2002a. Ibu Sehat Bayi Sehat, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai