SKENARIO 1 MPT
MENCRET BERKEPANJANGAN
Disusun oleh:
KELOMPOK A-1
KETUA
(1102013027)
(1102013003)
(1102013005)
(1102013006)
ANDREW ROZAAN F
(1102013028)
(1102013033
UNIVERSITAS YARSI
Jl. Let. Jend. Suprapto. Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510. Telepon:
+62 21 4206675.
SKENARIO 4
MENCRET BERKEPANJANGAN
Seorang laki-laki beusia 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan diare yang hilang
timbul sejak 3 bulan yang lalu, disertai sering demam, sariawan, tidak nafsu makan dan berat
badan menurun 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari anamnesis didapatkan pasien sering
melakukan hubungan seksual secara bebas.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering dan terdapat bercakbercak putih. Pemeriksaan laboratorium darah rutin LED 50 mm/jam. Pemeriksaan feses terdapat
sel ragi. Pada pemeriksaan sreening antibodi HIV didapatkan hasil (+) kemudian dokter
menganjurkan pemeriksaan konfirmasi HIV dan hitung jumlah limfositT CD4 dan CD8.
Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami gangguan
defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan pasien untuk datang ke dokter
lain dengan alasan yang tidak jelas.
Kata Sulit
1. Kaheksia = perubahan bentuk menjadi kurus diakibatkan kurang asupan makanan
2. HIV = virus yang menyerang sel T helper
3. LED = Laju Endap Daraha (untuk mengetahui peradangan dalam tubuh)
4. Defisiensi Imun = Ketidaknormalan system imun karena komponen system imun itu
sendiri
5. CD 4 = Seldarah putih untuk melawan sel infeksi
6. Pemeriksaan Screening Antibodi = untuk mendeteksi penyakit yang belum terlihat
7. Sel ragi = Indikator infeksi jamur pada system pencarnaan
8. CD 8 = membantu melaksanakan respon kekebalan tubuh
Petanyaan:
1. Mengapa pada penderita tampak kaheksia?
2. Apa hubungan komunitas gay dengan infeksi HIV?
3. Mengapa terjadi gangguan defisiensi imun pada penderita HIV?
4. Mengapa didapatkan sel ragi pada feces?
5. Apa fungsi pemeriksaan LED?
6. Apa factor yang mempengaruhi pemeriksaan LED?
7. Apakah penanganan pasien ini?
8. Bagaimanakah cara penularan HIV?
9. Apa ciri hasil pemeriksaan darah pada pasien HIV?
10. Apakah manifestasi HIV?
11. Mengapa dokter menganjurkan untuk datang ke dokter lain?
12. Pandangan islam tentang HIV?
Jawaban
1. Karena penderita diare selama 2 bulan dan nafsu makan menurun
2. Penularan HIV terjadi melalui seks bebas yang terjadi pada komunitas gay.
3. Karena sel T helper diserang penurunan jumlah sel B sel plasma
berkurang penurunan antibody virus berkembang.
4. Karena defisiensi antibody menyebabkan flora normal menjadi pathogen
5. Untuk mengetahui peradangan dalam tubuh
6. -Faktor eritrosit: jumlah eritrosit berkurang
- Faktor plasma: kadar fibrinogennya meningkat mempercepat pembuluh
rouleaux sehingga LED meningkat
7. Perbaikan gizi, minum obat seumur hidup
8. kontak seksual
transfusi darah
-Penularan dari ibu ke anak
- penggunaan jarum suntik bersamaan
- ASI
9. M
10. Mudah terjadi infeksi mis: pneumonia
gangguan susuna saraf pusat
Neoplasma mis: kaporsi sarcoma
11. Karena adanya stigma sehingga adanya diskriminasi dan dokter yang takut
tertular
12. Penderita: Bersabar menghadapi cobaan
Orang lain: jangan membeda-bedakan
HIPOTESA
HIV adalah virus yang yang menyerang system imun yang dapat masuk melalui cairan tubuh
yang mengandung virus HIV, sehingga menyebabkan defisiensi imun. Gejala yang ditimbulkan
adalah demam, diare, sariawan, kaheksia dll. Diagnosis dapat ditegakan dengan pemeriksaan
fisik dan penunjang seperti pemeriksaan LED dan screening Antibodi. Penyakit yang
ditempelkan virus ini dapat ditangani secara farmako dan non farmako. Jika tidak ditangani akan
menyebabkan komplikasi yang menyerang system organ. Pasien yang menderita penyakit ini
diberikan nasihat agama agar dapat bersabar menghadapi cobaan.
Sasaran Belajar
LI.1. Memahami dan Mernjelaskan Defisiensi Imun
LO 1.1 Definisi Defisiensi Imun
LO 1.2 Etiologi Defisiensi Imun
LO 1.3 Klasifikasi dan contoh penyakit Defisiensi imun
LI.2. Memahami dan Menjelaskan infeksi akibat virus HIV
LO 2.1 Definisi virus HIV
LO 2.2 Klasifikasi virus HIV
LO 2.3 Epidemiologi Infeksi virus HIV
LO 2.4 Patogenesis Infeksi Virus HIV
LO 2.5 Patofisiologis Infeksi virus HIV
LO 2.6 Manifestasi Infeksi virus HIV
LO 2.7 Komplikasi Infeksi virus HIV
LO 2.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding Infeksi virus HIV
LO 2.9 Penatalaksanaan Infeksi virus HIV
LO 2.10 Prognosis Infeksi virus HIV
LO 2.11 Pencagahan Infeksi virus HIV
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Dilema Etik dalam menangani pasien HIV
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam dalam Menangani Kasus HIV
f. Infeksi
Imunodefisiensi transien (pada campak dan varicella )Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV,
infeksi rubella kongenital).
LO 1.3 Klasifikasi dan contoh penyakit Defisiensi imun
1. Defisiensi Imun Non-Spesifik
a. Komplemen
Dapat berakibat meningkatnya insiden infeksi dan penyakit autoimun (SLE), defisiensi
ini secara genetik.
i. Kongenital
Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun (SLE dan
glomerulonefritis).
ii. Fisiologik
Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan faktor B yang masih
rendah.
iii. Didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori).
c. Sel NK
i. Kongenital
Pada penderita osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit), kadar IgG, IgA, dan
kekerapan autoantibodi meningkat.
ii. Didapat
Akibat imunosupresi atau radiasi.
d. Sistem fagosit
Menyebabkan infeksi berulang, kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan
langsung dengan jumlah neutrofil yang menurun, resiko meningkat apabila jumlah
fagosit turun < 500/mm3. Defek ini juga mengenai sel PMN.
i. Kuantitatif
Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh menurunnya produksi
atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan pemberian depresan
(kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik (defek perkembangan sel
hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan fenomena autoimun akibat
pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin).
ii. Kualitatif
Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh mikroba
intrasel.
1. Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram dan +)
2. Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik)
3. Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh benda asing)
4. Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak mampu
melepas isinya, penderita meninggal pada usai anak)
5. Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim kronis, dan otitis
media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia).
6. Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat.
Jumlah neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu)
7. Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk, efeks
sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur
rekuren dan gangguan penyembuhan luka)
2. Defisiensi Imun Spesifik
a. Kongential/primer
Sangat jarang terjadi.
i. Sel B
Defisiensi sel B ditandai dengan penyakit rekuren (bakteri)
1. X-linked hypogamaglobulinemia
2. Hipogamaglobulinemia sementara
3. Common variable hypogammaglobulinemia
4. Disgamaglobulinemia
ii. Sel T
Defisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren
1. Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital)
2. Kandidiasis mukokutan kronik
iii. Kombinasi sel T dan sel B
9
1.
2.
3.
4.
5.
b. Fisiologik
i. Kehamilan
Defisiensi imun seluler dapat diteemukan pada kehamilan. Hal ini karena
pningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk
trofoblast. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen
ii. Usia tahun pertama
Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belum
matang.
iii. Usia lanjut
Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi atrofi timus dengan
fungsi yang menurun.
sama, HIV-1 mempunyai gen VPU, tetapi tidak mempunyai gen VPX, sedangkan HIV-2
sebaliknya.
a. HIV-1
Merupakan penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Genom HIV mengkode sembilan
protein esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Pada HIV-1 terdapat protein Vpu
yang membantu pelepasan virus. Terdapat 3 tipe dari HIV-1 berdasarkan alterasi pada gen
amplopnya yaitu tipe M, N, dan O.
b. HIV-2
Protein Vpu pada HIV-1 digantikan dengan protein Vpx yang dapat meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan hasil duplikasi dari protein lain (Vpr).
Walaupun sama-sama menyebabkan penyakit klinis dengan HIV-2 tetapi kurang patogenik
dibandingkan dengan HIV-1.
Klasifikasi HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
(1) Group I; infeksi akut,seperti gejala flu dan tes antibodi terhadap HIV negatif.
(2) Group II (Asimtomatis); tes antibodi terhadap HIV positif,tidak ada gejala-gejala dan
laboratorium yang mengarah ke HIV/AIDS
(3) Group III (Simtomatis); tes antibodi terhadap HIV Positif,dan terjadi pembesaran
kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persisten generalized lymphadenopathy)
(4) Group IVA; tes antibodi terhadap HIV positif,dan terjadi penyakit konstitusional (demam
atau diare yang persisten,penurunan berat badan lebih 10% dari berat badan normal)
(5) Group IVB; sama dengan group IVA disertai adanya penyakit
neurologi,dementia,neurophati,dan myelophati.
(6) Group IVC; sama dengan group IVB disertai sel CD4 < 200 mm,dan terjadi infeksi
opurtunistik.
(7) Group IV-D; sama dengan group IVC disertai terjadi tuberkulosis paru,kanker servikal yang
invasif,dan keganasan yang lain.
LO 2.3 Epidemiologi Infeksi virus HIV
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah
baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara
2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anakanak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun
2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS
meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
12
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6
sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah
anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang
hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua
wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak
yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah
terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini
karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7
juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika
Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini
dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[97] Di 35 negara di Afrika dengan perataan
terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi
tanpa penyakit.
Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.
13
Virion virus mempunyai tonjolan terdiri dari gp120 (pada selubung permukaan/eksternal) dan
gp41 (pada bagian transmembran), (gp : glikoprotein, angka mengacu pada massa protein
dalam ribuan dalton). Limfosit CD4+ merupakan target utama pada infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4+ (berfungsi dalam imunologis yang
penting). HIV menginfeksi sel dengan berikatan dengan reseptor sel T CD4+. gp120 berikatan
kuat dengan reseptor sel T CD4+, agar gp41 dapat memerantarai fusi membran virus ke
membran sel, selain itu diperlukan koreseptor pada permukaan sel T yaitu CCR5/CXCR4.
Individu yang mewarisi defisiensi (homozigot) gen koreseptor CCR5/CXCR4 resisten
terhadap timbulnya AIDS, walaupun berulang kali terpajan HIV (1% orang Amerika
keturunan Caucasian), dan yang heterozigot tidak terlindung dari AIDS, akan tetapi awitan
penyakit melambat, hal ini belum pernah ditemukan pada homozigot populasi Asia dan
Afrika. Sel-sel lain yang rentan terinfeksi adalah makrofag, monosit (berfungsi sebagai
resevoar/APC untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus), sel NK, sel B, sel endotel, sel
epitel, sel Langerhans, sel dendritik, sek mikroglia, dan berbagai jaringan tubuh dikarenakan
sifat HIV yang politrofik. APC yang terinfeksi HIV akan menuju ke limfonodus regional,
virus dapat dideteksi 5 hari setelah inokulasi. Dalam limfonodus APC baru dapat dideteksi
dengan teknik hibridisasi in situ 7-14 hari setelah inokulasi.
Replikasi virus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Selain itu sel B yang dirangsang oleh IL-4 yang dikeluarkan oleh sel T CD4+ akibat
rangsangan IL- 2 dari APC akan memacu sel B untuk berproliferasi menghasilkan sel
plasma yang menghasilkan antibodi spesifik untuk gp120 dan gp41 virus. Antibodi ini akan
muncul dalam 1-6 bulan pasca infeksi dan dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi
virus menurun hingga level steady state, walaupun antibodi memiliki aktifitas netralisasi
yang kuat tetapi tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar dengan mengubah
bagian amplopnya yaitu situs glikosilasinya, sehingga konfigurasi 3 dimensinya berubah dan
antibodi yang spesifik terhadap glikoprotein terdahulu tidak akan mengenal dengan
glikoprotein yang baru.
Patofisiologi
15
Dengan adanya sel T mempermudah produksi IL-2 untuk mengaktivasi sel Th lain untuk
berespon terhadap infeksi HIV, sel T CD4+ juga memproduksi IFN- untuk mengaktifkan
makrofag. Sel T CD4+ memproduksi IL-4 yang akan mengaktivasi sel B untuk menghasilkan
antibodi. Sel T CD4+ memproduksi IL-5 untuk perlawanan terhadap helminth, sehingga
apabila sel T CD4+ dirusak oleh infeksi HIV akan mengakibatkan infeksi oportunistik berat
yang berakibat fatal.
Selain itu defisiensi sel T CD4+ juga disebabkan oleh :
1.
ADCC/sel NK yang terinduksi oleh antibodi gp120 dan gp41, akan membantu
menyingkirkan sel T CD4+ yang terinfeksi
2.
Apoptosis sel T CD4+
3.
Ketidakmampuan pembelahan sel T CD4+ (anergi)
4.
Teori sinsitium, sel T CD4+ yang tidak terinfeksi berfusi dengan sel-sel terinfeksi
16
Klasifikasi infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa, klasifikasi tersebut
berdasarkan gejala dan beratnya imunosupresi yang terjadi pada anak. Klasifikasi ini sendiri
penting untuk mengetahui derajat beratnya penyakit HIV anak. Adapun kriteria gejala
menurut WHO untuk anak:
Gejala mayor:
Berat badan turun atau pertumbuhan lambat yang abnormal
Diare kronis >1 bulan
Demam >1 bulan
Gejala minor:
Limfadenopati generalisata
Kandidiasis orofaringeal
Infeksi umum yang rekuren
Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan
Ruam kulit yang menyeluruh
Konfirmasi Infeksi HIV pada ibunya dihitung sebagai kriteria minor.
18
21
Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah terkontaminasi.
Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan, kadang-kadang,
muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis
jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif.
Cytomegalovirus (CMV)
Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur,
darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam
tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh
lainnya.
Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal
ini menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan
putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut,
kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin
memiliki gejala parah terutama di mulut atau
kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.
Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf pusat
yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah dan
mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.
Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan
parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang
terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.
Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan
kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit
tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang
dengan AIDS.
Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS:
Sarkoma Kaposi
23
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang
terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada orang dengan
HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu
pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam
atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ internal,
termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.
Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari kelenjar
getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan pembengkakan
kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.
Komplikasi lainnya:
Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih tetap
mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai penurunan
paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare, kelemahan
kronis dan demam.
Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa
menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan
kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah demensia
AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental
berkurang.
LO 2.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding Infeksi virus HIV
Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa mereka terinfeksi
karena mereka tidak mengalami gejala setelah mereka pertama kali terinfeksi HIV.
Sebagian dari mereka memiliki gejala mirip flu dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu setelah terpapar virus. Mereka mengeluh demam, sakit kepala, kelelahan, dan
terjadi pembesaran kelenjar getah bening di leher. Gejala-gejala ini biasanya hilang dengan
sendirinya dalam beberapa minggu. Setelah itu, orang tersebut merasa normal dan tidak
memiliki gejala. Fase ini sering berlangsung tanpa gejala selama bertahun-tahun.
Pemeriksaan darah adalah cara paling umum untuk mendiagnosis HIV. Tes ini bertujuan
untuk mencari antibodi terhadap virus HIV. Orang yang terkena virus harus segera
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tindak lanjut tes mungkin diperlukan, tergantung
pada waktu awal paparan.
Sebelum dilakukan tes, pemeriksaan anamnesis juga perlu dilakukan untuk
mengetahui gaya hidup pasien apakah termasuk gaya hidup berisiko tinggi.
Pemeriksaan primer untuk mendiagnosis HIV dan AIDS meliputi:
24
ELISA
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk mendeteksi infeksi
HIV. Jika tes ELISA positif, tes Western blot biasanya dilakukan untuk
mengkonfirmasikan diagnosis. Jika tes ELISA negatif, tetapi ada kemungkinan pasien
tersebut memiliki HIV, pemeriksaan harus diulang lagi dalam satu sampai tiga bulan.
ELISA sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%, cukup sensitif pada infeksi HIV
kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, hasil tes mungkin
negatif selama beberapa minggu untuk beberapa bulan setelah terinfeksi. Meskipun
hasil tes mungkin negatif selama periode ini, pasien mungkin memiliki tingkat
penularan tinggi. Biasanya tes ini memberikan hasil positif setelah 2-3 bulan
terinfeksi.
Pemeriksaan Air Liur
Pad kapas digunakan untuk memperoleh air liur dari bagian dalam pipi. Pad
ditempatkan dalam botol dan diserahkan ke laboratorium untuk pengujian. Hasil dapat
diperoleh dalam tiga hari. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan tes darah.
Viral Load Test
Tes ini bertujuan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Umumnya, tes ini
digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan atau mendeteksi dini infeksi HIV.
Tiga teknologi yang digunakan untuk mengukur viral load HIV dalam darah: Reverse
Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Branched DNA (bDNA) and
Nucleic Acid Sequence-Based Amplification Assay (NASBA). Prinsip-prinsip dasar
dari tes ini sama. HIV dideteksi menggunakan urutan DNA yang terikat secara khusus
pada virus. Penting untuk dicatat bahwa hasil dapat bervariasi antara tes.
Western Blot
Ini adalah pemeriksaan darah yang sangat sensitif sebesar 99,6-100%, yang digunakan
untuk mengkonfirmasi hasil tes ELISA positif. Tetapi pemeriksaan ini cukup sulit,
mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Western Blot merupakan
elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang
spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan berarti tes
negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan berarti western
blot positif. Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu dengan sampel yang sama.
Jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan maka tes western blot harus diulangi
lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV negatif
Langkah Pemeriksaan
Strategi I
Hanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka
dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan nonreaktif dianggap
tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan pada strategi ini harus
memiliki sensitivitas yang tinggi (>99%).
Strategi II
Menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama
memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka
dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan
25
sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik
serta berbeda jenis antigen atau tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama.
Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV.
Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah nonreaktif, maka pemeriksaan harus
diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai
indeterminate.
Strategi III
Menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan
ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV.
Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif,
dan tes ketiga nonreaktif, atau tes pertama reaktif, sementara tes kedua dan ketiga
nonreaktif, maka keadaan ini disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien
yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular
HIV. Sedangkan bila hasil seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa
riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil
pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu diperhatikan juga bahwa pada
pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang berbeda asal antigen atau tekniknya, serta
memiliki spesifisitas yang lebih tinggi.
Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV,
yang paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB).
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus
mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa mendapat informasi yang
sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat mengambil keputusan
yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk
keperluan survei tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan
diberi tahu hasil tesnya.
Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes
positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai
pengobatan untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan.
Jika hasilnya negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi
bagaimana mempertahankan perilaku yang tidak berisiko. Seseorang dinyatakan
terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik
dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus
dalam tubuh.
Skrining HIV
Mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatu populasi tertentu,
sementara uji diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaan HIV pada orang-orang
dengan gejala dan tanda yang konsisten dengan infeksi HIV. CDC menyatakan bahwa
infeksi HIV memenuhi seluruh kriteria untuk dilakukan skrining, karena:
a. Infeksi HIV merupakan penyakit serius yang dapat didiagnosis sebelum timbulnya
gejala.
b. HIV dapat dideteksi dengan uji skrining yang mudah, murah, dan noninvasif.
c. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki harapan untuk lebih lama hidup bila pengobatan
dilakukan sedini mungkin, sebelum timbulnya gejala.
26
d. Biaya yang dikeluarkan untuk skrining sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh
serta dampak negatif yang dapat diantisipasi. Di antara wanita hamil, skrining secara
substansial telah terbukti lebih efektif dibandingkan pemeriksaan berdasarkan risiko
untuk mendeteksi infeksi HIV dan mencegah penularan perinatal.
CDC merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HIV secara rutin untuk
setiap orang berusia 13-64 tahun yang datang ke sarana pelayanan kesehatan meskipun
tanpa gejala. Selain itu, CDC juga merekomendasikan agar pemeriksaan HIV
dimasukkan dalam pemeriksaan rutin antenatal bagi wanita hamil.11 Sementara
pemeriksaan wajib HIV lebih ditekankan untuk dilakukan pada donor darah dan organ.
Pemeriksaan wajib HIV juga dapat dilakukan pada bidang perekrutan tentara atau
tenaga kerja imigran.
Panduan WHO mengenai PITC tahun 2007 menyebutkan bahwa metode ini
dapat diterapkan pada wilayah dengan tingkat epidemiologi HIV yang berbeda- beda,
yaitu daerah dengan epidemi HIV yang rendah, daerah dengan tingkat epidemi HIV
yang terkonsentrasi, dan daerah dengan tingkat epidemi yang meluas. Yang dimaksud
dengan epidemi yang rendah adalah infeksi HIV hanya ditemukan pada beberapa
individu dengan perilaku berisiko (WPS, pengguna narkoba suntik, laki-laki
berhubungan seks dengan laki-laki); angka prevalensinya tidak melebih 5% pada
subpopulasi tertentu. Sementara itu, yang dimaksud dengan tingkat epidemi yang
terkonsentrasi adalah infeksi HIV telah menyebar di subpopulasi tertentu, namun tidak
ditemukan di populasi umum. Hal ini menunjukkan aktifnya hubungan antara risiko
dengan subpopulasi; angka prevalensi pada subpopulasi melebihi 5%, namun tidak
sampai 1% pada wanita hamil. Kemudian, yang dimaksud tingkat epidemi yang meluas
adalah infeksi HIV telah ditemukan pada populasi umum, dengan prevalensi pada
wanita hamil melebihi 1%.
Pada semua tingkat epidemi, PITC direkomendasikan untuk dilakukan kepada
orang dewasa, remaja, atau anak dengan gejala dan tanda klinis yang sesuai dengan
infeksi HIV; anak yang terpapar HIV atau anak yang lahir dari ibu yang HIV positif;
anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi, di daerah dengan epidemi yang
meluas, yang tidak membaik dengan terapi yang optimal; serta pria yang menginginkan
untuk dilakukan sirkumsisi sebagai pencegahan penularan HIV.
Uji Konfirmasi HIV
Pemeriksaan Anti-HIV konfirmasi merupakan pemeriksaan tahap kedua setelah uji
saring. Pemeriksaan ini diperlukan ketika hasil uji saring positif atau positif palsu (hasil
uji saring menyatakan positif, namun sebenarnya tidak terinfeksi HIV). Bila pada
pemeriksaan ini menunjukkan hasil positif, maka hampir dapat dipastikan bahwa seorang
individu terinfeksi HIV.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pasien ini difikirkan sebagai multipel abses pada HIV yang
disebabkan oleh Tubesculosis, karena abses pada tuberculoma juga terdapat multipel
abses, dengan gambaran abses yang lebih kecil dengan ukuran 1-2 mm, serta efek massa
yang minimal. Namun pada pasien ini didapatkan adanya gejala infeksi tuberkulosis pada
27
paru, yaitu tidak adanya batuk-batuk yang lama dan pada pemeriksaan fisik paru tidak
didapatkan kelaianan serta pada hasil MRI didapatkan ukuran yang lebih besar dan efek
massa (+)
Malaria
Tuberkulosis
Penyakit Autoimun
Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase
inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease. tidak semua ARV yang ada telah tersedia
di indonesia (tabel 3). Waktu memulai terapi ARV harus di pertimbangkan dengan
seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV di
rekomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukan gejala yang termasuk dalam
kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukan gejala yang sangat berat, tanpa melihat
jumlah limfosit CD4+. Obat ini juga di rekomendasikan pada pasien asimptomatik
dengan llimfosit CD4+ kurang dari 200 sel /mm3. Pasien asimptomatik dengan limfosit
CD4+200-350 sel/mm3 dapat di tawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien
asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih dari
100.000 kopi/ml terapi ARV dapat di mulai, namun dapat pula ditunda.Terapi ARV tidak
di anjurkan di mulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral
load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Saat ini regimen pengobatanm ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3
obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan (tabei 4), dengan
indonesia yang tertular HIV dari ibunya. Evektifitas penularan HIV dari ibu ke bayi
adalah sebesar 10-30%. Artinya dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIF, ada 10sampai30
bayi yang akan tertular. Sebagian besar penularan terjadi sewaktu proses melahirkan,
dan serbagian kecil melalui plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi melalui air
susu ibu.
Kendala yang di khawatirkan adalah biyaya untuk membeli obat ARV.obatARV yang di
anjurkan untuk PTMCT adalah zidovudin (AZT) atau nevirapin.pemberian nevirpin
dosis tunggal untuk ibu dan anak dinilai sangat mudah untuk di terapan dan
ekonomis.sebelumnya pilihan yang terbaik adalah pemberian ARV yang di
kombinasikan denganoprasi caesar, karena dapat menekan penularan sampai 1% namun
sayangnya di negara berkembang seperti indonesia tidak mudah untuk melakukaan
operasi sectio caesaria yang murah dan aman.
Interaksi dengan obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Masalah koinfeksi tuberkulosis dengan HIV merupakan masalah yang sering di hadapi
di indonesia. Pada prinsipnya, pemberian OAT pada odha tidak berbeda dengan passien
HIF negatif. Interaksi antara OAT dan ARV, termasuk efek hepatotoksisitasnya, harus
sangat di perhatikan. Pada odha yang telah mendapat obat ARV sewaktu diagnosis TB
ditegakkan, maka obat ARV tetap diteruskan dengan efaluasi yang lebih ketat. Pada
odha yang belum mendapat terapi ARV, waktu pemberian obat di sesuaikan dengan
kondisinya (Tabel 5)
Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali
ddl yang harus di berikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai buffer
antasida.
Interaksi dengan OAT terutama terjadi pada ARV golongan non-nukleosida dan
inhibitor protease. Obat ARV yang di anjurkan digunakan pada odha dengan TB pada
kolom B (tabel 4) adalah evafirenz. Rifampisin dapat menurunkan kadar nelvinafir
sampai 82% dan dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%. Namun, jika
evafirenza tidak memungkinkan diberikan, Pada pemberian Bersama rifamisin dan
nevirapin, dosis nevirapin tidak perlu dinaikan.
EVALUASI PENGOBATAN
Pemantauan jumlah sel CD4 di dalam darah merupakan indikator yang dapat di percaya
untuk membantu beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV, dan memudahkan
30
kita untuk mengambil keputusan memberikan pengobatan ARV. Jika kita mendapat
sarana pemeriksaan CD4, maka jumlah CD4 dapat di perkirakan dari jumlah limfosit
total yang sudah dapat dikerjakan dari banyak laboratorium pada umumnya.
Sebelum tahun 1996, para klinisi mengobati, menentukan prognosisdan menduga
staging pasien, berdasarkan gambaran klinik pasien dan jumlah limfosit CD4. Sekarang
ini sudah ada tambahan parameter baru yaitu hitungan virus HIV dalam darah(viral
load) sehingga upaya tersebut menjadilebih tepat.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa dengan pemeriksaan viral load, kita
dapat memperkirakan resiko kecepatan perjalanan penyakit dan kematian akibat HIV.
Pemeriksaan vira load memudahkan untuk memantau efektifitas obat ARV.
Sejak awal pengobatan ARV, masalah kegagalan terapi ARV lini pertama menjadi hal
yang banyak diteliti. Definisi kegagalan terapi dapat dilihat pada tabel 6.
Obat-obat golongan protease inhibitor (PIs) seperti lopinavir/ritonavir, atazanavir,
saquinavir, fosamprenavir, dan darunavir memiliki barier genetik yang tinggi terhadap
resistensi. Obat golongan lain memiliki barier rendah. Walu demikian, kebanyakan
pasien yang mendapatkan Pis-terkait HAART (highly active anti-retroviral therapy)
yang mengalami kegagalan virologis biasanya memiliki strain virus HIV yang masih
sensitif, kecuali bila digunakan jangka panjang. Obat golongan lain biasanya menjadi
resisten dalam waktu yang lebih singkat ketika terdapat kegagalan virologist.
Indikasi terapi untuk merubah terapi pada kasus gagal terapi adalah progresi penyakit
secara klinis dimulai setelah >6 bulan memakai ARV.
Pada WHO stadium 3: penurunan berat badan BB > 10%, diare atau demam >1 bulan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, oral hairly leukoplakia terdapat infeksi bakterial
yang berat atau bedridden lebih dari 50% dari satu bulan terakhir.
Tes resistensi seharusnya dilakukan selama terapi atau dalam 4 minggu penghentian
regimen obat yang gagal. Interpretasi hasil tes resistensi merupakan hal yang kompleks,
bahkan terkadang lebih baik dikerjakan oleh ahlinya.
LO 2.10 Prognosis Infeksi virus HIV
Tanpa pengobatan, waktu hidup bersih rata-rata setelah terinfeksi HIV diperkirakan 9
sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, di daerah-daerah dimana banyak
tersedia, pengembangan ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS
mengurangi kematian tingkat dari penyakit dengan 80%, dan meningkatkan harapan
hidup untuk orang yang terinfeksi HIV baru didiagnosis sekitar 20 tahun.
Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu satu tahun. Laju
perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu dan telah terbukti
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi kekebalan tubuh.
LO 2.11 Pencagahan Infeksi virus HIV
31
Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa negara dan amat
dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, untuk dilaksanakan secara sekaligus
yaitu :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Dilema Etik dalam menangani pasien HIV
Stigma dan diskriminasi, dibawah slogan "Live and Let Live" (Hidup dan Tetap Tegar),
telah ditetapkan menjadi tema Kampanye AIDS Dunia di tahun 2002-2003. Stigma sering
kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan akan mendorong munculnya pelanggaran
HAM bagi orang dengan HIV/AIDS dan keluarganya. Ini karena mengingat HIV/AIDS
sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba dan kematian, banyak orang yang
tidak peduli, tidak menerima, dan takut terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan
masyarakat. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi HIV/AIDS (Kesrepro, 2007).
Stigma dan diskriminasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Dimana ia terjadi
ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan
seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV
seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang
menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA; pegawai atasan yang
memberhentikan karyawannya berdasarkan status atau prasangka akan status HIV mereka;
atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup, dengan
HIV/AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi
manusia (Kesrepro, 2007).
UUD yang Berhubungan :
Pasal 30
32
Kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas. UU
tersebut memang hanya menyebut dokter,dokter gigi dan pimpinan sarana yang wajib
menyimpannya sebagai rahasia, namun PP No 10tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia
kedokteran tetap mewajibkan seluruh tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam
pendidikan di sarana kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran.
Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan
jabatan adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena
terbongkarnya statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang
dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:
pornoaksi. Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan
yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi ibnu Rifaa pernah bertutur demikian: Nahaana
Shallallaahu alaihi wassaliman kasbi; ammato illa maa amilat biyadaiha. Wa qaala:
Haa kadza biashobiihi nakhwal khabzi wal ghazli wan naqsyi.artinya: Nabi Saw telah
melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua
tangannya. Beliau bersabda Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya
tukang roti, pemintal, atau pengukir.
5.
Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta
mengharamkan narkoba. Sabda Rasulullah Saw :Kullu muskirinharaamun artinya :
Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram(HR. Bukhori Muslim)Laa dharaara
wa la dhiraara artinya : Tidak boleh menimpakanbahaya pada diri sendiri dan kepada
orang lain. (HR. Ibnu Majah).Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal
dan menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks
bebas inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS .
6.
Amar maruf nahi munkar yang wajib dilakukan oleh individu danmasyarakat.
7.
Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina. Pelaku zina
muhshan (sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru muhshan dicambuk 100
kali. Adapun pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan narkoba dihukum
cambuk. Para pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai dengan mati. Semua
fasilitator seks bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno, distributor, pemilik
tempat-tempat maksiat, germo, mucikari, backing baik oknum aparat atau bukan,
semuanya diberi sangsi yang tegas dan dibubarkan.
Solusi Kuratif
Orang yang terkena virus HIV/AIDS, maka tugas negara untuk melakukanbeberapa hal
sebagai berikut:
1. Orang yang tertular HIV/AIDS karena berzina maka jika dia sudahmenikah
dihukumrajam. Sedangkan yang belum menikah dicambuk100 kali dan selanjutnya
dikarantina.
2. Orang yang tertular HIV/AIDS karena Homoseks maka dihukum mati.
3. Orang yang tertular HIV/AIDS karena memakai Narkoba makadicambuk selanjutnya
dikarantina.
4. Orang yang tertular HIV/AIDS karena efek spiral (tertular secara tidak langsung)
misalnya karena transfusi darah, tertular dari suaminya dan sebagainya, maka orang
tersebut dikarantina.
Penderita HIV/AIDS yang tidak karena melakukan maksiat dengan sangsi hukuman mati,
maka tugas negara adalah mengkarantina mereka. Karantina dalam arti memastikan tidak
35
terbuka peluang untuk terjadinya penularan harus dilakukan, terutama kepada pasien
terinfeksi fase AIDS. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw yang artinya: Sekalikali janganlah orang yang berpenyakit menularkan kepada yang sehat (HR Bukhori ).
Apabila kamu mendengar ada wabah di suatu negeri, maka janganlah kamu
memasukinya dan apabila wabah itu berjangkit sedangkan kamu berada dalam negeri itu ,
janganlah kamu keluar melarikan diri (HR. Ahmad, Bukhori, Muslim dan Nasai dari
Abdurrahman bin Auf).
Mengkarantina agar penyakit tersebut tidak menyebar luas, perlu memperhatikan halhal berikut:
a. Selama karantina seluruh hak dan kebutuhan manusiawinya tidak diabaikan.
b. Diberi pengobatan gratis.
c. Berinteraksi dengan orang orang tertentu di bawah pengawasan dan jauh
dari media serta aktifitas yang mampu menularkan.
d. dilakukan upaya pendidikan yang benar tentang HIV-AIDS kepada semua kalangan
disertai sosialisasi sikap yang diharapkan dari masing-masing pihak/kalangan
(komunitas ODHA/OHIDA, komunitas resiko tinggi, komunitas rentan)
e. dilakukan pendidikan disertai aktivitas penegakan hukum kepada ODHA yang
melakukan tindakan yang membahayakan (beresiko menularkan pada) orang lain
f. Pembinaan rohani, merehabilitasi mental (keyakinan, ketawakalan,kesabaran) sehingga
mempecepat kesembuhan dan memperkuat ketaqwaan. Telah diakui bahwa
kesehatanm mental mengantarkan pada 50% kesembuhan.
g. Dilakukan pemberdayaan sesuai kapasitas
Di sisi lain, jika selama ini penyakit seperti HIV/AIDS belum ditemukan obatnya maka
negara wajib menggerakkan dan memberikan fasilitas kepada para ilmuwan dan ahli
kesehatan agar secepatnya bisa menemukan obatnya.
Jalan Menuju Terwujudnya Strategi Penanggulangan HIV-AIDS
Perspektif Islam
a.
Penguatan aqidah, keimanan dan konsekuensi untuk berhukum dengansistem
Islam
Mulai memblow-up solusi Islam sebagai strategi alternatif penanggulangan HIVAIDS yang seharusnya diambil ke masyarakat dan media
37
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja KG, Rengganis I. (2010). Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Dewi, Alexandra I. 2008. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher
Djoerban Z, Djauzi S. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III Jakarta : Departemen
Penyakit Dalam FKUI.
Karnen, Baratawidjaja & Iris Rengganis. 2012. Imunologi Dasar. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI
Kresno, Siti Boedina. 2010. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : FKUI
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis (PPI-TB) di Puskesmas. 2010.
Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Kementrian Kesehatan RI
Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI,
vol. 1. Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC.
Rosyidah, F. (2011). Kritik Islam Terhadap Strategi Penangulangan HIV-AIDS Berbasis
Paradigma Sekuler-Liberal dan Solusi Islam dalam Menangani Kompleksitas Problematika
HIV-AIDS.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis, edisi 2. Jakarta. Erlangga
38