Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di negara beriklim lembab, penyakit parasit masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Salah satu di antaranya
adalah infeksi protozoa yang ditularkan melalui tubuh kucing. Infeksi
penyakit yang ditularkan oleh kucing ini mempunyai prevalensi yang cukup
tinggi, terutama pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan makan daging
mentah atau kurang matang. Di Indonesia faktor-faktor tersebut disertai
dengan keadaan sanitasi lingkungan dan banyaknya sumber penularan
(Sasmita dkk, 1988).
Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii, merupakanm penyakit parasit pada manusia dan juga pada hewan
yang menghasilkan daging bagi konsumsi manusia (Konishi dkk, 1987).
Infeksi yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii tersebar di seluruh
dunia, pada hewan berdarah panas dan mamalia lainnya termasuk manusia
sebagai hospes perantara, kucing dan berbagai jenis Felidae lainnya
sebagai hospes definitif (WHO, 1979).
Infeksi Toxoplasma tersebar luas dan sebagian besar berlangsung
asimtomatis, meskipun penyakit ini belum digolongkan sebagai penyakit
parasiter yang diutamakan pemberantasannya oleh pemerintah, tetapi
beberapa penelitian telah dilakukan di beberapa tempat untuk mengetahui
derajat distribusi dan prevalensinya. Indonesia sebagai negara tropik
merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan parasit tersebut.




Keadaan ini ditunjang oleh beberapa factor seperti sanitasi lingkungan dan
banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya (Felidae)
(Adyatma, 1980 ; Levine, 1990).
Manusia dapat terkena infeksi parasit ini dengan cara didapat
(Aquired toxoplasmosis) maupun diperoleh semenjak dalam kandungan
(Congenital toxoplasmosis). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia
mengalami infeksi penyakit ini.
Protozoa ini hidup dalam sel epitel usus muda hospes definitif,
sedangkan ookistanya dikeluarkan bersama tinjanya. Penularan parasit ini
terjadi dengan tertelannya ookista dan kista jaringan dalam daging mentah
atau kurang matang serta transplasental pada waktu janin dalam
kandungan. Diagnosis infeksi protozoa ini dilakukan dengan mendapatkan
antibodi IgM dan IgG anti T. gondii dalam tes serologi (WHO, 1979 ; Zaman
dan Keong, 1988). Sebagai parasit, T. gondii ditemukan dalam segala
macam sel jaringan tubuh kecuali sel darah merah. Tetapi pada umumnya
parasit ini ditemukan dalam sel retikulo endotelial dan sistem syaraf pusat
(Remington dan Desmonts, 1983).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari malaria ?
2. Bagaimana epidemiologi penyakit malaria ?
3. Apa vektor dan parasit penyebab penyakit malaria ?
4. Bagaimana siklus hidup plasmodium pada penyakit malaria ?
5. Bagaimana gejala penderita penyakit malaria ?
6. Bagaimana cara penularan penyakit malaria ?




7. Bagaimana diagnosis dan pemeriksaan laboratorium penyakit malaria ?
8. Bagaimana pengobatan penyakit malaria ?
9. Bagaimana pencegahan penyakit malaria ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah penulis ingin memberikan atau
memperluas pengetahuan masyarakat tentang parasit Toxoplasma gondii,
sehingga masyarakat mengenal vektor dan parasit penyebab penyakit
toksoplasmosis, mengetahui gejala klinis penyakit toksoplasmosis, dan
penanggulangan dari penyakit toksoplasmosis.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh Nicole dan
Manceaux tahun 1908 pada limfa dan hati hewan pengerat Ctenodactylus
gundi di Tunisia Afrika dan pada seekor kelinci di Brazil. Lebih lanjut Mello
pada tahun 1908 melaporkan protozoa yang sama pada anjing di Italia,
sedangkan Janku pada tahun 1923 menemukan protozoa tersebut pada
penderita korioretinitis dan oleh Wolf pada tahun 1937 telah di isolasinya dari
neonatus dengan ensefalitis dan dinyatakan sebagai penyebab infeksi
kongenital pada anak. Walaupun perpindahan intra-uterin secara
transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup
parasit ini menjadi jelas ketika ditemukan daur seksualnya pacta kucing
(Hutchison,1970).
Menurut Brotowidjoyo (1987), pada tahun 1969 posisi T. gondii dalam
klasifikasi masih belum pasti, namun pada tahun 1970 dapat ditetapkan
bahwa T.gondii termasuk kelas Sporozoa yang mirip dengan Isospora. Pada
tahun 1970, ditemukan secara serentak di beberapa negara bahwa T. gondii
ternyata memproduksi ookista di dalam tubuh kucing yang tidak dapat
dibedakan dengan suatu ookista yang kemudian disebut Isospora bigemina.
Dengan kata lain, ookista ini berisi dua sporokista yang masing- masing
berisi empat sporozoit (Levine, 1990).







B. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Protozoa
Filum : Apicomplexa
Kelas : Conoidasida
Sub Kelas : Coccidiasina
Ordo : Eucoccidiorida
Sub Ordo : Eimerioorina
Famili : Sarcocystidae
Genus : Toxoplasma
Spesies : Toxoplasma gondii

C. Morfologi Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat
dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan
ookista (berisi sporozoit) (Hiswani, 2005). Bentuk takizoit menyerupai bulan
sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran
panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti
yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti
mitokondria dan badan golgi (Sasmita, 2006). Bentuk ini terdapat di dalam
tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan
kucing sebagai hospes definitif. Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam
berbagai jaringan tubuh. Takizoit juga dapat memasuki tiap sel yang berinti.
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil




hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi
kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur
hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak bentuk kista
lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot
(Gandahusada, 2003).
Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista
mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua
sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk
dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4
sporozoit yang berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu.
Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida,
berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara
bergantian.

D. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii, merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke
manusia (Hiswani, 2005). Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang
bersifat parasit obligat intraseseluler. Menurut Wiknjosastro (2007),
toksoplasmosis menjadi sangat penting karena infeksi yang terjadi pada saat
kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan atau kelahiran anak yang
dalam kondisi abnormal atau disebut sebagai kelainan kongenital seperti
hidrosefalus, mikrosefalus, iridosiklisis dan retardasi mental.






E. Siklus Hidup
Daur hidup T. gondii melalui dua siklus yaitu siklus enteroepitel dan
siklus ekstraintestinal. Siklus enteroepitelial di dalam tubuh hospes definitif
seperti kucing. Siklus ekstraintestinal pula di dalam tubuh hospes perantara
seperti manusia, kambing dan domba. Pada siklus ekstraintestinal, ookista
yang keluar bersama tinja kucing belum bersifat infektif. Setelah mengalami
sporulasi, ookista akan berisi sporozoit dan menjadi bentuk yang infektif.
Manusia dan hospes perantara lainnya akan terinfeksi jika tertelan bentuk
ookista tersebut.
Di dalam ileum, dinding ookista akan hancur sehingga sporozoit
bebas. Sporozoit-sporozoit ini menembus mukosa ileum dan mengikuti aliran
darah dan limfa menuju berbagai organ tubuh seperti otak, mata, hati dan
jantung.
Sporozoit bebas akan membentuk pseudokista setelah berada dalam
sel organ-organ tersebut. Pseudokista tersebut berisi endozoit atau yang
lebih dikenal sebagai takizoit. Takizoit akan membelah, kecepatan membelah
takizoit ini berkurang secara berangsur kemudian terbentuk kista yang
mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista biasanya ditemukan pada
infeksi menahun (infeksi laten).

F. Cara Infeksi
Cara infeksi parasit ini terjadi melalui :
1. Pada Toksoplasmosis congenial transmisi Toxoplasma kepada janin
terjadiin utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer
waktu hamil





2. Pada Toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi bila memakan daging
mentah atau kurang matang (misalnya sate), kalau daging tersebut
mengandung kista jaringan atau takizoit Toxoplasma. Pada orang yang
tidak makan daging dapat terinfeksi bila ookista yang dikeluarkan dengan
tinja kucing tertelan.
3. Terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh dari donor penderita
toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah terinfeksi
Toxoplasma gondii.
4. Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui jarum suntik dan alat
laboratoriurn lain yang terkontaminasi oleh Toxoplasma gondii.
5. Transfusi darah lengkap dapat menyebabkan infeksi.

G. Gejala Klinis
Gejala klinis dari pasien yang terinfeksi parasit ini antara lain :
1. Infeksi Toxoplasma gondii ditandai dengan gejala seperti demam,
malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
(toxoplasmosis limfonodosa acuta). Gejala mirip dengan mononukleosis
infeksiosa.
2. Hidrosefalus, Kondisi abnormal dimana cairan serebrospinal terkumpul di
ventrikel otak, pada janin dapat menyebabkan cepatnya pertumbuhan
kepala dan penonjolan fontanela (sehingga kepala tampak membesar
karena berisi cairan) dan wajah yang kecil.
3. Korioretinitis, radang atau inflamasi lapisan koroid di belakang retina
mata.




4. Pengapuran (calcification) otak dan intraseluler.
5. Kondisi ini paling berat saat infeksi maternal (yang berasal dari ibu)
terjadi sejak dini saat masa kehamilan.
6. Sekitar 15-55% anak yang menderita infeksi bawaan atau sejak lahir
(congenitally infected children) tidak memiliki antibodi IgM spesifik-
T.gondii yang dapat dideteksi saat lahir atau masa tumbuh-kembang
awal (early infancy).
7. Sekitar 67% penderita tidak disertai tanda atau gejala infeksi. Juga
dilaporkan: radang mata (chorioretinitis) terjadi pada sekitar 15%
penderita, penulangan intrakranial (10%), kepala kecil (microcephaly).
8. Disertai ketidaknormalan jumlah sel darah putih (leukosit) di cairan otak
dan sumsum tulang (cerebrospinal fluid), yang dalam istilah medis
disebut dengan pleocytosis. Sedangkan nilai protein meningkat pada
20% penderita.
9. Janin baru lahir yang terinfeksi T.gondii dapat mengalami anemia,
penurunan trombosit, dan penyakit kuning (jaundice) saat lahir.
10. Janin yang terinfeksi dapat tanpa gejala sama sekali, atau hanya
didapatkan pertumbuhan janin terhambat, atau gambaran hyperechoic
bowel.
11. Bayi yang bertahan hidup (affected survivors) dapat menderita retardasi
mental, kejang (seizures), kerusakan penglihatan (visual
defects), spasticity, atau gejala sisa neurologis (berhubungan dengan
saraf) yang berat lainnya.






H. Manifestasi Klinis
Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala
klinisnya, toksoplasmosis dapat dikelompokkan atas: toksoplasmosis akuisita
(dapatan) dan toksoplasmosis kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan
maupun kongenital, sebagian besar asimtomatis atau tanpa gejala.
Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian menjadi kronik atau laten.
Gejalanya nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit
lain. Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang
menimbulkan gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat
infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan
toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa
maupun anak-anak umumnya ringan. Gejala klinis yang paling sering
dijumpai pada toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah,
disertai demam dan sakit kepala (Gandahusada, 2003).
Pada infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjar getah
bening daerah leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai
demam, mialgia dan malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat
toksoplasmosis berupa ruam makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada
demam titus, sedangkan pada jaringan paru dapat terjadi pneumonia
interstisial.
Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam.
Ada yang tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul
setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun. Ada gambaran
eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosefalus,
korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrad sabin yang disertai




kelainan psikomotorik (Gandahusada, 2003). Toksoplasmosis kongenital
dapat menunjukkan gejala yang sangat berat dan menimbulkan kematian
penderitanya karena parasit telah tersebar luas di berbagai organ penting
dan juga pada sistem saraf penderita.
Gejala susunan syaraf pusat sering meninggalkan gejala sisa,
misalnya retardasi mental dan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan
sikatriks pada retina yang dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja atau
dewasa. Korioretinitis karena toksoplasmosis pada remaja dan dewasa
biasanya akibat infeksi kongenital. Akibat kerusakan pada berbagai organ,
maka kelainan yang sering terjadi bermacam-macam jenisnya.
Kelainan pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama kehamilan
trimester pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat sehingga
terjadi abortus atau lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan kelainan seperti
ensefalomielitis, hidrosefalus, kalsifikasi serebral dan korioretinitis. Pada anak
yang lahir prematur, gejala klinis lebih berat dari anak yang lahir cukup bulan,
dapat disertai hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati, kelainan susunan
syaraf pusat dan lesi mata.

I. Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Pemeriksaan sediaan mikroskopis, untuk menemukan ookista yang di
dalam tinja kucing , atau takizoit didalam eksudat peritoneal atau biakan
jaringan, Toxoplasma dapat ditemukan didalam usapan dari irisan
jaringan atau eksudat yang diwarnai. Uji warna masih paling memuaskan
sampai saat ini.




2. Pemeriksaan darah atau jaringan tubuh penderita (histopatologi),
Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan parasit di dalam jaringan atau
cairan tubuh penderita. Hal ini dilakukan dengan cara menemukan
secara langsung parasit yang diambil dari cairan serebrospinal, atau
hasil biopsi jaringan tubuh yang lainya. Namun diagnosis berdasarkan
penemuan parasit secara langsung jarang dilakukan karena kesulitan
dalam hal pengambilan spesimen yang akan diteliti.
3. Pemeriksaan serologis, Pemeriksaan serologis dilakukan dengan dasar
bahwa antigen toksoplasma akan membentuk antibodi yang spesifik
pada serum darah penderita. Beberapa pemeriksaan serologi yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis antara lain:
a. Complement Fixation Test
b. Dye Test Sabin Fieldman
c. Immunoflourescense Assay(IFA)
d. Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay(ELISA)
4. PCR (Polymerase Chain Reaction), Metode lain yang relatif singkat
dengan sensitivitas yang tinggi adalah metode PCR. Teknik PCR ini
dapat mendeteksi toksoplasma yang berasal dari darah, cairan
serebrospinal, dan cairan amnion.

J. Pencegahan
Peranan kucing sebagai hospes definitif merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi timbulnya toksoplasmosis, karena kucing
mengeluarkan berjuta juta ookista dalam tinjanya, yang dapat bertahan
sampai satu tahun di dalam tanah yang teduh dan lembab. Untuk mencegah




hal ini, maka dapat di jaga terjadinya infeksi pada kucing, yaitu dengan
memberi makanan yang matang sehingga kucing tidak berburu tikus atau
burung.
Lalat dan lipas dapat menjadi vektor mekanik yang dapat memindahkan
ookista dari tanah atau lantai ke makanan (Gandahusada, 2003). Untuk
mencegah terjadinya infeksi dengan ookista yang berada di dalam tanah,
dapat diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin,
amonia dan iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70
o
C yang
disiramkan pada tinja kucing (Gandahusada, 2003). Anak balita yang
bermain di tanah atau ibu-ibu yang gemar berkebun, juga petani sebaiknya
mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan. Di Indonesia,
tanah yang mengandung ookista T. gondii belum diselidiki (Chahaya, 2003).
Sayur-mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada
kemungkinan ookista melekat pada sayuran, makanan yang matang harus di
tutup rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa yang dapat
memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan tersebut.
Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan
ayam) sebagai sumber infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya
sampai 66 0C. Daging dapat menjadi hangat pada semua bagian dengan
suhu 650C selama empat sampai lima menit atau lebih, maka secara
keseluruhan daging tidak mengandung kista aktif, demikian juga hasil daging
siap konsumsi yang diolah dengan garam dan nitrat (Chahaya, 2003).
Setelah memegang daging mentah (tukang potong, penjual daging, tukang
masak) sebaiknya cuci tangan dengan sabun sampai bersih.




Yang paling penting dicegah adalah terjadinya toksoplasmosis
kongenital, yaitu anak yang lahir cacat dengan retardasi mental dan
gangguan motorik, merupakan beban masyarakat. Pencegahan dengan
tindakan abortus artefisial yang dilakukan selambatnya sampai kehamilan
21-24 minggu, mengurangi kejadian toksoplasmosis kongenital kurang dari
50 %, karena lebih dari 50 % toksoplasmosis kongenital diakibatkan infeksi
primer pada trimester terakhir kehamilan (Chahaya, 2003).
Pencegahan dengan obat-obatan, terutama pada ibu hamil yang
diduga menderita infeksi primer dengan Toxoplasma gondii, dapat dilakukan
dengan spiramisin. Vaksin untuk mencegah infeksi toksoplasmosis pada
manusia belum tersedia sampai saat ini.




BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
protozoa obligat intraseluler yaitu Toksoplasma gondii. Kucing bukan satu-
satunya pembawa Toxoplasma. Karena parasit ini dapat hidup dan dibawa
oleh semua satwa berdarah panas. Jangan biarkan kucing atau bintang
peliharaan mengkosumsi satwa liar, buah dan sayur mentah yang belum
dicuci bersih.

B. Saran
Hindari segala hal-hal yang dapat menyebabkan terinfeksi parasit ini.
Pencegahan penularan infeksi parasit ini dapat dilakukan dengan mudah
antara lain dengan Jangan biarkan kucing atau bintang peliharaan
mengkosumsi satwa liar, buah dan sayur mentah yang belum dicuci bersih.
Memuat jadwal rutin untuk memeriksa kesehatan satwa peliharaan ke dokter
hewan. Hidup bersih dan sehat. Budayakan selalu mencuci tangan usai
bermain dengan satwa peliharaan, membersihkan kotoran satwa, hendak
makan dan memegang daging mentah atau kurang matang. Hindari
mengkosumsi air dan daging mentah atau kurang matang. Menempatkan
makanan di tempat yang aman agar tidak dihinggapi lalat atau kecoa.






DAFTAR PUSTAKA


Cornain, S ; Suryana E.J ; dkk., 1990. : Aspek Imunologi dan Pendekatan
Imunoterapi pada Infeksi Toxoplasma. Kumpulan Makalah
Simposium Toxoplasmosis. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Gandahusada. S. 1978. Serological study for Antibodies to Toxoplasma gondii in
Jakarta. Indonesia. Southeast Asian J. Trop. Med. Hlth. 9(3): 308 -
311
Kasper Lloyd ( 1999 ). Infeksi Toxoplasma dan Toxoplasmosis. Dalam: Prinsip-
prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Editor: Ahmad H. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, hlm 1021-1027.
Soedarto, 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Aagung Seto, Jakarta
Volk dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Jilid 1. Erlangga Jakarta.
Zulkoni A, 2010. Parasitologi. Muha Mediak. Yogyakarta





LAMPIRAN


Lampiran 1. Siklus Hidup Toxoplasma gondii


Gambar 1. Siklus Hidup Toxoplasma gondii
Sumber : www.dpd.cdc.gov/dpdx







Lampiran 2. Morfologi Toxoplasma gondii

Gambar 2. Morfologi Toxoplasma gondii
Sumber : www.cdc.gov





Lampiran 3. Penampang mikroskopik Toxoplasma gondii

Gambar 3. Penampang mikroskopik Toxoplasma gondii
Sumber : www.cmr.asm.org

Anda mungkin juga menyukai