2
G1, sensitive
prothrombin time
(DRVVT); merupakan
predisposisi pembekuan,
kematian janin, dan
trombositopenia.
Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes
Coombs langsung;
terbentuk pada
hemolysis.
Antiplatelet 30 Permukaan dan
perubahan antigen
sitoplasmik pada
platelet.
Terkait dengan
trombositopenia namun
sensitivitas dan spesifitas
kurang baik; secara
klinis tidak terlalu berarti
untuk SLE
Antineuronal
(termasuk anti-
glutamate
receptor)
60 Neuronal dan
permukaan antigen
limfosit
Pada beberapa hasil
positif terkait dengan
lupus CNS aktif.
Antiribosomal P 20 Protein pada ribosome Pada beberapa hasil
positif terkait dengan
depresi atau psikosis
akibat lupus CNS
Catatan: CNS, central nervous system; CSF, cerebrospinal fluid; DRVVT, dilute
Russell viper venom time; ELISA, enzyme-linked immunosorbent assay.
Tabel 4 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus
(SLE)
Sangat berguna untuk mengikuti hasil pemeriksaan yang mengindikasikan status dari
keterlibatan organ yang diketahui keberadaannya saat serangan SLE berlangsung.
Pemeriksaan mencakup kadar hemoglobin, platelet, urinalysis, dan kadar kreatinin
atau albumin serum. Terdapat minat yang tinggi dari identifikasi marker tambahan
lainnya untuk menilai aktivitas penyakit. Kandidat marker termasuk kadar antibody
anti-DNA, beberapa komponen komplemen (C3 tersedia luas), produk komplemen
teraktifasi (termasuk yang berikatan dengan reseptor C4d pada eritrosit), gen
penginduksi IFN, IL-2, dan adiponektin urin atau monosit kemotaktik protein.1.
Tidak ada yang disetujui sebagai indikator terpercaya pada serangan atau respon dari
intervensi. Dokter sebaiknya menginformasikan kepada tiap pasien pemeriksaan
laboratorium yang berubah dapat memprediksi serangan. Jika terjadi, perubahan
terapi berespon dengan perubahan hasil laboratorium dapat mencegah suatu
serangan. Sebagai tambahan, karena meningkatnya prevalensi atherosclerosis pada
SLE, dianjurkan untuk mengikuti rekomendasi dari National Cholesterol Education
Program untuk memeriksa dan menangani, termasuk menilai SLE sebagai faktor
resiko independent, seperti diabetes mellitus.
Autoantibodi merupakan bagian integral dari proses klasifikasi dan deteksi
beberapa penyakit yang diperantarai oleh autoimun. ANA adalah antibodi terhadap
inti sel baik membran inti maupun DNA. ANA tes merupakan penapisan awal yang
efektif pada pasien dengan gambaran klinis SLE. Lebih lanjut pada pasien dengan
ANA positif perlu dilakukan pemeriksaan jenis autoantibodi yang lebih spesifik
seperti anti-dsDNA. Apabila ANA negatif maka kemungkinan SLE sangat kecil.
ANA negative didapatkan pada 2% pasien SLE dengan metode pemeriksaan yang
saat ini ada yaitu yang menggunakan human tissue culture cell sebagai subtrat,
sedang apabila dengan menggunakan rodent tissue subrate, SLE dengan ANA
negatif bisa sampai 5%. Metode pemeriksaan yang sering digunakan untuk
pemeriksaan ANA adalah indirect immunofluorescence dan ELISA. ANA yang
paling memiliki makna klinis adalah IgG.
a. Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)
Tes ANA adalah pemeriksaan untuk menentukan apakah auto-antibodi terhadap
inti sel sering muncul di dalam darah. Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi
namun spesifitas yang rendah.
b. Tes Anti dsDNA (double stranded)
Tes ini sangat spesifik untuk SLE, biasanya titernya akan meningkat sebelumSLE
kambuh.Dilakukan untuk menentukan apakah pasien memiliki antibodi terhadap
materi genetik di dalam sel.
Antibodi anti DNA merupakan antibody klasik pada SLE. IgG anti dsDNA
berperan pentingterhadap terjadinya manifestasi klinik SLE terutama lupus nefritis
dan relatif spesifik serta digunakan sebagai petanda untuk aktivitas penyakit.
Pemeriksaan anti dsDNA sangat penting untuk diagnosis SLE, 50-70% pasien SLE
memiliki anti dsDNA. Seperti ANA anti dsDNA juga merupakan salah satu
kriteria diagnosis SLE.pemeriksaan anti dsDNA memiliki dua kegunaan klinis
penting yaitu pertama untuk diagnosis (titer tinggi anti dsDNA memiliki
spesifisitas lebih dari 90% pada SLE), yang kedua untuk kewaspadaan terhadap
terjadinya kekambuhan apabila terjadi peningkatan titer dan meningkatnya risiko
lupus nefritis bila didapatkan anti dsDNA kadar tinggi terutama bila disertai kadar
komplemen serum yang rendah.
c. Pemeriksaan Antibodi anti-Sm dan anti RNP
Pemeriksaan ntuk menentukan apakah ada antibodi terhadap Sm (protein yang
ditemukan dalam sel protein inti).Antibodi anti-SM merupakan petanda diagnostik
penting dari SLE. Anti-SM jarang ditemukantanpa anti-RNP. Anti RNP lebih
sering ditemukan tetapi kurang spesifik pada SLE. Hingga saat ini belum ada bukti
yang signifikan kaitan antara antibodi anti-Sm dan anti-RNP dengan gambaran
klinik dan perjalanan penyakit SLE.
d. Anti Ro/SSA dan anti La/SSB
Relevansi klinik terutama untuk anti Ro, sedang anti La belum banyak bukti
meskipun antibodi ini juga penting pada SLE. Anti Ro pada SLE berkaitan dengan
ruam kulit fotosensitif, interstisiilpneumonitis dan trombositopenia. Anti Ro juga
berkaitan dengan neonatal lupus dermatitis, subacute cutaneus lupus dan complete
congenitalheart block. Dilaporkan bahwa dari pasien-pasien SLE dengan anti Ro
positif, kelainan ginjal akan terjadi hanya pada pasien yang tanpa disertai anti La.
e. Pemeriksaan sel LE (LE cell prep)
Pemeriksaan darah untuk mencari keberadaan jenis sel tertentu yang dipengaruhi
membesarnya antibodi terhadap lapisan inti sel lain pemeriksaan ini jarang
digunakan jika dibandingkan dengan pemeriksaan ANA, karena pemeriksaan ANA
lebih peka untuk mendeteksi penyakit Lupus dibandingkan dengan LE cell prep.
f. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan immune complexes (kekebalan) di
dalam darah
g. Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement (kelompok
protein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk menilai
tingkat spesifik dari C3 dan C4 dua jenis protein dari kelompok pemeriksaan ini.
h. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat
pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan
pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus
dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar
yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua
penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar
komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk
menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan
aktivitas dan lamanya penyakit.
i. Ruam kulit atau lesi yang khas
j. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
k. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura
atau jantung
l. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
m. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
n. Biopsi ginjal
o. Pemeriksaan saraf.
2.6.Diagnosis dan diagnosis banding
Berbagai criteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang
paling banyak dianut adalah criteria menurut American College of Rheumatology
(ACR). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ACR
tersebut :
a. Bercak malar ( butterfly rash )
b. Bercak discoid
c. Fotosensitif
d. Ulkus mulut
e. Arthritis
f. Serositif
g. Gangguan ginjal
h. Gangguan saraf
i. Gangguan darah
j. Gangguan imunologi
k. Antibody antinuclear
2.7.Tatalaksana
Terapi yang diberikan tidak mungkin akan menyembuhkan secara total, tetapi
hanya memperpanjang hidup. Pengobatan umum yang diberikan adalah :
- Aspirin dengan dosis 80 mg/hari
- Kortikosteroid
- Anti-immudepresan ( azatioprin, siklofosfamid )
- Obat antiinflamasi non-steroid ( OAINS )
Peran OAINS adalah mengatasi keluhan muskoskeletal, seperti mialgia,
artralgia atau arthritis.
- Hidrosiklorokuin
Digunakan sebagai tambahan bersamaan dengan glukokortikoid atau
pengobatan lupus discoid. Pada suatu studi obat ini dapat mengurangi
frekuensi dan keparahan LES (flares) dibandingkan placebo.
- Glukokortikoid
Merupakan terapi farmakologi utama dan sebagian besar anak memerlukan
prednison oral atau prednisolon atau metilprednisolon intravena pada fase
tertentu di LES. Dosis rendah cukup untuk mengatasi demam, dermatitis,
arthritis dan serositis, sedangkan dosis tinggi dapat mengatasi anemia
hemolitik akut, gangguan SSP, penyakit paru dan lupus neftitis.
- Agen imunosupresfi
Sering diperlukan untuk mengontrol LES dan memperbaiki kualitas hidup.
2.8.Komplikasi
2.9. Prognosis
Akhir akhir ini berbagai bentuk penyakit lupus telah membaik dengan angka
survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. banyak penderita yang menunjukkan
penyakit yang ringan. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan
aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun
jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan. Penyebab kematian dapat
langsung akibat penyakit lupus yaitu karena gagal ginjal,hipertensi maligna,kerusakan
SSP, perikarditis,sitopenia autoimun. Namun kematian ini semakin menurun akibat
perbaikan obat,diagnosis lebih dini, dan pengobatan paliatif seperti hemodialisis yang
luas.
Penyebab kematian lain akibat efek samping pengobatan misalnya pada penyakit
ateromatosa(infark miokard, gagal jantung, aksiden vaskular serebral iskemik), akibat
kortikoterapi, atau neoplasma (kanker, hemopati) akibat pemakaian imunosupresan
atau keadaan defisiensi imun akibat penyakit lupus. Infeksi dan sepsis merupakan
penyebab kematian utama pada lupus. Jadi secara skematis evolusi penyakit lupus
memperlihatkan 2 puncak kejadian kematian yaitu akibat komplikasi viseral yang
tidak terkontrol dan komplikasi kortikoterapi (Buku ajar imunologi dan alergi
anak. UI dan www.medicastore.com)
2.10. Epidemiologi
Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit reumatik
utama di dunia.Prevalensi SLE diberbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi pada
berbagai populasi yang berbeda-beda bervariasi antara 2.9/100.000 - 400/100.000.
SLE lebih sering ditemukan pada rastertentu seperti bangsa Negro, Cina, dan mungkin
juga Filipina. Terdapat juga tendensi familial.Faktor ekonomi dan geografik tidak
mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia ,
tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa reproduksi).Frekuensi pada wanita
dibandingkan dengan frekuensi pada pria berkisar antara (5,5-9):1. Padalupus
eritamatosus yang disebabkan obat (drug induced LE ), rasio ini lebih rendah, yaitu
3:2. Beberapa data yang ada di Indonesia diperoleh dari pasien yang dirawat di rumah
sakit.Dari 3 peneliti di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta yang melakukan
penelitian pada periode yang berbedadiperoleh data sebagai berikut: antara tahun
1969-1970 ditemukan 5 kasus SLE; selama periode 5tahun (1972-1976) ditemukan 1
kasus SLE dari setiap 666 kasus yang dirawat ( insidensi sebesar 15 per 10.000
perawatan); antara tahun 1988-1990 (3 tahun) insidensi rata-rata ialah sebesar 37,7 per
10.000 perawatan. Ketiganya menggunakan kriteria yang berbeda-beda, yaitu berturut-
turutkriteria Dubois, kriteria pendahuluan ARA dan kriteria ARA yang telah
diperbaiki. (Sudoyo,2009)
3. Menjelaskan dan memahami sikap dalam menghadapi cobaan
3.1.Menjelaskan definisi sabar dan ikhlas
Sabar secara bahasa berarti al-habsu ( menahan ) dan al-manu ( mencegah ), yaitu
lawan kata dari al-jazu ( keluh kesah ). Dikatakan: shabara shabran ( ,(
maksudnya : tegar dan tidak berkeluh kesah.Shabara berarti: menunggu, shabara
nafsahu berarti: menahan diri dan mengekangnya,shabara fulan: menahannya, shabartu
shabran : aku menahan diriku dari berkeluh kesah.(www.tanbihun.com)
Ikhlas adalah selalu taat menjalankan perintah agama dan menjauhi segala hal
yang menjadi larangan dengan alas an sebagai wujud cinta kepada Allah tanpa
mengharapkan imbalan apapun juga kecuali ridha-Nya.
3.2.Menjelaskan Hadist sabar dan ikhlas
Ketika seorang muslim mendapat musibah dalam kehidupannya, maka kita sebagai
umat yang beriman harus tetap bertawakal kepada Allah, dan selalu mengingatnya,
seperti firman allah dalam al-quran :
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" (Q.S.Al-baqarah :156)
Kata "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" yang artinya sesungguhnya kami
adalah milik allah dan hanya kepadanyalah kami kembali, merupakan suatu
pernyataan atas ketaatan kita kepada yang maha kuasa atas kejadian yang menimpa
kita
Di dalam al-quran pun disebutkan pula bahwa musibah tersebut diakibatkan oleh
kelakuan yang dilakukian oleh tangan2 manusia, sepertihalnya dalam al quran
disebutkan
Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu). (Q.S. Asyuura (42) : 30)
Tetapi jika musibah ini diterima dengan tawakal dan sabar, sesungguhnya hal itu
merupakan suatu cobaan bagi kita
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar,(Q.S. Al-baqarah(2) :155)
Jikala musibah ini datang maka sebagai orang yang beriman, yang harus kita lakukan
adalah dengan sabar dan tawakal, seperti yang ter tulis dalam firman allah:
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat.
Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk, (Q.S.Al-baqarah (2):45)
Maka jika kita telah bisa menghadapi musibah ini, dengan tawakal dan sabar maka,
pahala dan ampunanlah yang akan didapat, seperti dalam firman-Nya:
kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal
shaleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besa (Q.S.Huud(11):11)
Barangsiapa memberi krn Allah menolak krn Allah mencintai krn Allah membenci
karena Allah dan menikah krn Allah maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)
Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-
hambaMu yang selalu ikhlas (QS. Shaad: 82-83)
Baratawidjaja.( 2012). Imunologi Dasar. Ed. 10. Jakarta : FKUI
Buku ajar imunologi dan alergi anak. Jakarta : Balai penerbit FKUI
http://blog.re.or.id/keutamaan-ikhlas.html
Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I.dkk. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed 5.Jilid III. Jakarta :
Interna Publishing
Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I.dkk. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed 5.Jilid I . Jakarta :
Interna Publishing