nilainya
tergantung
pula
dari
alat
pengukur
yang
dipakai.
Dalam percobaan ini akan dilakukan langkah-langkah yang perlu dikerjakan untuk
optimalisasi analisis meliputi:
1. Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan resapan tetap (khususuntuk reaksi
warna).
2. Penetapan panjang gelombang larutan obat yang memberikan resapan maksimum
(parasetamol).
3. Pembuatan kurva baku (parasetamol).
4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik.
Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetika obat adalah
a. sistem kompartemen dalam cairan tubuh , seperti cairan intrasel, ekstrasel, plasma darah,
cairan intestinal, cairan serebrospinal), dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.
b. protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa boilogis yang mungkin dapat
mengikat obat
c. distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan waktu
dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat menetukan kinetika obat.
d. dosis sediaan obat, transport antar kompartemem seperti proses absorspi , bioaktivasi dan
ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh.
Karena konsentrasi obat adalah elemen penting utnuk menentukan farmakokinetiak suatu
individu maupun populasi konsentrasi obat diukur dalm sampel biologis seperti air susu,
saliva, plasma dan urin. Sensitivitas, akurasi, presisi dari metode analisis harus ada untuk
pengukuran secara langsung obat dalam matriks biologis. Untuk itu metode penetapan kadar
secara umum divalidasi sehingga informasi akurat didapatkan untuk dimonitoring
farmakokinteika dan klinik.
Untuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk aktifnya harus berinteraksi dengan
reseptor atau tempat aksi atau sel target, dengan kadar yang cukup tinggi. Sebelum mencapai
reseptor, obat terlebih dahulu harus melalui proses farmakokinetik. Fasa farmakokinetik
meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang
menghasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah yang akan
didistribusikan kejaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan proses
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada
kompartemen tempat reseptor berada.
Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetik adalah:
1. Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti : cairan intrasel, ekstrasel (plasma darah,
cairan interstitial, cairan cerebrospinal) dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.
2. Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin dapat
mengikat obat.
3. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan waktu
dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat menentukan kinetika obat.
4. Dosis sediaan obat, transport antar kompartemen seperti proses absorpsi, bioaktivasi,
biodegradasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh.
Karena konsentrasi obat adalah elemen penting untuk menentukan farmakokinetika suatu
individu maupun populasi, konsentrasi obat diukur dalam sample biologi seperti air susu,
saliva, plasma dan urine. Sensitivitas, akurasi, dan presisi dari metode analisis harus ada
untuk pengukuran secara langsung obat dalam matriks biologis. Untuk itu metode penetapan
kadar secara umum perlu divalidasi sehingga informasi yang akurat didapatkan untuk
monitoring farmakokinetik dan klinik (Shargel, 1999).
Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum, atau plasma adalah pendekatan secara
langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat di tubuh. Darah mengandung
elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keping darah, dan protein seperti
albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan untuk pengukuran obat.
Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan dan serum diambil dari supernatan setelah
plasma, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen 80%
dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain
itu dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil
sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, ed. IV, Dep. Kesehatan Republik Indonesia ,
Jakarta
Ritschel, W. A, 1976, Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st edition, hal 78, Drug
Inteligence Publication Inc. Hamillton, USA.
Shergel, L., Yu, B.C. Andrew., 1999, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics,
edisi 4, hal 30-32, Appleton & Lange, USA
Wenas, 1999, Kelainan Hati Akibat Obat, Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid 1, edisi 3,
363-369, Gaya Baru, Jakarta