Akuntansi kreatif (creative accounting) biasanya dikenal juga dengan sebutan
akuntansi agresif (aggresive accounting). Akuntasi kreatif (creative accounting) adalah suatu kegiatan memanipulasi angka-angka dalam laporan keuangan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan yang diinginkan, untuk suatu keperluan tertentu. Akuntansi kreatif termasuk juga penjualan aset dengan dasar biaya rendah (low cost basis), pengiriman produk dalam jumlah yang luar biasa besar ketika mendekati akhir tahun, dan kegagalan menuliskan persediaan yang telah mengalami penurunan nilai. Menurut Bake Amat dan Dowd, akuntansi kreatif (creative accounting) merupakan suatu proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Menurut Naser [1993] dalam Amat et.al. [1999] creative accounting is the process of manipulating accounting figures by taking advantage of loopholes in accounting rules and the choice of measurement and disclosure practices in them to transform financial statements from what they should be, to what prepares would prefer to see reported, and The process by which transactions are structured so as to produce the required accounting results rather than reporing transaction in neutral and consistent way. Stolowy dan Breton [2000] menyebut creative accounting sebagai bagian dari accounting manipulation yang terdiri dari earning management, income smoothing dan creative accounting itu sendiri. A. Jenis-Jenis Akuntansi Kreatif (Creative Accounting). Terdapat beberapa jenis atau pola dari akuntansi kreatif (creative accounting) yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu: 1. Pola big bath, atau disebut juga pola taking bath. Pola ini terjadi ketika ada tekanan organisasional pada saat terjadi pergantian manajemen baru yaitu manajemen baru mengakui adanya kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Sebagai konsekuensinya, manajemen melakukan harus melakukan taking
bath dengan membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan
clear the decks, sehingga mengakibatkan laba periode berikutnya lebih tinggi dari seharusnya. 2. Pola income minimization. Pola ini mirip dengan pola taking bath akan tetapi tidak seeksrtim pola taking bath. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan tujuan agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, serta metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi 3. Pola income maximization. Dalam pola ini dilakukan maksimalisasi laba agar manajer memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang ditetapkan. 4. Pola income smoothing. Pola Perataan laba (income smoothing) merupakan cara yang paling populer dan paling sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Pola ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi volatilitas laba bersih.
5. Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara membuat kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing suatu transaksi seperti adanya pengakuan yang prematus atas penjualan.
B. Cara Mendeteksi Akuntansi Kreatif (Creative Accounting).
Menurut Mulford dan Comiskey (2002), Terdapat beberapa atribut yang dapat digunakan dalam mendeteksi terjadinya creative accounting dalam suatu perusahaan, yaitu: 1. terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control), 2. perusahaan tidak memiliki komite audit, 3. terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara manajemen (director) dengan karyawan perusahaan.
Klasifikasi dari praktek Creative Accounting Practices menurut Mulfrod dan
Comiskey, terdiri dari : 1. pengakuan pendapatan fiktif (recognizing premature or ficticious revenue), 2. kapitalisasi yang agresif dan kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (aggressive capitalization and extended amortization policies), 3. pelaporan keliru atas aktiva dan utang (misreported assets and liabilities), perekayasaan laporan laba rugi (creative with the income statement), 4. timbul masalah atas pelaporan arus kas (problems with cash-flow reporting).