Anda di halaman 1dari 13

1.

Menjelaskan dan memahami Autoimun


1.1.Definisi
Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan
oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance
sel B, sel T atau keduanya. Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau
gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun.

1.2.Etiologi
Faktor Penyebab Penyakit Autoimun
1. Genetik
Beberapa peneliti menemukan adanya hubungan antara penyakit LES dengan
gen Human Leukocyte Antigen (HLA) seperti DR2, DR3 dari Major
Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Individu dengan gen HLA DR2 dan
DR3 mempunyai risiko relatif menderita penyakit LES 2-3 kali lebih besar
daripada yang mempunyai gen HLA DR4 dan HLA DR5. Peneliti lain
menemukan bahwa penderita penyakit LES yang mempunyai epitop antigen
HLA-DR2 cenderung membentuk autoantibodi anti-dsDNA, sedangkan penderita
yang mempunyai epitop HLA-DR3 cenderung membentuk autoantibodi anti-
Ro/SS-A dan anti-La/SS-B. Penderita penyakit LES dengan epitop-epitop HLA-
DR4 dan HLA-DR5 memproduksi autoantibodi anti-Sm dan anti-RNP.
2. Defisiensi komplemen
Pada penderita penyakit LES sering ditemukan defisiensi komplemen C3 dan
atau C4, yaitu pada penderita penyakit LES dengan manifestasi ginjal. Defisiensi
komplemen C3 dan atau C4 jarang ditemukan pada penderita penyakit LES
dengan manifestasi pada kulit dan susunan saraf pusat. Individu yang mengalami
defek pada komponen-komponen komplemennya, seperti Clq, Clr, Cls
mempunyai predisposisi menderita penyakit LES dan nefritis lupus. Defisiensi
komplemen C3 akan menyebabkan kepekaan terhadap infeksi meningkat,
keadaan ini merupakan predisposisi untuk timbulnya penyakit kompleks imun.
Penyakit kompleks imun selain disebabkan karena defisiensi C3, juga dapat
disebabkan karena defisiensi komplemen C2 dan C4 yang terletak pada MHC
kelas II yang bertugas mengawasi interaksi sel-sel imunokompeten yaitu sel Th
dan sel B. Komplemen berperan dalam sistem pertahanan tubuh, antara lain
melalui proses opsonisasi, untuk memudahkan eliminasi kompleks imun oleh sel
karier atau makrofag. Kompleks imun akan diikat oleh reseptor komplemen
(Complement receptor = C-R) yang terdapat pada permukaan sel karier atau sel
makrofag. Pada defisiensi komplemen, eliminasi kompleks imun terhambat,
sehingga jumlah kompleks imun menjadi berlebihan dan berada dalam sirkulasi
lebih lama.
3. Hormon
Pada individu normal, testosteron berfungsi mensupresi sistem imuns
sedangkan estrogen memperkuat sistem imun. Predominan lupus pada wanita
dibandingkan pria memperlihatkan adanya pengaruh hormon seks dalam
patogenesis lupus. Pada percobaan di tikus dengan pemberian testosteron
mengurangi lupus-like syndrome dan pemberian estrogen memperberat penyakit.
4. Lingkungan Pengaruh fisik (sinar matahari), infeksi (bakteri, virus, protozoa), dan
obat-obatan dapat mencetuskan atau memperberat penyakit autoimun.
Mekanismenya dapat melalui aktivasi sel B poliklonal atau dengan meningkatkan
ekspresi MHC kelas I atau II.

1.3.Klasifikasi
a. Kompleks imun alergi : Reaksi artus, reaksi serum sickness, alergik bronco-
alveolaris.
b. Kompleks imun non alergi : Lupus eritomatosus sistemik (SLE), vaskulitis,
glomerulonephritis, artritis rematoid (RA), dan demam reumatik.
(Sudoyo, 2009)






Penyakit Organ Antibodi terhadap Tes diagnosis
Organ
spesifik
T. hashimoto Tiroid tiroglobulin RIA
Grave D. Tiroid TSH recep Immunofluorescen
Pernisious
anemia
Del darah
merah
Intrinsik faktor Immunofluorescen
IDDM Pankreas Sel beta
Infertilitas laki sperma Sperma Aglutinasi
immunofluorescen
Non-organ
spesifik
Virtiligo Kulit
persendian
Melanosit Immunofluorescen
Rheumatoid
arthritis
Kulit
Ginjal
Sendi
IgG IgG-latex
Aglutination
SLE Sendi
Organ
DNA
RNA
nucleiprotein
DNA
RNA
latex Aglutination
Tabel 2. Klasifikasi penyakit autoimun
Organ spesifik melibatkan respon autoimun terutama terhadap organ tunggal atau
kelenjar. Organ sistemik diarah kan ke jaringan dengan spectrum luas.
1.4.Mekanisme
Dasar patofisiologi penyakit kompleks imun adalah reaksi Hipersinsitifitas III
menurut Gell dan Comb. Reaksi yang terjadi disebut juga reaksi kompleks imun,
terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan / sirkulasi /
dinding pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen. Biasanya antibodi
berupa IgG dan IgM yang mengaktifkan komplemen melalui jalur
klasik,sedangkan IgA melalui jalur alternatif.
Pada penyakit kompleks imun alaergik seperti Aspergilosis Bronkopulmonari
Alergik IgE juga berperan melalui reaksi Hipersensitifitas Tipe I Gell dan Comb.
Komplemen yang diaktifkan kemudian melepas Macrophage Chemotactic
Factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut melepas enzim proteaso
dan enzim lain yang dapat merusak jaringan sekitarnya. Makrofag juga melepas
bahan toksik yang berasal dari metabolism oksigen dan arginine (Oksigen radikal
bebas) yang menyebabkan kerusakan jaringan lebih parah.
Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen persisten (malaria), bahan
yang terhirup (spora jamur menimbulkan alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari
jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai dengan antigen dalam
jumlah yang berlebihan, tetapi tanpa adanya respons antibodi yang efektif.
Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit
mononuclear, terutama di hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam
proses tersebut ukuran kompleks merupakan factor yang penting. Pada umumnya
kompleks yang besar dapat dengan mudah dan cepat dimusnahkan oleh makrofag
falam hati, sedangkan kompleks kecil sulit untuk dimusnahkan karena itu dapat
lebih lama berada dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan fungsi fagosit
merupakan penyebab mengapa kompleks imun sulit dimusnahkan.
Meskipun kompleks imun berada di dalam sirkulasi untuk jangka waktu lama,
biasanya tidak berbahaya. Permasalahannya akan timbul bila kompleks imun
tersebut mengendap di jaringan.
Hal yang memungkinkan terjadinya pengendapan kompleks imun dalam
jaringan ialah, ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vascular yang
meninggi, antara lain karena histamine yang dilepas.
Komplemen, mastosit dan trombosit ikut berperan pada pengelepasan
histamine tersebut. Histamin dilepas dari mastosit atas pengaruh anafilaktosin
(C3a dan C5a) yang dilepas pada aktivasi komplemen.
Kompleks imun lebih mudah diendapkan misalnya dalam kapiler glomerulus,
bifurkasi pembuluh darah, pleksus koroid dan ciliary body mata. Pada Luspus
Eitomatosus Sistemik (LES), ginjal merupakan tempat endapan kompleks imun.
Pada artritis rheumatoid, sel plasma dalam sinovium membentuk anti IgG (factor
rheumatoid berupa IgM) dan menimbulkan kompleks imun di sendi.
Muatan listrik komleks imun ikut pula berperanm, Kompleks imun bermuatan
positif cenderung lebih mudah mengendap terutama di glomeruli. Hal ini diduga
karena Glomeruli bermuatan negative. (Sudoyo, 2009)

1.5.Macam- macam autoimun
a. Penyakit sistemik lupus eritematosus
b. Antibody antifosfolipid
c. Arthritis rheumatoid
d. Scleroderma
e. Sindrom vaskulitis
f. Dermatomiositis atau polimiositis

2. Menjelaskan dan memahami SLE
2.1.Definisi
Sistemik Lupus Eritematosus adalah penyakit yang penyakitnya tidak diketahui,
dengan terjadinya kerusakan jaringan atau sel akibat autoantibody atau imun
kompleks langsung terhadap satu atau lebih Komponen inti. (buku ajar patologi
obstetric. )
Penyakit lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif
yang mengenai satu atau beberapa organ tubuh seperti ginjal,kulit,sel darah, dan
sistem saraf, ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan
ikat,bersifat ;
1. Penyakit episodic : adanya riwayat gejala interminten, seperti artritis
,pleuritis, dan dermatitis, dapat mendahului selama beberapa bulan atau tahun
2. Penyakit multisiste : pada anak anak biasanya tanda dan gejala sering muncul
melibatkan lebih dari satu macam organ
3. Ditandai dengan adanya antibodi antinuklear (khususnya terhadap dsDNA) dan
antibodi lainnya (Buku ajar imunologi dan alergi anak. UI)

2.2.Etiologi
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan
tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem
pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan
menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan
tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun. Mekanisme maupun penyebab dari
penyakit autoimun ini belum sepenuhnya dimengerti.
Penyebab dari lupus tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan
keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:
a. Infeksi
b. Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
























c. Sinar ultraviolet
d. Stres yang berlebihan
e. Obat-obatan tertentu
f. Hormon.

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen penyebabnya
tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1.
Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara
kandung) yang telah maupun akan menderita lupus. Statistik menunjukkan bahwa
hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun
10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal mungkin bisa
menjelaskan mengapa lupus lebih sering menyerang wanita. Meningkatnya gejala
penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/atau selama kehamilan mendukung
keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya
penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka
kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.
Kadang-kadang obat jantung tertentu (hidralazin, prokainamid dan beta-bloker) dapat
menyebabkan sindroma mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat
dihentikan.

2.3.Petogenesis dan patofisiologi
Diduga terbentuknya komplek imun (DNA dan anti-DNA) merupakan ciri
imunopatologis lupus. Antibodi yang mengikat nukleosum (DNA dan histon) dapat
terjadi di ginjal dan membentuk kompleks imun in situ. Baik komplek imun yang
dibentuk dalam sirkulasi atau insitu berperan dalam terjadinya kerusakan ginjal, kulit,
pleksus koroid di otak dan jaringan lainnya.4-6 SLE ditandai oleh terjadinya
penyimpangan sistem imun yang melibatkan sel T, sel B dan sel-sel monosit.
Akibatnya terjadi aktivasi sel B poliklonal, meningkatnya jumlah sel yang
menghasilkan antibodi, hypergammaglobulinemia, produksi autoantibodi dan
terbentuknya kompleks imun. Aktivasi sel B poliklonal tersebut akan membentuk
antibodi yang tidak spesifik yang dapat bereaksi terhadap berbagai jenis antigen
termasuk antigen tubuh sendiri.
Sintesis dan sekresi autoantibodi pada pasien SLE diperantarai oleh interaksi
antara CD4+ dan CD8+ sel T helper, dan duoble negative T cells (CD4- CD8-)
dengan sel B. Terjadi kegagalan fungsi dari aktivitas supresi CD8+ sel T suppressor
dan sel NK terhadap aktivitas sel B. CD8+ sel T dan sel NK pada pasien SLE tidak
mampu mengatur sintesis dari imunoglobulin poliklonal dan produksi autoantibodi.
Gagalnya supresi terhadap sel B mungkin merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan penyakit berlangsung terus.
Pada pasien SLE juga ditemukan defek pada produksi sitokin. Penurunan
produksi IL-1 dan IL-2 dapat berpengaruh terhadap fungsi sel T dan sel B. Di
samping itu ditemukan pula penurunan respon sel Ts terhadap IL-2 yang
mengakibatkan fungsinya menurun sehingga fungsi sel Th seakan lebih meningkat.
Sebaliknya hiperreaktivitas sel B dapat disebabkan oleh hipersensitivitas sel Th
terhadap IL-2



2.4.Menifestasi klinis
Manifestasi LES bervariasi antara penyakit kronik dengan riwayat keluhan dan gejala
intermiten sampai pada fase akut yang fatal. Gejala konsyiyusional dapat berupa
demam yang menetap atau intermiten, kelelahan, penurunan berat badan dan
anoreksia. Satu system organ dapat terkena, meskipun penyakit multisystem lebih
khas.
a. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari
tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang
panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut.
b. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.
Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh
sinar matahari.
c. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-
sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal
yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu
menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.
d. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering
ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa
terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf.
Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa
kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
e. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. terbentuk bekuan
darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli
paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan
faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti.
Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.
f. Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai
akibat dari keadaan tersebut.
g. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunancairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

Gejala dari penyakit lupus:
a. Demam
b. Lelah
c. Merasa tidak enak badan
d. penurunan berat badan
e. ruam kulit
f. ruam kupu-kupu
g. ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari
h. sensitif terhadap sinar matahari
i. pembengkakan dan nyeri persendian
j. pembengkakan kelenjar
k. nyeri otot
l. mual dan muntah
m. nyeri dada pleuritik
n. kejang
o. psikosa.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a. hematuria (air kemih mengandung darah)
b. batuk darah
c. mimisan
d. gangguan menelan
e. bercak kulit
f. bintik merah di kulit
g. perubahan warna jari tangan bila ditekan
h. mati rasa dan kesemutan
i. luka di mulut
j. kerontokan rambut
k. n
y
e
r
i

p
e
r
u
t
























Sistem Klinis
Konstitusional Demam, malaise, penurunan berat badan
Kulit Ruam kupu kupu(butterfly rash), lupus diskoid,
eritema periungual, fotosensitivitas,
alopesia,ulserasi mukosa
Muskuloskletal Poliartalgia dan artritis,tenosinovitis, miopati,
nekrosis aseptik
Vaskular Fenomena raynaud, retikularis
livedo,trombosis,eritomelalgia,lupus profundus
Jantung Perikarditis dan efusi, miokarditis,endokarditis
libman-sacks
Paru Pleuritis,pneumonitis
basilar,atelektasis,pendarahan
Gastrointestinal Peritonitis,disfungsi esofagus,kolitis
Hati, limpa,kelenjar Hepatomegali,splenomegali,limfadenopati
Neurologi Seizure,psikosis,polineuritis,neuropati perifer
Mata Eksudat,papiledema,retinopati
Renal Glomerulonefritis,sindrom nefriotik,hipertensi










2.5.Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan
suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk
menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3)
untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan.




Pemeriksaan Autoantibodi
Antibody Prevalensi,
%
Antigen yang Dikenali Clinical Utility
Antinuclear
antibodies
98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining
terbaik; hasil negative
berulang menyingkirkan
SLE
Anti-dsDNA 70 DNA (double-stranded) Jumlah yang tinggi
spesifik untuk SLE dan
pada beberapa pasien
berhubunfan dengan
aktivitas penyakit,
nephritis, dan vasculitis.
Anti-Sm 25 Kompleks protein pada
6 jenis U1 RNA
Spesifik untuk SLE;
tidak ada korelasi klinis;
kebanyakan pasien juga
memiliki RNP; umum
pada African American
dan Asia dibanding
Kaukasia.
Anti-RNP 40 Kompleks protein pada
U1 RNA
Tidak spesifik untuk
SLE; jumlah besar
berkaitan dengan gejala
yang overlap dengan
gejala rematik termasuk
SLE.
Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein pada
hY RNA, terutama 60
kDa dan 52 kDa
Tidak spesifik SLE;
berkaitan dengan
sindrom Sicca,
subcutaneous lupus
subakut, dan lupus
neonatus disertai blok
jantung congenital;
berkaitan dengan
penurunan resiko
nephritis.
Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein pada hY
RNA
Biasanya terkait dengan
anti-Ro; berkaitan
dengan menurunnya
resiko nephritis
Antihistone 70 Histones terkait dengan
DNA (pada
nucleosome, chromatin)
Lebih sering pada lupus
akibat obat daripada
SLE.
Antiphospholipid 50 Phospholipids,
2

glycoprotein 1 cofactor,
prothrombin

Tiga tes tersedia ELISA
untuk cardiolipin dan

2
G1, sensitive
prothrombin time
(DRVVT); merupakan
predisposisi pembekuan,
kematian janin, dan
trombositopenia.

Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes
Coombs langsung;
terbentuk pada
hemolysis.
Antiplatelet 30 Permukaan dan
perubahan antigen
sitoplasmik pada
platelet.
Terkait dengan
trombositopenia namun
sensitivitas dan spesifitas
kurang baik; secara
klinis tidak terlalu berarti
untuk SLE
Antineuronal
(termasuk anti-
glutamate
receptor)
60 Neuronal dan
permukaan antigen
limfosit
Pada beberapa hasil
positif terkait dengan
lupus CNS aktif.
Antiribosomal P 20 Protein pada ribosome Pada beberapa hasil
positif terkait dengan
depresi atau psikosis
akibat lupus CNS
Catatan: CNS, central nervous system; CSF, cerebrospinal fluid; DRVVT, dilute
Russell viper venom time; ELISA, enzyme-linked immunosorbent assay.
Tabel 4 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus
(SLE)
Sangat berguna untuk mengikuti hasil pemeriksaan yang mengindikasikan status dari
keterlibatan organ yang diketahui keberadaannya saat serangan SLE berlangsung.
Pemeriksaan mencakup kadar hemoglobin, platelet, urinalysis, dan kadar kreatinin
atau albumin serum. Terdapat minat yang tinggi dari identifikasi marker tambahan
lainnya untuk menilai aktivitas penyakit. Kandidat marker termasuk kadar antibody
anti-DNA, beberapa komponen komplemen (C3 tersedia luas), produk komplemen
teraktifasi (termasuk yang berikatan dengan reseptor C4d pada eritrosit), gen
penginduksi IFN, IL-2, dan adiponektin urin atau monosit kemotaktik protein.1.
Tidak ada yang disetujui sebagai indikator terpercaya pada serangan atau respon dari
intervensi. Dokter sebaiknya menginformasikan kepada tiap pasien pemeriksaan
laboratorium yang berubah dapat memprediksi serangan. Jika terjadi, perubahan
terapi berespon dengan perubahan hasil laboratorium dapat mencegah suatu
serangan. Sebagai tambahan, karena meningkatnya prevalensi atherosclerosis pada
SLE, dianjurkan untuk mengikuti rekomendasi dari National Cholesterol Education
Program untuk memeriksa dan menangani, termasuk menilai SLE sebagai faktor
resiko independent, seperti diabetes mellitus.
Autoantibodi merupakan bagian integral dari proses klasifikasi dan deteksi
beberapa penyakit yang diperantarai oleh autoimun. ANA adalah antibodi terhadap
inti sel baik membran inti maupun DNA. ANA tes merupakan penapisan awal yang
efektif pada pasien dengan gambaran klinis SLE. Lebih lanjut pada pasien dengan
ANA positif perlu dilakukan pemeriksaan jenis autoantibodi yang lebih spesifik
seperti anti-dsDNA. Apabila ANA negatif maka kemungkinan SLE sangat kecil.
ANA negative didapatkan pada 2% pasien SLE dengan metode pemeriksaan yang
saat ini ada yaitu yang menggunakan human tissue culture cell sebagai subtrat,
sedang apabila dengan menggunakan rodent tissue subrate, SLE dengan ANA
negatif bisa sampai 5%. Metode pemeriksaan yang sering digunakan untuk
pemeriksaan ANA adalah indirect immunofluorescence dan ELISA. ANA yang
paling memiliki makna klinis adalah IgG.
a. Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)
Tes ANA adalah pemeriksaan untuk menentukan apakah auto-antibodi terhadap
inti sel sering muncul di dalam darah. Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi
namun spesifitas yang rendah.
b. Tes Anti dsDNA (double stranded)
Tes ini sangat spesifik untuk SLE, biasanya titernya akan meningkat sebelumSLE
kambuh.Dilakukan untuk menentukan apakah pasien memiliki antibodi terhadap
materi genetik di dalam sel.
Antibodi anti DNA merupakan antibody klasik pada SLE. IgG anti dsDNA
berperan pentingterhadap terjadinya manifestasi klinik SLE terutama lupus nefritis
dan relatif spesifik serta digunakan sebagai petanda untuk aktivitas penyakit.
Pemeriksaan anti dsDNA sangat penting untuk diagnosis SLE, 50-70% pasien SLE
memiliki anti dsDNA. Seperti ANA anti dsDNA juga merupakan salah satu
kriteria diagnosis SLE.pemeriksaan anti dsDNA memiliki dua kegunaan klinis
penting yaitu pertama untuk diagnosis (titer tinggi anti dsDNA memiliki
spesifisitas lebih dari 90% pada SLE), yang kedua untuk kewaspadaan terhadap
terjadinya kekambuhan apabila terjadi peningkatan titer dan meningkatnya risiko
lupus nefritis bila didapatkan anti dsDNA kadar tinggi terutama bila disertai kadar
komplemen serum yang rendah.
c. Pemeriksaan Antibodi anti-Sm dan anti RNP
Pemeriksaan ntuk menentukan apakah ada antibodi terhadap Sm (protein yang
ditemukan dalam sel protein inti).Antibodi anti-SM merupakan petanda diagnostik
penting dari SLE. Anti-SM jarang ditemukantanpa anti-RNP. Anti RNP lebih
sering ditemukan tetapi kurang spesifik pada SLE. Hingga saat ini belum ada bukti
yang signifikan kaitan antara antibodi anti-Sm dan anti-RNP dengan gambaran
klinik dan perjalanan penyakit SLE.


d. Anti Ro/SSA dan anti La/SSB
Relevansi klinik terutama untuk anti Ro, sedang anti La belum banyak bukti
meskipun antibodi ini juga penting pada SLE. Anti Ro pada SLE berkaitan dengan
ruam kulit fotosensitif, interstisiilpneumonitis dan trombositopenia. Anti Ro juga
berkaitan dengan neonatal lupus dermatitis, subacute cutaneus lupus dan complete
congenitalheart block. Dilaporkan bahwa dari pasien-pasien SLE dengan anti Ro
positif, kelainan ginjal akan terjadi hanya pada pasien yang tanpa disertai anti La.
e. Pemeriksaan sel LE (LE cell prep)
Pemeriksaan darah untuk mencari keberadaan jenis sel tertentu yang dipengaruhi
membesarnya antibodi terhadap lapisan inti sel lain pemeriksaan ini jarang
digunakan jika dibandingkan dengan pemeriksaan ANA, karena pemeriksaan ANA
lebih peka untuk mendeteksi penyakit Lupus dibandingkan dengan LE cell prep.
f. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan immune complexes (kekebalan) di
dalam darah
g. Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement (kelompok
protein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk menilai
tingkat spesifik dari C3 dan C4 dua jenis protein dari kelompok pemeriksaan ini.
h. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat
pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan
pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus
dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar
yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua
penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar
komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk
menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan
aktivitas dan lamanya penyakit.
i. Ruam kulit atau lesi yang khas
j. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
k. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura
atau jantung
l. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
m. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
n. Biopsi ginjal
o. Pemeriksaan saraf.

2.6.Diagnosis dan diagnosis banding
Berbagai criteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang
paling banyak dianut adalah criteria menurut American College of Rheumatology
(ACR). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ACR
tersebut :
a. Bercak malar ( butterfly rash )
b. Bercak discoid
c. Fotosensitif
d. Ulkus mulut
e. Arthritis
f. Serositif
g. Gangguan ginjal
h. Gangguan saraf
i. Gangguan darah
j. Gangguan imunologi
k. Antibody antinuclear

2.7.Tatalaksana
Terapi yang diberikan tidak mungkin akan menyembuhkan secara total, tetapi
hanya memperpanjang hidup. Pengobatan umum yang diberikan adalah :
- Aspirin dengan dosis 80 mg/hari
- Kortikosteroid
- Anti-immudepresan ( azatioprin, siklofosfamid )
- Obat antiinflamasi non-steroid ( OAINS )
Peran OAINS adalah mengatasi keluhan muskoskeletal, seperti mialgia,
artralgia atau arthritis.
- Hidrosiklorokuin
Digunakan sebagai tambahan bersamaan dengan glukokortikoid atau
pengobatan lupus discoid. Pada suatu studi obat ini dapat mengurangi
frekuensi dan keparahan LES (flares) dibandingkan placebo.
- Glukokortikoid
Merupakan terapi farmakologi utama dan sebagian besar anak memerlukan
prednison oral atau prednisolon atau metilprednisolon intravena pada fase
tertentu di LES. Dosis rendah cukup untuk mengatasi demam, dermatitis,
arthritis dan serositis, sedangkan dosis tinggi dapat mengatasi anemia
hemolitik akut, gangguan SSP, penyakit paru dan lupus neftitis.
- Agen imunosupresfi
Sering diperlukan untuk mengontrol LES dan memperbaiki kualitas hidup.
2.8.Komplikasi

2.9. Prognosis
Akhir akhir ini berbagai bentuk penyakit lupus telah membaik dengan angka
survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. banyak penderita yang menunjukkan
penyakit yang ringan. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan
aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun
jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan. Penyebab kematian dapat
langsung akibat penyakit lupus yaitu karena gagal ginjal,hipertensi maligna,kerusakan
SSP, perikarditis,sitopenia autoimun. Namun kematian ini semakin menurun akibat
perbaikan obat,diagnosis lebih dini, dan pengobatan paliatif seperti hemodialisis yang
luas.
Penyebab kematian lain akibat efek samping pengobatan misalnya pada penyakit
ateromatosa(infark miokard, gagal jantung, aksiden vaskular serebral iskemik), akibat
kortikoterapi, atau neoplasma (kanker, hemopati) akibat pemakaian imunosupresan
atau keadaan defisiensi imun akibat penyakit lupus. Infeksi dan sepsis merupakan
penyebab kematian utama pada lupus. Jadi secara skematis evolusi penyakit lupus
memperlihatkan 2 puncak kejadian kematian yaitu akibat komplikasi viseral yang
tidak terkontrol dan komplikasi kortikoterapi (Buku ajar imunologi dan alergi
anak. UI dan www.medicastore.com)

2.10. Epidemiologi
Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit reumatik
utama di dunia.Prevalensi SLE diberbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi pada
berbagai populasi yang berbeda-beda bervariasi antara 2.9/100.000 - 400/100.000.
SLE lebih sering ditemukan pada rastertentu seperti bangsa Negro, Cina, dan mungkin
juga Filipina. Terdapat juga tendensi familial.Faktor ekonomi dan geografik tidak
mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia ,
tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa reproduksi).Frekuensi pada wanita
dibandingkan dengan frekuensi pada pria berkisar antara (5,5-9):1. Padalupus
eritamatosus yang disebabkan obat (drug induced LE ), rasio ini lebih rendah, yaitu
3:2. Beberapa data yang ada di Indonesia diperoleh dari pasien yang dirawat di rumah
sakit.Dari 3 peneliti di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta yang melakukan
penelitian pada periode yang berbedadiperoleh data sebagai berikut: antara tahun
1969-1970 ditemukan 5 kasus SLE; selama periode 5tahun (1972-1976) ditemukan 1
kasus SLE dari setiap 666 kasus yang dirawat ( insidensi sebesar 15 per 10.000
perawatan); antara tahun 1988-1990 (3 tahun) insidensi rata-rata ialah sebesar 37,7 per
10.000 perawatan. Ketiganya menggunakan kriteria yang berbeda-beda, yaitu berturut-
turutkriteria Dubois, kriteria pendahuluan ARA dan kriteria ARA yang telah
diperbaiki. (Sudoyo,2009)

3. Menjelaskan dan memahami sikap dalam menghadapi cobaan
3.1.Menjelaskan definisi sabar dan ikhlas
Sabar secara bahasa berarti al-habsu ( menahan ) dan al-manu ( mencegah ), yaitu
lawan kata dari al-jazu ( keluh kesah ). Dikatakan: shabara shabran ( ,(
maksudnya : tegar dan tidak berkeluh kesah.Shabara berarti: menunggu, shabara
nafsahu berarti: menahan diri dan mengekangnya,shabara fulan: menahannya, shabartu
shabran : aku menahan diriku dari berkeluh kesah.(www.tanbihun.com)
Ikhlas adalah selalu taat menjalankan perintah agama dan menjauhi segala hal
yang menjadi larangan dengan alas an sebagai wujud cinta kepada Allah tanpa
mengharapkan imbalan apapun juga kecuali ridha-Nya.

3.2.Menjelaskan Hadist sabar dan ikhlas
Ketika seorang muslim mendapat musibah dalam kehidupannya, maka kita sebagai
umat yang beriman harus tetap bertawakal kepada Allah, dan selalu mengingatnya,
seperti firman allah dalam al-quran :
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" (Q.S.Al-baqarah :156)
Kata "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" yang artinya sesungguhnya kami
adalah milik allah dan hanya kepadanyalah kami kembali, merupakan suatu
pernyataan atas ketaatan kita kepada yang maha kuasa atas kejadian yang menimpa
kita
Di dalam al-quran pun disebutkan pula bahwa musibah tersebut diakibatkan oleh
kelakuan yang dilakukian oleh tangan2 manusia, sepertihalnya dalam al quran
disebutkan
Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu). (Q.S. Asyuura (42) : 30)

Tetapi jika musibah ini diterima dengan tawakal dan sabar, sesungguhnya hal itu
merupakan suatu cobaan bagi kita

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar,(Q.S. Al-baqarah(2) :155)

Jikala musibah ini datang maka sebagai orang yang beriman, yang harus kita lakukan
adalah dengan sabar dan tawakal, seperti yang ter tulis dalam firman allah:

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat.
Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk, (Q.S.Al-baqarah (2):45)

Maka jika kita telah bisa menghadapi musibah ini, dengan tawakal dan sabar maka,
pahala dan ampunanlah yang akan didapat, seperti dalam firman-Nya:

kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal
shaleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besa (Q.S.Huud(11):11)

Barangsiapa memberi krn Allah menolak krn Allah mencintai krn Allah membenci
karena Allah dan menikah krn Allah maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)
Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-
hambaMu yang selalu ikhlas (QS. Shaad: 82-83)


























Baratawidjaja.( 2012). Imunologi Dasar. Ed. 10. Jakarta : FKUI
Buku ajar imunologi dan alergi anak. Jakarta : Balai penerbit FKUI
http://blog.re.or.id/keutamaan-ikhlas.html
Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I.dkk. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed 5.Jilid III. Jakarta :
Interna Publishing
Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I.dkk. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed 5.Jilid I . Jakarta :
Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai