A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. S
Umur
: 50 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal masuk
: 10 September 2013
Nomor MR
: 627224
Keluhan Utama
: Nyeri dada
D. FAKTOR RESIKO
a. Tidak dapat dimodifikasi
o Laki-laki, 50 th
b. Dapat dimodifikasi
o Merokok
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
2. Tanda vital
Tekanan darah : 80/40mmHg
Nadi
Pernapasan
: 28 x/menit
Suhu
: 36,7C (aksilla)
Berat badan
: 65 kg
Tinggi badan
: 166 cm
3. Kepala
Mata
Bibir
: Sianosis (-)
Leher
4. Dada
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Palpasi
Perkusi
Batas kanan
Batas kiri
kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni, reguler, bising (-)
6. Abdomen
Inspeksi
Perkusi
7. Ekstremitas
F. PEMERIKSAAN EKG
Rhythm
: Sinus
QRS rate
P wave
: 0.08 sec
PR interval
: 0.2 sec
: Normal
Kesimpulan:
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
WBC
: 8,5 x 103/mm
CK
: 4967 U/L
HB
: 10,2 gr/dl
CKMB
: 345 U/L
PLT
: 187.000
Trop. T
: 1,7
HCT
: 32,5 %
Na
: 130 mmol/l
GDS
: 389 mg/dl
: 4,1 mmol/l
Ureum
: 74 mg/dl
Cl
: 93 mmol/l
SGOT
: 383 U/L
PT
: 21,7 (0,8)
SGPT
: 74 U/L
APTT
: 52,4 (26,6)
H. DIAGNOSIS
I. STEMI extensive anterior onset > 12 jam Killip IV
J. PENGOBATAN
O2 8-10 ltr/min/NRM
Diet jantung
Anti-platelet aggregation:
o ASA (Aspilet) loading dose 160 mg (2 x 80 mg) Maintenance 10-0
o ADP antagonis (Plavix) loading dose 600 mg (4 x 75 mg)
Maintenance 0-1-0
B. PATOFISOLOGI
C. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia,
jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat
diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain
kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang
tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.
Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA.Penelitian
angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis
arteri koroner.Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan
fisura) merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.Infark terjadi jika plak
aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli
arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi,
arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation
Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada 2
sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas.
Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat,
maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi
revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam
tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is
muscle.
1. Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:
-
Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas,
dipelintir.
Factor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas,
lemas.
Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan
keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna
hipoksia.
Obesitas
Anemia, dll.
akibat
asma.Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis
diperkirakan akibat gagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung
kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah:
-
Orthopnea
8
Dyspnea at rest
3. Pemeriksaan fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat, seringkali
ekstremitas pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30
menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
4. EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan
segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.Pemeriksaan ini merupakan
landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan
gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat
untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis
Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap menjadi Infark
Miokard Non Gelombang Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat
sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi
segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau
non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.
Lokasi
Gambaran EKG
Anterior
Anteroseptal
Anterolateral
Lateral
Inferolateral
Inferior
Inferoseptal
True posterior
RV Infarction
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan CKMB
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
E. PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
11
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG
intravena.NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau
edema paru.Tapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah
sistol <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan
(infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih, dan hipotensi).
a. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin dapat diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
b. Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24
detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Limabelas menit setelah
dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap
6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
12
c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis,
sehingga dapat terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan
tekanan darah arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi
tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan
NaCl 0,9%. Morfin juga dapat memberika efek samping bradikardia, blok
jantung derajat ting, terutama pada pasien dengan infark posterior. Namun hal
ini dapat dicegah dengan pemberian atropin 0,5 mg IV
i.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna.
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolitik dalam
menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark
miokard dan menurunkan angka kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada
pasien.Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin
tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan
untuk memilih PCI.Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis
harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.Adanya fasilitas kardiologi
intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.
13
b) Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya adalah
merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat
fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan
penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik.
Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska
CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.
A. Kontraindikasi absolut
-
Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
B. Kontraindikasi relatif
-
Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar
(<3 minggu)
Kehamilan
Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena
terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat
mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang
rendah.
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to
Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas
30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK.
Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan
intrakranial sedikit lebih tinggi.
15
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang
manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan.
ii.
Terapi lainnya
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien
dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin,
clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH)
/ Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor,
dan Angiotensin Receptor Blocker.
1) Anti trombotik
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI
berperan dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang
terkait infark. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut
penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23%
dan infark non fatal sebesar 49%.
Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi
trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL
membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan
hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6
bulan pada kelompok abciximab dan stenting.
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah
unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan
terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu
trombolisis dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait
16
2) Thienopiridin
Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien
dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang
menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators
mempelajari pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang
mendapat perawatan dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan
kejadian kasus jantung dan pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal,
dan stroke non fatal). Manfaat dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok
pasien tanpa terapi reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun
tertinggi (18%).
3) Beta blocker
Beta blocker pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu manfaat
yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam
jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark.Beta
blocker intravena memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard,
mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian
aritmia ventrikel yang serius.Terapi beta blocker pasca STEMI bermanfaat untuk
sebagian besar pasien termasuk yang mendapatkan terapi ACE inhibitor, kecuali
pada pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi
sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau
riwayat asma).
17
4) ACE Inhibitor
ACE Inhibitor menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan
manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat
beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat ACE Inhibitor
pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat
infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian
infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat ACE Inhibitor
menahun pasca infark. ACE Inhibitor harus diberikan dalam 24 jam pertama pada
pasien STEMI. Pemberian ACE Inhibitor harus dilanjutkan tanpa batas pada
pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan
imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global, atau terdapat
abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.
F. KOMPLIKASI
1. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA.Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark
atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah
jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu.
Aritmia ventrikel: ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada IMA.
Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama kematian
mendadak sebelum mencapai coronary care unit.VES dapat merupakan pencetus
timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan peringatan akan terjadinya VT atau VF adalah:
-
18
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial:
atrial takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada
menyebabkan gangguan/kemudian hemodinamik. Bradiaritmia akibat kerusakan
nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior.
3. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel
kiri.Selain pengobatan awal dan keberhasilan revaskularisasi primer melalui
PTCA di beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan penyebab kematian
utama pada pasien rawat inap yang menderita infark miokardium.Syok
kardiogenik merupakan lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif hebat
yang ireversibel, dimana terjadi penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi
koroner, dan peningkatan kongesti paru. Bila terjadi hipotensi, asidosis metabolik
dan hipoksemia selanjutnya akan semakin menekan fungsi miokardium. Insidensi
syok kardiogenik adalah 10-15% kasus sedangkan kematiannya mencapai 68%
jika tidak segera diobati.Terapinya menggunakan obat trombolitik, pompa balon
intra-aorta (IAPB) dan revaskularisasi awal dengan angioplasti atau cangkok
pintas arteria koronaria (CABG) dapat menurunkan mortalitas.
4. Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam
10% kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior).EKG 2
dimennsi memperlihatkan sekitar sepertiga penderita infark anterior memiliki
19
trombi dalam ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior dan
posterior. Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang berperan
dalam kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah dirawat
inap.Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan dapat
menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral.Sebagian besar emboli
paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke jaringan menyebabkan
meningkatnya risiko.
G. PROGNOSIS
ii.
iii.
Klas
Defenisi
Mortalitas %
II
17
III
Edema paru
30-40
IV
Syok kardiogenik
60-80
Klas
PCWP (mmHg)
Mortalitas %
>2,2
<18
II
>2,2
>18
III
<2,2
<18
23
IV
<2,2
>18
51
Terapi Fibrinolisis
baloon> 90 menit
-
fibrinolisis
Kontraindikasi fibrinolisis,
termasuk resiko perdarahan dan
perdarahan intraserebral.
21