PEMBIMBING
dr. Tommy Yuwono, Sp. U
DISUSUN OLEH
Belanny Dwi D.
Budi Mulyawan
M. Fauzi Assegaf
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
I.
IDENTITAS
Nama
: Tn. Mustofa
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 67 Tahun
Alamat
: Kabupaten Cirebon
Agama
: Islam
II.
ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Kesulitan berkemih
Keluhan Tambahan
III.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Internus
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
: TD
: 170/80 mmHg
N
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
S
: 36,40C
Kepala
: Normocephal
Mata
: Conjungtiva
: Anemis
Palpebra
: Tidak edema
Sclera
: Tidak ikterik
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Deviasi trakea (-)
Massa (-)
THT
: Liang telinga
: Lapang kanan / kiri
Sekret / Serumen
: (-/-)
Perdarahan
: (-/-)
Hidung
: Deviasi septum (-)
Epistaksis
: (-)
Thoraks
: Cor
: BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru
: VBS (+/+),Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
: Inspeksi
: Perut tampak cembung
Palpasi
: Teraba supel, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani di 4 kuadran abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+)
Ekstremitas
: Akral hangat
Edema (-), Sianosis (-)
2. Status Urologi
a. Renal
Nyeri ketok CVA -/Ballotement test -/b. Vesika Urinaria
Nyeri tekan (-)
Teraba lembek dan kosong
Tidak ada bekas luka di region suprapubik
c. Genitalia eksterna
MUE : meatal stenosis (-)
d. Skrotum : testis kanan-kiri dalam batas normal
e. Rectal Toucher :
Tonus spinchter ani menjepit, ampulla recti tidak kolaps, mukosa teraba licin,
teraba prostat dengan ukuran 20 gram, permukaan tidak bernodul, simetris,
konsistensi keras. Pada handschoen tidak ada bercak darah.
IV.
RESUME
Pasien datang dengan keluhan kesulitan berkemih sejak kurang lebih dua
bulan terakhir, keluhan tersebut dirasakan semakin memberat sejak seminggu yang
lalu. Pasien biasanya dapat berkemih walaupun hanya sedikit dan harus mengedan
terlebih dahulu. Pasien juga mengeluh rasa tidak puas saat berkemih. Pasien
sebelumnya sudah berobat ke poliklinik RSUD gunung jati dan dipasang kateter urin.
Lalu tanggal 20/02/2013 os disarankan dirawat di bangsal 8 dan akan dilakukan
rencana operasi cystoscopy + TUR-P bila Hb sudah lebih dari 10 mg/dL. Pada
pemeriksaan fisik, tes ballotement (-/-), nyeri tekan vesika urinaria (+), teraba kosong
dan prostat teraba membesar lebih dari 20 gram. Riwayat kencing batu, riwayat
demam, riwayat kencing keluar darah, riwayat kencing bercabang disangkal oleh
pasien.
V.
DIAGNOSIS SEMENTARA
Retensi Urin e/c Suspek Benign Prostate Hyperplasia
Hipertensi grade II
VI.
DIAGNOSIS BANDING
BPH
Ca prostat
Prostatitis
Striktur uretra
Batu uretra
VII.
VIII.
Batu buli
Tumor buli
TERAPI
a. IVFD NaCl 0,9%
b. Observasi TNRS
c. Monitor I-O
d. Diet rendah garam
e. Antibiotik
f. Analgetik
g. ACE inhibitor
h. Rujuk spesialis urologi
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Tinjauan Pustaka
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
EPIDEMIOLOGI
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum
usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dan
lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan cepat dalam
ukuran yang berkelanjutan sampai usia sekitar 30-an. Pertengahan dasawarsa ke 5 prostat
bisa mengalami perubahan hiperplasia.1
Berdasarkan angka autopsy perubahan mikroskpoik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan
terjadi. Akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada proses usia 50 tahun angka
kejadiannya sekitar 50 % dan pada usia 80 tahun 80%. Sekitar 50 % dari angka tersebut
diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.2
DEFINISI
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat
yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. 1
Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah
histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.
ANATOMI PROSTAT
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada di sebelah anterior rektum. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan
jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.3
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi
satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak
tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista
kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.4
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah:
zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona
periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya
proksimal dari sfingter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral.
Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Secara histopatologik, kelenjar
prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot
polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.5
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari
verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan
ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah
belakang didapatkan fascia denonvilliers. 5
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yang utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang
dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a.mesenterium inferior), dan
a.pudenda interna (cabang dari a.iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk
lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic junction
dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang yang
memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).6
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian
bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca
interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral. 6
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
FISIOLOGI PROSTAT
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis
46-80% pada waktu ejakulasi.
ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).5
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang
dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel
dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu
dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat
berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga
terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral
prostat menjadi berlebihan.
5. Berkurangnya apoptosis
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi
dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertumbuhan massa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat
proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel
prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis.5
Patofisiologi BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase
penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.5
Manifestasi Klinis BPH
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
9
Pertanyaan
Keluhan Pada Bulan
Terakhir
a. Adakah anda merasa
buli-buli tidak kosong
setelah berkemih
b. Berapa kali anda
Tidak
Sekali
0
0
>50%
Hampir
Selalu
5
5
10
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
DIAGNOSIS
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai prostat
yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan menonjol ke
dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin sulit
untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
4. Pemeriksaan pencitraan :
Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar kandung
kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail.
Dengan trans rectal ultrasonography (TRUS) dapat terlihat prostat yang membesar.
5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.
6. Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin
yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml dianggap
sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).
PEMERIKSAAN KLINIS
a. Pada retensi urin akut, buli-buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan
pekak pada perkusi. Kadang-kadang didapatkan urin yang selalu menetes yang
merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination (DRE)
Pada colok dubur yang harus diperhatikan;
Tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-buli
neurogenik
Mukosa rectum
Keadaan prostat antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi
prostat, simetris antar lobus dan batas prostat (apakah batas atas dapat diraba dan
apabila batas atas masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan < 60 g).
Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi prostat
kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran
lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah
terdapat fluktuansi (abses prostat) / nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.
12
Derajat
Colok Dubur
Sisa Volume Urin
I
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba
< 50 ml
II
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai
50 100 ml
III
Batas atas prostat tidak dapat diraba
> 100 ml
IV
Retensi urin total
Tabel 2. Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis
Derajat berat obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah
miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu
miksi, yang disebut uroflowmetri.
Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal
sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8 ml/detik,
sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhatikan etiologi lain
seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri
dapat menyebabkan hematuria.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu
biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 410 ng/ml, hitunglah Prostate Spesifik Antigen Density
(PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD 0,15 maka
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
2. Pemeriksaan radiologis
13
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena
(IVP), USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu
urin, dan mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan
BPH.
Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal
atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan
prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
Dari IVP dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter,
fish hook appearance (gambaran ureter berbelok-belok di vesica), indentansi pada dasar
bulibuli, divertikel, residu urin, atau filling defect di vesica.
Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara pemeriksaan ini dianggap
sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran
prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga relatif murah. Pemeriksaan USG dapat
dilakukan secara trans abdominal atau transrektal ( TRUS = Trans Rectal Ultrasonografi).
Ultrasonografi trans abdominal
Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian
dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona
transisihipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang
memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical capsule.
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
14
6. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah
miksi.
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran
urin.
Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya
kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur
jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV
kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.
Gambar 5.
Pancaran
Gambaran
Urin Normal dan
pada BPH
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.
DIAGNOSIS BANDING
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung
kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh
salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan
saraf (kandung kemih neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropati diabetes,
16
bedah radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang,
obat penghambat reseptor ganglion dan parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan
oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak
atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan
tersebut dapat dilihat dengan sistokopi.
KOMPLIKASI
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi
urin terus berlanjut maka pada suatu saat bulibuli tidak mapu menampung urin sehingga
tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam bulibuli. Batu
ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia atau hemoroid.
Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi kandung
kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri
Infeksi traktus urinarius
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis -gangguan pada fungsi ginjal
PENATALAKSANAAN
17
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.5
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan
(6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.5
Observasi
Watchful
waiting
Medikamentosa
Penghambat adrenergik
Penghambat reduktese
Fisioterapi
Hormonal
Operasi
Invasive minimal
Prostatektomi terbuka TUMT
Endourologi
TUBD
1. TURP
Stent uretra
2. TUIP
TUNA
3. TULP
Elektovaporasi
Tabel 4. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk ada
Gejala sedang
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Pilihan terapi
Terapi non-invasif
Watchful waiting
Terapi invasif
Terapi medis
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat
Operasi
18
Penatalaksanaan
Watchful waiting
Efek samping
Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers
Sedang 6-8
5 alpha-reductase inhibitors
Ringan 3-4
Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave heat
Sedang 6-7
Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
Kombinasi
TUNA
Sedang 9
Operasi
TURP, laser & operasi
sejenis
Berat 14-20
Operasi terbuka
Berat
Sedang-berat 9-11
Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-1016%
Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Retensi urinaria-1-21%
Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%
Penghambat 5 reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel
20
prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel
prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT,
sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari
6 sampai 12 bulan.7,8
Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat
aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum
diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen,
antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi
basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF),
mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow
resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak
dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix
urtica dan masih banyak lainnya.5
22
darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan
mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya
sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih
dari 1 jam dan harus memasang sistostomi terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan
dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90 menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope
untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potonganpotongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang
keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis dari pada bentuk
operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek
samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam
kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks
bukannya keluar uretra.
Selama operasi
Perdarahan
Sindrom TURP
Perforasi
(a)
(b)
(c)
Gambar 13. (a)alat TURP, (b)cara melakukan TURP, (c)uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur
ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung
kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi
24
prostat yang tidak terlalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasien
yang umurnya masih muda.
25
Watchful waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terdapat
perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan pemeriksaan
IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor miksi, juga
diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.9
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi. Jakarta : EGC.
2.
Sabiston, David C. 1994. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2.
Jakarta : EGC.
3.
Anonim. 1997. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus. Jakarta : Aksara Medisina.
4.
Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi. Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK
UNDIP.
5.
Purnomo B.P. 2000. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi. Jakarta : CV.Sagung Seto.
6.
Cockett A.T.K, Koshiba K : Manual of Urologic Surgery, New York, Springer Verlag,
5, 1979, 125-4.
7.
8.
Katzung, Bertram G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI. Jakarta : EGC.
9.