Oleh:
Ken Ranisa Kusuma
NIM. 130130100111015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
1
DAFTAR ISI
2
I. TINJAUAN PUSTAKA
3
II. PEMBAHASAN STUDI KASUS
5
III. KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................9
I. TINJAUAN PUSTAKA
Rhinitis merupakan keadaan iritasi dan peradangan pada area
nasal. Penyebab rhinitis secara umum adalah agen infeksius seperti virus
dan bakteri yang menyebabkan peradangan pada membran mukosa.
Penyebab lain terjadinya rhinitis adalah sensitivitas terhadap iritan atau
polutan sebagai alergen yang memicu terjadinya reaksi hipersensitivitas..
Gejala klinis utama dari penyakit ini adalah munculnya eksudasi yang
berlebihan dari hidung. Pada kondisi klinis yang lebih serius, rhinitis juga
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada daerah telinga.
Patofisiologis dari penyakit ini berhubungan dengan peningkatan histamin
lokal pada area hidung, mata, dan tenggorokan sehingga menyebabkan
timbulnya kemerahan dan peningkatan produksi eksudat serta mucus
(Knotek, 2001; Kuehn, 2006).
Penyebab terjadinya rhinitis pada kucing dapat berupa virus,
kapang, bakteri, alergen, dan toksik. Contoh virus yang sering menginfeksi
adalah, feline viral rhinotracheitis (FVR), porcine cytomegalovirus (herpes
virus), feline calicivirus (FCV), canine distemper, canine adenovirus tipe 1
dan 2, namun yang paling sering ditemukan adalah virus canine para
influenza. Rhinitis kronis umumnya disebabkan oleh adanya infeksi
sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan adanya
dircharge mukopurelent yang cukup banyak dari sinus hidung. Penyebab
rhinitis kronis juga dapat disebabkan oleh adanya penyakit radang kronis
(rhinitis lymphoplasmacytic), trauma, parasit, benda asing, neoplasia, atau
infeksi mikotik (Knotek, 2001).
Kronik rhinitis dapat disebabkan karena adanya invasi dari infeksi
bakteri yang dapat menyebabkan produksi mucus berlebihan dan
kegagalan fungsi mukosiliari mukosa hidung yang berfungsi dalam
membersihkan debris. Sedangkan allergic rhinitis dapat disebabkan oleh
adanya paparan pollen, debu2-debu, dan kapang (Tran, 2011).
Rhinitis yang disebabkan oleh fungi dapat disebabkan oleh
Cryptococcus neoformans, Aspergillus spp., Rhinosporidium seeberi, dan
Penicillium spp. Kucing lebih sering terpapar oleh Cryptococcus spp. dan
Aspergillus spp. dibandingkan dengan anjing (Kuehn, 2006).
Rhinitis dapat digolongkan menjadi berbagai jenis berdasarkan
kausa dan simptom utamanya, yaitu:
1. Rhinitis vasomotor
2. Infeksius rhinitis
3. Rhinitis alergi
4. Rhinitis medicamentosa, disebabkan oleh penggunaan
berlebihan dari dekongestan topical yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah nasal.
5. Rhinitis sicca, berlangsung kronis akibat kekeringan pada
rongga hidung.
6. Chronic-Atrophic rhinitis, terjadi atropi membran dan kelenjar
mucus.
7. Rhinitis polipous, berlangsung kronis akibat adanya polip pada
rongga hidung.
8. Rhinitis hipertrofik, berlangsung kronis menyebabkan penebalan
pada membran mukosa.
Tiga jenis rhinitis yang paling umum dijumpai adalah infeksius
rhinitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat bersifat akut maupun
kronis, rhinitis non-alergi (vasomotorik) yang meliputi gangguan regulasi
hormonal, pengaruh pengobatan, serta sebab-sebab autonom.
Sedangkan jenis ketiga adalah rhinitis alergi yang disebabkan oleh pollen,
fungi, debu, rambut hewan, serta alergen lain yang dapat menempel pada
membran mukosa. Rhinitis alergi merupakan kasus yang paling banyak
dijumpai dari jenis rhinitis lainnnya.
Berdasarkan frekuensi berlangsungnya, rhinitis alergi dapat dibagi
menjadi dua jenis, yakni rhinitis alergi musiman (seasonal hay fever,
polinosis) dan rhinitis sepanjang tahun (perenial) (Irawati et al. 2008).
Sedangkan berdasarkan sifat berlangsungnya, rhinitis dapat dibagi
menjadi rhinitis intermiten (gejala kurang dari 4 hari per minggu dan
kurang dari 4 minggu) dan rhinitis menetap (gejala lebih dari 4 hari per
minggu dengan durasi lebih dari 4 minggu) (WHO ARIA 2000).
Rhinitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan dari kucing ke
kucing melalui kontak langsung dengan cairan terinfeksi dari mata,
hidung, mulut, melalui makanan terinfeksi, mangkuk air, dan tangan
manusia, bahkan dapat menular melalui udara. Virus ini stabil di
lingkungan selama 24 jam sampai 10 hari, tergantung pada kondisi
lingkungan disekitarnya. Replikasi Virus akan terjadi didalam epitel dari
saluran pernafasan, konjunktivita. Replikasi virus dalam jaringan epitel ini
meungkinkan terjadinya nekrosa jaringan secara lokal. Pengeluaran virus
terjadi antara lain melalui sekret hidung, konjunktivita dan urin (brumley,
1950)
Manifestasi klinis rhinitis secara umum adalah rhinorrhea, kongesti
nasal, discharge nasal, dan bersin-bersin. Berikut ini adalah beberapa
manifestasi klinis berdasarkan jenis rhinitis yang terjadi:
1.
: 2 Juni 2013
: kucing / Koko
Signalemen
Anamnesa
Penanganan:
Karena koko dilaporkan tidak mau makan, maka dicoba diberikan
makanan basah terlebih dahulu. Setelah dicoba, koko tetap tidak mau dan
apabila disuapi makanan maka makanan akan dikeluarkan kembali.
Diputuskan untuk pemberian perawatan intensif melalui rawat inap karena
koko mengalami dehidrasi dan kondisinya yang tidak mau makan.
Diberikan terapi cairan untuk memperbaiki kondisi dehidrasi koko. Cairan
yang dipergunakan adalah Ringer laktat secara intravena. Kemudian,
diberikan obat injeksi intra muskular baytril 0,1/kg, duradryl 0,01-0,05/kg
dan hematophan 0,05-0,2/kg.
6
Pembahasan:
Dari hasil anamnesa diatas diduga bahwa koko menderita rhinitis
dilihat dari gejala adanya leleran hidung yang banyak. Diduga rhinitis yang
terjadi pada koko adalah rhinitis infeksius yang disebabkan oleh virus,
dugaan ini didasarkan pada kondisi koko yang drop dalam kurun waktu
yang relatif cepat. Ditambah dengan cerita pemilik yang menyatakan
bahwasaudara koko sebelumnya menderita sakit dengan gejala yang
sama dan telah mati. Infeksi yang penularannya terjadi relatif cepat dan
kejadiannya dapat berakibat fatal seperti tersebut biasanya disebabkan
oleh infeksi virus (Brumley, 1950).
Diagnosa banding untuk kasus koko adalah rhinitis yang
disebabkan alergi, yaitu keadaan rhinitis yang disebabkan oleh adanya
agen alergen dan keadaan ini biasanya tidak diikuti dengan penurunan
kondisi umum hewan. Kejadian rhinitis ini memiliki prognosa yang baik
apabila penanganan yang diberikan cepat dan tepat.
Pemberian ringer lactat pada bertujuan untuk mengatasi kondisi
ketidakseimbangan elektrolit pada tubuh hewan karena dehidrasi dan
kondisi tidak mau makan. Pemberian antibiotik baytril bertujuan untuk
mengobati terjadinya infeksi sekunder dari bakteri pada saat kondisi tubuh
dan imunitas hewan melemah. Baytril merupakan antibiotik enrofloxacin
yang mampu menghambat proses replikasi bakteri dengan menghambat
proses pembentukan DNA/sintesis DNA lewat penghambatan enzim DNA
Gyrase (enzim dominan yang dihambat pada Gram negatif) dan DNA
Topoisomerase IV (enzim dominan yang dihambat pada Gram positif).
Indikasi pemberian antibiotik lebih kepada infeksi saluran pernapasan.
Sehingga dipilih antibiotik jenis ini.
Duradryl dengan kandungan diphenhedramine merupakan obat
antihistamin, dimana pemberiannya ditujukan untuk meminimalisir efek
alergi dan inflamasi yang muncul, serta mengurangi discharge yang
terbentuk. sedang hematophan berfungsi sebagai terapi suportif untuk
menambah stamina, menambah nafsu makan, serta membantu proses
penyembuhan penyakit. Hematophan mampu membantu memperbaiki
proses metabolisme tubuh hewan melalui suportif pembentukan eritrosit
dan replikasi DNA selama pembelahan sel, menutrisi saraf dan sintesis
myelin serta meningkatkan kekebalan tubuh. Untuk pemberian
diphenhedramin dan hematophan pemberian obat dilakukan per 12 jam,
sedang untuk baytril 24 jam sekali.
III. KESIMPULAN
Rhinitis merupakan keadaan iritasi dan peradangan pada area
nasal yang disebabkan oleh banyak faktor penyebab seperti virus,
kapang, bakteri, alergen, dan toksik. Gejala yang khas dari rhinitis ini
adalah munculnya discharge yang banyak pada nasal dan pada infeksi
kronis discharge tersebut dapat berubah menjadi mukopurulen.
Penanganan untuk penyakit rhinitis bervariasi bergantung pada penyebab
dari kejadian rhinitis itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Brumley, Oscar Victor. 1950. A Text Book of The Diseases of The
Small Domestic Animals. Philadelphia: Lea and Febiger.
Knotek, Z., et al. 2001. Diseases of The Nasal Cavity In The Dog.
Aetiology, Symptomatology, Diagnostics. ACTA VET. BRNO 2001, 70: 73
82
Kuehn, Ned F.. 2006. Chronic Rhinitis in Cats. Clin Tech Small
Anim Pract 21:69-75 2006 Elsevier Inc. All rights reserved
Tran, Nguyen P., John Vickery, Michael S Blaiss. 2011.
Management of Rhinitis: Allergic and Non-Allergic. Allergy Asthma
Immunol Res. 2011 July;3(3):148-156.