Anda di halaman 1dari 42

GANIAH UTAMI

1102012095

LI.1 MM KELENJAR TIROID
MAKROSKOPIK
KELENJAR THYROID
Kelenjar thyroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis
1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus
berbentuk seperti buah pear, dengan apex di atas sejauh linea oblique lamina cartilage
thyroidea, dengan basis di bawah pada cincin trachea 5 atau 6.
Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25 gr.
Dengan adanya ligamentum suspensorium Berry kelenjar thyroidea ditambatkan ke
cartilage cricoidea dari facies posteromedial kelenjar. Jumlah ligamentum ini 1 di kiri dan
kanan. Fungsinya sebagai ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/
turunnya kelenjar dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran kelenjar.
1. Lobus Lateralis
Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Apex
Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea
Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan M.Sternothyroideus (di lateral)
Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.
Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah, arteri berada di superficial dan
nervus masuk lebih ke dalam dari apex (polus)Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea
sup.dekat ke apex.
b. Basis
Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.
Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus recurrent yang berjalan di depan atau belakang atau di antara
cabang-cabang arteri tersebut. Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea inf. jauh dari kelenjar.
c. 3 Facies/permukaan dan 3 Margo/pinggir
Facies Superficial/Antolateral


Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :
M. Sternothyroideus
M. Sternohyoideus
M. Omohyoideus venter superior
Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus


Facies Posteromedial
Bagian ini berhubungan dengan :
2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx berlanjut menjadi
oesophagus.
2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.
Facies Posterolateral
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu A. Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke
lateral).
Margo Anterior
Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial, berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior.
Margo Posterior
Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial, berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior dan inferior. Ductus
thoracicus terdapat pada sisi kirinya.
Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo posterior lobus lateralis kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan
false capsule. Setentang cartilage cricoidea dan sebelah dorsal dari N. Laryngeus recurrent. Kelenjar parathyroidea inferior letaknya
bervariasi, terdapat 3 kemungkinan letaknya :
Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule di bawah A. Thyroidea
inferior.
Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior.
Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap N. Laryngeus recurrent.
2. Isthmus
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin
juga tidak ditemukan). Diameter transversa dan vertical 1,25 cm.
Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :
Kulit dan fascia superficialis
V. Jugularis anterior
Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.
Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada margo superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea
superior, lobus pyramidalis dan Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea ima.
3. Lobus Pyramidalis
Kadang-kadang dapat ditemui.
Jika ada biasanya terdapat di margo superior isthmus, memanjang ke os hyoidea, atau bisa juga berasal dari
lobus kiri atau kanan.
Sering didapati lembaran fibrosa atau musculous yang menghubungkan lobus pyramidalis dan os hyoidea, jika
penghubung ini otot dikenal dengan nama levator glandula thyroidea.

4. Capsule Kelenjar Thyroidea
Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia cervicalis profunda.
Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar kelenjar thyroidea.
Pada celah antara kedua capsule tersebut didapati kelenjar parathyroidea, pembuluh darah vena yang luas dan banyak.
5. Vaskularisasi
a. Sistem Arteri
Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan superficial kelenjar,
mendarahi jaringan connective dan capsule.
Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke lapisan dalam kelenjar,
mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar.
Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus aorta atau A.
Brachiocephalica dan mendarahi istmus.
Thyroidea acessorius, adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan Tracheal yang masuk ke facies
posteromedial.
b. Sistem Vena
V. Thyroidea superior : muncul dari polus superior dan berakhir pada vena jugularis interna (kadang-
kadang V. Facialis)
V. Thyroidea inferior : muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V. Brachiocephalica sinistra.
V. Thyroidea media : muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V. Jugularis int.
6. Aliran Lymphatic
a. Ascending Lymphatic
Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada membrane cricothyroidea
Lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph node.
b. Descending Lymphatic
Medial, mengalir ke pretracheal grup di trachea Lateral, mengalir ke Gl. Recurrent chain pada N.
Laryngeus recurrent.
KELENJAR PARATIROID

A. Makroskopis
Biasanya terdapat dua kelenjar paratiroid pada tiap sisi (superior dan inferior) sehingga total didapatkan ada 4 kelenjar
paratiroid. Akan tetapi, jumlah kelenjar paratiroid dapat bervariasi , yaitu dijumpai lebih atau kurang dari empat buah.
Kelenjar paratiroid berwarna kuning-coklat, dengan bentuk yang bermacam-macam dan berukuran kurang lebih 3 x 3 x 2
mm, beratnya 100 mg.
Berat dan ukuran glandula paratiroid pun bervariasi, orang yang kegemukan mempunyai banyak lemak ekstrasel didalam
kapsula paratiroidea. Oleh karena itu, diperlukan ahli bedah yang berpengalaman untuk dapat mengidentifiksai kelenjar
paratiroid yang normal pada pembedahan tiroid dan paratiroid.
Kelenjar Paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid. Hormon paratiroid adalah suatu hormon peptida yang disekresikan
oleh kelenjar paratiroid, yaitu empat kelenjar kecil yang terletak di permukaan belakang kelenjar tiroid, satu di setiap sudut.






a. Bagian
Glandula paratiroid superior terletak biasa pada posterior terhadap lobus lateralis tiroidea dalam 1-2 cm sefalad terhadap
perpotongan arteri tiroidea inferior dan nervus laringeus rekurens. Tersering paratiroid menempati posisi yang sama ditiap
sisi. Tetapi bila membesar, sering ia bermigrasi melalui fascia pretrachelis ke dalam ruang prevertebralis atau turun diatas
pedikel vaskular dibawah fasia yang menanam tiroidea atau bisa terletak dalam celah superfisialis dari tiroidea. Sangat
jarang glandula paratiroidea superior berada tepat di intratiroidea.
Posisi glandula paratiroid inferior lebih bervariasi. Posisinya sering anterior terhadap nervus laringeus rekurens dekat kutub
bawah tiroid. Tetapi sekitar 20 persen turun lebih caudal dan terletak dalam lobus atas timus. Lebih lanjut, sekitar 2,5
persen glandula paratiroid inferior terletak persis di intratiroidea, biasanya dalam sepertiga bawah kelenjar. Glandula
paratiroid inferior bisa terletak pada titik manapun antara os hyoideum dan mediastinum anterior dibawah arcus aorta.


b. Vaskularisasi
Penyediaan darah arteri ke glandula paratiroidea inferior dan superior biasanya oleh cabang arteri akhir tersendiri dari
arteri tiroidea inferior pada tiap sisi, walaupun glandula paratiroid inferior dalam mediastinum biasanya dilayani oleh
cabang dari arteri mamaria interna. Drainase vena melalui vena tiroidea berdekatan ke dalam vena innominata atau vena
jugularis interna. Telah dibuktikan bahwa 1/3 dari glandula paratiroid pada manusia memiliki dua atau lebih arteri
paratiroid. Pembuluh limfe paratiroid beragam dan memiliki hubungan dengan pembuluh limfe di tiroid dan thymus.

c. Persarafan
Persarafannya bersifat simpatis langsung dari ganglia sevikalis superior atau ganglia servikalis media atau melalui pleksus
pada fossa di lobus superior. Persarafannya bersifat vasomotor tetapi tidak sekremotor.

MIKROSKOPIK THYROI
Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:
1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang
mengelilingi suatu massa koloid. Sel epitel tersebut akan
berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih aktif
(seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa
folikel yang berjauhan.


a. Sumber 1
Struktur histologi kelenjar tiroid terdiri dari lobus-lobus, masing-
masing lobus mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus tersusun oleh 30 40
sel folikel (thyrocyte) dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon disintesa.
Folikel adalah unit fungsional kelenjar tiroid. Dinding folikel terdiri dari sebuah lapisan sel-sel folikular epitel tunggal, yang
membungkus suatu rongga sentral. Epitel folikuler akan berbentuk kolumnar jika distimulasi TSH dan berbentuk kuboid jika
kelenjar tidak aktif.
Sel folikel mensintesis tiroglobulin (Tg) yang disekresikan ke dalam lumen folikel, Tg merupakan protein yang
berukuran 660 kDa, yang disintesis di dalam ribosom, mengalami glikosilasi di dalam retikulum endoplasmik dan ditranslokasi
pada apparatus golgi. Tg mengandung sekitar 70 asam amino tirosin yang merupakan komponen utama dalam dalam
pembentukan tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) ketika bersenyawa dengan yodium.



b. Sumber 2
Kelenjar ini tersusun dari bentukan-bentukan bulat dengan ukuran yang bervariasi yang disebut thyroid follicle. Setiap
thyroid follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya yang disebut SEL FOLIKEL dan mengelilingi koloid di dalamnya. Folikel
ini dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya dengan pembuluh darah. Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah
sesuai dengan aktivitas kelenjar thyroid tersebut. Ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis rendah, bahkan
dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas kelenjar ini tinggi, sel folikel dapat berubah menjadi silindris, dengan warna koloid yang
dapat berbeda pada setiap thyroid folikel dan sering kali terdapat Vacuola Resorbsi pada koloid tersebut.
Diantara thyroid folikel terdapat sel parafolikuler yang bisa berupa kelompok-kelompok sel ataupun hanya satu sel
yang menempel pada basal membran dari thyroid folikel. Sel ini mempunyai ukuran lebih besar dan warna lebih pucat dari sel
folikel. Fungsi sel parafolikuler ini menghasilkan Hormon Thyricacitonin yang dapat menurunkan kadar kalsium darah.

B. Mikroskopis HIPERTHYROID
Kelenjar ini terdiri dari 4 bentukan kecil yang berwarna kuning kecoklatan, berbentuk ovoid dan melekat pada baian
posterior darikelenjar thyroid.
Sepasang dari kelenjar ini menempati kutub atas dari kelenjar thyroid dan terbungkus oleh fascia yang sama dengan
fascia kelenjar thyroid.
Sedang sepasang kelenjar lainnya biasanya menempati kutub bawah kelenjar thyroid, tetapi letaknya bisa di dalam
atau di luar fascia kelenjar thyroid.
Masing-masing kelenjar paratiroid terbungkus oleh kapsul jaringan ikat kendor yang kaya dengan pembuluh darah,
dan kapsul ini memebentuk septa yang masuk ke dalam kelenjar.
Kelenjar ini tersusun dari 2 macam sel :
1. Chieff cell (principal cell)
Sel ini sudah ada sejak lahir dan akan terus bertahan, dan merupakan sel yang terbanyak dalam kelenjar ini. Ukuran sel ini
kecil dengan inti di tengah, dan sitoplasma bersifat sedikit asidofilik, sehingga dengan pewarnaan H.E tampak berwarna
merah muda. Tetapi kadang-kadang ada beberapa sel yang sitoplasmanya lebih pucat karena mengandung banyak glikogen,
tetapi sebaian lain mempunyai sitoplasma lebih gelap karena glikogennya hanya sedikit. Sel ini mengandung granula yang
diduga menghasilkan parathyroid hormon (parath hormone).
2. Oxyphiel cell
Sel ini timbulny mulai umur sekitar 7 tahun atau pada saat pubertas. Terdiri dari sel yang ukurannya lebih besar dari chief
sel, tersebar diantara chief cell tersebut dan sitoplasmanya merah muda pucat. Fungsi sel ini belum diketahui.

Pada anak-anak, kelenjar ini penuh dengan sel, tetapi pada keadaan dewasa akan timbul jaringan lemak di dalam jaringan
ikat dan tersebar di antara sel-sel tersebut.

LI.2 MM BIOKIMIA DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
BIOKIMIA DAN FAAL
menjelaskan pembentukan dan regulasi hormon tiroid
Nasib Yodium yang Ditelan
Yodium dapat diperoleh dari makanan laut atau garam beyodium (garam yang ditambah yodium). Yodium
merupakan mikromeneral karena diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit, yaitu 50 mg/tahun atau 1 mg/minggu.
Yodium yang masuk ke oral akan diabsorbsi dari sistem digesti tubuh ke dalam darah. Biasanya, sebagian besar
iodida tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira satu perlimanya dipindahkan
dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif dan digunakan untuk sitesis hormon.
Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh
pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami
oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan satu-
satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I
hingga mencapai status valensi yang lebih
tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi
akan bereaksi dengan residu tirosil dalam
tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula
melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim
peroksidase).
4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin,
tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini
diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I, sehingga senyawa
inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan
lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.
Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa
protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas).
Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki
akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.
Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam
darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari
T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat
kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau
diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari
sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk
hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
fungsi hormon tiroid dan pengaturan sekresinya
Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid
1. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan reseptornya di inti
sel.
2. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin trifosfat)
meningkat.
3. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.
Efek hormon tiroid
Efek Fisiologik Hormon Tiroid
Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-jam atau berhari-hari untuk
mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan
jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh
peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi
dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa
dan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini.

Efek pada Perkembangan Janin
Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini,
tiroid janin tidak mengkonsentrasikan 12 I. Karena kandungan plasenta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3,
sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai
sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun
sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin,
perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan
dwarfisme/cebol).

Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+ ATPase dalam semua
jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan metabolisme basal
(keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme.
Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal
bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari
hipertiroidisme kronik.


Efek Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat miosin dan menghambat rantai berat miosin, memperbaiki
kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik,
meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan
reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik
dan kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan
nadi yang nyata pada hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.

Efek Simpatik
Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot jantung, otot
skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di samping
itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan
terhadap katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat
adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardia dan aritmia.

Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat pernapasan. Pada
hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang memerlukan ventilasi bantuan.

Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin
dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan
peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit,
memungkinkan peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan
yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme.
Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan motilitas dan diare pada
hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang
pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada
hipotiroidisme.

Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat
yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang
bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin
urin dan hubungan-silang pyridinium.

Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural, pada hipertiroidisme
terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan
dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik
diamati adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting
untuk perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta
kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok.

Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula absorpsi glukosa usus.
Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi
kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu
peningkatan dari reseptor low-density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas
tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol
meningkat pada hipotiroidisme.

Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan farmakologik.
Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien
hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien
hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal.
Namun, pada seorang pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari
hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat
terganggu pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan
pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme,
kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali normal dengan terapi T4.
Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-Releasing Hormone), yang
disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia mediana hipotalamus. Dari mediana tersebut, TRH
kemudian diangkut ke hipofisis anterior lewat darah porta hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi
hifofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH.TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang
mempunyai efek spesifik terhadap kelenjar tiroid:
1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil akhirnya adalah
terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan berkurangnya subtansi folikel tersebut.
2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide trapping di dalam
sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida intrasel terhadap konsentrasi iodida
ekstrasel sebanyak delapan kali normal.
3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid menjadi sel kolumner
dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.

Efek Umpan Balik Hormon Tiroid dalam Menurunkan Sekresi TSH oleh Hipofisis Anterior
Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Hal ini
terutama dikarenakan efek langsung hormon tiroid terhadap hipofisis anterior.
Aksi Hormon Thyroid
Thyroid hormone lepas dari protein binding

T
4
dideiodinasi oleh sehingga membentuk T
3


Masuk ke dalam sel organ target

T
3
memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor hormon thyroid intraselular

Reseptor-reseptor hormon thyroid melekat pada rantai genetic DNA atau berdekatan dengan DNA

Rantai genetik DNA berikatan dengan hormon thyroid

Reseptor menjadi aktif dan mengawali proses transkripsi

Dibentuk sejumlah besar tipe RNA messenger yang berbeda

Translasi RNA pada ribosom sitoplasma

Terbentuk ratusan tipe protein yang baru

(Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Kedokteran: Dari Sel Ke Sistem, E/2. Jakarta: EGC. ) (Murray, Robert K et al.
2003. Biokimia Harper, E/25. Jakarta: EGC.)

HORMON TIROID

Ada 3 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)
Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di hipotalamus. TRH menstimulasi keluarnya
prolaktin, kadang-kadang juga Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).

2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)
TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek
hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan iodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon
meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormone
Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis. T3 selain berefek pada hipofisis juga pada tingkat
hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.



Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid. Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-
Releasing Hormone, yang menyebabkan kelenjar hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah
yang lebih sedikit, jika kadar hormon tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.


















B. Sintesis hormon tiroid

Untuk menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid
memerlukan yodium, yaitu suatu elemen esensial yang
terdapat di dalam makanan dan air. Tanpa adanya
yodium proses sintesis hormon tiroid tidak akan terjadi.
Kelenjar tiroid menangkap yodium dan mengolahnya
menjadi hormon tiroid. Setelah hormon tiroid digunakan,
beberapa yodium di dalam hormon kembali kedalam
kelenjar tiroid dan didaur-ulang untuk kembali
menghasilkan hormon tiroid.
TSH/Thyrotropin merupakan hormon yang memegang
peranan dalam menstimulasi terjadinya sintesis hormon
di dalam kelenjar tiroid. TSH merupakan satu dari
empat hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituari
anterior, dengan berat molekul sekitar 26,000 28,000
dalton. Produksi TSH terjadi oleh adanya stimulasi dari
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH), yang dihasilkan
oleh hipotalamus yang kemudian akan menstimulasi
kelenjar pituari sehingga menghasilkan TSH. Pada
keadaan normal kadar TSH yang terdapat di dalam tubuh
berkisar antara 0.5-5 mU/ml (mikroUnit/mililiter).

TSH berperan penting dalam sintesis hingga mengatur
kadar hormon tiroid, menstimulasi terjadinya uptake
yodida melalui suatu transporter hingga terjadinya
pelepasan T3 dan T4 kedalam sirkulasi. Ketika jumlah T3 dan T4 dalam sirkulasi sedikit maka hipotalamus akan
menghasilkan jumlah TRH yang besar dan meningkatkan pembentukan TSH. Sebaliknya ketika jumlah T3 dan T4 di sirkulasi
meningkat maka melalui mekanisme negative feedback yang dilakukan oleh T3 dan T4 pada hipotalamus, menyebabkan
produksi TSH menurun untuk menjaga keseimbangan produksi hormon tiroid pada kelenjar tiroid.
Mekanisme sintesis hormon tiroid pada dasarnya melalui 7 tahapan utama, yaitu :
a. Pengambilan yodida (Trapping)
Pada proses ini, Yodida ( I
-
) bersama natrium (Na
+
) yang beredar di dalam darah akan ditangkap oleh transporter yang
terletak pada membran basolateral sel folikel, dan dibawa masuk kedalam sitoplasma sel folikel tiroid (I
-
uptake).
Transporter merupakan suatu protein plasma yang dikenal dengan istilah sodium iodide symporter (NIS). NIS
merupakan glikoprotein dengan berat 85 kDa yang terletak pada membran basal dan memiliki 13 segmen
transmembran. Masuknya I
-
dan Na
+
akan mengaktifkan pompa Na
+
/K
+
ATPase yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan gradien didalam sel, dimana 3Na
+
akan dilepaskan ekstraseluler dan 2K
+
akan dimasukkan ke
intraseluler. Tahap trapping terjadi karena adanya rangsangan dari TSH.
b. Oksidasi
Setelah yodida masuk kedalam sel folikel, maka untuk dapat digunakan sebagai bahan sintesis hormon, yodida
tersebut harus dikonversikan menjadi bentuk aktif yaitu yodium (I
0
) sehingga dapat berikatan dengan tirosin, dimana
proses ini terjadi di dalam koloid. Proses perpindahan yodida dari sitoplasma sel folikel kedalam koloid (I
-
efflux)
diperantarai oleh beberapa protein yaitu apical iodide transporter (AIT), enzim pendrin, dan saluran kalsium yang
terletak pada membran apeks sel folikel. Yodida yang berada di dalam koloid kemudian dioksidasi menjadi bentuk
yodium oleh enzim thyroid peroksidase (TPO) dan H
2
O
2
. Yodium yang telah terbentuk kemudian akan berikatan dengan
tirosin yang berada di dalam Tg, proses ini dikenal dengan istilah iodonisasi atau organification (gambar 2.5). Ikatan
antara yodium dan tirosin pertama kali akan membentuk monoiodotirosin (MIT) dan kemudian membentuk
diiodotirosin (DIT) yang akan tersimpan di dalam Tg.
c. Penggandengan (Coupling)
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan
saling bergandengan (coupling), dimana proses ini dikatalisir oleh enzim TPO. Dua rantai molekul diiodotirosin akan
saling bergandengan sehingga terbentuk rantai molekul tiroksin (T4), dan selanjutnya satu rantai molekul
monoiodotirosin dan satu molekul diiodotirosin akan membentuk rantai molekul triiodotirosin (T3). Sekitar tiga
perempat atau 70% jumlah molekul didalam tiroglobulin tidak mengalami coupling, dan hanya berbentuk rantai MIT
dan DIT.
d. Penyimpanan (Storage)
Hormon tiroid merupakan hormon yang sangat unik karena disimpan secara ekstrasel. Hormon yang telah terbentuk
melalui proses coupling tersimpan ekstraseluler di dalam Tg. Masing masing Tg mengandung lebih dari 30 molekul T4
dan hanya beberapa molekul T3, dengan jumlah tersebut, pada oraang normal dapat memenuhi kebutuhan 2 3
bulan.
e. Proteolisis
Adanya pengaruh dari TSH menyebabkan molekul Tiroglobulin yang mengandung tiroksin (T4), triidotirosin (T3), DIT,
dan MIT, akan mengalami endositosis kedalam sitoplasma sel folikel (micropinocytosis). TSH yang diproduksi oleh
hipofisis anterior akan menstimulasi pembentukan vesikel (colloid droplet) pada membran apeks sel folikel. Ketika
vesikel telah berada di sitoplasma, terjadi fusi antara vesikel tersebut dengan lisosom, yang akhirnya terjadi proteolisis
atau degradasi dari fusi tersebut oleh enzim-enzim endopeptidase seperti katepsin B, D, H, dan L. Setelah proses
degradasi oleh enzim endositosis berlangsung, terjadi proses proteolisis tiroglobulin yang lebih lanjut oleh enzim-
enzim eksopeptidase (dipeptidyl-peptidases I and II, lysosomal dipeptidase I, and N-acetyl-l-phenolalanyl-L-tyrosine
hydrolase) sehingga akibatnya T4, T3, MIT dan DIT bebas di dalam sitoplasma sel folikel.
f. Deiodinasi
Molekul MIT dan DIT yang berada pada sitoplasma sel folikel tidak dikeluarkan kedalam sirkulasi, molekul-molekul
tersebut mengalami deiodinasi oleh enzim yodotirosin deiodinase. Dipecah menjadi yodida yang kemudian disimpan
didalam intrathyroidal pool, yang nantinya akan digunakan kembali sebagai bahan utama sintesis hormon tiroid.
g. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Setelah proses proteolisis selesai dan keempat molekul (T4, T3, MIT, dan DIT) bebas, hanya T4 dan T3 saja yang
dikeluarkan dari membran basal sel folikel dan masuk ke dalam sirkulasi darah. Proses keluarnya T4 dan T3 dari
membran basal sel folikel belum diketahui dengan jelas, hal ini kemungkinan diperantarai suatu protein transporter
yang spesifik, namun hingga saat ini belum ada satu penelitian yang dapat mengidentifikasikan protein transporter
tersebut.

C. Pengangkutan Hormon Tiroid
Setelah T4 dan T3 keluar melewati membran basal dan masuk ke dalam sirkulasi darah, hormon-hormon tiroid ini kemudian
akan berikatan dengan protein-protein pengikat yang telah berada di sirkulasi darah yaitu Thyroxin Binding Globulin (TBG),
Thyroid Binding PreAlbumin (TBPA) atau yang lebih dikenal dengan Transhyretin (TTR) dan albumin. Lebih dari 90% hormon
tiroid ini berikatan dengan protein pembawa, dan sekitar 70% hormon tiroid ini berikatan dengan TBG dan sisanya terikat
pada TBPA dan albumin, hanya sekitar 0,35% dari T4 (free-T4/FT4) total dan 0,25% dari T3 (free-T3/FT3) total yang berada
dalam keadaan bebas. Hormon tiroid yang bebas ini dapat berdifusi keluar dari sirkulasi darah masuk ke dalam jaringan
sehingga memiliki efek biologis sebagai hormon di jaringan. Dalam keadaan normal, kadar FT4 dan FT3 total
menggambarkan keadaan hormon bebas. Dalam keadaan normal kadar hormon T4 berkisar antara 1-3 ng/dl dan kadar
hormon T3 berkisar antara 0.25-0.5 ng/dl (nanogram/desiliter).
Ikatan antara protein pengikat dengan T4 lebih kuat dibandingkan dengan protein pengikat dan T3. Hal inilah yang menjadi
dasar lamanya waktu paruh kedua hormon tiroid tersebut. Waktu paruh untuk T4 sekitar 6 hari dan waktu paruh untuk T3
sekitar 24 jam.
Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid :
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.

D. Metabolisme Hormon Tiroid
Produk utama dari kelenjar tiroid adalah T4, namun molekul ini merupakan bentuk prehormon yang harus dikonversi
menjadi bentuk aktif T3 dan bentuk yang tidak aktif rT3 melalui proses deiodinasi yang dikatalisir oleh asam amino
selenosistein yang mengandung selenium sehingga dapat berfungsi dalam aktivitas biologi.

Terdapat tiga macam proses
deiodinasi yang masing-masing proses tersebut memilki perbedaan tempat dan fungsi.
a. Deiodinasi I (DI)
Proses deiodinasi ini terjadi pada hati, ginjal, sistem saraf pusat, kelenjar pituari anterior, dan kelenjar tiroid, T3 yang
dihasilkan dari proses konversi T4 akan beredar di plasma. Selain mengkonversi T4 menjadi T3, proses DI ini juga akan
berfungsi untuk mendegradasi rT3 menjadi rT2.
b. Deiodinasi II (DII)
Proses ini terjadi pada sistem saraf pusat, kelenjar pituari, plasenta, tiroid, jantung, lemak coklat, dan otot skeletal. T3
yang dihasilkan dari proses konversi akan digunakan di otak, menyediakan kebutuhan neuron terhadap T3. Pada otak,
hormon ini terletak di astroglia.
c. Deiodinasi III (DIII)
Proses deidonisasi ini terjadi pada sistem saraf pusat, plasenta dan kulit. T4 akan dikonversi menjadi rT3 yang
merupakan bentuk tidak aktif dari T3. rT3 yang terbentuk melalui proses ini bertujuan/bertanggungjawab untuk
menjaga rasio perbandingan kadar T3 dan T4 terutama pada sistem saraf pusat dan mengurangi masuknya hormon
yang berlebihan dari ibu ke janin.
E. Fungsi Fisiologis Hormon tiroid
Fungsi fisiologi dasar dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi gen (gambar 2.11). Proses ini diawali dengan
masuknya T4 kedalam sel, selanjutnya di sitoplasma oleh enzim 5-deiodinasi T4 dikonversi menjadi T3. T3 tersebut akan
bergerak menuju nukleus dan melekat pada reseptor hormon tiroid. Proses ikatan T3 dan reseptor ini nantinya
menimbulkan suatu kompleks ikatan sehingga mengaktivasi terjadinya transkripsi gen yang akan menghasilkan protein khas
sel tersebut.


a. Aktivitas metabolisme seluler
1. Peningkatan jumlah dan aktivitas mitokondria
Hormon tiroid berperan dalam proliferasi dan diferensiasi mitokondria, sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan jumlah dan ukuran/luas permukaan membran mitokondria. Selain itu juga menyebabkan terjadi
peningkatan aktivitas mitokondria sehingga menghasilkan peningkatan pembentukan adenosine triphosphate
(ATP) yang digunakan sebagai energy seluler.

Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Schneider dan Hood
pada tahun 2000, dimana pemberian hormon T3 secara invitro pada otot jantung tikus menginduksi terjadinya
biogenesis mitokondria sehingga menyebabkan peningkatan jumlah mitokondria pada sel-sel otot jantung
tersebut.
2. Peningkatan transport aktif ion melewati membran sel
Hormon tiroid dapat menyebabkan terjadinya peningkatan transport aktif ion masuk ke dalam sel. Proses ini
diperantarai oleh adanya reseptor hormon tiroid yang terdapat pada nukleus sel. Beberapa teori lain juga
menjelaskan proses terjadinya peningkatan transport ini seperti efek hormon tiroid yang menyebabkan terjadinya
kebocoran pada membran sel sehingga memudahkan masuknya sodium melalui pompa Na
+
/K
+
ATPase. Hingga
saat ini belum ada teori yang menjelaskan dengan pasti mekanisme yang terjadi sehingga masih dianggap belum
jelas. Penelitian yang dilakukan oleh Ornellas DS, dkk pada tahun 2003 memberikan hasil terjadinya peningkatan
transport ion. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan kadar chlorida pada sel tubulus proksimal ginjal
kelompok tikus hipotiroid dan kelompok tikus hipertiroid, proses transport terjadi diduga karena adanya regulasi
dari cairan ekstraseluler.
b. Pertumbuhan
Fungsi utama hormon tiroid adalah menstimulasi perkembangan otak selama kehidupan janin, dan ketika tahun
pertama kehidupan. Kekurangan hormon tiroid pada saat ini akan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan
perkembangan otak yang lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang normal.

Fungsi penting lain hormon tiroid adalah membantu proses maturasi dan pertumbuhan skleton. Pada anak-anak dengan
hipotiroid, pertumbuhan tulang menjadi lambat, selain itu juga penutupan epifisial menjadi tertunda dan sebaliknya
pada anak-anak dengan hipertiroid pertumbuhan terjadi secara berlebihan yang tidak sesuai dengan usia saat itu.



c. Mekanisme tubuh secara umum
1. Stimulasi metabolisme karbohidrat
Hormon tiroid menstimulasi metabolisme karbohidrat dalam semua aspek seperti meningkatkan pengambilan
glukosa oleh sel, peningkatan glikolisis dan glukoneogenesis untuk membentuk glukosa bebas, meningkatkan
absorpsi pada traktus gastrointestinal, dan juga meningkatkan sekresi insulin.
2. Stimulasi metabolisme lemak
Hormon tiroid menyebabkan peningkatan oksidasi asam lemak bebas oleh sel, penurunan penimbunan lemak
pada tubuh. Pada plasma hormon ini menurunkan konsentrasi kolesterol, posfolipid dan trigliserida. Salah
satu mekanisme yang terjadi dari penurunan kolesterol plasma adalah terjadinya peningkatan sekresi oleh empedu
dan pengeluaran melalui feses. Pada hati, hormon tiroid merangsang peningkatan jumlah reseptor low density
lipoproteins (LDL) sehingga lebih banyak LDL plasma yang dibuang melalui sel hati.
3. Sistem kardiovaskular
Hormon tiroid meningkatkan aliran darah dan cardiac output melalui peningkatan metabolisme di jaringan, jumlah
pemakaian oksigen meningkat dan produk akhir yang dilepaskan juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan
terjadinya vasodilatasi pada beberapa jaringan yang akhirnya meningkatkan aliran darah. Hormon tiroid
menstimulasi terjadinya transkripsi myosin He-, sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot miokard, mengubah
konsentrasi protein G, reseptor adrenergik, sehingga hormon tiroid memiliki efek yonotropik positif, dimana secara
klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardia.

4. Sistem saraf pusat
Secara umum, hormon tiroid dapat meningkatkan perkembangan otak seperti peningkatan kemampuan
kecepatan berpikir. Individu dengan hipertiroid memiliki kecenderungan terjadi gangguan psikoneurotik,
kecemasan, rasa kantuk, tremor dan reflex yang meningkat akibat rangsangan hormon yang berlebih pada synap
neuron, dan paranoid.

5. Otot
Fungsi hormon tiroid pada otot terutama adalah menjaga keseimbangan dan kontraktilitas otot. Peningkatan
hormon tiroid dalam jumlah yang kecil/sedikit dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot, namun peningkatan
hormon tiroid yang terlalu banyak/berlebihan menyebabkan terjadinya kelemahan otot akibat peningkatan dari
katabolisme protein. Sebaliknya kekurangan hormon tiroid menyebabkan otot terlalu lambat untuk relaksasi
setelah kontraksi.

Pada synap neuron di daerah medulla spinalis, hormon tiroid berfungsi untuk
menjaga/mengontrol keseimbangan kontraksi otot. Pada individu dengan hipertiroid akan terjadi peningkatan
reaktifitas synap-synap neuron ini sehingga menimbulkan getaran yang berlebihan atau yang disebut dengan
tremor.

6. Fungsi seksual
Penurunan hormon tiroid pada pria menyebabkan kehilangan libido sedangkan pada wanita penurunan hormon ini
menyebabkan menoragi dan polimenorea. Efek ini tidak secara langsung disebabkan karena hormon tiroid tapi
dihasilkan oleh efek eksitatori dan inhibisi pada kelenjar pituari anterior.

HORMON PARATIROID
Paratiroid hormone (PTH) merupakan hormone yang berperan dalam metabolisme kalsium (Ca2+). PTH bekerja melalui
reseptor membran. Reseptor ini hanya terdapat pada tulang dan ginjal. Interaksi hormone reseptor mengaktifkan adenilil
siklase membentuk cAMP sebagai messenger.
Perannya antara lain :
Menurunkan ekskresi kalsium ginjal sehingga konsentrasi kalsium dalam cairan ekstrasel meningkat
Meningkatkan ekskresi fosfat melalui ginjal sehingga konsentrasinya dalam cairan ekstrasel menurun
Meningkatkan laju disolusi tulang yang menggerakkan Ca2+ masuk ke dalam cairan ekstrasel
Meningkatkan efisiensi absorbsi Ca2+ dari usus
Mencegah hipokalsemia dengan mengorbankan substansi tulang (bila supan Ca2+ dari makanan kurang dan
berlangsung lama

a. Sintesis, Sekresi, dan Metabolisme
PTH disintesis dengan 84 asam amino. PTH1-34 memiliki aktivitas biologic penuh, PTH25-34 bertanggungbjawab atas
pengikatan reseptor
Prekursor langsung PTH adalah proPTH dengan ujung terminal amino yang bersifat sangat alkalis terdiri dari 115 asam
amino. Prekursor proPTH adalah preproPTH yang memiliki 25 asam amino pada ujung terminal amino dan bersifat
hidrofobik sebagai sinyal atau pemandu.
PreproPTH dipindahkan ke dalam reticulum endoplasma. Selama proses pemindahan ini 25 asam amino pemandu
dikeluarkan hingga tersisa proPTH. ProPTH kemudian diangkut ke dalam apparatus golgi dan di dalam apparatus golgi
enzim akan mengeluarkan extension pro sehingga tersisa PTH yang matur.
PTH dilepaskan dari aparatus golgi di dalam vesikel sekretorik dan akan mengalami 3 peristiwa yaitu : pengangkutan
ke dalam depot penyimpanan, penguraian dan sekresi langsung.
b. Pengaturan sintesis PTH
Biosintesis dan sekresi PTH sangat dipengaruhi oleh Ca2+
Bila kadar Ca2+ dalam plasma turun maka PTH mRNA turun mengakibatkan sintesis PTH akan meningkat
Konsentrasi Ca2+ turun akan menurunkan kecepatan penguraian pro PTH menjadi PTH, begitu pula sebaliknya
1,25(OH)2-D3 (Kalsitriol) juga memegang peranan penting
Kompleks reseptor-kalsitriol mengikat 1 atau lebih VDRE (vitamin D response element) yang ada pada region gen
PTH dan menghambat transkripsi gen tersebut. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi PTH mRNA.
Sintesis PTH dapat meningkat bila ukuran dan jumlah sel yang memproduksi PTH meningkat. Keadaan ini dapat
terjadi pada hipokalsemia lama atau defisiensi kalsitriol.

c. Pengaturan metabolism
Penguraian menjadi PTH terjadi sekitar 20 menit setelah proPTH terbentuk
PTH yang dihasilkan dapat disekresikan segera atau disimpan dalam vesikel penyimpanan untuk sekresi
berikutnya
Sebagian besar PTH yang baru disintesis akan diuraikan. Enzim proteolitik Katepsin B dan D dijumpai dalam
jaringan paratiroid. Katepsin B akan menguraikan PTH menjadi 2 fragmen yaitu PTH1-36 dan PTH37-84. PTH1-36
akan dipecah menjadi di dan tri peptide, sedangkan PTH37-84 tidak diurai lagi
Proteolisis tidak hanya terjadi dalam paratiroid namun juga di hati (sel Kupfer) dan ginjal.
d. Pengaturan sekresi
Pengaturan sekresi PTH pada awalnya terjadi karena reseptor membran sel berikatan dengan protein G yang
menstimulasi fosfolipase C untuk mengubah PIP2 menjadi IP3. IP3 akan meningkatkan kadar Ca2+ intrasel yang
kemudian akan memacu sekresi PTH
Ca2+ juga dapat menghambat sekresi PTH dengan cara merusak enzim adenilil siklase sehingga cAMP tidak
terbentuk.

Kelenjar Paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid. Hormon paratiroid adalah suatu hormon peptida yang disekresikan oleh
kelenjar paratiroid, yaitu empat kelenjar kecil yang terletak di permukaan belakang kelenjar tiroid, satu di setiap sudut. Hormon
Paratiroid bersama-sama dengan vitamin D3 (1,25-dihydroxycholecalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam
darah. Sintesis paratiroid hormon dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi
dan dirangsang bila kadar kalsium rendah.
Seperti aldosteron, hormon paratiroid esensial untuk hidup. Efek keseluruhan Hormon paratiroid adalah meningkatkan
konsentrasi kalsium dalam plasma dan mencegah hipokalsemia. Apabila Hormon paratiroid sama sekali tidak tersedia, dalam
beberapa hari individu yang bersangkutan akan meninggal, biasanya akibat asfiksia yang ditimbulkan oleh spasme hipokalsemik
otot-otot pernapasan. Melalui efeknya pada tulang, ginjal, dan usus hormon paratiroid meningkatkan kadar kalsium plasma
apabila kadar elektrolit ini mulai turun sehingga hipokalsemia dan berbagai efeknya secara normal dapat dihindari. Hormon ini
juga bekerja menurunkan konsentrasi fosfat plasma.
Sebagian besar efek hormon paratiroid pada organ sasarannya diperantarai oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP) yang
bekerja sebagai mekanisme second messenger. Dalam waktu beberapa menit setelah pemberian hormon paratiroid,
konsentrasi cAMP di dalam osteosit, osteoklas, dan sel-sel sasaran lainnya meningkat. Selanjutnya, cAMP mungkin bertanggung
jawab terhadap beberapa fungsi osteoklas seperti sekresi enzim dan asam-asam sehingga terjadi reabsorpsi tulang,
pembentukan 1,25-dihidroksikolekalsiferol di dalam ginjal dan sebagainya. Mungkin masih ada efek-efek langsung lain dari
hormon paratiroid yang fungsinya tidak bergantung pada mekanisme second messenger.

Fungsi Fisiologis Hormon Paratiroid
a. Homeostasis Kalsium
Hormon paratiroid dan vitamin D menjadi faktor utama yang mengendalikan metabolisme kalsium.Keduanya
mempunyai kerja yang meningkatkan konsentrasi kalsium serum. Hormon paratiroid terikat ke reseptor dalam tulang
dan ginjal serta mengaktivasi adenilat siklase, sehingga membentuk adenosin 35 monofosfat siklik (AMP siklik) yang
kemudian mengatur enzim intrasel lainnya.
Hormon paratiroid bekerja atas tulang untuk mempercepat resorpsi tulang dan meningkatkan pembentukan kembali
tulang dengan menginduksi aktivitas osteoklastik dan osteoblastik. Kerjanya atas tubulus renalis untuk menurunkan
resorpsi fosfat dan bikarbonat serta untuk meningkatkan resorpsi kalsium.
Hormon paratiroid mempunyai peranan tidak langsung dalam meningkatkan absorpsi kalsium gastrointestinalis
dengan meningkatkan efek vitamin D. Vitamin D (kolekalsiferol) di bentuk dalam kulit oleh kerja sinar ultraviolet atas 7
dihidrokolesterol: kemudian ia dihidroksiklasi dalam hati ke 25-hidroksikolekalsiferol dan diaktivasi lebih lanjut oleh 1-
alfahidroksilase dalam ginjal ke metabolit kuat, 1,25-dihidrosikolekalsiferol. Hormon paratiroid meningkatkan
perubahan 25-hidroksikolekalsiferol ke 1,25-dihidroksikalekalsiferol.
Vitamin D juga menyokong keseimbangan kalsium positif, terutama dengan meningkatkan absorpsi usus. Walaupun
salah satu kerja vitamin D untuk memobilisasi kalsium dari tulang, namun ia meningkaktan kalsium dan fosfat dalam
cairan ekstrasel, serta efek bersihnya untuk meningkatkan mineralisasi dan pembentukan kembali tulang
(remodeling).


1. Pengaturan Sekresi Hormon Paratiroid Oleh Konsentrasi Ion Kalsium
Bahkan penurunan konsentrasi ion kalsium yang paling sedikit pun dalam cairan ekstraselular akan
menyebabkan kelenjar paratiroid meningkatkan kecepatan sekresinya dalam waktu beberapa menit; bila
penurunan konsentrasi kalsium menetap, kelenjar akan menjadi hipertrofi, sering lima kali lipat atau lebih.
Contohnya, kelenjar paratiroid menjadi sangat membesar pada rikets, di mana kadar kalsium biasanya hanya
tertekan sedikit; juga, kelenjar menjadi sangat besar saat hamil, walaupun penurunan konsentrasi ion kalsium
dalam cairan ekstraselular ibu sangat sulit diukur; dan kelenjar sangat membesar selama laktasi karena kalsium
digunakan untuk pembentukan air susu ibu.
Sebaliknya, setiap keadaan yang meningkatkan konsentrasi ion kalsium di atas nilai normal akan menyebabkan
berkurangnya aktivitas dan ukuran kelenjar paratiroid. Beberapa keadaan tersebut meliputi :
Jumlah kalsium yang berlebihan dalam diet
Meningkatnya vitamin D dalam diet
Absorpsi tulang yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda dengan hormon paratiroid
(contohnya, absorpsi tulang yang disebabkan oleh tidak digunakannya tulang itu).

2. Absorpsi Kalsium dan Fosfat dari Tulang yang Disebabkan oleh Hormon Paratiroid
Hormon paratiroid kelihatannya mempunyai dua efek pada tulang dalam menimbulkan absorpsi kalsium dan
fosfat. Yang pertama merupakan suatu tahap cepat yang dimulai dalam waktu beberapa menit dan meningkat
secara progresif dalam beberapa jam. Tahap ini diyakini disebabkan oleh aktivasi sel-sel tulang yang sudah ada
(terutama osteosit) untuk meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat. Tahap yang kedua adalah tahap yang lebih
lambat, dan membutuhkan waktu beberapa hari atau bahkan beberapa minggu untuk menjadi berkembang
penuh; fase ini disebabkan oleh adanya proses proliferasi osteoklas, yang diikuti dengan sangat meningkatnya
reabsorpsi osteoklastik pada tulang sendiri, jadi bukan hanya absorpsi garam fosfat kalsium dari tulang.




b. Efek Hormon Paratiroid Terhadap Eksresi Fosfat dan Kalsium oleh Ginjal
Pemberian hormon paratiroid menyebabkan pelepasan fosfat dengan segera dan cepat ke dalam urin karena efek dari
hormon paratiroid yang menyebabkan berkurangnya reabsorpsi ion fosfat pada tubulus proksimal. Hormon paratiroid
merangsang penghematan kalsium dan mendorong pengeluaran fosfat oleh ginjal selama pembentukan urin.
Di bawah pengaruh hormon Paratiroid , ginjal mampu mereabsorpsi lebih banyak kalsium yang difiltrasi, sehingga
kalsium yang keluar melalui urin berkurang. Efek ini meningkatkan kadar kalsium plasma dan menurunkan
pengeluaran kalsium melalui urin. (Melarutkan tulang untuk memperoleh lebih banyak kalsium akan menjadi sia-sia
apabila kemudian kalsium keluar melalui urin.) Sewaktu merangsang reabsorpsi kalsium oleh ginjal. Hormon Paratiroid
juga meningkatkan ekskresi fosfat urin melalui penurunan reabsorpsi fosfat. Akibatnya, hormon paratiroid
menurunkan kadar fosfat plasma bersamaan dengan saat hormon tersebut meningkatkan konsentrasi kalsium.

c. Efek Hormon Paratiroid Pada Absorbsi Kalsium dan Fosfat dalam Usus
Walaupun hormon paratiroid tidak memiliki efek Iangsung pada usus, hormon ini secara tidak langsung meningkatkan
reabsorpsi kalsium dan fosfat dari usus halus melalui perannya dalam pengaktifan 1,25-dihidroksikolekal-siferal dari
vitamin D. Vitamin ini, pada gilirannya, secara langsung meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfat oleh usus. Tetapi
seperti dengan cara kerjanya di ginjal dan tulang hormon paratiroid dapat juga bekerja pada kondisi patologis atau
farmakologis untuk meregulasi metabolime kalsium melalui stimulasi langsung terhadap absorpsi kalsium di usus.
Semua efek hormon paratiroid ditujukan untuk meningkatkan kadar kalsium plasma. Dengan demikian, sekresi
hormon paratiroid akan meningkat sebagai respons terhadap penurunan konsentrasi kalsium plasma dan menurun
apabila kadar kalsium plasma meningkat. Sel-sel sekretorik kelenjar paratiroid sangat peka terhadap perubahan
kalsium plasma bebas. Karena hormon paratiroid mengatur konsentrasi kalsium plasma, hubungan ini membentuk
lengkung umpan-balik negatif sederhana untuk mengontrol sekresi hormon paratiroid tanpa melibatkan intervensi
saraf atau hormon lain.
Vitamin D (vitamin D3) juga berpengaruh pada metabolisme kalsium. Vitamin ini terdapat didalam diet normal dan di
sintesis di kulit. Sinar ultraviolet menghasilkan vitamin D3 di kulit yang selanjutnya mengalami hidroksilasi di hati dan
ginjal menjadi vitamin D3 (kalsitriol). Fungsi utama kalsitriol adalah merangsang penyerapan kalsium di dalam usus.
Kelainan kelenjar paratiroid ditandai dengan peningkatan atau penurunan fungsi . Hipoparatiroidi dapat disebabkan
oleh defisiensi hormon paratiroid yang bersifat autoimun, berkurangnya pembentukan hormon paratiroid, atau
ketidakmampuan jaringan untuk bereaksi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme).
Yang paling sering ditemui ialah hipoparatiroidi iatrogenik sesudah tiroidektomi. Adanya kecurigaan terangkatnya
kelenjar paratiroid, harus diantisipasi dengan reimplantasi kelenjar tersebut baik pada muskulus
sternokleidomastoideus ataupun, muskulus brakioradialis pada lengan. Sedangkan hiperparatiroidi, yang di tandai
dengan peningkatan hormon paratiroid kausa yang terbanyak ialah adenoma paratiroid dan hiperplasia paratiroid.
Pada penderita berusia lanjut atau penderita asimtomatik dengan hiperkalsemia ringan terapi konservatif merupakan
cara terbaik. Selebihnya berupa pembedahan untuk mengangkat semua jaringan yang menghasilkan hormon
paratiroid. Pembedahan tersebut berupa pengangkatan adenoma, atau pada hiperplasia berupa pengangkatan tiga
setengah kelenjar dengan menyisakan setengah kelenjar saja.

HORMON KALSITONIN
Kalsitonin (CT) adalah hormon ketiga yang berperan didalam regulasi tulang dan kalsium darah. Sumber utama daro CT adalah
C-Sel (parafollicular cells) dari kelenjar tiroid. Sebagian besar jenis sel dari kelenjar tiroid adalah folikular sel, yang
bertanggungjawab untuk sekresi hormon tiroid. Selain itu, CT juga dijumpai di beberapa organ di dalam tubuh, termasuk
thymus, usus halus, kandung kemih, paru-paru dan hati manusia. CT adalah polipetida kecil, terdiri dari 32 asam amino dengan
berat molekul 3410 Da. CT adalah sebuah produk dari keluarga gen CT, yang terdiri dari 5 gen. CALC I,II,III,IV dan V.
Sekresi hormon kalsitonin dipengaruhi oleh adanya serum Ca
2+
yang tinggi, target organ dari hormon ini adalah Usus halus dan
tulang. Hormon ini bekerja menurunkan absorbsi Ca
2+
di dalam usus dan menurunkan resorpsi Ca
2+
di dalam tulang sehingga
serum Ca
2+
yang semula tinggi menjadi turun. Hormon ini bekerja berkebalikan dengan hormon paratiroid. Ca plasma > normal,
dapat menyebabkan gangguan sistem saraf (refleks lamban, kontraksi otot lamban & lemah konstipasi & nafsu makan).

Kelebihan Hormon Kalsitosin
Efek yang terjadi jika kelebihan hormon ini akan menyebabkan terjadinya hipokalsemik, yaitu keadaan dimana tubuh
mengalami penurunan kadar kalsium.

Kekurangan Hormon Kalsitonin
Efek yang terjadi adalah tubuh akan mengalami hiperkalsemik, yaitu keadaan dimana kadar kalsium di dalam tubuh meningkat
sehingga memungkinkan untuk terjadinya kelebihan kadar kalsium tubuh.
Dijelaskan oleh Marks et al (2000), bahwa walaupun asupan kalsium dari hari ke hari sangat bervariasi, konsentrasi kalsium di
dalam cairan intrasel dan ekstrasel sangatlah konstan. Dari komponen ionic CES (cairan ekstrasel), hanya natrium yang diatur
lebih ketat daripada kalsium. Namun, di dalam sel, konsentrasi kalsium dikontrol lebih ketat daripada konsentrasi natrium.
Misalnya, konsentrasi natrium di dalam CES (cairan ekstrasel) 16-20 kali lebih besar daripada konsentrasi di dalam sitosol sel
namun konsentrasi kalsium diluar sel 10.000-20.000 kali lebih besar daripada konsentrasinya di dalam sel.
Ciri umum kematian sel, apapun sifat penyebabnya (misalnya hipoksia, trauma, intoksikasi) adalah peningkatan kalsium intrasel
melebihi konsentrasi kritis tertentu.
Konsentrasi kritis kalsium intrasel serta konsentrasi kalsium di dalam CES diatur oleh aktivitas terpadu dua hormon polipetida,
hormon paratiroid (PTH) dan kalsitonin (CT), dan oleh vitamin D3 berbentuk aktif (1,25-dihidroksikolekalsiferol; 1,25-(OH)
2
D
3
),
suatu hormon sterol. Terdapat lengkung umpan balik antara konsentrasi Ca
2+
bebas (elemen, tidak terikat ke protein) di
dalam darah dan sintesis serta sekresi hormone kalsitropik ini.
Ion kalsium (Ca+) memiliki efek fisiologis penting di hamper semua jaringan tubuh.
Kalsium mempengaruhi permeabilitas membrane terhadap air dan ion lain. Kalsium mengaitkan rangsang eksitasi saraf dengan
kontraksi otot di tautneuromuskular, merupakan kompenen penting dalam jenjang pembekuan darah, berfungsi sebagai
komponen Kristal yang stabil di dalam rangka sehingga memperkokoh penunjang struktural, dan ikut serta dalam mengaitkan
sinyal hormon dengan efek intrasel.

LI.3 MM HIPERTHYROID & HIPOTHYROID
HIPOTIROIDISME

A. Definisi
Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh konsentrasi hormon tiroid yang rendah sehingga
mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh secara umum.
B. Etiologi dan Klasifikasi
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan menjadi hipotiroidisme primer, sekunder, tersier, serta resistensi jaringan tubuh
terhadap hormon tiroid. Hipotiroidisme primer terjadi akibat kegagalan tiroid memproduksi hormon tiroid,
sedangkan hipotiroidisme sekunder adalah akibat defisiensi hormon TSH yang dihasilkan oleh hipofisis.
Hipotiroidisme tersier disebabkan oleh defisiensi TRH yang dihasilkan oleh hipotalamus. Penyebab terbanyak
hipotiroidisme adalah akibat kegagalan produksi hormon tiroid oleh tiroid (hipotiroidisme primer). Penyebab lebih
lengkap hipotiroidisme dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 1. Etiologi hipotiroidisme
.
Primer Tiroiditis Hashimoto
Terapi Iodium radioaktif untuk penyakit Graves
Tiroidektomi pada penyakit graves, nodul tiroid, atau kanker tiroid
Asupan iodida yang berlebihan (pemakaian radiokontras)
Tiroiditis sub akut
Defisiensi iodium
Kelainan bawaan sintesis hormon tiroid
Obat-obatan (litium, interferon alfa, amiodaron)
Sekunder Hipopituitari akibat adenoma hipofisis, terapi ablatif terhadap hipofisis, serta
kerusakan hipofisis
Tersier

Defisiensi hipotalamus
Resistensi jaringan perifer terhadap hormon tiroid

C. Patofisiologi
1. Efek terhadap curah jantung (Cardiac Output)
Efek hipotiroidisme terhadap fungsi jantung merupakan hal yang paling penting untuk dapat memprediksi
keberhasilan tindakan bedah. Kelainan kardiovaskuler pada pasien hipotiroidisme diantaranya yaitu gangguan
pada kontraktilitas jantung dengan penurunan curah jantung, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,
dan penurunan volume darah.
Denyut jantung dan isi sekuncup yang berkurang menyebabkan penurunan curah jantung 30% sampai 50%
volume normal. Pemanjangan waktu preejeksi dan pemendekan waktu ejeksi dari ventrikel kiri berhubungan
langsung dengan tingkat keparahan dari hipotiroidisme. Pada beberapa kasus hipotiroidisme terdapat
peningkatan waktu preejeksi 40% dan penurunan waktu ejeksi 60%. Perubahan ini mungkin sangat penting bagi
pasien bedah dengan beberapa derajat gagal jantung yang sudah ada sebelumnya.
Gangguan hemodinamik menyebabkan tekanan nadi sempit, waktu sirkulasi memanjang dan berkurangnya
volume darah ke perifer sehingga kulit terasa dingin, pucat dan sangat sensitif pada kedinginan. Adanya
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer pada hipotiroidisme merupakan akibat langsung dari kekurangan
hormon tiroid. Peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik pada hipotiroidisme ini menyebabkan
penurunan kebutuhan akan oksigen dari jaringan perifer, yang akhirnya mengakibatkan peningkatan afterload
jantung. Hal ini akan diikuti dengan adanya penurunan curah jantung dan denyut jantung. Efek terhadap tekanan
darah juga terlihat dengan peningkatan tekanan diastolik dan penurunan tekanan sistolik, sehingga tekanan nadi
juga berkurang.



2. Perubahan molekuler
Perubahan molekuler yang mendasari terjadinya kelainan kardiovaskuler pada hipotiroidisme adalah
terdapatnya gangguan penyerapan kalsium pada retikulum sitoplasmik dan penekanan aktivitas dari myosin ATP-
ase yang memberikan pengaruh terhadap kontraktilitas miokard. Adanya penurunan penyerapan kalsium dan
aktivitas hidrolisis ATP terhadap kalsium ditingkat retikulum sitoplasmik dan penurunan reseptor adrenergik
akan menyebabkan penurunan kontraktilitas miokard. Efek ini dapat dilihat sebagai pengaruh hormon tiroid
pada miosit jantung terhadap transkripsi gen klasik nuklir.
Hormon tiroid mempengaruhi fungsi jantung dengan memperlihatkan efeknya terhadap beberapa ekspresi gen
dalam miosit jantung. Pengaruh hormon tiroid terhadap ekspresi gen miosit jantung dapat sebagai regulasi
positif (myosin dengan rantai SR Ca2, Na-K-ATPase, reseptor b-adrenergik), atau negatif (rantai -myosin, Tiroid
hormon reseptor 1, adenilat siklase dan phospholamban). T3 melaksanakan kerja selulernya dengan cara
berikatan dengan Thyroid hormone nuclear reseptors (TRs). Protein reseptor tersebut memediasi induksi
transkripsi dengan cara berikatan dengan Thyroid hormone response elements (TREs). TRs akan berikatan dengan
TRE. TRs menginduksi transkripsi gen, dan bila tidak ada T3 transkripsi gen akan ditekan. Tidak adanya
perlambatan refleks denyut jantung dan hilangnya kompensasi peningkatan tekanan arteri diastolik setelah
manuver valsava, mengindikasikan adanya hipotiroidisme yang diinduksi oleh baroreseptor. Kondisi ini dapat
menjelaskan sebagian kecenderungan pasien hipotiroidisme menjadi hipotensi bila terkena obat anestesi.
Terdapat adanya sebuah interaksi yang kompleks antara hormon tiroid dan katekolamin. Adanya penurunan
denyut adrenergik pada hipotiroidisme tidak disebabkan oleh penurunan nilai katekolamin, tapi sebaliknya nilai
katekolamin meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya down regulation dari reseptor adrenergik.

3. Pengaruh hipotiroidisme pada sistem pernafasan
Beberapa kelainan pada fungsi pernapasan pasien hipotiroidisme yaitu adanya penurunan kapasitas pernafasan
maksimal dan kemampuan untuk menyebarkan karbon monoksida. Kemampuan untuk mengatasi keadaan
hipoksia ventilasi pada hipotiroidisme sangat rendah, dan pengendalian terhadap hiperkapnia ventilasi juga
sangat sering terganggu. Satu dari banyak faktor yang terlibat sebagai penyebab gangguan fungsi pernafasan
adalah adanya kelemahan otot pernapasan. Gangguan fungsi otot pernafasan ini merupakan hasil dari
perubahan intrinsik (seperti yang disebabkan oleh ekspresi gen yang berubah dari produk gen dalam sel-sel otot)
dan disfungsi dari saraf frenikus.
Efek langsung dari hipotiroidisme terhadap fungsi paru tidak ada. Hormon ini mempengaruhi produksi surfaktan
oleh sel pneumocytes tipe II. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan paru dan perburukan fungsi paru.
Stres berat seperti sepsis kadang-kadang terlihat pada periode perioperatif sehingga menyebabkan penurunan
sintesis surfaktan dan memburuknya fungsi pernapasan. Mekanisme molekuler untuk dapat menjelaskan
bagaimana hormon tiroid dapat mensintesis atau fungsi surfaktan (misalnya, peningkatan produksi atau sekresi
pneumocytes tipe II) masih belum jelas saat ini.
Hipotiroidisme cenderung lebih sensitif terhadap obat-obat anestesi. Penggunaan obat penenang, narkotika, dan
hipnotik harus dihindari atau dikurangi hingga dosis minimum. Keadaan hipotiroidisme ini memperlambat
metabolisme obat sehingga hal ini dapat memicu kegagalan pernafasan.

4. Pengaruh hipotiroidisme pada fungsi ginjal
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan volume plasma pada hipotiroidisme. Diantaranya
yaitu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat menyebabkan terjadinya masuknya air dan albumin ke dalam
ruang interstisial. Faktor lainnya adalah pengendapan glukosaminoglikan dalam jaringan interstisial (yang
menyebabkan terjadinya edema nonpitting) sehingga molekul-molekul besar yang memiliki efek osmotik dapat
menyebabkan pergeseran cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga akan menurunkan volume plasma
efektif.
Efek hipotiroidisme pada fungsi ginjal yaitu terdapatnya penurunan perfusi ginjal, peningkatan hormon
antidiuretik (ADH), penurunan faktor natriuretik atrium (ANF), dan penurunan aktifitas sistem renin-angiotensin-
aldosteron. Hiponatremi dapat terjadi pada hipotiroidisme tetapi natrium total tubuh meningkat dan sebahagian
besar terikat dengan mukopolisakarida ekstraseluler. Hiponatremia pada hipotiroidisme ini harus dicermati pada
pasien bedah yang nantinya akan menyebabkan terjadinya perburukan fungsi ginjal pada periode perioperatif.
Perburukan fungsi ginjal sering ditemukan beberapa saat sesudah operasi, ini sering dihubungkan dengan
hipotensi intra-operatif, dan mungkin menjadi hal yang sering ditemukan pada pasien hipotiroidisme.

5. Pengaruh hipotiroidisme pada sistem hematopoitik dan koagulasi
Sekitar 25% sampai 50% dari keadaan hipotiroidisme ditemukan adanya anemia. Biasanya jenis anemianya
normositik normokrom dan memiliki cadangan besi yang normal, dengan sumsum tulang yang hiposeluler
dengan diferensiasi sel darah merah yang normal. Kekurangan zat besi kadang-kadang dapat terlihat, terutama
pada wanita yang premenopause yang mengalami menorrhagia karena hipotiroidismenya. Kadang-kadang
ditemukan anemia pernisiosa dan defisiensi vitamin B12 yang dapat memberikan gambaran makrositik. Pasien
hipotiroidisme cendrung mudah berdarah, mengalami menorragia, waktu perdarahan yang memanjang pada
ekstraksi gigi. Gangguan hemostasis paling sering berupa pemanjangan waktu perdarahan, faktor Von
Willebrand yang rendah. Keadaan ini dapat diterapi dengan pemberian desmopresin karena dapat merangsang
pelepasan faktor VIII dari sel endotel dan trombosit.

6. Pengaruh hipotiroidisme pada sistem pencernaan
Terdapat adanya kesulitan dalam penanganan pasca operasi pada hipotiroidisme dengan disfungsi
gastrointestinal bagian atas. Penurunan motilitas gastrointestinal atau bahkan ileus merupakan komplikasi
pembedahan yang sering ditemukan, terutama setelah tindakan operatif pada daerah abdomen. Hipotiroidisme
dapat mengalami konstipasi kronik, atoni dan hipomotiliti dari saluran gastrointestinal yang dapat berlanjut
menjadi ileus paralitik atau ileus Miksedema. Distensi yang berat dari bagian lain di saluran pencernaan
(misalnya, kerongkongan, perut, dan duodenum) juga bisa terjadi. Sangat mungkin efek pembedahan pada
hipotiroidisme dapat memperburuk komplikasi dan hasil akhir pembedahan dengan meningkatnya morbiditas
atau bahkan mortalitas. Beberapa faktor molekuler dan seluler dapat berperan untuk disfungsi gastrointestinal
pada hipotiroidisme. Dimana hormon tiroid merangsang aktivitas Na-K ATPase dan penyerapan natrium di usus.
Lambung merupakan daerah target yang penting untuk hormon tiroid, sehingga hipogastrinemia sering
ditemukan pada hipotiroidisme. Terdapat sebuah sirkulasi enterohepatik dari hormon tiroid yang memiliki efek
langsung terhadap fungsi usus. Hormon tiroid dapat memberikan efek terhadap sekresi hormon saluran
pencernaan seperti polipeptida intestinal vasoaktif. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya malabsorpsi dan
memburuknya motilitas usus yang dapat dilihat pada pasca operasi (terutama setelah reseksi usus) yang bisa
diperburuk dengan adanya hipotiroidsme. Tidak jarang pasien bedah memerlukan waktu yang lama untuk usus
beristirahat dan belum diperbolehkan makan. Kelaparan atau kekurangan gizi dapat terjadi pada waktu yang
lanjut, sebagaimana dapat terjadi di unit perawatan intensif, terkait dengan perubahan tiroid pada pasien
dengan ESS. Pada pasien dengan koma miksedema yang mempunyai beberapa gejala klinis yang berat dari
keadaan hipotiroidisme kroniknya, atau ditandai dengan penurunan dari kadar T3 dan T4 serum, yang mana
keadaan ini akan meningkatkan risiko komplikasi selama periode perioperatif. Angka kesakitan pada pasien ini
dihubungkan dengan penekanan terhadap efek katekolamin, hipotermi, kesulitan pada jalan nafas akibat edema
yang luas, dan aspirasi yang disebabkan oleh keterlambatan pengosongan lambung. Pada situasi seperti ini
pembedahan yang elektif harus ditunda sampai keadaan eutiroid.


7. Manifestasi Klinis
Organ/ Sistem Organ Keluhan/Gejala/Kelainan
Kardiovaskuler Bradikardia
Gangguan kontraktilitas
Penurunan Curah jantung
Kardiomegali ( paling banyak disebabkan oleh efusi perikard)
Respirasi

Sesak dengan aktivitas
Gangguan respon ventilasi terhadap hiperkapnia dan hipoksia
Hipoventilasi
Sleep apnea
Efusi Pleura
Gastrointestinal

Anoreksia
Penurunan peristaltik usus konstipasi kronik, impaksi feses dan ileus
Ginjal
(air dan elektrolit)

Penurunan laju filtrasi ginjal
Penurunan kemampuan ekskresi kelebihan cairan intoksikasi cairan dan
hiponatremia
Hematologi

Anemia, disebabkan:
Gangguan sintesis hemoglobin karena defisiensi tiroksin
Defisiensi besi karena hilangnya besi pada menoragia dan gangguan
absorbsi besi
Defisiensi asam folat karena gangguan absorbsi asam folat
Anemia pernisiosa
Neuromuskular

Kelemahan otot proksimal
Berkurangnya refleks
Gerakan otot melambat
Kesemutan
Psikiatri

Depresi
Gangguan memori
Gangguan kepribadian
Endokrin Gangguan pembentukan estrogen gangguan ekskresi FSH dan LH, siklus
anovulatoar, infertilitas, menoragia

8. Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada anamnesis perlu digali apakah hipotiroidisme baru dikenal atau sudah dalam terapi. Untuk pasien yang
mendapatkan suplementasi hormon tiroid, pemakaian obat-obatan seperti kolestiramin, besi, preparat
almunium, kalsium dan karbamazepin dapat menurunkan absorbsi hormon tiroid. Pemakaian preparat
iodine dan kontras yang mengandung iodine dapat memperburuk hipotiroidisme.
b. Pemeriksaan penunjang
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan hormon tiroid yang didapatkan kita dapat menentukan
apakah pasien masuk dalam keadaan hipotiroidisme ringan, sedang atau berat. Pemeriksaan penunjang lain
untuk melihat pengaruh hipotiroidisme pada beberapa organ meliputi pemeriksaan laboratorium rutin,
radiologi dan elektrokardiografi.

Gambaran klinik hipertiroidi dapat ringan dengan keluhankeluhan yang sulit dibedakan dari reaksi kecemasan,
tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan
kolaps.3 Keluhan utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebardebar atau
kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 geiala yang menonjol yaitu :
Nervositas
Kelelahan atau kelemahan otot-otot
Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik
Diare atau sering buang air besar
Intoleransi terhadap udara panas
Keringat berlebihan
Perubahan pola menstruasi
Tremor
Berdebar-debar
Penonjolan mata dan leher
Gejala-gejala hipertiroidi ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa tahun sebelum penderita
berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari penyakitnya. Pada pemeriksaan klinis
didapatkan gambaran yang khas yaitu : seorang penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang
cepat, tanda-tanda pada mata, telapak tangan basah dan hangat, tremor, oncholisis, vitiligo, pembesaran leher,
nadi yang cepat, aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan waktu refleks Achilles. Atas dasar tanda-
tanda klinis tersebut sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan. Untuk daerah di mana
pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormon tiroid tak dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne dan
New Castle sangat membantu menegakkan diagnosis hipertiroid. Pengukuran metabolisme basal (BMR), bila
basil BMR > 30, sangat mungkin bahwa seseorang menderita hipertiroid. Untuk konfirmasi diagnosis perlu
dilakukan pemeriksaan hormon timid (thyroid function test), seperti kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau free
thyroxine index (FT41). Adapun pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis :
Pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom, pengukuran kadar TSH serum,
test penampungan yodium radioaktif (radioactive iodine uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid
scanning).
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis PG, yakni : adanya riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang
sama atau mempunyai penyakit yang berhubungan dengan otoimun, di samping itu pada penderita didapatkan
eksoftalmus atau miksedem pretibial; kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan antibodi tiroid.

Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu
pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2 -
1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi
Fosfat anorganik dalam serum tinggi
Fosfatase alkali normal atau rendah
Foto Rontgen
Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak
Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
Density dari tulang bisa bertambah
EKG biasanya QT-interval lebih panjang

c. Penatalaksanaan
Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5 mmol/L) dan
menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus
pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika
terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti
pentobarbital dapat dapat diberikan.
Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut
disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon,
maka penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan
parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan lingkungan yang
bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak.
Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika
pasien mengalami gangguan pernafasan.
Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium serum diketahui. Diet
tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan
tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu
dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral
garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium
karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya
lewat traktus gastrointestinal.
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol
(vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi
kalsium dari traktus gastrointestinal.

d. Komplikasi
Kalsium serum menurun
Fosfat serum meninggi






HIPERTIROIDISME

A. Definisi
Hipertiroidisme merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas fungsi kelenjar tiroid dimana sekresi
hormone yang berlebihan dimanifestasikan melalui peningkatan kecepatan metabolisme. Banyak cirri khas lain yang
terjadi pada pasien hipertiroid akibat peningkatan stressor terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) dalam
darah. Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena
ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan
hormon tiroid berlebihan.

B. Etiologi dan Klasifikasi
Hipertiroidisme dibedakan atas hipertiroidisme sentral dan primer. Berbagai penyebab terjadinya hipotiroidisme
dapat dilihat pada tabel 1.
1. Hipertiroidisme Sentral
Apabila gangguan faal tiroid teradi karena ada kegagalan hipofisis, maka disebut hipotiroidisme sekunder (HS),
sedangkan apabila kegagalan terletak di hipotalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor
hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan virus, sakit kepala , tetapi juga karena
produksi hormone yang berlebih (ACTH penyakit cushing, hormone pertumbuhan akromegali, proacktin
galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormone akibat desakan tomor hipofisis
lobus anterior adalah: gonadotrophin, ACTH, hormon hipofisis lain dan TSH.

2. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormone berkurang akibat anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi
merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme congenital di Negara barat. Umumnya ditemukan pada
program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena : Operasi, Radiasi, Tiroiditis autoimun,
Karsinoma, Tiroiditis subakut, Dishormonogenesis dan Atrofi.


Tabel 1. Penyebab Hipotiroidisme Primer (HP) dan Hipotiroidisme Sentral (HS)
Penyebab Hiptiroidisme
Sentral (HS)
Penyebab Hipotiridisme
Primer (HP)
Hipotiroidisme Sepintas
(transient)
Lokalisasi hipofisis atau
Hipotalamus
Tumor, infiltrasi tumor
Nekrosis iskemik
(sindrom Sheehan pada
hipofisis)
Iatrogen
(radiasi, operasi)
Infeksi
(sacroidosis, histosis)
Hipo- atau agenesis kelenjar
tiroid
Destruksi kelenjar tiroid
Pasca radiasi
Tiroiditis autoimun,
hashimoto
Tiroiditis De Quervain
Postpartum tiroiditis
Atrofi (berdasar autoimun)
Dishormonogenesis sintesis
hormone
Hipotiroidisme transien
(sepintas)
Tiroiditis de quervain
Silent thyroiditis
Tiroiditis postpartum
Hipotiroidisme neonatal
sepintas

Pascaoperasi.Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa kelainan lain,
strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan
40 % mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang
mendasarinya.
(1: hal 1938)

Pascaradiasi. Pemberian RAI (radioaktiv iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40 50% pasien menjadi
hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar < 5%. Juga
dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 th : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari
dosis radiasi.
(1: hal 1938)

Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibody antitiroid, yaitu Ab terhadap
fraksi tiroglobulin (antibody-antitiroglobulin, ATg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Factor
predisposisi meiputi: toksin, yodium, hormone (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid),
stress mengubah interaksi system imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok.
Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen. Dengan obat T
4
selama setahun, 20% kasus memburuk,
40% kasus tetap, dan ada perbaikan pada 19% sedangkan 11,4% kasus sembuh.
(1: hal 1938)

Tioriditis pascapartum. Merupakan peristiwa autoimuun yang terjadi pada wanita postpartum, dengan silih berganti antara
hipotiroidisme dan hipertiroidisme dapat sebagai penyakit sendiri atau eksaserbasi Graves. Ada fase toksis dan fase
hipotiroidisme dengan depresi. Apabila ditemukan antibody tiroid di trimester pertama kehamilan, maka peluang menderita
tiroiditis di fase postpartum sebesar 33-50%. Monitoring jangka panjang penting sebab 23% akan menjadi hipotiroidisme
menetap, dan selebihnya eutiroid dalam tempo setahun. Antibody-anti TPO dan antibody-antiTg merupakan penanda untuk AIT
pada kehamilan. Prevalensi PATD (postpartum Autoimmune Thyroid Disease) di dapat 5,5%.
(1: hal 1938)

Tiroiditis subakut ( De Quervain) nyeri di keanjar/sekitar, demam, menggigil Etiologi: virus, akibat nekrosis jaringan , hormone
merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme
sepintas.
(1: hal 1938)

Dishormonogenesis. ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses hormonogenesis. Keadaan ini
diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal,
namun pada defek ringan baru pada usia lanjut.defective organification adalah salah satu sebab hipotiroidisme congenital.
Meskipun terdeteksi mutasi titik tunggal dari GaC pada 1265 pasang basa gen TPO, tetapi ekspresi asam aminonya tidak
berubah, diduga ada perubahan struktur tersier molekul TPO. Satu kasus usia 16 th dengan dishormogenesis dari RS Dr. Kariadi
telah dilaporkan di medika tahun 2001.
(1: hal 1938)

Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer/sekunder, amat jarang.
(1: hal 1938)

Hipotiroidisme Sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini
sering dijumpai. Misalnya pascapengobatan RAI, pascatiroidiktomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus
Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali,
sehingga jangan tergesa memberi substitusi. Pada neonates di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan,
dan mereka berisiko mengalami gangguan perkembangan saraf.
(1: hal 1938)

Pengaruh Obat Farmakologis. Dosis OAT (obat anti tiroid) berlenihan menyebabkan hipotiroidisme. Dapat juga terjadi pada
pemberian litium karbonat pada pasien psikosis, terlebih kalau AM/AT-antibodi pasien (+). Hati-hatilah menggunakan fenitoin
dan feneobarbital seabab meningakatkan metabolism tiroksin di hepar. Kelompok kolerstiramin dan kolestipol dapat mengikat
hormone tiroid di usus. Defisiensi yodium berat serta berlebihan yodium kronis menyebabkan hippotiroidisme dan gondok,
tetapi sebaliknya kelebihan akut menyababkan IIT (iodine induced thyrotoxcisos). Penyebab lain sitokin (IF-, IL-2),
aminoglutamid, etioamida, sulfonamide, sigaret, lingual tiroid. Untuk ini kasus dengan hepatitis virus C yang diobati dengan IF-
perlu diperiksa status tiroidnya. Bahan farmakologis yang menghambat sintesis tiroid adaah tionamid (MTU, PTU, Karbimazol),
perklorat, sulfonamide, yodida (obat batuk, amiodaron, media kontras Ro, garam litium) dan meningkatkan
katabolisme/penghancuran hormone tiroid: fenitoin, fenobarbital, yang menghambat jalur enterohepatik hormone tiroid:
kolestipol dan kolestiramin).
(1: hal 1938)


Tiroiditis Hashimoto ditandai oleh hipotiroidisme struma keras, dan keberadaan antibody antitiroglobulin atau antimikrosomal
dalam sirkulasi. Pada ibu dengan penyakit hashimoto yang sudah ada sebelumnya, kehamilan mungkin menyebabkan perbaikan
sementara dari gejala-gejala yang dialaminya. Ibu yang sebelunya diobati untuk hipotiroidisme dapat memiliki manifestasi
hipotoroidisme dan memerlukan penggantian hormone tiroid
(6: hal 95)

Iodine deficiency causes hypothyroidism in mountainous areas of the areas of the world where the soil and the plants grown
on it are deficient in this mineral. In the Alp, the condition was common until theearly years of the 20
th
century. Iodine
deficiency is now rare in most countries because of the routine use of iodized salt, although there is still an extensive goiter
belt in the Himalaya mountains.
(4: hal 293-294)

Berdasarkan kutipan di atas, Kekurangan yodium menyebabkan hipotiroidisme di wilayah pegunungan di di seluruh dunia
dimana tanah dan tanaman tumbuh di sana kekurangan mineral ini. Dalam Alp, kondisi itu umum sampai tahun theearly abad
ke-20. Defisiensi yodium sekarang jarang terjadi di sebagian besar negara karena penggunaan rutin garam beryodium,
meskipun masih ada "sabuk gondok" yang luas di pegunungan Himalaya.

Disgenesis Tiroid pada Hipotiroidisme Kongenital. 1) Sintesis Tiroksin yang Kurang Sempurna. Berbagai defek pada biosintesis
hormone tiroid dapat mengakibatkan hipotiroidisme congenital; bila defeknya tidak sempurna, kompensasi terjadi, dan
mulainya hipotiroidisme dapat terlambat selama beberapa tahun. Gondok selalu hampir ada, dan defek terdeteksi pada 1
dalam 30.000-50.000 lahir hidup pada program skrening neonates.



C. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau
sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh
hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat
empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar
lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia
tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi
salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya
dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga
kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-
fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena keempat kelenjar membesar
secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh
retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh
hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam
tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam
urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari
makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi
melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit
tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena
peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara
langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di
tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme
ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan
hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari
peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga
terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan
kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa
sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago
(khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk
bekerja di target organ.

D. Manifestasi Klinis
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis,
keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini
berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang
mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta
sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat
dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang,
yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri
skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik;
deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor
risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala
gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)

E. Diagnosis
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar
hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme
yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk
parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya
pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena kadar dalam serum ini dapat berubah
akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan
sinar-x atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen
bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan
resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme
primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi
jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta
hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon
paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya
kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan
tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal
ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan
untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)
Laboratorium :
Kalsium serum meninggi
Fosfat serum rendah
Fosfatase alkali meninggi
Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
Foto Rontgen :
Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
Cystic-cystic dalam tulang
Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

F. Penatalaksanaan
Pengobatan Umum
1. Istirahat
Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat. Penderita dianjurkan tidak
melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran balk di rmah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan
berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit.
2. Diet
Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena : terjadinya peningkatan
metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negative.
3. Obat penenang
Mengingat pada PG sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat diberikan. Di samping itu perlu juga
pemberian psikoterapi.


Pengobatan Khusus
1. Obat antitiroid

Propiltiourasil (PTU)
Nama generik : Propiltiourasil
Nama dagang di Indonesia : Propiltiouracil (generik)
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada
kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan 100 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m
2
/hari, dosis terbagi setiap 8 jam.
Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk
hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-900 mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis terbagi setiap
8-12 jam. Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al, 2006)
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada kecendrungan pendarahan,
mual muntah, hepatitis.
Mekanisme Obat: menghambat sintesis hormon tiroid dengan memhambatoksidasi dari iodin dan menghambat
sintesistiroksin dan triodothyronin (Lacy, et al, 2006)
Resiko khusus : .
Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan hipoprotrombinnemia dan
pendarahan, kehamilan dan menyusui, penyakit hati (Lee, 2006).

Methimazole
Nama generik : methimazole
Nama dagang : Tapazole
Indikasi : agent antitiroid
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2 mg/kg/hari (3 x sehari).
maksimum 30 mg dalam sehari.
Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari; sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid berat 60 mg/ hari; dosis
pelihara 5-15 mg/hari.
Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri lambung, edema.
Resiko khusus : pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa meningkatkan myelosupression, kehamilan (Lacy, et al,
2006)

Karbimazole
Nama generik : Karbimazole
Nama dagang di Indonesia : Neo mecarzole (nicholas).
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg
Dosis dan aturan pakai : 30-60 mg/hari sampai dicapai eutiroid, lalu dosis diturunkan menjadi 5-20 mg/hari;
biasanya terapi berlangsung 18 bulan.
Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20 60 mg dikombinasikan dengan tiroksin 50 -150 mg.
Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian disesuaikan dengan respon.
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada kecendrungan pendarahan,
mual muntah, leukopenia.
Resiko khusus : penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan hipoprotrombinemia
dan pendarahan, kehamilan dan menyusui (Lacy, et al, 2006).

Tiamazole
Nama generik : Tiamazole
Nama dagang di Indonesia : Thyrozol (Merck).
Indikasi : hipertiroidisme terutama untuk pasien muda, persiapan operasi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk pemblokiran total produksi hormon tiroid 25-40 mg/hari; kasus ringan 10 mg (2 x
sehari); kasus berat 20 mg (2 x sehari); setelah fungsi tiroid normal (3-8 minggu) dosis perlahan-lahan
diturunkanhingga dosis pemelihara 5 10 mg/hari.
Efek samping : alergi kulit, perubahan pada sel darah, pembengkakan pada kelenjar ludah.
Resiko khusus : jangan diberikan pada saat kehamilan dan menyusui, hepatitis.

2. Yodium
Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3 minggu efeknya akan
menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat
sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan hormon dan pada saat yodium dihentikan timbul sekresi
berlebihan dan gejala hipertiroidi menghebat. Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh
efek yang cepat seperti pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya
digunakan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan dosis terbagi yang
diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan.9 Marigold dalam penelitiannya menggunakan cairan Lugol
dengan dosis 1/2 ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan '10 hari sebelum dan sesudah operasi.

3. Penyekat Beta (Beta Blocker)
Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada sistim simpatis.
Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap
katekolamin. Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat pengaruh
hati.Reserpin, guanetidin dan penyekat beta (propranolol) merupakan obat yang masih digunakan. Berbeda
dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24
- 36 jam setelah pemberian akan tampak penurunan gejala. Khasiat propranolol : penurunan denyut jantung
permenit, penurunan cardiac output, perpanjangan waktu refleks Achilles, pengurangan nervositas, pengurangan
produksi keringat, pengurangan tremor. Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat
menghambat konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu 4 - 6 jam hipertiroid
dapat kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal propranolol sebagai persiapan
operasi dapat menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi.8 24 Penggunaan propranolol a.l. sebagai : persiapan
tindakan pembedahan atau pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis tiroid

4. Ablasi kelenjar gondok
Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131.

Tindakan pembedahan
Indikasi utaina untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang berusia muda dan gagal atau alergi
terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan berupa tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita
dengan keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan dengan I131 (wanita hamil atau yang merencanakan
kehamilan dalam waktu dekat). Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatannya, penderita yang
keteraturannya minum obat tidak teijamin atau mereka dengan struma yang sangat besar dan mereka yang ingin
cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami keganasan, dan alasan kosmetik. Untuk persiapan pembedahan
dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. Thionamid
biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol selama 10 -
14 hari sebelum operasi. Propranolol dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan
Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum operasi. Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid yang
permanen. Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan sampai.
a. Ablasi dengan I131
Sejak ditemukannya I131 terjadi perubahan dalam bidang pengobatan hipertiroidi. Walaupun dijumpai banyak
komplikasi yang timbul setelah pengobatan, namun karena harganya murah dan pemberiannya mudah, cara ini
banyak digunakan. Tujuan pemberian I131 adalah untuk merusak sel-sel kelenjar yang hiperfungsi. Sayangnya
I131 ini temyata menaikan angka kejadian hipofungsi kelenjar gondok (30 70% dalam jollow up 10 20 tahun)
tanpa ada kaitannya dengan besarnya dosis obat yang diberikan. Di samping itu terdapat pula peningkatan gejala
pada mata sebanyak 1 5% dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perubahan gen dan keganasan
akibat pengobatan cara ini, walaupun belum terbukti. Penetapan dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi
serta besar dan beratnya kelenjar gondok. Dosis yang dianjurkan 140 160 micro Ci/gram atau dengan dosis
rendah 80 micro Ci/gram. Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain : dosis optimum yang
diperlukan kelenjar tiroid, besar/ukuran dari kelenjar yang akan diradiasi, efektivitas I131 di dalam jaringan dan
sensitivitas jaringan tiroid terhadap I131

Evaluasi pasca operatif
Beberapa kondisi seperti dibawah ini dapat menjadi pertimbangan adanya kemungkinan hipotiroidisme yang tidak
terdiagnosis pada pasien pasca operasi yaitu :
Terdapat kesulitan untuk melakukan proses penghentian dari penggunaan ventilator
Ileus yang tidak dapat dijelaskan
Gagal jantung
Pada pasien yang belum bisa makan peroral pasca operasi, penundaan levothyroxin relatif aman
mengingat waktu paruhnya yang panjang ( 7 hari)

G. Komplikasi
Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
Dehidrasi
Batu ginjal
Hiperkalsemia
Osteoklastik
Osteitis fibrosa cystica

LI.4 MM NODUL TIROID
DEFINISI
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula
tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.


EPIDEMIOLOGI
Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang
laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma multinodusa
toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia
31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).34
b. Tempat dan Waktu
Penelitian Ersoy di Jerman pada tahun 2009 dilakukan palpasi atau pemeriksaan benjolan pada leher dengan meraba leher 1.018 anak
ditemukan 81 anak (8,0%) mengalami struma endemis atau gondok.35 Penelitian Tenpeny K.E di Haiti pada tahun 2009 menemukan PR
struma endemis 26,3 % yang dilakukan pemeriksaan pada 1.862 anak usia 6-12 tahun.
Penelitian Arfianty di Kabupaten Madiun tahun 2005 dengan sampel 40 anak yang terdiri dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan
penderita gondok menunjukan PR GAKY 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di Desa Mejaya (daerah non endemik).
Determinan Struma
a. Host
Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks
tersebut hampir tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko
penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan
bertambahnya usia.
Berdasarkan penelitian Hemminichi K, et al yang dilakukan berdasarkan data rekam medis pasien usia 0-75 tahun yang dirawat di rumah sakit
tahun 1987-2007 di Swedia ditemukan 11.659 orang (50,9 %) mengalami struma non toxic, 9.514 orang (41,5 %) Graves disease, dan 1.728
orang (7,54%) struma nodular toxic.
b. Agent
Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan.
Agent kimia penyebab struma adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu hormogenesis tiroid. Goitrogen menyebabkan
membesarnya kelenjar tiroid seperti yang terdapat dalam kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin dalam rumput liar.
Goitrogen juga terdapat dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang
mengandung yodium secara berlebih 23
Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang merupakan salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi
pada kasus anak-anak yang sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis berat serta operasi
di tempat lain di mana sebelumnya tidak diketahui. Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi setelah 5-25 tahun kemudian.23
c. Environment
Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak
terdapat struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau
masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.
Berdasarkan penelitian Mafauzy yang dilakukan di Kelantan Malaysia pada tahun 1993 dari 31 daerah yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu
wilayah pesisir, pedalamam serta diantara pantai dan pedalaman. Sebanyak 2.450 orang dengan usia >15 tahun ditemukan PR GAKY 23 % di
wilayah pesisir dengan kelompok usia terbanyak pada usia 36-45 tahun (33,9 %) , 35,9 % di wilayah pedalaman pada usia 15-25 tahun (39,6
%) dan 44,9 % diantara pedalaman dan pesisir pantai pada usia 26-35 tahun (54,3 %).39
Berdasarakan penelitian Juan di Spanyol pada tahun 2004 terhadap 634 orang yang berusia 55-91 tahun diperiksa ditemukan 325 orang (51,3
%) mengalami goiter multinodular non toxic, 151 orang (23,8 %) goiter multinodular toxic, 27 orang (4,3%) Graves disease, dan 8 orang (1,3
%) simple goiter.40


ETIOLOGI
defisiensi iodida karena sel tiroid menjadi over aktif berlebihan dan hipertrofik(membesar) dalam usaha untuk memisahkan semua
iodida yang mungkin ada dari aliran darah. Kadar TH yang rendah disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karna umpan balik negatif
minimal (buku saku patofisiologi corwin page 294, Elizabeth.J. Corwin)
Penyebab utama penyakit gondok adalah gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Selain itu, dapat juga disebabkan
oleh beberapa hal, misalnya untuk penyebab hipotiroid, yaitu (2) :
1. Kehilangan jaringan tiroid akibat operasi atau rusak akibat radiasi.
2. Antibodi Antitiroid: bisa terjadi pada penderita diabetes atau Lupus, rheumatoid arthritis, Hepatitis kronik atau Sjogren
sindrom.
3. Bawaan lahir
4. Gangguan produksi: Hashimoto tiroiditis
5. Obat-obatan: beberapa obat bisa menyebabkan hipotiroid misalnya lithium (Eskalith, Lithobid).
Penyebab dari hipertiroid, yaitu (2) :
1. Grave's disease: suatu kelainan tiroid yang bersifat autoimun, artinya ada zat tertentu dalam darah yang merangsang
tiroid sehingga membesar dan menghasilkan hormon yang berlebihan.
2. Peradangan kelenjar tiroid (tiroiditis): misalnya Quervain tiroiditis atau Hashimoto tiroiditis.
KLASIFIKASI
Berdasarkan American Society for Study of Goiter, terdapat 4 macam klasifikasi struma, yaitu:
1. Struma Nontoksik Difusa
Penyebab dari penyakit ini bermacam-macam, misalnya defisiensi iodium; Autoimmun thyroiditis: Hashimoto atau
postpartum thyroiditis; Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormon
tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin; Inborn errors metabolisme yang menyebabkan
kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid; Terpapar radiasi; Resistensi hormon tiroid; Agen-agen infeksi; Suppuratif
Akut : bacterial; Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit; Keganasan tiroid
2. Struma Nontoksik Nodusa
Penyebab dari pernyakit ini, misalnya: kekurangan atau kelebihan iodium yang terjadi pada pasien dengan preexisting
penyakit tiroid autoimun; Goitrogenik (obat-obatan: propiltiourasil, litium; makanan: kubis, lobak; dan agen
lingkungan: resorsinol, phenolic), riwayat radiasi kepala dan leher.
3. Struma Toksik Difusa
Termasuk penyebab dalam struma toksik difusa adalah Graves disease, yang merupakan penyakit autoimun yang
masih belum diketahui penyebab pastinya.
4. Struma Toksik Nodusa
Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4; Aktivasi reseptor TSH; Mutasi somatik reseptor TSH dan
Protein G.

Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah
normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak
menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara
berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.24
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi.25,26 Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan
kemampuan bicara. 27,28 Gambar penderita hipotiroidisme dapat terlihat di bawah ini.

Gambar 2.2 Hipotiroidisme 5
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan.29 Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi
dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi
hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala
hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat
berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga
terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata
melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.27,28 Gambar penderita hipertiroidisme dapat terlihat di bawah ini.
Gambar 2.3. Hipertiroidisme 5
Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan
medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).30
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid
yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang
paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk
reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. 32
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya
konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah
pembentukyna.32 Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik.
Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.20
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non
toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau
goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa
hormon oleh zat kimia.31
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa
tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian
pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa
nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.31
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi
yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria
daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 %
dan endemik berat di atas 30 %.
PATOFISIOLOGI
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga
terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan
TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar
(kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi
peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500
gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa
hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari
oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).
DIAGNOSIS
STRUMA NON TOKSIK
Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses
inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa
tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama
ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang
terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi
multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering
berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak
mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika
pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang).
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.

Manifestasi klinis
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :
Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari
satu disebut multinodosa.
Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.
Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil
pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras.
Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau. Kadang-kadang penderita datang dengan
karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah
bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang
ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.

Diagnosis
1. Anamnesa
Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari struma nodosa non toksika
tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita
(struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai
peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita
(karsinoma tiroid tipe meduler) (Tim penyusun, 1994).
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai (Mansjoer, 2001) :
jumlah nodul
konsistensi
nyeri pada penekanan : ada atau tidak
pembesaran gelenjar getah bening

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah yang bergerak ke atas
pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.
b. Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan jari-jari lain meraba
benjolan pada leher penderita.
Pada palpasi harus diperhatikan :
lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)
ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)
konsistensi
mobilitas
infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar
apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian yang masuk ke
retrosternal)
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya pada keganasan
nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas
kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya metastase karsinoma tiroid
pada rantai juguler.

3. Pemeriksaan penunjang meliputi
a. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-
bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan
konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan
sekitarnya.
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan
aktivitas yang berlebih.
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan
bagian tiroid yang lain.

b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat
membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
kista
adenoma
kemungkinan karsinoma
tiroiditis

c. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat
mengecilkan nodul (Noer, 1996).
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri,
hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil
negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang
baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

d. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic
Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9
o
C dan dingin apabila <>
o
C. Pada
penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan
spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-
3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

DIAGNOSIS BANDING
1. Struma difus toksik (basedow = graves disease)
Merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang umumnya difus. Terdapat gejala hipertiroid yang jelas berupa berdebar-
debar, gelisah, palpitasi, banyak keringat, kulit halus dan hangat, kadang- kadang ditemukan exopthalmus.
2. Struma nodosa non toksik
Disebabkan oleh kekurangan yodium dalam makanan (biasanya didaerah pegunungan) atau dishormogenesis (defek
bawaan).
3. Tiroiditis sub akut
Biasanya sehabis infeksi saluran pernafasan. Pembesaran yang terjadi simetris dan nyeri disertai penurunan berat
badan, disfagia, nervositas, dan otalgia.
4. Tiroiditis riedel
Terutama pada wanita < 20 tahun. Gejalanya terdapat nyeri, disfagia, paralisis laring, dan pembesaran tiroid unilateral
yang keras seperti batu atau papan yang melekat dengan jaringan sekitarnya. Kadang sukar dibedakan kecuali dengan
pemeriksaan histopatologi dan hipotiroid.
5. Struma hashimoto
Sering pada wanita. Merupakan penyakit autoimun, biasanya ditandai dengan benjolan struma difusa disertai dengan
keadaan hipotiroid, tanpa rasa nyeri.
6. Adenoma paratiroid
Biasanya tidak teraba dan terdapat perubahan kadar kalsium dan fosfor.
7. Karsinoma paratiroid
Biasanya teraba, terdapat metastasis ketulang, kadar kalsium naik dan batu ginjal dapat ditemukan.
8. Metastasis tumor
9. Teratoma. Biasanya pada anak- anak dan berbatasan dengan kelenjar tiroid.
10. Limfoma malignum

PENATALAKSANAAN
Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi
(obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1.1 Obat antitiroid
Indikasi :
1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan
sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat
yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5. Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat

Dosis awal (mg/hari)

Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol

30-60

5-20

Metimazol

30-60

5-20

Propiltourasil

300-600

5-200

1.2 Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi :
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan berbau, dan dengan cepat diserap
melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid.
Walaupun radioaktivitas ini menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan
melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.
Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 3-6 bulan. Pada sebagian kasus
pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan
dosis iodium radioaktif yang kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama kelamaan
produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid
(kebalikan dari hipertiroid).
Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara berkala setiap 6-12 bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila
terjadi hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi hormon tiroid yang diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid
sudah tidak berfungsi lagi) dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet hormon tiroid secara teratur seperti
halnya minum vitamin.

Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul


TIROIDEKTOMI
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi
dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker
tiroid, hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan
hiperparatiroidisme
Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid

2. Struma Nodular Toksik
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada
penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena
penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi
pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada
sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
3. Struma Non Toksis
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada
penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena
penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi
pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada
sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:
3.1 Keganasan
3.2 Penekanan
3.3 Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal
lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening
leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada
tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
a. Inoperabel
b. Kontraindikasi operasi
c. Ada residu tumor setelah operasi
d. Metastase yang non resektabel
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan
terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral

THYRAX
INDIKASI
Hipotiroidisme karena berbagai macam sebab.
Menekan kadar TSH (hormon perangsang tiroid) pada keadaan goiter, nodulus, & setelah pengobatan kanker tiroid
dengan radiologi dan atau pembedahan
Menekan efek goitrogenik dari obat-obat lain, untuk diagnosis, & pada penekanan tes.

PERHATIAN
Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah dan atau miksoedema berat dan yang lama terjadi.
Interaksi obat : antikoagulan oral, antidiabetik, Digitalis, Kolestiramin, Fenitoin.

EFEK SAMPING
Takhikardia, kegugupan, gemetar, sakit kepala, kemerahan pada leher & wajah, berkeringat, kehilangan berat badan. KEMASAN
Tablet 100 mcg x 100 biji.


Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan pada individu muda, dan pasien dengan 1 nodul besar atau lebih dengan symptom
obstruktif, pasien dengan dominan nonfungsi, pasien dengan kehamilan, pasien dengan kegagalan terapi radioiodine.
Subtotal thyroidectomi mandapatkan kesembihan hipotiroid yang cepat pada 90 % pasien dan dengan cepat
menghilangkan symptom kompresi. Komplikasi pembedahan yang timbul diantaranya terjadinya hipotiroidsm (15
25 %), permanen vocal cord paralysis (2,3%), permanen hypoparatiroidsm (0,5 %), temporary hypoparatiroidsm (2,5
%) dan perdarahan pascaoperasi yang signifikan (1,4 %). Komplikasi lainya seperti tracheostomy, infeksi luka, myocard
infark, atrial fibrillation, dan stroke.
Follow up
Setelah memulai pemberian PTU atau methimazole pada pasien dengan struma nodular toksik, lakukan penilaian T4
bebas dan index T4 bebas pada minggu ke 4 6. Kadar TSH meningkat dengan lambat dikarenakan adanya supresi
oleh peningkatan level hormone tiroid dan memerlukan waktu beberapa bulan untuk normal.
Ablasi radioiodine memerlukan waktu 10 minggu untuk mencapai respon klinis. Pasien memerlukan tatalaksana
dengan obat antitiroid dan beta bloker dalam periode tersebut. Cek evaluasi biokimia dari fungsi tiroid sekitar 4
minggu setelah terapi inisial. Pasien dengan total tirodectomy memulai levotiroksin pada saat itu juga, kecuali adanya
tanda klinis hipertiroid. Evaluasi fungsi tiroid 4 6 setelah pembedahan. Monitor pasien dengan hipertiroid subklinis
dengan evaluasi biokimia setiap 6 bulan.

Tiroidektomi subtotal
Indikasi operasi
Usia < 40 tahun.
Disertai nodul tiroid.
Anak-anak.
Wanita hamil.
Problem kardiologis akibat penyakit Graves.
Kontra indikasi operasi
Penyakit Graves rekuren.
Alergi OAT.
Resiko tinggi untuk bedah/anestesi

Teknik Operasi
Persiapan sebelumnya, pasien dalam kondisi eutiroid dan diberikan lugolisasi 7-14 hari.
Menjelang operasi
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi
disertai dengan tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi. (Informed
consent)
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi, persiapan ruang ICU untuk monitoring setelah
operasi.
Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi
Tanpa antibiotika profilaksis.
Tahapan operasi
Pembiusan dengan endotrakeal, posisi kepala penderita hiperekstensi dengan bantal di bawah pundak penderita.
Desinfeksi dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan linen steril.
Insisi collar dua jari di atas jugulum, diperdalam memotong m. platisma sampai foscia kolli superfisialis
Dibuat flap keatas sampai kartilago tiroid dan kebawah sampai jugulum, kedua flap di teugel keatas dan kebawah
pada linen.
Fascia kolli superfisial dibuka pada garis tengah dari kartilago hioid sampai jugulum.
Otot pretrakealis (sternohioid dan sternotiroid) kanan kiri dipisahkan kearah lateral dengan melepaskannya dari
kapsul tiroid.
Tonjolan tiroid diluksir keluar dan dievaluasi mengenai ukuran, konsistensi, nodularitas dan adanya lobus piramidalis.
Ligasi dan pemotongan v. tiroidea media, dan a. tiroidea inferior sedikit proksimal dari tempat masuk ke tiroid,
hati-hati jangan mengganggu vaskularisasi dari kel. paratiroid.
Identifikasi N. rekuren pada sulkus trakeoesofagikus. Syaraf ini diikuti sampai menghilang pada daerah krikotiroid.
Identifikasi kel. paratiroid pada permukaan posterior kel. tiroid berdekatan dengan tempat a. tiroidea inferior masuk
ke tiroid.
Kutub atas kel. tiroid dibebaskan dari kartilago tiroid mulai dari posterior dengan identifikasi cabang eksterna n.
laringikus superior dengan memisahkannya dari a. & v. tiroidea superior. Kedua pembuluh darah tersebut diligasi dan
dipotong.
Kemudian lobus tiroid dapat dibebaskan dari dasarnya dengan meninggalkan intak kel. paratiroid beserta
vaskularisasinya dan n. rekuren.
Untuk melakukan prosedur subtotal maka dengan menggunakan klem lurus dibuat markering pada jaringan tiroid di
atas n. rekuren dan gld. paratiroid atas bawah dan jaringan tiroid disisakan sebesar satu ruas jari kelingking penderita
Prosedur yang sama dilakukan juga pada satu lobus tiroid kontralateral. Perdarahan yang masih ada dirawat,
kemudian luka pembedahan ditutup lapis demi lapis dengan meninggalkan drain Redon.

Perawatan Pascabedah
Pasca-bedah dirawat di ICU 1 malam, OAT diteruskan 2 hari, Lugol distop, Propanolol tapering off, Drain dilepas bila produksi
<10 ml/hr, dan angkat jahitan hari ke 7.
Follow-Up
Follow-up :
Tahun ke 1 : tiap 3 bulan
Tahun ke 2 : tiap 4 bulan
Tahun ke 3, 4 : tiap 6 bulan
Tahun ke 5 : setiap tahun
Yang dievaluasi :
Leher tonjolan tiroid
Klinis dan faal tiroid ( T3,T4,TSH) setiap kontrol

PROGNOSIS
Kebanyakan pasien yang diobati memiliki prognosis yang baik. Prognosis yang jelek berhubungan dengan hipertiroidsm yang
tidak terobati. Pasien harusnya mengetahui jika hipertiroid tidak diobati maka akan menimbulkan osteoporosis, arrhythmia,
gagal jantung, koma, dan kematian. Ablasi dari Na
131
I menghasilkan hipertiroid yang kontiniu dan membutuhkan terapi ulang
dan pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid.

KOMPLIKASI
Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang
menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
2. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak.
3. Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong eshopagus sehingga terjadi
disfagia yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4. Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong trachea sehingga terjadi
kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan
kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur
di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan
fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
7. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang
disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.

PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum
memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam
karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang
diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya
adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat
dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6
tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit

LI.4 MM. BERFIKIR POSITIF SESUAI AJARAN ISLAM
Gelisah merupakan salah satu penyakit hati yang harus cepat diobati, seperti halnya penyakit lain maka apabila penyakit hati
ini tidak cepat kita atasi maka akan timbul penyakit-penyakit yang lain yang jauh leebih berbahaya. Banyak hal negatif yang merupakan
dampak dari gelisah tersebut apabila orang tersebut tidak mengambil tindakan yang tepat dan tidak dibekali iman yang kuat. Misalnya
menjadi malas, sedih yang berlarut-larut, minum-minuman keras dan narkoba dengan dalih menghilangkan kegundahan dalam hati.
Allah tidak pernah memberikan suatu ujian kepada manusia melebihi apa yang kemampuannya, itu merupakan janji Allah dalam Al-
Quran :

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S Al Baqarah: 286)

Maka sebagai seorang muslim kita harus yakin, bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini, bahwa semua yang terjadi merupakan
suratan yang sudah diatur oleh Allah SWT.
Lalu apabila datang penyakit gelisah tersebut apa yang harus kita lakukan ? Ingatlah selalu kepada Allah, itulah jawabannya. Hal
tersebut sebagaimana telah Allah katakan dengan jelas pada Al-Quran yang artinya :

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar Radu : 28)

Dari ayat tersebut sangat jelas dan itu merupakan janji oleh Allah SWT, dengan mengingat Allah SWT dan mengingat bahwa semua telah
ditakdirkan dan pasti Allah tau apa yang terbaik bagi kita, maka hati akan menjadi tenteram. Lalu bagaimana cara kita mengingat Allah?
apakah hanya seperti kita mengingat barang, seperti saat kita kehilangan barang lalu diingat-ingat? tentu saja berbeda. Mengingat Allah
disini yang dimaksud adalah dengan cara seperti kita berdzikir kepada Allah SWT, Mengenal dan menghayati kebesarannya, Shalat dan tentu
saja selalu yakin akan pertolongannya. Oke, marilah kita sama-sama jabarkan satu persatu.
1. Shalat
Ya, shalat merupakan suatu saat dimana manusia melakukan komunikasi secara langsung kepada Allah SWT. Pada saat itulah
saat yang paling tepat untuk kita bermunajat dan curhat kepada sang Maha Pencipta. Dalam shalat kita harus hanya mengingat Allah,
dan didalamnya terdapat kalimat - kalimat dzikrullah dan ayat-ayat Allah SWT. Kita mengenal berbagai macam shalat sunah
antaranya apabila kita sedang gundah dan bingung maka dirikanlah shalat istikharah dan dirikanlah shalat sunnah tahajud apabila
ingin selalu mendapatkan pertolongan dari Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Dibawah ini merupakan hadist-hadist
rasullulah tentang Shalat sebagai penawar kegundahan.

Artinya: "Wahai Bilal, iqamahkanlah shalat, tenangkanla kita dengan (mengerjakan)nya". (HR. Abu Daud)

Artinya:"Anas radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Dicintakan kepadaku
dari dunia; wanita dan wewangian dan dijadikan sesuatu yang sejuk di mataku ada di dalam shalat". (HR. Ahmad)

2. Selalu Bersyukur Terhadap Setiap Karunia-Nya
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumatkan, Jika kamu bersyukur akan karuniaKu, pasti Aku tambah untukmu, jika kamu ingkar,
sesungguhnya azabKu sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rizkinya melimpah ruah dari
segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan
dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (QS. An Nahl : 112)

Dari dua ayat diatas Allah telah memberikan janji dan peringatan, pada QS.Ibrahim ayat 7 Allah telah memberikan janji bahwa barang siapa
yang bersyukur terhadap nikmatnya maka Allah akan menambahkan nikmat yang diberikan, dan pada QS An Nahl ayat 112 Allah
memberikan peringatan bahwa Allah menghilangkan ketentraman suatu negeri yang tidak mensyukuri nikmatnya.
Dari dua ayat tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa kita harus bersyukur terhadap semua nikmatnya, maka dengan bersyukur nikmat kita
bertambah, nikmat bukan hanya berupa materi, ketentraman merupakan sesuau yang lebih berharga dari pada sebuah materi, karena
apabila seseorang memiliki banyak materi namun dicabut ketenangan oleh-Nya maka apapun yang dikerjakan rasanya tidak nyaman, bahkan
makanpun tidak enak.
3. Dzikrullah (Berdzikir terhadap Allah)
Dzikir merupakan ibadah yang paling mudah dilakukan. Dzikir dapat dilakukan kapanpun dimanapun asalkan dalam keadaan suci dan tempat
yang tidak najiz. Dzikir juga merupakan salah satu amalan yang sangat mudah dan ringan untuk dikerjakan, dapat dilakukan di dalam hati
maupun disuarakan dengan lisan. Dzikir ini pun tidak diikuti aturan mengenai batas minimal atau maksimal untuk melakukannya, intinya
adalah niat dan keikhlasan kita.
Mengingat Allah swt melalui berdzikir dapat dilakukan dengan cara mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah (seperti, astagfirullaahaladhim,
subhanallah, alhamdulillah, Laa ilaa ha Illallah, Allahu Akbar) secara lisan maupun di dalam hati berulang-ulang dan terus-menerus, sebanyak
yang kita mampu.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah(berdzikir) hati menjadi tenteram. (QS. Ar Radu : 28)

Dzikir, tidak hanya dilakukan dengan lisan. Namun, dzikir yang utama adalah rangkaian amalan yang melibatkan pikiran, hati, lisan dan
perbuatan. Dengan selalu berdzikir Insya Allah akan selalu diberi kemudahan, penceraahan dan ketenangan dalam hati.
4. Selalu Yakin akan Pertolongan Allah
Hidup manusia tidak akan terlepas dari yang dinamakan dengan masalah, karena masalah terkadang merupakan ujian dari Allah SWT untuk
mengukur seberapa besar ketakwaan dan keimanan kita terhadap-Nya, namun terkadang masalah yang datang merupakan peringatan Allah
terhadap kita agar kita kembali kepada jalan yang benar.
Yang menjadi masalah sebenarnya adalah bagaimana kita menanggapi dan mengatasi masalah tersebut. Apabila orang tersebut telah terlalu
jauh meninggalkan Imannya maka orang tersebut gelisah, menganggap bahwa tidak ada lagi yang mampu menolongnya, sudah tidak
berharga lagi hidupnya. Itulah orang yang berputus asa, padahal masih ada yang Maha Segalanya. Islam melarang seseorang berputus asa
karena masalahnya. hal itu telah dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut :
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-
Zumar: 53)

Melalui ayat tersebut Allah telah menegaskan larangan putus asa atas segala Rahmat yang telah Allah berikan kepada kita.
Apabila kita mau bertobat niscaya Allah akan mengampuni karena Allah lah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Yakinlah selalu bahwa
Allah selalu bersama hamba-hambanya yang beriman. Pertolongan Allah begitu dekat, maka tidak ada alasan untuk berputus asa. Berdoalah
dan meminta pertolongan kepada-Nya, niscaya Allah akan mendengar dan mengabulkan doa kita.

Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tentram
hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Imran : 126)
bilakah datangnya pertolongan Allah?. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS Al Baqarah : 214)

5. Membaca, Mempelajari dan Mengamalkan Al-Qur'an
Sebagai seorang muslim, sudahlam menjadi barang yang harus yaitu membaca, mempelajari dan mengamalkan Al-Quran. Karena itulah kitab
kita umat muslim, yang sudah menjadi keharusan untuk menjadikannya pedoman hidup. Al-quran merupakan petunjuk kehidupan dan obat.

Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Q.S. Al-Isra' 17:82)

Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)........ QS. Al Baqarah
(2) : 2, 185

Dan al-quran berisikan berbagai kalimat yang penuh dengan kebaikan, ayat-ayat Allah yang diturunkan pada bulan yang penuh barokah yaitu
Bulan ramadhan, maka niscaya siapa yang dengan secara teratur membacanya maka tenanglah hatinya, bahkan yang mendengarkanpun
akan ikut merasa tenang.

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang , gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.
Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak
ada baginya seorang pemimpinpun. (QS.Az Zumar : 23)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al
Anfal : 2)








PATOFISIOLOGI :

Anda mungkin juga menyukai