Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR ETIOLOGI PENYAKIT GINGIVAL DAN PERIODONTAL

A. Klasifikasi
Penyakit periodontal adalah suatu keadaan peradangan dan degencrasi dari jaringan lunak dan
tulang penyangga gigi. Penyakit periodontal bersifat khronis, kumulatif dan progresif yang dapat
mengakibatkan penderita kehilangan gigi. Etiologi penyakit periodontal ini sangat kompleks, dan
merupakan penyebab utama kehilangan gigi pada kelompok usia 35 tahun ke atas. Di Indonesia
penyakit periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih merupakan masalah di
masyarakat
Berdasarkan peranannya dalam menimbulkan penyakit, faktor etiologi penyakit gingival dan
periodontal diklasifikasikan sebagai berikut :
Faktor etiologi primer, berupa plak dental/ plak bakteri.
Faktor etiologi sekunder/ pendorong, yang mempengaruhi efek dari faktor primer.
Berdasarkan keberadaanya:
Faktor etiologi lokal/ ekstrinsik
Faktor sistemik/ intrinsic
Faktor lokal adalah faktor yang berakibat langsung pada jaringan periodonsium; dapat dibedakan
dalam dua bagian yaitu faktor iritasi lokal dan fungsi lokal. Yang dimaksud dengan faktor lokal
adalah plak bakteri sebagai penyebab utama. Faktor-faktor lainnya antara lain adalah bentuk gigi
yang kurang balk dan letak gigi yang tdak teratur, maloklusi, malfungsi gigi, over hanging
restoration dan bruksisme. Faktor tersebut dinamakan faktor ekstrinsik karena berada di luar
jaringan periodonsium
Faktor sistemik sebagai penyebab penyakit periodontal antara lain adalah pengaruh hormonal
pada masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi vitamin, diabetes mellitus dan lain-lain.
Faktor sistemik adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi umum pasien. Faktor sistemik
dinamakan juga faktor intrinsic karena berada dalam tubuh pasien.
B. Kaitan antara masing-masing klasifikasi
Bila klasifikasi pertama dikaitkan dengan yang kedua, jelas bahwa faktor etiologi utama(plak
dental) merupakan faktor etiologi lokal. Faktor-faktor pendorong yang dimaksudkan pada
klasifiksi pertama bisa merupakan faktor etiologi lokal atau sistemik tergantung keberadaanya.
Terlihat adanya hubungan yang erat antara faktor lokal dan faktor sistemik, yaitu penyakit
diabetes mellitus dapat mengakibatkan meningkatnya insiden karies dentis dan memperberat
gingivitis maupun penyakit periodontal. Sebaliknya infeksi gigi dan jaringan sekitarnya dapat
mempengaruhi stabilitas kadar gula darah
C. Karakter antara factor local dan factor intrinsik
Interaksi antara faktor lokal dan faktor sistemik pada penyakit gingiva dan periodontal sampai
sekarang ini masih kontroversial. Pada kebanyakan penyakit gingiva dan periodontal, khususnya

infalamasi kronis, faktor lokal berupa plak bakteri merupakan faktor etiologi utama. Faktor
sistemik berperan sekunder dengan jalan memperparah respon periodonsium terhadap iritan
lokal.
Namun demikian, faktor sistemik tertentu seperti pemakaian obat yang mngandung nifedipin
dapat berperan primer dengn menyebabkan terjadinya hiperplasia gingiva gingiva non inflamasi.
Dalam keadaan seperti ini, justru faktor lokal yang berperan sekunder dengan memperparah
hiperplasia bila telah terjadi inflamasi.

PLAK DENTAL
A. Klasifikasi
Dental plak adalah deposit lunak berwarna putih kekuningan yang tersusun dari garam-garam
saliva dan koloni mikroorganisme mulut ( pada umumnya Streptococcus mutans ). Dental plak
merekat kuat pada permukaan gigi dan lokasi tersering adalah pada daerah-daerah gigi yang sulit
terjangkau saat menggosok gigi seperti pada pit dan fissure dari gigi-gigi premolar-molar atau
pada daerah tersembunyi di samping gigi dengan malposisi.
Berdasarkan lokasinya pada permukaan gigi, plak dental diklasifikasikan atas:
1. Plak Supragingival
Plak supragingival adalah plak yang berada pada atau koronal dari tepi gingiva. Plak
supragingival yang berada tepat pada tepi gingiva dinamakan secara khusus sebagai plak
marginal.
2. Plak Subgingival
Plak subgingival adalah plak yang lokasinya apikal dari tepi gingiva, diantara gigi dengan
jaringan yang mendindingi sulkus gingiva. Secara morfologis, plak subgingival dibedakan pula
atas plak subgingival yang berkaitan dengan gigi (tooth associated) dan plak subgingival yang
berkaitan dengan jaringan (tissue associated)
B. Proses Pembentukan Plak
Proses pembentukan plak dibagi atas tiga tahap, yaitu:
1. Pembentukan pelikel dental
Pada tahap awal ini permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh pelikel glikoprotein. Pelikel
berfungsi sebagai penghalang protektif, yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan
mencegah desikasi jaringan. Di atas pelikel ini akan menempel berbagai macam bakteri yang
membentuk koloni. Komponen dari pelikel ini termasuk di dalamnya adalah albumin, lisozim,
amilase, imunoglobulin A, protein kaya prolin dan mucin.
2. Kolonisasi awal pada permukaan gigi
Bakteri yang pertama-tama mengkoloni permukaan gigi yang dibalut pelikel didominasi oleh
mikroorganisme fakultatif gram-positif, seperti Actinomyces viscous dan Streptococcus sanguis.
Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik

yang ada di permukaan bakteri. Adhesin akan berinteraksi dengan reseptor pada pelikel dental.
Setelah kolonisasi awal permukaan gigi, plak meningkat oleh dua mekanisme yang berbeda:
1) Multiplikasi bakteri sudah menempel pada permukaan gigi
2) Lampiran berikutnya dan multiplikasi spesies bakteri baru pada sel-sel bakteri sudah hadir di
plak massa.
3. Kolonisasi sekunder dan pematangan plak
Pengkoloni sekunder adalah mikroorganisme yang tidak turut sebagai pengkoloni awal ke
permukaan gigi yang bersih. Bakteri sekunder yang terdapat pada pelikel gigi termasuk spesies
Gram-negatif seperti Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia, dan spesies
Capnocytophaga. Organisme ini biasanya akan ditemukan dalam plak setelah 1 sampai 3 hari
akumulasi. Proses perlekatannya adalah berupa interaksi stereokhemikal yang sangat spesifik
dari molekul-molekul protein dan karbohidrat yang berada pada permukaan sel bakteri.
C. Struktur dan Sifat Fisiologis
Struktur plak supragingival adalah berupa kokus gram positif dan bakteri batang yang pendek
mendominasi permuakaan yang menghadap gigi. Sedangkan bakteri batang dan filamen garmnegatif dan spirokheta mendominasi permukaan luar plak matang.
Pada sulkus gingiva atau saku mengenang cairan sulkular yang mengandung banyak substansi
yang bisa dijadikan bahan makanan oleh bakteri. Plak yang berkaitan dengan gigi ditandai dari
kokus dan bakteri batang gram positif, termasuk diantaranya Streptococcus mitis, S. sanguis,A.
viscous, A.naeslundii, dan Eubakterium sp. Plak yang berkaitan dengan jaringan tersusun lebih
longgar dibandingkan yang berkaitan dengan gigi. Bakteri yang terkandung pada plak ini
terutama bakteri batang dan kokus gram negatif disamping filamen, bakteri batang berflagela,
dan spirokheta. Berdasarkan hasil pengkulturan bakteri yang dominan pada plak yang berkaitan
dengan jaringan adalah P. gingivalis,P. intermedia, Capnocytophaga ochracea.
Peralihan mikroorganisme pada struktur plak dental dari gram positif ke gram negatif sejalan
dengan peralihan fisiologis pada perkembangan plak. Diantara bakteri yang ada pada plak dental
berlangsung banyak interaksi fisiologis. Pejamu juga merupakan sumber nutrisi yang penting.
D. Hubungan Antara Mikroorganisme Plak Dengan Penyakit Periodontal
Dahulu ada anggapan bahwa penyakit periodontal merupakan akibat dari penumpukan plak yang
terus berlangsung disertai penurunan respon pejamu dan peningkatan kerentanan pejamu
sehubungan dengan bertambahnya usia seseorang. Kemudian berkembang dua konsep, masingmasing hipotesa plak non-spesifik dan hipotesa plak spesifik.
1. Hipotesa Plak Non-spesifik
Dikemukakan tahun 1976 oleh Loesche. Berdasarkan hipotesa ini, penyakit periodontal adalah
berasal dari produk perusak (noxious product) dari seluruh flora plak yang ada. Termasuk
kedalam hipotesa non-spesifik ini adalah konsep bahwa kontrol terhadap penyakit periodontal
adalah tergantung pada pengkontrolan jumlah penumpukan plak dengan jalan perawatan lokal
disertai prosedur kebersihan mulut.

2. Hipotesa Plak Spesifik


Berdasarkan hipotesa plak spesifik, hanya bakteri plak tertentu yang patogen, dan patogenitasnya
tergantung pada keberadaan atau peningkatan mikroorganisme yang spesifik. Pada setiap tipe
penyakit biasanya berperan 6-12 spesies bakteri patogen. Diterimanya hipotesa plak spesifik
berawal dari dikenalinya Actinobacillus actinomycetemcomitans sebagai patogen pada
periodontitis juvenil lokalisata.
E. Komposisi Bakteri Plak
Komposisi utama plak dental adalah mikroorganisme. Diperkirakan bahwa sebanyak 400 spesies
bakteri yang berbeda dapat ditemukan dalam plak. Selain sel-sel bakteri, plak mengandung
sejumlah kecil sel epitel, leukosit, dan makrofag. Sel-sel yang terkandung dalam sebuah matriks
ekstraseluler, yang terbentuk dari produk bakteri dan air liur. Matriks ekstraselular mengandung
protein, polisakarida dan lipid.

F. Mekanisme Perusakan Periodonsium Oleh Bakteri Plak


Kemampuan bakteri dalam merusak jaringan pejamu dikelompokkan atas:
1. Kemampuannya secara langsung menyebabkan degradasi atau penghancuran sel pejamu
2. Kemampuannya untuk memicu jaringan pejamu sehingga sel-sel jaringan pejamu melepas
substansi yang secara biologis aktif dan dapat merusak jaringan pejamu itu sendiri yaitu:
Produk bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan atau metabolism sel-sel jaringan pejamu:
Ammonia, Senyawa sulfur, Asam lemak, Peptide, Indol, dan Enzim(lihat tabel 1)
Enzim bakteri Spesies
Kolagenase Porphyromonas gingivalis;
actinobacillus actinomycetemcomitans
Enzim mirip tripsin Pophyromonas gingivalis;
actinobacillus actinomycetemcomitans
Keratinase Pophyromonas gingivalis;
Treponema denticola
Arilsulfatase Treponema denticola
Neuaminidase Champylobacter rectus;
bacteroides forsythus;
Pophyromonas gingivalis
Enzim pendegradasi fibronektin Pophyromonas melaninogenica;
Pophyromonas gingivalis;
prevotella intermedia
Pospolipase A prevotella intermedia;
Pophyromonas melaninogenica
Produk bakteri dapat pula menimbulkan efek biologis pada sel-sel jaringan pejamu ,
dimana produk tersebut akan memicu system imunitas yang pada akhirnya bias menimbulkan
perusakan pada jaringan pejamu. Salah satunya adalah dilepaskannya interleukin-2 ; TNF (tumor

necrosis factor) dan prostaglandin dari monosit yang terpapar dengan endotoksin bakteri.
Dimana pelepasan hal-hal diatas dapat berpotensi untuk menyebabkan resorpsi tulang dan
menghambat ataupun mengaktifkan sel-sel imunitas lainnya yang dapat menimbulkan kerusakan
lain

KALKULUS
A. Klasifikasi
Kalkulus merupakan suatu endapan amorf atau kristal lunak yang terbentuk pada gigi atau
protesa dan membentuk lapisan konsentris. Bakteri plak diperkirakan memegang peranan
penting dalam pembentukan kalkulus, yaitu dalam proses mineralisasi, meningkatkan kejenuhan
cairan di sekitarnya sehingga lingkungannya menjadi tidak stabil atau merusak faktor
penghambat mineralisasi.
Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival margin yaitu kalkulus
supragingival dan kalkulus subgingival.
B. Komposisi
Kalkulus terdiri dari komponen anorganik (70%-90%) dan komponen organik.
Kandungan anorganik
Komponen anorganik kalkulus supragingival terdiri dari 75,9% kalsium posfat; 3,1% kalsium
karbonat dan sejumlah kecil magnesium posfat, dan logam lainnya. Komponen anorganik yang
utama adalah kalsium (39%); posfor (19%); karbondioksida (1,9%); magnesium (0,8%); dan
sejumlah kecil natrium, seng, stronsium, bron, tembaga, mangan, tungsten, emas, aluminium,
silikon, besi, dan fluor.
Sedikitnya dua per tiga komponen anorganiknya dalam bentuk kristal. Empat bentuk kristal yang
utama adalah :
Hidroksiapatit (sekitar 58%)
Magnesium whitlockite (sekitar 21%)
Oktakalsium posfat (sekitar 21%)
Brusit (sekitar 9 %)
Kandungan organik
Kalkulus supragingival terdiri dari komponen anorganik (70-90%) dan komponen organik.
Komponen organik kalkulus terdiri dari campuran senyawa protein-polisakarida, sel-sel epitel
yang deskuamasi, leukosit, dan bernagai tipe bakteri. 1,9-9,1% komponen organiknya berupa
karbohidrat , yang terdiri dari galaktosa, glukosa, ramnosa, mannosa, asam glukoronat,
galaktosamin, dan kadang-kadang arabinosa, asam galakturonat, dan glukosamin.
Protein saliva merupakan 5,9%-8,2% dari komponen organik kalkulus dan kebanyakan berupa
asam amino. Lemak terdapat sejumlah 0,2% dari kandungan organik dalam bentuk lemak netral,
asam lemak bebas, kolesterol,kolesterol ester, dan posfolipid.

Komposisi kalkulus subgingival mirip dengan komposisi kalkulus supragingival dengan sedikit
perbedaan. Pada kalkulus subgingival kandungan hidroksiapatitnya sama, magnesium
whitlockite lebih banyak, brusit dan oktakalsium posfat lebih sedikit. Rasio kalsium; posfat
adalah lebih tinggi pada kalkulus subgingival, kandungan natrium meningkat dengan semakin
dalamnya saku periodontal. Protein saliva tidak dijumpai pada kalkulus subgingival.
C. Mekanisme Perlekatan Kalkulus ke Permukaan Gigi
Ada 4 cara perlekatan kalkulus ke permukaan gigi :
1. Perlekatan dengan bantuan pelikel organik
2. Penetrasi bakteri kalkulus ke sementum
3. Perlekatan mekanis ke ketidakrataan pada permukaan gigi
4. Adaptasi rapat antara depresi/lekukan pada permukaan dalam kalkulus ke penonjolan pada
permukaan sementum yang tidak terganggu (masih utuh)
D. Proses Pembentukan Kakulus
Kalkulus melekat ke plak dental yang telah mengalami mineralisasi. Proses kalsifikasi
mencakup pengikatan ion-ion kalsium ke senyawa karbohidrat-protein dari matriks organik, dan
pengendapan kristal-kristal garam kalsium posfat. Kristal terbentuk pertama kali pada matriks
interseluler dan pada permukaan bakteri, dan akhirnya diantara bakteri
Kalsifikasi kalkulus dimulai sepanjang permukaan dalam plak supragingival (dan pada
komponen melekat dari plak supragingival) yang berbatasan dengan gigi membentuk fokusfokus yang terpisah. Fokus-fokus tersebut kemudian membesar dan menyatu membentuk massa
kalkulus yang padat. Kalsifikasi tersebut dapat diikuti dengan perubahan kandungan bakteri dan
kualitas pewarnaan plak. Dengan adanya kalsifikasi, bakteri berfilamen bertambah jumlahnya.
Pada fokus-fokus kalsifikasi terjadi perubahan dari basofilia menjadi eosinofilia; intensitas
pewarnaan menunjukkan pengurangan reaksi periodic acid-schiff positif dan sulfihidril dan grup
amino, dan pewarnaan dengan toluidin blue yang pada mulanya ortokromatik berubah menjadi
metakromatik dan menghilang. Kalkulus dibentuk lapis demi lapis, dimana setiap lapis sering
dipisahkan oleh kutikula yang tipis, yang kemudian tertanam dalam kalkulus dengan
berlangsungnya kalsifikasi.
E. Peranan Kakulus Sebagai Faktor Etiologi
Kalkulus secara langsung tidak berpengaruh terhadap terjadinya penyakit periodontal;
akan tetapi karena kalkulus terbentuk dan plak gigi yang termineralisasi karena pengaruh
komponen saliva, maka secara tidak langsung kalkulus juga dianggap sebagai penyebab
keradangan gusi (gingivitis). Regio kalkulus yang telah dibersihkan dan plak gigi dan dipoles
permukaannya ternyata tidak menimbulkan keradangan gusi dibandingkan dengan regio kalkulus
yang tidak dipoles.
Banyak faktor yang merupakan predisposisi terbentuknya plak gigi. Plak gigi dan
kalkulus mempunyai hubungan yang erat dengan keradangan gusi; bila keradangan gusi ini tidak
dirawat, akan berkembang menjadi periodontitis atau keradangan tulang penyangga gigi,

akibatnya gigi menjadi goyang atau tanggal. Tetapi akhir-akhir ini dilaporkan bahwa baik pada
penelitian klinis maupun epidemiologis ternyata tidak semua gingivitis selalu berkembang
menjadi periodontitis. Penyakit periodontal bersifat kronis dan destruktif, umumnya penderita
tidak mengetahui adanya kelainan dan datang sudah dalam keadaan lanjut dan sukar
disembuhkan. Kalkulus dan gingivitis terdapat lebih banyak pada para perokok daripada bukan
perokok. Sedangkan Sheiham melaporkan bahwa para perokok mempunyai skor plak, kalkulus
dan derajat penyakit periodontal yang lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.
FAKTOR IATROGENIK
A. Pengertian
Faktor-faktor iatrogenik adalah kesalahan pada restorasi atau protesa yang bisa berperan
dalam menyebabkan inflamasi gingiva dan perusakan jaringan periodontal.
B. Jenis-Jenisnya
Tepi Restorasi
Tepi tumpatan yang overhanging berperan dalam terjadinya inflamasi gingiva dan
perusakan periodontal karena merupakan lokasi yang ideal bagi penumpukan plak serta dapat
mengubah keseimbangan ekologis sulkus gingiva ke arah yang menguntungkan bagi organisme
anaerob gram-negatif yang menjadi penyebab penyakit periodontal.
Meskipun restorasinya dibuat dengan standard kualitas yang tinggi, apabila tepinya
ditempatkan subgingival akan meningkatkan penumpukan plak dan laju aliran cairan sulkular.
Adanya kekasaran pada daerah subgingiva akibat penempatan tepi restorasi pada daerah
subgingiva merupakan penyebab penumpukan plak dengan akibat respon inflamasi yang
ditimbulkannya.
Kontur Restorasi
Mahkota tiruan dan restorasi dengan kontur berlebih (overcontoured) cenderung
mempermudah penumpukan plak dan kemungkinan juga mencegah mekanisme self-cleansing
oleh pipi, bibir, dan lidah. Kontak proksimal yang inadekuat, tidak dikembalikannya anatomi
occlusal marginal ridge dan developmental groove cenderung menimbulkan impaksi makanan.
Oklusi
Restorasi yang tidak sesuai dengan pola oklusal akan menimbulkan disharmoni yang bisa
mencederai jaringan periodontal pendukung.
Bahan Restorasi
Pada umumnya bahan restorasi tidak mencederai jaringan periodontal, kecuali bahan
akrilik self-curing. Yang terpenting adalah bahan restorasi harus dipoles dengan baik agar tidak
mudah ditumpuki plak.
Desain GTSL

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan mempermudah penumpukan plak, terutama apabila


desainnya menutup gingiva. Gigi tiruan yang terus dipakai sepanjang siang dan malam akan
menginduksi lebih banyak pembentukan plak dibandingkan gigi tiruan yang hanya digunakan
pada siang hari saja. Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan mulut bagi pengguna gigi tiruan
sangat penting untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap gigi yang masih ada serta
jaringan periodonsiumnya.
IMPAKSI MAKANAN
Mekanisme Terjadinya Sebagai Faktor Etiologi
Impaksi makanan adalah terdesaknya makanan secara paksa ke jaringan periodonsium.
Hubungan kontak proksimal yang utuh dan ketat mencegah terdesaknya makanan secara paksa
ke daerah interproksimal. Lokasi kontak proksimal yang optimal dalam arah serviko oklusal
adalah pada diameter mesio distal terbesar dari gigi, dekat ke Krista marginal ridge. Tidak
adanya kontak atau kontak proksimal yang tidak baik kondusif bagi terjadinya impaksi makanan.
Kontur permukaan oklusal yang dibentuk oleh marginal ridge dan developmental groove
secara normal akan mendeflesikan makanan menjauhi ruang interproksimal. Apabila gigi
menjadi aus dan permukaan oklusalnya menjadi datar, maka efek mendesak dari tonjol(cusp)
gigi antagonis ke ruang interproksimal akan bertambah hebat dengan akibat terjadinya impaksi
makanan. Efek tonjol pendorong bisa timbul karena keausan gigi, atau karena perubahan posisi
gigi karena tidak digantinya gigi yang hilang.
Overbite anterior yang berlebihan merupakan salah satu penyebab umum impaksi
makanan di region anterior, dimana makanan akan terdesak ke gingival pada permukaan
vestibular gigi anterior mandibula atau permukaan oral gigi anterior maksila.
Hirschfeld mengemukakan beberapa factor yang menjurus ke terjadinya impaksi
makanan yaitu:
1. Keausan oklusl yang tidak sama rata
2. Terbukanya titik kontak sebagai akibat hilangnya dukungan proksimal atau karena
estruksi
3. Abnormalitas morfologis congenital
4. Restorasi yang tidak baik konstruksinya
Ada juga impaksi makanan lateral dimana sumber tekanan yang mendesak makanan
adalah tekanan lateral dari pipi, lidah dan bibir. Impaksi lateral lebih mudah terjadi apabila
embrasure gingival menjadi besar karena kerusakan jaringan akibat penyakit periodontal atau
resesi.Dampak impaksi makanan akan menimbulkan penyakit gingival, periodontal, dan
memperhebat keparahan penyakit yang telah ada.
PERANAN PENYAKIT KELAINAN ENDOKRIN SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI
SISTEMIK

Manifestasi jaringan periodontal dari penyakit sistemik bervarisi tergantung penyakit spesifik,
respon individual dan faktor lokal yang ada. Faktor sistemik terlibat dalam penyakit periodontal
dengan saling berhubungan dengan faktor lokal. Faktor sistemik saja tidak bisa menyebabkan
respon keradangan pada penyakit periodontal,tetapi harus ada faktor lokal yang mendukung.
Pada pasien kencing manis, bila faktor lokal pada riongga mulutnya buruk, akan bisa
menyebabkan gangguan yang lebih lanjut lagi, oleh karena seorang dengan kencing manis
mempunyai kelainan pada sistemiknya.
Ada beberapa hipotesa mengenai keterlibatan diabetes melitus sebagai faktor etiologi penyakit
gingiva dan periodontal, antara lain:
1. Terjadinya penebalan membran basal
Pada penderita DM membran basal kapiler gingiva mengalami penebalan sehingga lumen kapiler
menyempit. Menyempitnya lumen kapiler akibat penebalan tersebut menyebabkan terganggunya
difusi oksigen, pembuangan limbah metabolisme, migrasi lekosit polimorfonukleus, dan difusi
faktor- faktor serum termasuk antibodi
2. Perubahan biokimia
Level cAMP, yang efeknya mengurangi inflamasi, pada penderita DM menurun, hal mana
diduga sebagai salah satu sebab lebih parahnya inflamasi gingiva pada penderita DM.
3. Perubahan mikrobiologis
Peningkatan level glukosa dalam cairan sulkular dapat mempengaruhi lingkungan subgingiva,
yang dapat menginduksi perubahan kualitatif pada bakteri yang pada akhirnya mempengaruhi
perubahan periodontal.
4. Perubahan imunologis
Meningkatnya kerentanan penderita diabetes melitus terhadap inflamasi diduga disebabkan oleh
terjadinya defisiensi fungsi lekosit polimorfonukleus (LPN) berupa terganggunya khemotaksis,
kelemahan daya fagositosis, atau terganggunya kemampuannya untuk melekat ke bakteri
5. Perubahan berkaitan dengan kolagen
Peningkatan level glukosa bisa pula menyebabkan berkurangnya produksi kolagen. Di samping
itu, terjadi pula peningkatan aktivitas kolagenase pada gingiva.
Inflamed, papulonodular hyperplasia of the gingiva in a diabetic patient
a. Kehamilan
Kehamilan secara sendirian tidak dapat menyebabkan gingivitis. Gingivitis pada kehamilan
adalah disebabkan oleh plak bakteri, sebagaimana pada orang yang tidak hamil. Kehamilan akan
memperparah respon gingival tehadap plak dan memodifikasi gambaran klinis yang
menyertainya. Tanpa adanya iritan lokal tidak terlihat perubahan secara klinis pada gingival
wanita yang sedang mengalami kehamilan. Ada beberapa mekanisme bagaimana kehamilan
berperan sebagai faktor etiologi penyakit gingival dan periodontal, yaitu:
1. Peningkatan level estradiol dan progesteron yang menyebabkan peningkatan bakteri Prevotella
intermedia.

2. Tertekannya respon limfosit-T maternal selama kehamilan mempengaruhi respon


periodonsium terhadap plak.
3. Peningkatan level estradiol dan progesterone juga menyebabkan dilatasi dan simpang siurnya
mikrovaskulator gingival, stasis sirkulasi, dan peningkatan kerentanan terhadap iritasi mekanis.
Perubahan tersebut memudahkan masuknya cairan ke perivaskular.
b. Kontrasepsi Hormonal
Perubahan yang diakibatkan oleh kehamilan yang dikemukakan di atas bias pula terjadi pada
wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (bentuk pil, implant, atau suntikan) untuk
jangka waktu lebih dari satu setengah tahun.
15. Peranan kelainan/penyakit darah berikut sebagai factor etiologi sistemik :
A. Leukimia
Leukemia adalah neoplasma maligna pada precursor sel darah putih. Berdasarkan evolusinya,
leukemia dibedakan atas bentuk:
(1) akut, yang bersifat fatal;
(2) subakut;
(3) kronis.
Pada leukemia akut sel-sel leukemia menginfiltrasi gingival, dan jarang sekali bisa infiltrasi ke
tulang alveolar. Keadaan ini bisa menyebab terjadinya pembesaran gingival (leukemic gingival
enlargement).
Infiltrasi yang banyak dari sel-sel leukemik yang tidak matang disamping sel-sel inflamasi yang
biasa menyebabkan respon gingival terhadap iritasi adalah berbeda dibandingkan dengan yang
bukan penderita leukemia.
B. Anemia
Anemia adalah defisiensi dalam defisiensi dalam kuantitas maupun kualitas darah yang
dimanifestasikan dengan berkurangnya jumlah eritrosit dan hemoglobin.
Ada empat tipe anemia berdasarkan morfologi selulernya dan kandungan hemoglobinnya, yaitu:
(1) anemia makrositik hiperkromik (pernicious anemia);
(2) anemia mikrositik hipokromik (iron deficiency anemia);
(3) sickle cell anemia; dan
(4) anemia normositik-normokromik (hemolytic anemia/aplastic anemia).
Diantara keempat tipe anemia tersebut, tampaknya anemia aplastik yang turut berperan dalam
etiologi penyakit gingival dan periodontal. Pada tipe anemia ini kerentanan gingival terhadap
inflamasi meningkat karena terjadinya neutropenia.
16. Peranan faktor-faktor sebagai faktor etiologi sistemik :
A. Penyakit yang melemahkan
Penyakit yang melemahkan (debilitating diseases) seperti sifilis, nefritis kronis, dan tuberkulosa
bisa menjadi factor pendorong bagi terjadinya penyakit gingival dan periodontal, dengan jalan

melemahkan pertahanan periodonsium terhadap iritan local, dan menimbulkan kecenderungan


terjadinya gingivitis dan kehilangan tulang alveolar.
B. Gangguan Psikosomatik
Dengan gangguan psikosomatik dimaksudkan efek merusak sebagai akibat pengaruh psikis
terhadap control organic jaringan. Ada dua cara gangguan psikosomatik mempengaruhi
periodonsium dan jaringan di rongga mulut lainnya:
(1) melalui timbulnya kebiasaan buruk yang dapat mencederai periodonsium;
(2) dengan efek langsung system saraf otonom terhadap keseimbangan jaringan yang fisiologis.
Dibawah tekanan mental atau emosional, mulut akan menjadi sasaran pemuasan bagi orang
dewasa. Hal ini menimbulkan kebiasaan buruk seperti: klensing; menggigit pensil, ballpoint, atau
kuku; merokok secara berlebihan; yang kesemuanya berpotensi mencederai periodonsium.
Meningkatnya aktivitas system saraf otonom oleh pengaruh psikis antara lain bisa menyebabkan
perubahan respon pada kapiler gingival.
C. AIDS/ Infeksi HIV
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) ditandai dengan penurunan system imunitas yang
menyolok. Kondisi yang pertama kali dilaporkan tahun 1981 adalah disebabkan oleh virus yang
dinamakan human immunodeficiency virus (HIV). Infeksi HIV menyebabkan gangguan
terutama terhadap sel-TH, disamping terhadap monosit, makrofag, dan beberapa sel lainnya.
Meskipun limfosit B tidak terpengaruh, namun akibat terganggunya fungsi limfosit T akan
menyebabkan deregulasi pada sel-B.
Penurunan system imunitas pada penderita yang terinfeksi HIV menyebabkan peningkatan
kerentanannya terhadap penyakit gingival dan periodontal.

. PERANAN OBAT-OBATAN YANG BERPERAN SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI


SISTEMIK MENGENAI
a. Jenis obat
Beberapa jenis obat dengan efek kerja yang berbeda dapat menginduksi hyperplasia gingival
non-inflamasi dengan gambaran klinis yang tidak dapat dibedakan. Obat-obatan yang dimaksud
adalah :
Fenitoin atau dilantin, suatu antikonvulsan yang digunakan dalam perawatan epilepsi
Siklosporin, suatu imunosupresif yang biasa digunakan untuk mencegah reaksi tubuh dalam
pencangkokan anggota tubuh.
Nifedipin, diltiazem, dan verapamil, yaitu penghambat kalsium (calcium blocker) yang
digunakan dalam perawatan hipertensi.
b. Mekanisme berperannya

Mekanisme penginduksian hyperplasia gingival oleh obat-obatan tersebut diatas atau oleh
metabolitnya belumlah jelas betul, namun terlepas darimana yang paling berperan ada beberapa
hipotesa yang dikemukakan :
Pengaruh obat atau metabolit secara tidak langsung
Obat atau metabolit menstimulasi diproduksinya IL-2 oleh sel-T, atau diproduksinya metabolit
testosterone oleh fibroblast gingiva, yang pada akhirnya akan menstimulasi proliferasi dan atau
sintesa kolagen oleh fibroblast gingiva
Pengaruh obat atau metabolit secara langsung
Obat/metabolit secara langsung menstimulasi proliferasi fibroblast gingival, sintesa protein, dan
produksi kolagen
Penghambatan aktivitas kolagenase
Obat/metabolit dapat menghambat aktivitas kolagenase hingga penghancuran matriks akan
terhambat
Penghambatan degradasi kolagenase
Obat/metabolit menstimulasi terbentuknya kolagenase fibroblastic inaktif, dengan akibat
degradasi kolagen akan terhambat
Faktor estetis
Akhir-akhir ini dihipotesakan adanya faktor genetis yang menentukan kecenderungan bisa terjadi
hyperplasia yang diinduksikan obat-obatan pada seseorang.

Anda mungkin juga menyukai