Anda di halaman 1dari 21

STEMI EXTENSIVE ANTERIOR ONSET >12 JAM KILLIP IV

A. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. S

Umur

: 50 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Tanggal masuk

: 10 September 2013

Nomor MR

: 627224

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama

: Nyeri dada

Riwayat penyakit sekarang

Keluhan dirasakan sejak 12 jam yang lalu sebelum masuk ke rumah


sakit. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba dan disertai rasa sulit bernafas.
Nyeri menjalar ke lengan dan tangan kiri.
Pasien merasa berdebar-debar dan keringat dingin ketika nyeri dada
muncul. Pasien tidak pernah bangun dari tidurnya karena merasa sesak,
pasien juga dapat tidur dengan 1 bantal. Pasien tidak batuk dan pasien
tidak demam. Pasien tidak merasa mual dan tidak pernah muntah. Tidak
ada riwayat nyeri ulu hati sebelumnya. BAB dan BAK normal. Pasien
ketika ini menerima pengobatan Aspilet loading dose 160mg.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Riwayat nyeri dada (+) 1 minggu yang lalu dipengaruhi aktifitas dan
berkurang dengan istirahat
2. Riwayat diabetes mellitus (+) sejak 3 tahun yang lalu, pengobatan
tidak teratur
3. Riwayat hipertensi tidak diketahui
4. Riwayat dislipidemia (-)
5. Riwayat merokok (+), 3 bungkus/ hari
6. Riwayat konsumsi minuman beralkohol (-)

7. Riwayat penyakit jantung (-), riwayat keluarga dengan penyakit


jantung (-)
8. Riwayat gastritis (-)
9. Riwayat penyakit asam urat (-)

D. FAKTOR RESIKO
a. Tidak dapat dimodifikasi

o Laki-laki, 50 th
b. Dapat dimodifikasi

o Merokok

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum

: Sakit berat/Gizi cukup/Compos mentis

2. Tanda vital
Tekanan darah : 80/40mmHg
Nadi

: 120 x/menit, regular

Pernapasan

: 28 x/menit

Suhu

: 36,7C (aksilla)

Berat badan

: 65 kg

Tinggi badan

: 166 cm

3. Kepala
Mata

: Anemis (-), ikterus (-)

Bibir

: Sianosis (-)

Leher

: Limfadenopati (-), DVS R+2 cmH2O

4. Dada
Inspeksi

: Simetris kiri=kanan, normochest

Palpasi

: Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus kiri=kanan

Perkusi

: Sonor

Auskultasi : BP: Vesikuler; BT: Ronkhi +/+, Wheezing -/5. Jantung


Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba


2

Perkusi

: Pekak, ukuran jantung membesar.

Batas kanan

: Linea parasternalis kanan

Batas kiri

: 1 jari dari linea medioklavikularis

kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni, reguler, bising (-)
6. Abdomen
Inspeksi

: Datar, ikut gerak nafas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal


Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani (+), ascites (-)

7. Ekstremitas

: Edema: pretibial -/-, dorsum pedis -/: Akral dingin

F. PEMERIKSAAN EKG

Rhythm

: Sinus

QRS rate

: HR 120 bpm, reguler

P wave

: 0.08 sec

PR interval

: 0.2 sec

QRS complex : 0.06 sec, Normal


ST Segment

ST elevasi di lead I, aVL, V1 - V6.


T wave

: Normal

Kesimpulan:

Sinus Takikardi, HR 120 bpm, normoaxis, ST elevasi di lead I, aVL, V1


V6. Infark miokard akut extensive anterior.

G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

WBC

: 8,5 x 103/mm

CK

: 4967 U/L

HB

: 10,2 gr/dl

CKMB

: 345 U/L

PLT

: 187.000

Trop. T

: 1,7

HCT

: 32,5 %

Na

: 130 mmol/l

GDS

: 389 mg/dl

: 4,1 mmol/l

Ureum

: 74 mg/dl

Cl

: 93 mmol/l

Creatinin : 2,6 mg/d

SGOT

: 383 U/L

PT

: 21,7 (0,8)

SGPT

: 74 U/L

APTT

: 52,4 (26,6)

H. DIAGNOSIS
I. STEMI extensive anterior onset > 12 jam Killip IV

J. PENGOBATAN

O2 8-10 ltr/min/NRM

Diet jantung

IVFD NaCl 0,9% loading 250 cc/24 jam

Anti-platelet aggregation:
o ASA (Aspilet) loading dose 160 mg (2 x 80 mg) Maintenance 10-0
o ADP antagonis (Plavix) loading dose 600 mg (4 x 75 mg)
Maintenance 0-1-0

Dobutamin 5g/kg BB/menit

Vascon 0,9g/kg BB/menit

Pethidin 25mg/8 jam

Antikoagulan: Heparin bolus 4000 IU dilanjutkan 600 IU/jam

Statin: HMG-CoA reductase inhibitor (Simvastatin) 1 x 20 mg

Benzodiazepin (Alprazolam) 1 x 0,5 mg

Laxantia: Laxadin syrup 0-0-2C

DISKUSI & PEMBAHASAN


A. PENDAHULUAN

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung


yang menyebabkan sel otot jantung mati.Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark. Infark miokard
akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan
bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina
pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.

B. PATOFISOLOGI

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika


aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi rusaknya vaskular, dimana kerusakan ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Penelitian histologi menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur
jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid.Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Pada lokasi ruptur plak berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi prothrombin
menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin.
6

C. FAKTOR RESIKO

Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia,
jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat
diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain
kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang
tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.
Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA.Penelitian
angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis
arteri koroner.Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan
fisura) merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.Infark terjadi jika plak
aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli
arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi,
arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

D. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation
Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada 2
sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas.
Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat,
maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi
revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam
tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is
muscle.

1. Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:
-

Lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.

Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas,
dipelintir.

Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut, lengan kanan


bawah.

Nyeri membaik/menghilang dengan istirahat/nitrat.

Factor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas,
lemas.

2. Sesak napas (Dispneu):


Dyspneu adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri napas tidak
menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan dari:
-

Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial

Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan
keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna
hipoksia.

Penyakit deformitas dinding toraks

Sakit otot pernapasan

Obesitas

Anemia, dll.

Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang


mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema
pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang
dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan

akibat

asma.Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis
diperkirakan akibat gagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung
kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah:
-

Dyspnea on Effort (DOE)

Orthopnea
8

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea

Dyspnea at rest

Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal


jantung kiri adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu
normal beban latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri yang
makin berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang tidak terjadi
sebelumnya.DOE pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari desaturasi arteri,
hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.

3. Pemeriksaan fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat, seringkali
ekstremitas pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30
menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.

4. EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan
segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.Pemeriksaan ini merupakan
landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan
gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat
untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis
Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap menjadi Infark
Miokard Non Gelombang Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat
sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi
segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau
non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.

Gambar 1 Hasil pemeriksaan EKG pada pasien STEMI

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG


No

Lokasi

Gambaran EKG

Anterior

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5

Anteroseptal

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

Anterolateral

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I


dan Avl

Lateral

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan


inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan
aVL

Inferolateral

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,


dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

Inferior

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan


aVF

Inferoseptal

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,


V1-V3

True posterior

Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi


di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

RV Infarction

Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).


Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.
10

5. Biomarker kerusakan jantung


Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan
Cardiac Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala IMA (Infark Miokard Akut),
terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan
biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada
nekrosis jantung (miokard infark).
-

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan CKMB

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

E. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalahmengurangi/menghilangkan


nyeri dada, Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang terpat di rumah sakit dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

1. Tatalaksana Umum

a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.

11

b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG
intravena.NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau
edema paru.Tapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah
sistol <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan
(infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih, dan hipotensi).

2. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada


Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

a. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin dapat diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

b. Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24
detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Limabelas menit setelah
dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap
6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

12

c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis,
sehingga dapat terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan
tekanan darah arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi
tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan
NaCl 0,9%. Morfin juga dapat memberika efek samping bradikardia, blok
jantung derajat ting, terutama pada pasien dengan infark posterior. Namun hal
ini dapat dicegah dengan pemberian atropin 0,5 mg IV

Terapi pada pasien STEMI

i.

Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna.
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolitik dalam
menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark
miokard dan menurunkan angka kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada
pasien.Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin
tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan
untuk memilih PCI.Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis
harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.Adanya fasilitas kardiologi
intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.
13

a) Percutaneous Coronary Interventions (PCI)


Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut.
PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang
tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik.11,16 PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik
(terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah
ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang
mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal
personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana,
hanya di beberapa rumah sakit.

b) Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya adalah
merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat
fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan
penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik.
Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska
CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.

Kontraindikasi terapi fibrinolitik :

A. Kontraindikasi absolut
-

Setiap riwayat perdarahan intraserebral

Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)

Terdapat neoplasia ganas intrakranial

Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam

Dicurigai diseksi aorta


14

Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)

Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

B. Kontraindikasi relatif
-

Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali

Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)

Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui


patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi

Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar
(<3 minggu)

Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu

Pungsi vaskular yang tak terkompresi

Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya


atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini

Kehamilan

Ulkus peptikum aktif

Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko


perdarahan.

Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena
terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat
mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang
rendah.
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to
Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas
30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK.
Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan
intrakranial sedikit lebih tinggi.

15

3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan


sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus
lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.
4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas
fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1).
Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju
TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.

Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang
manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan.

ii.

Terapi lainnya
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien
dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin,
clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH)
/ Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor,
dan Angiotensin Receptor Blocker.

1) Anti trombotik
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI
berperan dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang
terkait infark. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut
penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23%
dan infark non fatal sebesar 49%.
Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi
trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL
membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan
hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6
bulan pada kelompok abciximab dan stenting.
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah
unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan
terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu
trombolisis dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait
16

infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U)


dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).Activated
partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2
kali.
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung
kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau
fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus
mendapatkan terapi antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama
dirawat, dilanjutkan terapi warfarin minimal 3 bulan.

2) Thienopiridin
Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien
dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang
menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators
mempelajari pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang
mendapat perawatan dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan
kejadian kasus jantung dan pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal,
dan stroke non fatal). Manfaat dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok
pasien tanpa terapi reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun
tertinggi (18%).

3) Beta blocker
Beta blocker pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu manfaat
yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam
jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark.Beta
blocker intravena memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard,
mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian
aritmia ventrikel yang serius.Terapi beta blocker pasca STEMI bermanfaat untuk
sebagian besar pasien termasuk yang mendapatkan terapi ACE inhibitor, kecuali
pada pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi
sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau
riwayat asma).
17

4) ACE Inhibitor
ACE Inhibitor menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan
manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat
beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat ACE Inhibitor
pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat
infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian
infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat ACE Inhibitor
menahun pasca infark. ACE Inhibitor harus diberikan dalam 24 jam pertama pada
pasien STEMI. Pemberian ACE Inhibitor harus dilanjutkan tanpa batas pada
pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan
imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global, atau terdapat
abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.

F. KOMPLIKASI

1. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA.Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark
atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah
jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu.
Aritmia ventrikel: ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada IMA.
Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama kematian
mendadak sebelum mencapai coronary care unit.VES dapat merupakan pencetus
timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan peringatan akan terjadinya VT atau VF adalah:
-

Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan VES

VES yang sering > 4/menit

Repetitif VES : couple, triple, quatriple

Bentuk multiple dari dari VES pada 1 sadapan

18

VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial:
atrial takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada
menyebabkan gangguan/kemudian hemodinamik. Bradiaritmia akibat kerusakan
nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior.

2. Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium.Tempat kongesti bergantung ventrikel yang terlibat.Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena
pulmonalis.Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menyebabkan kongesti vena sistemik.Kegagalan pada kedua ventrikel disebut
kegagalan biventrikular.Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang
paling seding terjadi setelah Infark Miokard.

3. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel
kiri.Selain pengobatan awal dan keberhasilan revaskularisasi primer melalui
PTCA di beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan penyebab kematian
utama pada pasien rawat inap yang menderita infark miokardium.Syok
kardiogenik merupakan lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif hebat
yang ireversibel, dimana terjadi penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi
koroner, dan peningkatan kongesti paru. Bila terjadi hipotensi, asidosis metabolik
dan hipoksemia selanjutnya akan semakin menekan fungsi miokardium. Insidensi
syok kardiogenik adalah 10-15% kasus sedangkan kematiannya mencapai 68%
jika tidak segera diobati.Terapinya menggunakan obat trombolitik, pompa balon
intra-aorta (IAPB) dan revaskularisasi awal dengan angioplasti atau cangkok
pintas arteria koronaria (CABG) dapat menurunkan mortalitas.

4. Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam
10% kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior).EKG 2
dimennsi memperlihatkan sekitar sepertiga penderita infark anterior memiliki
19

trombi dalam ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior dan
posterior. Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang berperan
dalam kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah dirawat
inap.Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan dapat
menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral.Sebagian besar emboli
paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke jaringan menyebabkan
meningkatnya risiko.

5. Defek Septum Ventrikel (VSD)


Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.Septum mendapatkan aliran darah
ganda (yaitu dari arteria yang berjalan turun pada permukaan anterior dan
posterior sulkus interventrikularis) sehingga ruptura septum menunjukkan adanya
penyakit arteria koronaria yang cukup berat, yang mengenai lebih dari satu
arteri.Pada hakekatnya, ruptur membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel
kiri.Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua, yaitu melalui aorta dan
defek septum ventrikel.Tekanan jantung kiri jauh lebih besar dari jantung kanan
sehingga darah dipirau melalui defek dari kiri ke kanan (dari tekanan lebih besar
ke tekanan lebih rendah).Darah yang dipindahkan ke kanan jantung cukup besar
jumlahnya sehingga darah yang menuju sistemik (curah jantung) menjadi sangat
berkurang, disertai dengan peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paruparu.

G. PROGNOSIS

Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA:


i.

Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3


gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik

ii.

Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks


jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)

iii.

TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang


menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai
pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.
20

Klas

Defenisi

Mortalitas %

Tak ada tanda gagal jantung kongestif

II

+ S3 dan atau ronki basah

17

III

Edema paru

30-40

IV

Syok kardiogenik

60-80

Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut

Klas

Indeks kardiak (L/min/m2)

PCWP (mmHg)

Mortalitas %

>2,2

<18

II

>2,2

>18

III

<2,2

<18

23

IV

<2,2

>18

51

TABEL Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut

Terapi Fibrinolisis

Terapi Invasif (PCI)

Onset < 3 jam

Onset > 3 jam

Tidak tersedia pilihan invasif terapi

Tersedia ahli PCI

Kontak doctor-baloon atau door-

Kontak doctor-baloon atau door

baloon> 90 menit
-

(door-baloon) minus (door-needle)

balloon < 90 menit


-

lebih dari 1 jam.


-

Tidak terdapat kontraindikasi

(Doorbaloon) minus (door-needle)


< 1 jam

fibrinolisis

Kontraindikasi fibrinolisis,
termasuk resiko perdarahan dan
perdarahan intraserebral.

STEMI resiko tinggi (CHF, Killip


3)

Diagnosis STEMI diragukan.

21

Anda mungkin juga menyukai