Anda di halaman 1dari 41

WRAP UP

SKENARIO 2
Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat
BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS


Kelompok A-5
Ketua : Fatimah Alia (1102011102)
Sekretaris : Fazelia Berlianthi S (1102011103)
Anggota : Anugrah Nurul Fitri (1102010031)
Lusy Cristi (1102011143)
Avizena Muhammad Zamzam (1102011054)
Dryan Ariapratita (1102010083)
Farizky Baskoro (1102011100)
Fatima Zahra (1102011101)
Lusy Novitasari (1102011144)
Muchamad Rinaldy (1102008157)


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2013 2014
Skenario 2 : Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pada tahun 2011, ditetapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) Demam Berdarah Dengue di Kota
Pekanbaru. Pernyataan resmi ini disampaikan pejabat Wali Kota Pekanbaru setelah mendengar
laporan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dalam rapat koordinasi. Pada bulan Februari
2010 terdapat sebanyak 202 kasus dan bulan Februari 2011 mencapai 450 kasus. Hal ini
menunjukkan peningkatan sebesar kurang lebih dua kali lipat dari periode tahun sebelumnya. IR
(Incidence Rate) DBD menurut WHO di Indonesia adalah sebesar <50 per 100.000 penduduk
dengan CFR (Case Fatality Rate) 0,2. Kematian yang terjadi pada kasus DBD disebabkan masih
kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap gejala DBD. Sering kali pasien
datang ke puskesmas dalam stadium lanjut, dimana terdapat perdarahan spontan dan syok. Pada
stadium demam terdapat kebiasaan masyarakat yang cenderung untuk mengobati diri sendiri
dengan cara membaluri badan dengan bawang merah yang dicampur minyak goreng terlebih
dahulu kemudian membeli obat penurun panas di warung atau took obat. Masyarakat tidak
mengerti kalau pada saat mulai demam harus segera dibawa ke Puskesmas.
Karena adanya KLB tersebut, Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) ke
lapangan untuk mengetahui penyebab terjadinya KLB. Berdasarkan hasil penyelidikan
epidemiologi, tersebut Puskesmas melakukan tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi
KLB.
Banyaknya penderita DBD di Puskesmas membutuhkan obat-obatan dan cairan infus bagi pasien
yang jumlahnya sangat banyak, sementara persediaan di Puskesmas juga terbatas. Untuk
mengatasi hal tersebut Puskemas melakukan rujukan kesehatan masyarakat ke Dinas Kesehatan
Kota Pekanbaru.
Program penanggulangan DBD yang berjalan seharusnya bukan hanya dikerjakan oleh
Puskesmas sendiri secara lintas program, tapi juga dikerjakan secara lintas sektoral demi untuk
meningkatkan mutu pelayanan. Pada saat yang bersamaan, terjadi ledakan kasus Campak di
Puskesmas setempat. Ternayta cakupan imunisasi Campak dalam 3 tahun terakhir selalu berada
pada kisaran < 50%.
Dalam pertemuan lintas sektoral, tokoh agama juga terlibat dalam ikut urun rembuk penyelesaian
masalah kesehatan di masyarakat. Tokoh agama menyampaikan, bahwa dalam pandangan Islam
mencipatakan kemaslahatan insani yang hakiki adalah merupakan salah satu tujuan syariat Islam
dan hukum menjaga kesehatan dan berobat adalah wajib.
Kata-kata sulit:
1. KLB (Kejadian Luar Biasa) : Meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang
bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam waktu tertentu
2. IR (Incidence Rate) : Frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat/wilayah/Negara pada waktu tertentu
3. CFR (Case Fatality Rate) : Presentasi angka kematian oleh sebab penyakit tertentu untuk
menentukan sebab kegawatan/ keganasan kasus tersebut
4. PE (Penyelidikan Epidemiologi) : Suatu kegiatan penyelidikan/survey yang bertujuan
untuk dapat gambaran masalah kesehatan secara menyeluruh.
5. Lintas sektoral : Penyamaan tujuan-tujuan pada program pada bidang yang sama antar
daerah
6. Lintas program : Penyamaan tujuan-tujuan pada program pada bidang yang sama antar
bidang yang sama
7. Kemaslahatan insani yang hakiki : Kebaikan hidup

Pertanyaan :
1. Kenapa bisa terjadi KLB?
2. Bagaimana cara pemerintah menyampaikan kepada masyarakat cara pencegahan DBD?
3. Apa yang menyebabkan insiden DBD terus meningkat?
4. Apa syarat Puskesmas merujuk ke Dinkes/RS?
5. Apa tindakan Puskesmas untuk menanggulangi KLB?
6. Apa kriteria KLB?
7. Apa beda KLB dan wabah?
8. Bagaimana cara melakukan rujukan kesehatan?
9. Apa yang dimaksud dengan cakupan imunisasi?
10. Bagaimana cara menciptakan kemaslahatan insani dan siapa yang berperan?
11. Apa peran tokoh agama dalam menyelesaikan masalah kesehatan?

Jawaban :
1. Karena kurangnya pengetahuan masyarakat dalam mencegah penyebaran penyakit dan
kurangnya kepedulian masyarakat
2. Penyukuhan , poster, dan selebaran2
3. Karena kurangnya pengetahuan tentang gejala DBD, Input dan Process yang kurang baik.
4. Jika sudah tidak bisa ditangani tenaga medis
5. Penyelidikan Epidemiologi untuk mennetukan penanganan KLB
6. Peningkatan kejadian kesakitan dalam 3 kurun waktu tertentu, penyakit yang belum ada
di daerah itu mendadak naik
7. Wabah dan KLB memiliki mortalitas dan morbiditas. Tapi pada wabah lebih ke
peningkatan kejadian penyakit menular yang meningkat sedangkan KLB lebih ke
kesakitan dan kematian yang meningkat bermakna secara epidemiologi.
8. Posyandu Puskesmas(kelurahan) Puskesmas(kecamatan) RS tipe C atau
D(kabupaten) RS tipe B(provinsi) RS tipe A
9. Perbandingan antara jumlah anak usia 1-2 th yang telah mendapat imunisasi lengkap
dengan jumlah anak usia 1-2 th keseluruhan dinyatakan dalam persen (%)
10. Meningkatkan pengetahuan dalam kesehatan, pada masing-masing individu
11. Mengingatkan kalau hokum berobat itu wajib dan memotivasi
Hipotesis


- Kurang edukasi
- Kurang penanggulangan
- Terlambat berobat
Wabah meningkat 2 kali
lipat dari normal
Penyelidikan epidemiologi
Kejadian luar biasa
Penanggulangan Kejadian
Luar Biasa
Rujukan
Lintas program
Lintas sektoral
Agama
Kurangnya supply obat-
obatan
Sasaran Belajar

L.I 1 Mempelajari dan Menjelaskan Kejadian Luar Biasa (KLB)
L.O 1.1 Memahami dan menjelaskan definisi Kejadian Luar Biasa (KLB)
L.O 1.2 Memahami dan menjelaskan kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)
L.O 1.3 Memahami dan menjelaskan klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)
L.O 1.4 Memahami dan menjelaskan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB)
L.O 1.5 Memahami dan menjelaskan penyebab Kejadian Luar Biasa (KLB)
L.O 1.6 Memahami dan menjelaskan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
L.O 1.7 Memahami dan menjelaskan frekuensi mortilitas, morbiditas Kejadian Luar
Biasa (KLB)
L.I 2 Mempelajari dan menjelaskan rujukan kesehatan
L.I 3 Mempelajari dan menjelaskan aspek social budaya dalam pencarian pengobatan
L.I 4 Mempelajari dan menjelaskan cakupan mutu pelayanan kesehatan serta imunisasi
L.I 5 Mempelajari dan menjelaskan tujuan syariat islam dan hokum menjaga kesehatan dalam
Islam

L.I 1 Mempelajari dan Menjelaskan Kejadian Luar Biasa (KLB)
L.O 1.1 Memahami dan menjelaskan definisi Kejadian Luar Biasa (KLB)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
(Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi
dan Penanggulangan KLB).
Menurut UU No. 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu dan menjurus kepada wabah.
Wabah adalah kejadian berjangkitnya penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata, melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan petaka.

L.O 1.2 Memahami dan menjelaskan kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)
Tidak semua kejadian kesakitan/kematian yang terjadi masuk dalam kategori KLB. KLB
meliputi hal yang sangat luas, oleh karena itu untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB,
pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang
Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan kriteria kerja
KLB yaitu :
1. Munculnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau sebelumnya
tidak dikenal.
2. Kejadian penyakit/kematian terus-menerus meningkat selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
3. Kejadian penyakit/kematian meningkat sebanyak 2x lipat/lebih dibanding periode
sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam 1 bulan meningkat 2x lipat/lebih dibanding angka
rata-rata perbulan di tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama 1 tahun meningkat 2x lipat/lebih dibanding
angka rata-rata per bulan di tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu meningkat
50% atau lebih, dibanding CFR periode sebelumnya.
7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu meningkat 2x
lipat/lebih dibanding periode yang sama pada kurun waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus, seperti : Kholera, DHF/DSS, meliputi :
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).
b. Terdapat 1/lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya
daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti : keracunan
makanan, keracunan pestisida.

L.O 1.3 Memahami dan menjelaskan klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)
Klasifikasi KLB menurut Penyebab:
1.Toksin
Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella.
Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens.
Endotoxin.
2.Infeksi
Virus.
Bacteri.
Protozoa.
Cacing.
3.Toksin Biologis
Racun jamur.
Alfatoxin.
Plankton
Racun ikan
Racun tumbuh-tumbuhan
4. Toksin Kimia
Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida.
Zat kimia organik: nitrit, pestisida.
Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya
Sumber KLB
* Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti :
Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
* Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
* Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira, Salmonella,
Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
* Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
* Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
* Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.
* Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
Penyakit wabah

L.O 1.4 Memahami dan menjelaskan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Hal-hal yang harus dilakukan agar fenomena wabah / KLB dapat dicegah yaitu dengan
melakukan pencegahan penyakit. Secara umum pencegahan penyakit terdiri dari 4 tingkatan
yaitu:
1. Pencegahan Primordial
Bertujuan untuk menghindari kemunculan dari adanya faktor resiko. Pencegahan primordial
yang efektif memerlukan adanya peraturan yang tegas dari yang berwenang untuk tidak
melakukan hal-hal yang akan menjadikan faktor risiko bagi timbulnya penyakit tertentu.

2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan
serta pejamu. Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab bertujuan untuk mengurangi atau
menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha antara lain: desinfeksi,
pasteurisasi, sterilisasi, penyemprotan insektisida dalam rangka menurunkan dan
menghilangkan sumber penularan.
3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ini meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar
dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk
mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau
komplikasi.

4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanen, mencegah bertambah
parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Pada tingkat ini
juga dilakukan usaha rehabilitasi.

Pengetahuan tentang herd immunity bermanfaat untuk mengetahui bahwa menghindarkan
terjadinya epidemi tidak perlu semua penduduk yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi
tergantung dari jenis penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.
Setelah terjadi wabah, jumlah penduduk yang kebal bertambah hingga herd immunity meningkat
hingga penyebaran penyakit berhenti. Setelah beberapa waktu jumlah penduduk yang kebal
menurun demikian pula dengan herd immunity-nya dan wabah penyakit tersebut datang kembali,
demikianlah seterusnya.
Herd immunity adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk
tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu
berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di
masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.

L.O 1.5 Memahami dan menjelaskan penyebab Kejadian Luar Biasa (KLB)
Faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB) :
a) Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah adalah Herd Immunity.
Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian
penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat
kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit
tersebut. Demikian pula dengan herd immunity, makin banyak proporsi penduduk yang kebal
berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi semakin
sulit.
Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd immunity untuk menghindari terjadi
epidemi bervariasi untuk tiap penyakit tergantung pada:
1) Proporsi penduduk yang kebal,
2) Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan
3) Kebiasaan hidup penduduk.
Pengetahuan tentang herd immunity bermanfaat untuk mengetahui bahwa menghindarkan
terjadinya epidemi tidak perlu semua penduduk yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi
tergantung dari jenis penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.
b) Patogenesitas
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
c) Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan
ataupun perkembangan organisme tersebut.

L.O 1.6 Memahami dan menjelaskan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita, mencegah
perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang
terjadi.
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat
diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan
melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan
yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat
terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat.
Upaya penanggulangan KLB
1. Penyelidikan epidemilogis.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.
3. Pencegahan dan pengendalian.
4. Pemusnahan penyebab penyakit.
5. Penanganan jenazah akibat wabah.
6. Penyuluhan kepada masyarakat.
7. Upaya penanggulangan lainnya.

Indikator keberhasilan penanggulangan KLB
1. Menurunnya frekuensi KLB.
2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.
Tim penanggulangan KLB
1. Terdiri dari multi disiplin atau multi lintas sektor, bekerjasama dalam penanggulangan
KLB.
2. Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat (sebagai anggota masyarakat maupun
sebagai petugas disarana kesehatan).
3. Perawat dapat terlibat langsung di Puskesmas atau Rumah sakit.

Prosedur Penanggulangan KLB
1. Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem
Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan
logistik.
b.Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
d.Memperbaiki kerja laboratorium
e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
Tim Gerak Cepat (TGC)
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan
wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan
epideomologis. Tugas /kegiatan :
a. Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber
penularan
b. Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya
Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di
lapangan.
c. Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
d. Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap.

2. Pembentukan Pusat Rehidrasi
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
a. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
b. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb.
c. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
d. Mengatur logistik
e. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
f. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
g. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
h. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk
diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.
Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya KLB
1. Herd Immunity yang rendah
Yang mempengaruhi rendahnya faktor itu, sebagian masyarakat sudah tidak kebal lagi, atau
antara yang kebal dan tidak mengelompok tersendiri.
2. Patogenesiti
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun
perkembangan organisme tersebut.
L.O 1.7 Memahami dan menjelaskan frekuensi mortilitas, morbiditas Kejadian
Luar Biasa (KLB)

PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS
1. INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu

Incidence Rate (IR):

Jumlah penyakit baru
--------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko

2. PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat
di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
- PR yang ditentukan pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence
Rate
- PR yang ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000)
disebut Periode Prevalence Rate

Prevalence Rate (PR):
Jumlah penyakit lama + baru
--------------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko

3. ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
Attack Rate (AR):
Jumlah penyakit baru
--------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
(dalam waktu wabah berlangsung)

PENGUKURAN MORTALITY RATE
1. CRUDE DEATH RATE
CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun

Rumus: CDR (Crude Death Rate)
Jumlah semua kematian
--------------------------------- k
Jumlah semua penduduk

2. SPECIFIC DEATH RATE
SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun

Rumus: SDR (Specific Death Rate
Jumlah kematian penyakit x
----------------------------------- k
Jumlah semua penduduk

3. CASE FATALITY RATE
CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan
kegawatan/ keganasan penyakit tersebut

CFR (Case Fatality Rate):
Jumlah kematian penyakit x
------------------------------------ x 100%
Jumlah kasus penyakit x

4. MATERNAL MORTALITY RATE
MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/
melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup

MMR (Maternal Mortality Rate):
Jumlah kematian Ibu
------------------------------ x 100.000
Jumlah kelahiran hidup

5. INFANT MORTALITY RATE
IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000
kelahiran hidup

IMR (Infant Mortality Rate):
Jumlah kematian bayi
----------------------------- x 1000
Jumlah kelahiran hidup

6. NEONATAL MORTALITY RATE
NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur < 4
minggu atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup

NMR (Neonatal Mortality Rate):
Jumlah kematian neonatus
------------------------------------ x 1000
Jumlah kelahiran hidup

7. PERINATAL MORTALITY RATE

PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d
7 hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup

PMR (Perinatal Mortality Rate):
Jumlah kematian perinatal
---------------------------------- -x 1000
Jumlah kelahiran hidup

L.I 2 Mempelajari dan menjelaskan rujukan kesehatan
Definisi Sistem Rujukan Masyarakat
UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan :
KEWAJIBAN DOKTER adalah merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain
yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan (Pasal 51)
KETENTUAN PIDANA adalah kurungan paling lama satu tahun atau denda
paling banyak Rp. 50.000.000, setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
tidak memenuhi kewajiban tersebut (Pasal 79)

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antara unit-unit
setingkat kemampuannya)

Bentuk Pelayanan Kesehatan
Pada sistem rujukan masyarakat, yang dirujuk tidak hanya pasien saja tetapi masalah
kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan laboratorium dll. Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan
di Indonesia :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan
masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.
Pelayanan yang diperlukan untuk kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic
health service). Bentuk Pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu,
puskesmas keliling, dan Balkesmas. Pelayanan tipe ini lebih mengutamakan pelayanan yang
bersifat dasar, dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh :
Dokter Umum (Tenaga Medis)
Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)
Primary health care pada pokoknya ditujukan kepada masyarakat yang sebagian besar
bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan
kesehatan sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services)

2. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health service)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan
perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk
pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga
spesialis. Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat (inpantient
services). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
Dokter Spesialis
Dokter Subspesialis terbatas

3. Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah
tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan
memerlukan tenaga-tenaga super spesialis, contoh di Indonesia seperti Rumah sakit tipe A dan
B. Pelayanan kesehatan sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap
(rehabilitasi). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
Dokter Subspesialis
Dokter Subspesialis Luas

Klasifikasi Sistem Rujukan Masyarakat
Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi dua yakni :
1. Rujukan medis
Berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. Disamping itu
mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan pemeriksaan kesehatan.
2. Rujukan kesehatan masyarakat
Berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promosi).
Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.



Manfaat Sistem Rujukan
Berikut ini manfaat sistem rujukan ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan :
1. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker)
Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai
macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja
antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2. Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer)
Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang
sama secara berulang-ulang.
Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan
kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health
provider)
Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif
lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.
Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang
terjalin.
Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
Jenjang Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan dibedakan atas
lima, yaitu:
1. Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.
2. Tingkat masyarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu, polindes,
POD, saka bakti husada, dan lain-lain.
3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama
Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional dibawahnya,
praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua
Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru
(BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat (BKKM),
balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan penerapan pengobatan
tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas
kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.
5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit
provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.
Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
Rujukan upaya kesehatan perorangan
1. Antara masyarakat dengan puskesmas
2. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
3. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
4. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat
1. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
2. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral
3. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa diteruskan
ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

L.I 3 Mempelajari dan menjelaskan aspek social budaya dalam pencarian pengobatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang tidak mendapat penyakit dan tidak merasakan
sakit sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa, tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon seseorang
apabila sakit adalah sebagai berikut :

a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa.
Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau
kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun gejala
yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan
tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan
suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.
Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh
letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsif, dan sebagainya. Dan akhirnya
alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.

b. Tindakan mengobati sendiri, dengan alasan yang sama seperti point a.
Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah
percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha
pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian
pengobatan keluar tidak diperlukan.

c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional.
Masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas
dibanding fasilitas pengobatan yang lain. Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-
sakit adalah lebih bersifat budaya daripada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu
pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada sosial-budaya masyarakat daripada hal-hal
yang dianggap masih asing. Dukun yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian
dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan
yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat daripada dokter,
bidan, farmasis, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka, seperti juga pengobatan yang
dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka.

d. Mencari pengobatan dengan membeli obat ke warung obat/tukang jamu.
Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep
sehingga sukar untuk dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas
oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya mengenai jamu sebagai
sesuatu untuk pengobatan makin tampak peranannya dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu
perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.

e. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh
pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai
pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

f. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang dimotori dokter praktik.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah
berbeda dengan konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara
kelompok-kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula.

Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian
pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak
dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum
sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu atau tidak mau
menggunakan fasilitas yang diberikan.

Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan
besar fasilitas yang diberikan akan mereka pergunakan.

Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor :
1. Faktor Predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan
yaitu faktor demografi, struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap kesehatan
2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan berupa
sumber daya keluarga atau sumber daya masyarakat.
3. Faktor Need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu
ditunjang dengan adanya penelitian-penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku
masyarakat tersebut terhadap sehat-sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih
mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat melakukan
pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian,
pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.

L.I 4 Mempelajari dan menjelaskan cakupan mutu pelayanan kesehatan serta imunisasi
Seperti telah diuraikan sepintas dalam bagian terdahulu bahwa sistem adalah gabungan
dari elemen-elemen (sub sistem) didalam suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu
kesatuan organisasi. Didalam suatu sistem terdapat elemen-elemen atau bagian-bagian dimana
didalamnya juga membentuk suatu proses didalam suatu kesatuan maka disebut sub sistem
(bagian dari sistem). Selanjutnya sub sistem tersebut juga terjadi suatu proses berfungsi sebagai
suatu kesatuan sendiri sebagai bagian dari sub sistem tersebut. Demikian seterusnya dari sistem
yang besarnya ini, misalnya pelayanan kesehatan sebagai suatu sistem terdiri dari sub sistem
pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan rawat inap, rawat jalan dan sebagainya, dan
masing-masing sub sistem terdiri sub-sub sistem lagi.
Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan
mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem itu adalah
sebagai berikut :
Masukan (Input) adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk
berfungsinya sistem.
Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga
menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
Keluaran (out put) ialah hal yang dihasilkan oleh proses.
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu
lamanya.
Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai
masukan untuk sistem tersebut.
Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem
tersebut.


Contoh :
Didalam pelayanan puskesmas yang menjadi input adalah dokter, perawat, obat-obatan,
fasilitas lain, dan sebagainya. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas tersebut.
Outputnya adalah pasien sembuh / tak sembuh, jumlah ibu hamil yang dilayani dan sebagainya.
Dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat. Sedangkan umpan balik
pelayanan puskesmas antara lain keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan sedangkan
lingkungan adalah masyarakat dan instansi-instansi diluar puskesmas tersebut.Sistem pelayanan
kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan
masyarakat (public health services). Dalam artikel ini, hanya akan dibahas sistem pelayanan
kesehatan masyarakat saja. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat adalah merupakan
sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan)
dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak
berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan)
dan rehabilitatif (pemulihan)
Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan
rakyat banyak maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai
porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah maka potensi
masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan
masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3 dimensi, yakni :
a. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misal masyarakat RT, RW, kelurahan, dsb)
Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan Makanan
Tambahan) untuk anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-bentuk partisipasi
dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.

b. Potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat oleh LSM-LSM pada
hakekatnya juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat.

c. Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan swasta yang ikut
membantu meringankan beban penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas,
balkesmas, dan sebagainya), juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain :

1. Penanggung Jawab
Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung jawab oleh pemerintah
maupun oleh swasta. Namun demikian di Indonesia, pemerintah (dalam hal ini Departemen
Kesehatan) merupakan tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya pengawasan, standar
pelayanan dan sebagainya bagi pelayanan kesehatan masyarakat baik pemerintah (puskesmas)
maupun swasta (balkesmas) adalah dibawah koordinasi Departemen Kesehatan.

2. Standar Pelayanan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan
pada suatu standar tertentu. Di Indonesia, standar ini telah ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan dengan adanya buku Pedoman Puskesmas.

3. Hubungan Kerja
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian kerja yang jelas antara
bagian satu dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur
organisasi yang jelas dan menggambarkan hubungan kerja, baik horizontal maupun vertikal.

4. Pengorganisasian Potensi Masyarakat
Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau
pengorganisasian masyarakat. Upaya ini penting (terutama di Indonesia) karena adanya
keterbatasan sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat, perlu
keikutsertaan masyarakat ini.

Syarat pokok pelayanan kesehatan
Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:
1. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continuous)
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan,
serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan,
keyakinan dan kepercayaan mesyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan
kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai (accessible)
Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian, untuk dapat
mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan
menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan
saja, dan sementara itu tidak ditemukan didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang
baik.

4. Mudah dijangkau (affordable)
Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan
keadaan yang seperti itu harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin
dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja bukanlah kesehatan yang baik.

5. Bermutu (quality)
Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan
kode etik serta standart yang telah ditetapkan.

Prinsip pelayanan prima di bidang kesehatan
1. Mengutamakan pelanggan
Prosedur pelayanan disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan, bukan untuk
memperlancar pekerjaan kita sendiri. Jika pelayanan kita memiliki pelanggan eksternal dan
internal, maka harus ada prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk keduanya. Jika pelayanan
kita juga memiliki pelanggan tak langsung maka harus dipersiapkan jenis-jenis layanan yang
sesuai untuk keduanya dan utamakan pelanggan tak langsung.

2. Sistem yang efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata (hard system), yaitu tatanan
yang memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi. Perpaduan tersebut harus
terlihat sebagai sebuah proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar dimata para
pelanggan.

3. Melayani dengan hati nurani (soft system)
Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang diutamakan keaslian sikap dan perilaku
sesuai dengan hati nurani, perilaku yang dibuat-buat sangat mudah dikenali pelanggan dan
memperburuk citra pribadi pelayan. Keaslian perilaku hanya dapat muncul pada pribadi yang
sudah matang.

4. Perbaikan yang berkelanjutan
Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan.
Semakin baik mutu pelayanan akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk
dipuaskan, karena tuntutannya juga semakin tinggi, kebutuhannya juga semakin meluas dan
beragam, maka sebagai pemberi jasa harus mengadakan perbaikan terus menerus.

5. Memberdayakan pelanggan
Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya atau perangkat
tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.

Layanan kesehatan yang bermutu dapat disimpulkan sebagai suatu layanan kesehatan yang
dibutuhkan yang ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh
pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Sedangkan mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang
berhubungan dengan standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat
memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi
(Djoko Wijono, 2000 : 35).

Dimensi mutu tersebut, sebagai berikut:
a.Dimensi Kompetensi Teknis; berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan
mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan,
kebenaran dan konsistensi.
b.Dimensi Keterjangkauan; artinya layanan kesehataan yang diberikan harus dapat dicapai oleh
masyarakat, baik dari segi geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa.
c.Dimensi Efektivitas; layanan kesehatan yang diberikan harus mampu mengobati atau
mengurangi keluhan masyarakat/pasien dan mampu mencegah meluasnya penyakit yang
diderita.
d.Dimensi Efisiensi; dengan adanya layanan kesehatan yang efisiens maka masyarakat atau
pasien tidak perlu menunggu terlalu lama yang dapat mengakibatkan masyarakat/pasien tersebut
membayar lebih mahal.
e.Dimensi Kesinambungan; masyarakat/pasien dilayani secara terus-menerus sesuai dengan
kebutuhannya, termasuk rujukan yang tidak perlu mengulangi prosedur.
f.Dimensi Keamanan; layanan kesehatan harus aman dari resiko cidera, infeksi, efek samping,
atau bahaya lainnya, sehingga prosedur yang akan menjamin pemberi dan penerima pelayan
disusun.
g.Dimensi Kenyamanan; layanan kesehatan yang diberikan akan terasa nyaman bagi
masyarakat/pasien jika dapat mempengaruhi kepuasan dan menimbulkan kepercayaan untuk
datang kembali.
h.Dimensi Informasi; layanan kesehatan ini sangat perlu diberikan oleh petugas puskesmas dan
rumah sakit kepada masyarakat, yang mana dapat mempengaruhi perubahan perilaku.
i.Dimensi Ketepatan Waktu; layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang
tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya
yang tepat (efisien).
J.Dimensi Hubungan Antarmanusia; hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan
kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling
menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.

Cakupan Mutu
Sistem mutu adalah program perencanaan, kegiatan, sumberdaya dan kejadian yang
didorong oleh manajemen, berlaku diseluruh organisme dan proses dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan. Selain dari dimensi mutu, cakupan dari mutu juga harus diperhatikan. Yang mana
cakupan tersebut sebagai berikut:
1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.
3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.
4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.
5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.
6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.
Jika pemberi pelayanan bisa menerapkan dimensi mutu dan cakupan mutu yang di
butuhkan di wilayahnya sesuai dengan situasi dan kondisi dari masyarakat setempat. Maka
pelayanan yang bermutu dapat diperoleh oleh semua tingkat ekonomi dimasyarakat. Agar
semakin mudah dalam menerapkan di masyrakat, pelayanan kesehatan perlu melakukan tahap-
tahap yang terdapat dalam siklus mutu.
Untuk memberikan pelayanan berkualitas yang berorentasi pada kebutuhan pelanggan
dan citra rumah sakit yang baik dimasyarakat maka pihak rumah sakit perlu melakukan upaya
perbaikan yang berkesinambungan dengan langkah-langkah sbb :
1) Meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan sikap yang ramah dan juga bisa mengerti dan
memahami keadaan pasien.
2) Meningkatkan kedisiplinan dan kometmen dalam bekerja pada seluruh petugas Rumah Sakit
agar bisa memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, dan dapat melaksanakan tugas, fungsi
serta peranannya dengan baik sesuai dengan visi dan misi.
3) Untuk meningkatkan kualitas teknis, perlu dilaksanakan program pendidikan dan pelatihan
yang sesuai dengan standar pelayanan prima sehingga mampu memberikan pelayanan yang
dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi pasien.
4) Untuk meningkatkan kualitas fungsional, perlu dilaksanakan pelatihan terutama yang
berkaitan dengan hubungan manusia yaitu mengenai sikap dan cara komunikasi yang baik guna
memberikan karakter kepribadian pada sumber daya manusia.
5) Pihak Rumah Sakit diharapkan terus meningkatkan sarana, prasarana dan kesehatan
lingkungan Rumah Sakit serta memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada, seperti
pengadaan alat-alat medis dan penunjang medis, perbaikan fasilitas di ruang rawat inap dan
kebersihan lingkungan Rumah Sakit
Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima
dan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk mendukung
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran serta
kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010.
Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk
masyarakat luas bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu
pelayanan kepada perorangan. Pelayanan di Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
kesehatan di bawah supervise Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Secara umum, mereka harus
memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui
upaya kesehatan perorangan (UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM). Puskesmas dapat
memberikan pelayanan rawat inap selain pelayanan rawat jalan

c. Imunisasi :
Artinya adalah kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.
Macam kekebalan :
1. Kekebalan tidak spesifik
pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan misalnya reflex
batuk, bersin, kulit, air mata
2. Kekebalan spesifik
Berasal dari 2 sumber yaitu
1. genetik
2. kekebalan yang diperoleh
kekebalan aktif diperoleh melalui imunisasi dan sembuh dari penyakit tertentu.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta.

Faktor yang mempengaruhi kekebalan :
a. umur
b. seks
c. kehamilan
d. gizi
e. trauma
Sejak penetapan the Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh WHO, cakupan
imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-
kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000
kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan Indonesia, pada tanggal 27 mei 2011 menunjukkan angka cakupan imunisasi di tahun
2010 adalah campak 89,5%, DTP-3 90,4%, polio-4 87,4%, dan hepatitis B-3 mencapai 91%.
Dari data yang ada, terlihat angka cakupan imunisasi dasar di Indonesia sudah cukup tinggi,
namun pada beberapa daerah masih ditemukan angka cakupan di bawah standar nasional
(Depkes RI, 2011)
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar meliputi
pengetahuan, motif, pengalaman, pekerjaan, dukungan keluarga, fasilitas posyandu, lingkungan,
sikap, tenaga kesehatan, penghasilan dan pendidikan.


Tujuan Umum program imunisasi :
Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada
saat ini Indonesia berupaya menurunkan angka penyakit seperti disentri, tetanus, batuk rejan
(pertusis), campak, polio dan tuberculosis.

Tujuan Khusus :
Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010.
Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000
kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.
Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta
sertifikasi bebas polio pada tahun 2008.
Tercapainya Reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.

Sasaran :
Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
Ibu hamil ( awal kehamilan -8 bulan)
Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
Anak sekolah dasar kelas I dan VI


Jadwal pemberian imunisasi :

Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan
vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda.
Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B monovalen atau
vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0).
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2
bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur
lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1
(program BIAS).
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan
2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya
perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah
dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin
rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui
umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu,
interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32
minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik
pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun,
perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur
kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6
<36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV
tetravalen dengan interval 0, 2, 6 bulan.

Pemberian vaksin bisa melalui injeksi, misalnya vaksin BCG, DPT, DT, TT, Campak dan
Hepatitis B. Sedangkan yang diberikan secara oral yaitu vaksin polio
BCG : 1 X (bayi 0-11 bulan)
DPT : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Polio : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Campak : 1X ( anak 9-11 bulan)
TT IH : - 1 x ( BOOSTER) bila ibu hamil pernah menerima TT 2 X pada
o Waktu calon pengantin atau pada kehamilan sebelumnya)
2 X (selang 4 minggu) bila ibu hamil belum pernah divaksinasi TT
o Selama kehamilan. Bila pada waktu kontak berikutnya (saat
pemberian TT2 tetap) diberikan dengan maksud untuk
memberikan perlindungan pada kehamilan berikutnya
DT : 2x ( selang 4 minggu) anak kelas 1 sampai wanita
TT : 2x ( 4 minggu ) anak kelas 6 SD sampai wanita
TT calon pengantin wanita : 2 X ( selang 4 minggu) sebelum akad nikah

Persiapan alat : Spuit lengkap, alat sterilisator, kapas air hangat.
Persiapan Vaksin : Vaksin yang sesuai dengan sasaran dimasukkan dalam termos es ( vaksin
carier ).
Persiapan sasaran : Pemberitahuan kepada orang tua bayi ( sasaran ) tempat penyuntikan dan
efek sampingnya.
Pemberian Imunisasi : Pengambilan vaksin sesuai dengan dosisnya. Desinfeksi pada tempat
yang akan disuntik. Pemberian Imunisasi sesuai dengan jenis vaksin sbb :
BCG : Intra cutan, dosis 0,05 cc.
Polio : Tetes mulut, dosis 2 tetes.
DPT, HB, Campak : Subcutan, dosis 0,5 cc.

Pemberian obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian.
Memberikan Informasi kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya. Pencatatan
/ pelaporan : Imunisasi yang diberikan dicatat dalam buku catatan imunisasi dan Buku KIA /
KMS.

Langkah-langkah kegiatan :
1. Petugas Imunisasi menerima kunjungan bayi sasaran Imunisasi yang telah membawa
Buku KIA / KMS di Ruang Imunisasi setelah mendaftar di loket pendaftaran.
2. Petugas memriksa status Imunisasi dalam buku KIA / KMS dan menentukan jenis
imunisasi yang akan diberikan.
3. Petugas menanyakan keadaan bayi kepada orang tuanya ( keadaan bayi yang
memungkinkan untuk diberikan imunisasi atau bila tidak akan dirujuk ke Ruang
Pengobatan ).
4. Petugas menyiapkan alat ( menyeteril alat suntik dan kapas air hangat ).
5. Petugas menyiapkan vaksin ( vaksin dimasukkan ke dalam termos es ).
6. Petugas menyiapkan sasaran ( memberitahukan kepada orang bayi tentang tempat
penyuntikan.
7. Petugas memberikan Imunisasi ( memasukkan vaksin ke dalam alat suntik, desinfeksi
tempat suntikan dengan kapas air hangat, memberikan suntikan vaksin / meneteskan
vaksin sesuai dengan jadwal imunisasi yang akan diberikan.
8. Petugas melakukan KIE tentang efek samping pasca imunisasi kepada orang tua bayi
sasaran imunisasi.
9. Petugas memberikan obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis
pemberian.
10. Petugas memberitahukan kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi
berikutnya.Petugas mencatat hasil imunisasi dalam Buku KIA / KMS dan Buku Catatan
Imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya

L.I 5 Mempelajari dan menjelaskan tujuan syariat islam dan hokum menjaga kesehatan
dalam Islam
Menurut buku Syariah dan Ibadah (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah
Islamiyah dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama
dari Syariat Islam, yaitu:
Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang
hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk
memilih agama, seperti ayat Al-Quran:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) (QS Al-Baqarah [2]: 256).

Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lilalamin, maka
Allah SWT telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang
mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisaa [4]:
48).

Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.

Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum
qishash yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh
orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang
yang yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang
akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:
Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada
orang-orang yang dibunuh (QS Al-Baqarah [2]: 178).

Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan,
atau daiat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik dan
hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik (pula) (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon
pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya. Dengan
begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.

Memelihara akal (Hifzh al-aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia
dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju
manusia kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan
menghindari khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai
berikut:
Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan judi.
Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari manfaatnya. (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa perjudian.

Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam
telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi.
Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS
Al-Baqarah [2]: 221).
Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional
(dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.

Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman,
karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di
dalam Al-Quran:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana
(QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan
yang sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta
dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya.
Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk mengganjal
laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja
memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti
buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib
masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian..
Hukum berobat dalam islam
1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya
perintah Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah
adalah wajib, ini adalah salah satu pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafiiyah,
dan madzhab Hanabilah.
2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu alaihi
wa sallam untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain
Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan bersabar, dan ini adalah
madzhab Syafiiyah.
3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan
dalil- dalil yang sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini
adalah madzhab Hanafiyah dan salah satu pendapat madzhab Malikiyah).
4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya,
Imam Qurtubi rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Masud, Abu
Darda radhiyallahu anhum, dan sebagian para Tabiin.
5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan
lebih baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab
Syafiiyah.


Daftar Pustaka
Azrul Aswar (1999). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Binarupa Akasara

Bambang Sutrisna (1994). Pengantar Metoda Epidemiologi, Jakarta, Dian Rakyat.

Beaglehole, Bonita (1997). Dasar dasar Epidemiologi, Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta

Trihono. 2010. Arrimes : Manajemen Puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta : Sagung
Seto

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2,
Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/05/ukuran-ukuran-dalam-epidemiologi.html

http://informasikesehatanfkmunsri.blogspot.com/2013/05/sistem-rujukan.html

http://aceh.tribunnews.com/2013/12/02/konsep-mutu-dalam-pelayanan-kesehatan

http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-2014.html

http://kesehatananakku.com/jadwal-imunisasi-2014.html

Anda mungkin juga menyukai