Anda di halaman 1dari 5

Pelaksanaan Class Action Sebagai Salah Satu Upaya Gugatan Perdata Dalam

Penyelesaian Sengketa Konsumen

Oleh:
ALDIAN HARIKHMAN, SH

Dalam era globalisasi ini tidak dapat dihindari masuknya lembaga-lembaga

hukum asing di dalam sistem hukum kita, seperti leasing, factoring, franchising, class

action dan sebagainya. Lembaga hukum class action merupakan lembaga yang baru

dalam wacana hukum indonesia. Lembaga tersebut sudah dikenal lama di negara-negara

yang menganut sistem hukum common law. Pertama kali diperkenalkan di Inggris sekitar

awal abad ke XVIII, kemudian lembaga class action berkembang di negara-negara

common law lainnya.

Ditinjau dari sejarahnya Indonesia tidak termasuk negara yang menganut sistem

hukum common law, karena hukum-hukumnya banyak dipengaruhi oleh hukum Belanda,

yakni salah satu negara yang menganut sistem civil law. Di negara-negara yang menganut

sistem civil law sendiri tidak dikenal lembaga class action.

Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat). Hal tersebut dapat kita lihat dalam

penjelasan UUD 1945 tentang sistem pemerintah negara, butir I, yang menyatakan bahwa

negara indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan

belaka (machtstaat). Dalam negara hukum hubungan pemerintah dengan yang diperintah

tidak berdasarkan kekuasaan, melainkan berdasarkan norma objektif yang juga mengikat

pihak yang memerintah. Hak-hak dan kewajiban warga negara juga diatur oleh hukum.

Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan agar tujuan hukum tetap terjaga.

Proses penegakan hukum yang telah dilanggar dapat dilakukan di luar pengadilan

atau melalui pengadilan. Proses penegakan hukum diluar pengadilan pada umumnya

hanya dikenal dalam penegakan hukum perdata dan dagang. Selain penegakan hukum
diluar pengadilan, pihak yang merasa dilanggar haknya dapat pula memilih alternatif

penegaklan hukum, dengan mengajukan tuntutan hak melalui pengadilan. Tuntutan hak

adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh

pengadilan untuk mencegah eigenrichting.

Guna penegakan hukum diperlukan suatu sistem hukum beracara. Hukum acara

adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang bagaimana cara menjamin

ditaatinya hukum materil dengan perantara hakim. Hukum acara diperlukan untuk

mengatur tentang bagaimana tuntutan gugatan hak harus diajukan pengadilan (dalam

kasus perdata), bagaimana pengadilan harus memeriksa dan memutuskan serta

bagaimana putusan tersebut dilaksanakan. Sistem hukum acara harus lengkap. Sistem

hukum acara yang baik harus menyediakan lembaga-lembaga yang memadai untuk

kepentingan penuntutan hak ke pengadilan baik menyangkut penuntutan hak oleh

seseorang atau sekelompok orang dalam jumlah yang besar atau masyarakat banyak atau

yang disebut juga dengan class action.

Mengenai class action, Aturan hukum positif Indonesia baru mengakui gugatan

class action setelah diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Meski masih terbatas pada masalah-masalah lingkungan hidup,

namun UU ini menjadi tonggak bagi pengakuan class action di Indonesia. Setelah

pengakuan class action pada tahun 1997 tersebut, gugatan class action menjadi sering

digunakan oleh para pencari keadilan.

Class action merupakan salah satu prosedur pengajuan perkara perdata ke

pengadilan, dengan jumlah pihak yang sangat banyak, yang dirasa lebih efektif serta

efisien jika diibandingkan dengan prosedur-prosedur lainnya. Di indonesia telah

mengabdosi lembaga ini ke dalam beberapa peraturan, yakni:


2
1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang lingkungan Hidup, dalam pasal 37 ayat 1 yang

berbunyi:

“masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau


melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup
yang merugikan perikehidupan masyarakat”.

2. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Pasal 46 ayat 1 huruf

b yang berbunyi :

“Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh kelompok


konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama”.

3. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dalam Pasal 38 ayat yang

menyebutkan sebagai berikut:

“Masyarakat yang dirugikan akibat pekerjaan konstruksi berhak mengajukan


gugatan ke pengadilan secara :
a. Orang peroranagan
b. Kelompok orang dengan pemberi kuasa
c. Kelompok orang dengan tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan”.

1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam Pasal 71 ayat 1 yang berbunyi:

“Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau


melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan
kehidupan masyarakat”.

2. PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok

Pembahasan mengenai prosedur atau tata cara gugatan perwakilan kelompok (Class

Action) yang diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 secara garis besar terdiri dari

ketentuan umum, tata cara dan persyaratan gugatan perwakilan kelompok,

pemberitahuan, pernyataan keluar, putusan dan ketentuan umum.

Dengan adanya pengaturan class action tersebut maka secara normatif gugatan

perwakilan (class action) hanya dikenal dalam peraturan yang disebut diatas antara lain

mengenai sengketa lingkungan hidup, sengketa perlindungan konsumen, sengketa tentang

3
jasa konstruksi dan kehutanan. Namun sumber hukum yang digunakan dalam hukum

acara tidak hanya terbatas pada apa yang disebutkan di dalam undang-undang

sehinggadalam perkembangannya memungkinkan mengkomodir gugatan perwakilan ini

di dalam beberapa produk hukum positif.

Mengenai sengketa perlindungan konsumen, maraknya pelanggaran yang

dilakukan pelaku usaha dilapangan memberikan dampak, kerugian atau permasalahan

bagi konsumen, sehingga organisasi konsumen berdasarkan pemahaman bahwa

perlindungan konsumen secara keseluruhan merupakan kepentingan bersama atau

kepentingan masyarakat luas, yang menuntut pula tanggung jawab bersama, antara

pemerintahan, pelaku usaha dan masyarakat, maka berdasarkan pemahaman tersebut

organisasi konsumen sebagai bagian dari masyarakat bertanggung jawab memberikan

perlindungan konsumen kepada konsumen secara keseluruhan untuk melindungi

konsumen dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku usaha.

Didalam Undang-undang perlindungan konsumen memiliki arti yang sangat besar

terhadap perkembangan upaya perlindungan konsumen. Hal ini dikarenakan upaya

perlindungan yang diberikan Undang-undang ini kepada konsumen tidak terbatas pada

pengaturan akan hak dan kewajiban dari konsumen dan pelaku usaha, tetapi dalam

Undang-undang ini juga diatur tentang pembinaan dan pengawasan terhadap jalannya

kegiatan perlindungan konsumen serta prosedur penyelesaian sengketa konsumen yang

terjadi, baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Dalam Undang-undang

No.8 Tahun 1999 dinyatakan terhadap kasus perdata di pengadilan negeri, pihak

konsumen yang diberi hak untuk mengajukan gugatan. Dalam undang-undang ini

ditemukan bagi aturan acara di pengadilan Indonesia, yaitu mulai dimuatnya pengaturan

yang berkaitan dengan Class Action.


4
Bertitik tolak dari latar belakang masalah dan asumsi serta penemuan dilapangan,

maka timbul keinginan penulis untuk mengadakan penelitian yang lebih komprehensif

dan mendalam dalam rangka penyusunan tesis dengan judul “Pelaksanaan Class Action

Sebagai Salah Satu Upaya Gugatan Perdata Dalam Penyelesaian Sengketa

Konsumen”.

Anda mungkin juga menyukai