Anda di halaman 1dari 12

Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan

Dr. Ir. Ruchyat Deni Djakapermana M.Eng


1

(Pengamat Penataan Ruang dan Pengembangan)

Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah
Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km. Wilayah Laut dan
pesisir Indonesia mencapai wilayah Indonesia (5,8 juta km
2
dari 7.827.087 km
2
). Hingga saat ini
wilayah pesisir memiliki sumberdaya dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Seiring
dengan perkembangan peradaban dan kegiatan sosial ekonominya, manusia memanfatkan wilayah
pesisir untuk berbagai kepentingan. Konsekuensi yang muncul adalah masalah penyediaan lahan bagi
aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Agar mendapatkan lahan, maka kota-kota besar menengok daerah yang selama ini terlupakan, yaitu
pantai (coastal zone) yang umumnya memiliki kualitas lingkungan hidup rendah. Fenomena ini bukan
saja dialami di Indonesia, tapi juga dialami negara-negara maju, sehingga daerah pantai menjadi
perhatian dan tumpuan harapan dalam menyelesaikan penyediaan hunian penduduk perkotaan.
Penyediaan lahan di wilayah pesisir dilakukan dengan memanfaatkan lahan atau habitat yang sudah ada,
seperti perairan pantai, lahan basah, pantai berlumpur dan lain sebagainya yang dianggap kurang
bernilai secara ekonomi dan lingkungan sehingga dibentuk menjadi lahan lain yang dapat memberikan
keuntungan secara ekonomi dan lingkungan atau dikenal dengan reklamasi.


Gambar. Skema Batas Wilayah Pesisir
Reklamasi
Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. Sesuai dengan
definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna
menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kawasan
permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, serta objek
wisata.

1
Ruchyat Deni Djakapermana, DR, Ir., M.Eng adalah pengamat penataan ruang dan pengembangan
wilayah, saat ini menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian PU
Dalam teori perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran kota.
Biasanya reklamasi dilakukan oleh negara atau kota besar dengan laju pertumbuhan dan kebutuhan
lahannya meningkat pesat, tetapi mengalami kendala keterbatasan lahan. Kondisi ini tidak lagi
memungkinkan untuk melakukan pemekaran ke daratan, sehingga diperlukan daratan baru. Alternatif
lainnya berbentuk pemekaran vertikal dengan membangun gedung-gedung pencakar langit dan rumah-
rumah susun.

Gambar. Foto Satelit Shenzen, Hongkong - Reklamasi yang menyambung dengan daratan.
2


Gambar. Rencana Palm Island, Dubai Reklamasi yang terpisah dari daratan utama.

2
Foto dari berbagai sumber

Gambar 3. Gabungan bentuk Fisik (menyambung dan terpisah dengan daratan)

Secara umum bentuk reklamasi ada dua, yaitu reklamasi menempel pantai dan reklamasi lahan terpisah
dari pantai daratan induk. Cara pelaksanaan reklamasi sangat tergantung dari sistem yang digunakan.
Menurut Buku Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005) dibedakan atas 4 sistem, yaitu :
Sistem Timbunan
Reklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada di atas
muka air laut tinggi (high water level).
Sistem Polder
Reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang akan direklamasi dengan memompa
air yang berada didalam tanggul kedap air untuk dibuang keluar dari daerah lahan reklamasi.
Sistem Kombinasi antara Polder dan Timbunan
Reklamasi ini merupakan gabungan sistem polder dan sistem timbunan, yaitu setelah lahan
diperoleh dengan metode pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai ketinggian tertentu
sehingga perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan muka air laut tidak besar.
Sistem Drainase
Reklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang datar dan relatif rendah dari wilayah di
sekitarnya tetapi elevasi muka tanahnya masih lebih tinggi dari elevasi muka air laut.
Sistem timbunan cocok dilakukan pada daerah tropis yang mempunyai curah hujan yang sangat tinggi
dan metode ini yang paling popular di Indonesia. Sistem polder dilakukan pada lokasi dengan kondisi
drainase yang baik. Reklamasi sistem polder kurang cocok untuk daerah yang mempunyai curah hujan
yang sangat tinggi seperti di Indonesia
Pembangunan reklamasi di Indonesia harus mengacu pada berbagai pedoman dan undang-undang yang
mengatur tentang reklamasi pantai, antara lain:
Pedoman perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai (Peraturan Menteri PU No.
4/PRT/M/2007) yang mencakup penjelasan tentang faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan reklamasi, yaitu aspek fisik, ekologi, sosial
ekonomi dan budaya, tata lingkungan dan hukum, aspek kelayakan, perencanaan dan
metode yang digunakan. Pedoman ini juga memberikan batasan, persyaratan dan
ketentuan teknis yang harus dipenuhi agar suatu wilayah dapat melakukan reklamasi pantai.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang memberi
wewenang kepada daerah untuk mengelola wilayah laut dengan memanfaatkan sumber
daya alam secara optimal.
Undang-undang No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang merupakan guide
line bagi daerah untuk mengatur, mengendalikan dan menata wilayahnya dalam satu-
kesatuan matra ekosistem,
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil yang mengamanatkan wilayah pesisir diatur secara komprehensif mulai dari
perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan pengendalian.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yang mengatur
tentang perlindungan terhadap aset baik berupa jiwa, raga, harta sehingga ancaman
bencana yang ada di wilayah pesisir dapat diminimalisir.

Dua Sisi Koin Reklamasi
Reklamasi pantai merupakan subsistem dari sistem pantai (Suharso 1996). Perubahan pantai dan
dampak akibat adanya reklamasi tidak hanya bersifat lokal, tetapi meluas. Reklamasi memiliki dampak
positif maupun negatif bagi masyarakat dan ekosistem pesisir dan laut. Dampak ini pun mempunyai sifat
jangka pendek dan jangka panjang yang dipengaruhi oleh kondisi ekosistem dan masyarakat disekitar.
Dampak positif kegiatan reklamasi antara lain tentunya pada peningkatan kualitas dan nilai ekonomi
kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, penambahan wilayah, perlindungan
pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan rejim hidraulik kawasan pantai, dan
penyerapan tenaga kerja
Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam mengembangkan wilayah. Praktek ini memberikan
pilihan penyediaan lahan untuk pemekaran wilayah, penataan daerah pantai, menciptakan alternatif
kegiatan dan pengembangan wisata bahari. Pulau hasil reklamasi dapat menahan gelombang pasang
yang mengikis pantai, Selain itu juga dapat menjadi semacam bendungan untuk menahan banjir rob di
daratan.
Namun perlu diingat pula, reklamasi adalah campur tangan manusia terhadap alam dan semua kegiatan
ini juga membawa dampak buruk. Sementara, dampak negatif dari reklamasi pada lingkungan meliputi
dampak fisik seperti perubahan hidro-oseanografi, erosi pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan,
pencemaran laut, perubahan rejin air tanah, peningkatan potensi banjir dan penggenangan di wilayah
pesisir. Sedangkan, dampak biologis berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang,
padang lamun, estuaria dan penurunan keaneka ragaman hayati.
Adanya kegiatan ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan hilang
atau berkurang karena dimanfaatkan untuk kegiatan privat. Keanekaragaman biota laut juga akan
berkurang, baik flora maupun fauna, karena timbunan tanah urugan mempengaruhi ekosistem yang
sudah ada. Sistem hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya.
Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah diluar reklamasi akan mendapat limpahan air yang
banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir atau
rob.
Ketiga, aspek sosialnya, kegiatan masyarakat diwilayah pantai sebagian besar adalah petani tambak,
nelayan dan buruh, sehingga adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil tangkapan dan berimbas pada
penurunan pendapatan mereka.
Kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi
pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan
sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan mengakibatkan
berubahnya keseimbangan ekosistem. Terganggunya ekosistem perairan pantai dalam waktu yang lama,
pasti memberikan kerusakan ekosistem wilayah pantai, kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai.
Untuk reklamasi biasanya memerlukan material urugan yang cukup besar yang tidak dapat diperoleh
dari sekitar pantai, sehingga harus didatangkan dari wilayah lain yang memerlukan jasa angkutan.
Pengangkutan ini berakibat pada padatnya lalu lintas, penurunan kualitas udara, debu, bising yang akan
mengganggu kesehatan masyarakat.
Tak hanya itu, kegiatan reklamasi juga mengakibatkan perubahan sosial ekonomi seperti, kesulitan akses
publik menuju pantai dan hilangnya mata pencaharian nelayan. Sehingga untuk meminimalkan dampak
fisik, ekologis, sosial ekonomi dan budaya negatif serta mengoptimalkan dampak positif, maka kegiatan
rekalamasi harus dilakukan secara hati-hati dan berdasar pada pedoman yang ada dengan melibatkan
stakeholder. Pada prinsipnya, reklamasi harus menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
yaitu memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan orientasi pada jangka panjang.
Agar dapat meminimalisir dampak buruk tersebut, diperlukan kajian mendalam terhadap proyek
reklamasi dengan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin ilmu serta didukung teknologi. Kajian yang
cermat dan komprehensif tentu bisa menghasilkan area reklamasi yang aman dan melestarikan
lingkungan. Sementara itu, karena lahan reklamasi berada di daerah perairan, maka prediksi dan
simulasi perubahan hidrodinamika saat pra, dalam masa pelaksanaan proyek dan pasca reklamasi serta
sistem drainasenya juga harus diperhitungkan. Perubahan unsur ini biasanya berdampak negatif secara
langsung terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah sumber material reklamasi/urugan. Pemilihan material
urugan akan mempengaruhi keputusan lokasi sumber material dan sistem transportasi yang dibutuhkan
untuk membawa material ke lokasi reklamasi. Sumber urugan pada umumnya dipilih dengan melakukan
pemapasan bukit atau pemapasan pulau tak berpenghuni. Hal ini tentunya akan mengganggu
lingkungan di sekitar tempat galian (quarry). Cara lain yang relatif lebih aman dapat dilakukan dengan
cara mengambil material dengan melakukan pengerukan (dredging) dasar laut di tengah laut dalam.
Pilihlah kawasan laut dalam yang memiliki material dasar yang memenuhi syarat gradasi dan kekuatan
bahan sesuai dengan yang diperlukan oleh kawasan reklamasi.

Reklamasi di negara lain
Reklamasi di Cao Fe Dian, Tian Jin Cina
Cao Fe Dian merupakan satu kawasan di pantai timur Beijing yang mengalami pertumbuhan cukup pesat.
Berada pada posisi pesisir timur negara Cina atau di pantai barat laut Kuning. Laut Kuning menjadi
kawasan perairan yang berkembang karena meningkatkannya aktivitas transportasi dan kegiatan
ekonomi yang terjadi pada sisi-sisi pantainya (pantai barat : daratan dan pantai timur Cina), sehingga
menjadi sebuah kawasan yang mendunia karena intensitas perkembangan kegiatan ekonominya.
Penyelenggaraan reklamasi di kawasan Cao Fe Dian, Tian Jin dinilai strategis karena selain sebagai
perluasan daratan yang ada, juga dinilai akan mampu bersaing dalam perkembangan kawasan Asia
Pasifik.
Reklamasi di Cina diprioritaskan di pantai timur Tian Jin sebagai pengganti lokasi Kawasan Industri di
Beijing. Pemerintah Cina ingin sukses dalam penyelenggaraan Olimpiade Beijing 2008, sehingga
dilakukan pengaturan kembali (bahkan relokasi) kawasan-kawasan yang dinilai mengganggu transportasi
dan potensial menimbulkan polusi. Pada sisi lain, pengaturan ruang yang lebih efisien (kompak).
Kebijakan pengaturan ruang pada kawasan-kawasan tertentu menjadi bagian dari upaya menyukseskan
Olimpiade Beijing 2008.
Pemindahan ke pantai dengan mereklamasi, sekaligus pembuatan kawasan industri, berikat, pelabuhan
dan FTZnya, sehinga pemindahan ini juga akan memberikan nilai ekonomis. Total luas reklamasi sekitar
2.000 hektar, termasuk untuk seluruh kegiatan tersebut. Hal-hal yang menonjol dari penyelenggaraan
reklamasi di Cina adalah :
1. Reklamasi dilakukan berdasar perencanaan yang matang, sistimatis, dan jelas pentahapan
pembangunannya.
2. Dukungan studi dari berbagai bidang kajian : sosial, ekonomi, budaya, teknis, lingkungan, dan
lain-lain, agar tidak menimbulkan konflik berbagai kepentingan.
3. Pembangunan elemen-elemen pembentuk ruang yang memiliki daya tarik kuat diprioritaskan
pembangunannya, seperti kawasan pelabuhan dengan fasilitasnya, jalan raya, jaringan listrik,
jalur kereta api, apartemen, dan lain sebagainya.
4. Teknik pelaksanaannya terkesan sederhana dan efisien, karena menggunakan sistem polder
dan pengurugan, menggunakan material pasir dari perairan laut setempat (dipindahkan dari
sebelahnya, dengan demikian ada bagian (pergerakan) yang dalam dan ada
pengurangan/pengisian).
5. Pemanfaatan ruang hasil reklamasi diutamakan sebagai kawasan industri, pelabuhan,
kawasan berikat, FTZ, dan permukiman dengan berbagai fasilitasnya.

Gambar. Kawasan yang sedang dalam proses reklamasi*

Gambar. Kegiatan pengisian pasir di area yang akan dijadikan daratan

Gambar. saluran pembuangan air dalam proses pengeringan lahan reklamasi

Reklamasi di Song Do Korea Selatan
Song Do terletak di pantai barat semenanjung Korea, di tepi sebelah timur laut Kuning, pada posisi yang
nyaris berhadapan dengan kawasan reklamasi Cina, Cao Fe Dian, Tian Jin. Posisi ini strategis karena
berada pada jalur sibuk dan zona pertumbuhan yang sedang berkembang, tidak hanya untuk Korea dan
sekitarnya saja, akan tetapi kawasan Asia-Pasifik.
Lokasi reklamasi ini berdampingan (dipisahkan oleh perairan teluk) dengan lokasi Bandara Inchion, salah
satu bandara internasional di Korea Selatan, yang terus berbenah.
Lokasi reklamasi di Song Do ini memiliki luas keseluruhan 38.000 hektar, dan dibagi kedalam 3 (tiga)
zona, yaitu :
1. Song Do untuk resort area, perkantoran, perhotelan, dan permukiman, seluas : 24.000 hektar,
2. Bandar Udara Internasional Incheon, seluas : 4.000 hektar,
3. Kawasan industri dan Free Trade Zone (IDFTZ), seluas : 10.000 hektar.

Foto kloleksi pribadi
Foto kloleksi pribadi

Gambar. Peta Rencana Reklamasi di Korea Selatan

Gambar. Lahan Reklamasi yang belum dimanfaatkan
Hal-hal yang menonjol dari penyelenggaraan reklamasi di Korea Selatan ini adalah :
1. Reklamasi ini dilakukan dalam skala besar (sebagai Kota Baru) dengan berdasar pada
perencanaan yang matang, sistimatis, jelas pentahapan pembangunannya, informatif karena
ditampilkan dalam bentuk maket.
2. Dukungan studi dari berbagai bidang kajian : sosial, ekonomi, budaya, teknis, lingkungan, dan
lain-lain, agar tidak menimbulkan konflik berbagai kepentingan.

Foto kloleksi pribadi

3. Pembangunan elemen-elemen pembentuk ruang yang memiliki daya tarik kuat diprioritaskan
pembangunannya, seperti kawasan pelabuhan dengan fasilitasnya, jalan raya, jaringan listrik,
jalur kereta api yang langsung ke Bandara internasional Inchion, apartemen, dan lain
sebagainya.
4. Teknik pelaksanaannya terkesan sederhana dan efisien, karena menggunakan sistem polder
dan pengurugan menggunakan material berupa pasir dari perairan laut setempat
5. Pemanfaatan ruang hasil reklamasi antara lain sebagai area perkantoran, pendidikan, industri,
pelabuhan, permukiman penduduk dengan berbagai fasilitasnya.

Reklamasi di Kansai Jepang.
Kawasan reklamasi yang terakhir dikunjungi adalah Kansai di Kyoto, Jepang. Kawasan reklamsi ini
sebagian besar sudah jadi, antara lain telah dimanfaatkan sebagai perluasan pelabuhan laut, dan
perluasan bandara internasional Kansai. Dukungan prasarana, seperti : jaringan jalan raya telah
dibangun dengan sangat baik menghubungkan antara Kansai ke Kyoto dan kota-kota di sekitarnya.
Kawasan Kansai memiliki luas kira-kira 10 kilometer persegi (panjang 4 km dan lebar 2,5 km),
sebenarnya memiliki potensi kegempaan dan serangan badai (thypoons). Namun para ahli berusaha
meminimalkan dampak dengan melakukan rekayasa teknologi.


Gambar. Foto Satelit Kansai International Airport
3


Kawasan bandara Kansai dibangun untuk menghindarkan keberatan-keberatan dari warga atas
kebisingan suara pesawat udara, mengingat bandara ini memiliki kesibukan yang sangat tinggi.

3
Sumber: http://www.damninteresting.com/your-own-man-made-private-island

Gambar. Terlihat di ujung jembatan adalah Kansai Airport dan perkotaan yang merupakan hasil
reklamasi lahan

Gambar. Sistem transportasi yang mendukung konektifitas daratan induk dengan daratan hasil
reklamasi di Kansai,




Foto kloleksi pribadi
Reklamasi di Pantai Utara Jakarta
Reklamasi tidak hanya dilakukan di luar negeri, namun juga di Indonesia, salah satunya di Pantai Utara
Jakarta. Proyek reklamasi dan revitalisasi yang dikembangkan oleh Pemda DKI terhadap kawasan itu
bermaksud untuk membangun kawasan tersebut menjadi daerah kawasan aktifitas bisnis dan
perekonomian maupun pemukiman elit. Dengan prakarsa itu juga Pemda DKI dan beberapa perusahaan
mitra kerjanya ingin mengubah predikat Jakarta pada sebutan Water front City. Hal ini akan secara
menyeluruh mengubah daerah tersebut dari keadaannya yang kumuh dan ditempati oleh masyarakat
menengah kebawah kepada kawasan elit yang menurut Pemda sebagai solusi untuk menekan laju
petumbuhan penduduk sekitar 2,7% per tahun dan untuk mengatasi kesulitan penyediaan ruang untuk
mengatasi perubahan-perubahan tersebut.
Pantura Jakarta adalah kawasan yang meliputi teluk Jakarta yang terletak di sebelah utara kota Jakarta,
pada umumnya merupakan perairan dangkal yang memiliki kedalaman rata-rata 15 meter dengan luas
sekitar 514 KM2. Teluk ini merupakan muara 13 sungai yang melintasi kawasan metropolitan Jakarta
dan daerah penyangga Bodetabek yang berpenduduk sekitar 20 juta jiwa.
Salah satu tujuan reklamsi ini untuk menekan laju pertumbuhan, dimana tempat yang baru tersebut
akan dijadikan pemukiman yang mampu menampung sekitar 1,5 juta penduduk Jakarta. Namun
permasalahan yang timbul kemudian adalah kondisi topografi yang landai dari muara ke teluk Jakarta
dan panjangnya aliran sungai akan menjadikan aliran lambat sehingga mudah terjadi banjir. Oleh karena
itu, reklamasi teluk Jakarta harus sangat memperhatikan persyaratan teknisnya.
Selain Undang-undang dan Pedoman yang ada, rencana penyelenggaraan reklamasi di Jakarta juga
mendapat dukungan aspek legal berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 tentang
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) yang di dalamnya
memperbolehkan mengadakan kegiatan reklamasi dengan persyaratan yang ketat. Perpres tersebut
juga menyebutkan beberapa persyaratan dalam reklamasi, antara lain yaitu:
1. Bukan merupakan lahan rawa,
2. Merupakan zona perairan pantai yang memiliki potensi reklamasi
3. Koefisien terbangun paling tinggi 45%
4. Jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200-300 meter, dan sampai dengan garis
yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter
5. Rencana reklamasi telah melalui proses kajian mendalam dan komprehensif setelah mendapat
rekomendasi dari ketua badan yang tugas dan fungsinya mengkoordinasikan penataan ruang
nasional (BKPRN)

Reklamasi sebagai alternatif pengembangan kawasan
Reklamasi dapat memberikan manfaat ekonomis, sekaligus memberikan nilai tambah pada pelestarian
lingkungan. Reklamasi yang dilaksanakan di Cina, Korea Selatan, maupun Jepang, adalah pekerjaan
besar yang telah melalui proses perencanaan dan dukungan studi yang akurat dan teliti, dan tetap selalu
mempertimbangkan kajian dampak lingkungan, untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat proses
abrasi. Manajemen pelaksanaan pembangunannya terkesan rapi, dan konsisten pada rencana yang
telah dibuat, termasuk dalam pentahapan pembangunannya. Hal ini bisa terlaksana, karena memang
negara-negara tersebut memiliki kemampuan Hi-tech dan dukungan perekonomian yang kuat, dan
menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Sistem (jaringan) infrastruktur di ketiga Negara tersebut selalu menjadi prioritas pertama untuk
dibangun pada kawasan reklamasi, dan jaringan ini selalu menghubungkan kawasan baru ke kawasan
yang telah lebih dulu berkembang, sehingga terkesan membentuk satu sistem dalam kawasan yang
lebih besar (tidak secara eksklusif memisahkan diri menjadi kawasan tersendiri).
Reklamasi bukan praktek yang sempurna. Selain membawa keuntungan, reklamasi juga bisa
mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan kawasan. Oleh karena itu,
sebelum kegiatan reklamasi dilaksanakan, mutlak diperlukan dukungan studi dari berbagai aspek kajian,
seperti aspek sosial budaya, aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek teknis, aspek transportasi, dan lain
sebagainya. Rencana reklamasi seyogyanya masuk dalam dokumen penataan ruang yang memiliki
kekuatan hukum yang kuat dan mengikat (Perda, Peraturan Presiden, atau PP). Tahapan pembangunan
harus jelas dan konsisten. Reklamasi pantai bukan praktek yang terlarang/haram, karena reklamasi
dapat direkomendasikan sebagai salah satu alternatif pembangunan, khususnya untuk mencari ruang
yang sesuai dan layak (appropiate).

Anda mungkin juga menyukai