Disusun Oleh
Oleh :
Chairunisa Oktavira 090100226
Muralidran T
090100447
Fadhly Shariman
090100401
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinya
penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul Penanganan
Kegawatdaruratan Pada Pasien Head Injury
Lapkas ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti kegiatan
Kepanitriaan
Klinik
dibagian
Intensif
yang
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..
DAFTAR ISI .
ii
BAB I PENDAHULUAN..
2.1
2.2
EDH ..........................................................................
24
2.3
33
42
52
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Trauma Kepala
2.1.1. Defenisi
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain
Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik
(Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
trauma peluru
trauma tusukan
Menghindari nyeri
Fleksi (dekortikasi)
Ekstensi (deserebrasi)
Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera atau trauma kepala dibagi atas :
Klasifikasi keparahan traumatic brain injury
Kehilangan kesadaran <20 menit
Ringan
Sedang
Berat
C. Berdasarkan morfologi
a) Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat
berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka
ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan
pemeriksaan CT scan dengan teknik bone window untuk
memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak
menjadikan
petunjuk
kecurigaan
untuk
melakukan
3. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan antara rongga otak dan
lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang sub arakhnoid
(Ausiello, 2007).
4. Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada
ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila
terjadi perdarahan intraserebral.
5. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada
jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah
Proses
kerusakan
biokimia
yang
menghancurkan
sel-sel
10
Intrakranial
Karena peninggian tekanan intrakranial (TIK) yang meningkat
secara berangsur-angsur dimana suatu saat mencapai titik toleransi
maksimal dari otak sehingga perfusi otak tidak cukup lagi untuk
mempertahankan
integritas
neuron
disusul
oleh
11
Sistemik
Perubahan sistemik akansangat mempengaruhi TIK. Hipotensi
dapat menyebabkan penurunan tekanan perfusi otak berlanjut
dengan iskemia global. Penyebab gangguan sistemik ini disebut
oleh Dearden (1995) sebagai nine deadly Hs yaitu hipotensi ,
hipokapnia, hiperglikemia, hiperkapnia, hiperpireksia, hipoksemia,
hipoglikemia, hiponatremia dan hipoproteinemia.
12
Menurut Gurjian, ciri khas biomekanik dari coup contra coup dan contusio adalah
sebagai berikut:
1. Coup contusio disebabkan oleh efek langsung dari tulang yang membentur
2. Contra coup contusio disebabkan oleh gerakan otak terhadap permukaan
tulang yang tidak rata
3. Bila kepala relatif diam, benturan langsung menyebabkan coup lesi tanpa
contra coup efek
4. Bila kepala bebas bergerak, benturan pada kepala menyebabkan lesi contra
coup tanpa lesi coup.
13
volumenya
terus
menerus
meninggi,
maka
mekanisme
Tumor serebri
Trauma
Perdarahan
Abses
Hematoma ekstraserebral
14
Nyeri Kepala
Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan
kurang sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu
bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteril serebral meningkat
sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan dengan
demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga lonjakan tekanan
intrakranium sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan
memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri
kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa didaerah
bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada
tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan
leher.
Muntah
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan
biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat
tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau
tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang
untuk sementara waktu.
Kejang
Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan
merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak
15%. Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan
tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium
yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa
gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri
dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari
himisfer, batang otak dan difossa posterior.
Papil edem
Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi
intrakranial. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi
15
16
Klinis :
a. Keadaan penderita sadar
b. Mengalami amnesia yang berhubungna dengan cedera yang
dialaminya
17
Pemeriksaan laboratorium :
a. Darah rutin tidak perlu
b. Kadar alkohol dalam darah, zat toksik dalam urine untuk
diagnostik / medikolagel
Therapy :
a. Obat anti nyeri non narkotik
b.Toksoid pada luka terbuka
18
Pada 10 % kasus :
Pada 10 20 % kasus :
Tindakan di UGD :
Anamnese singkat
19
Sirkulasi
B. Secondary survey
- Penderita cedera kepala perlu konsultasi pada dokter ahli lain.
- Riwayat AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, event)
- Pem. Fisik
20
GCS
Catat respon motorik dari extremitas kanan dan kiri secara terpisah
Catat nilai GCS dan reaksi pupil untuk mendeteksi kestabilan atau
perburukan pasien.
Penggunaan
cairan
yang
mengandung
glucosa
dapat
B. Hyperventilasi
-
C. Manitol
-
hemiparesis.
D. Furosemid
-
22
E. Anticonvulasan
-
Tindakan operatif
23
yang mengalami
CT scan atau Xr kepala tidak boleh menghambat konsultasi atau transfer ke ahli
bedah
VI. PENANGANAN SEBELUM SAMPAI DI RUMAH SAKIT ATAU
FASILITAS YANG LEBIH MEMADAI
I. Pada pertolongan pertama :
Perhatikan imobilisasi kepala leher, lakukan pemasangan neck collar, sebab
sering trauma kepala disertai trauma leher.
24
25
antara 26 28
26
IV jangan hypoosmolar
Jangan dilakukan loading
c. Diuretic :
Manitol menurunkan volume otak dan menurunkan tekanan
intra kranial
Dosis 1 gr / kg BB IV cepat
Furosemid 40 80 mg IV (Dewasa)
Lakukan observasi dengan ketat
d. Steroid
Tidak direkomendasikan pada cedera kepala akut
IX. PROGNOSIS
Penderita lansia mempunyai kemungkinan lebih rendah untuk pemuluhan
dari cedera kepala. Penderita anak-anak memiliki daya pemulihan yang baik
2.2.
EDH
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan EDH adalah misalnya benturan pada
kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala,
yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
pembuluh darah.
2.2.1. Anatomi otak
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat
mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan
akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan ditemukan
27
28
Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat
29
Sinus duramatis
o
diploica
30
Terapi medikamentosa
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat
menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal
dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena :
guna-kan cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline.
2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a.Hiperventilasi.
b.Cairan hiperosmoler.
31
c.Kortikosteroid.
d.Barbiturat.
a.Hiperventilasi
Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi
pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan
metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila
dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 diantara 2530
mmHg.
b.Cairan hiperosmoler
Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk menarik air
dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian dikeluarkan
melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams
diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan :
0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit.
Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada
kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba
diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
c.Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa
waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa
kortikosteroid
tidak/kurang
ber-manfaat
pada
kasus
cedera
kepala.
32
b.Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip GABA suatu neurotransmitter
penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena.
c.Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri
diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak.
Diberikan dalam dosis 10Q-500 mg/hari intravena.
4. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai di-perhatikan sejak
dini; tidak jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di
bagian tubuh lainnya. Anti-biotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas,
trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat menyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya memerlukan perawatan
lokal.
Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya
sehat dengan fungsi pembekuan normal. Per- darahan intrakranial tidak bisa
diatasi hanya dengan hemostatik. Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami
kejang, atau pada trauma tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral
yang ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena
dalam waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4 jam.
Setelah itu diberi- kan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena. Diazepam
10 mg iv diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan ka-rena
efek sampingnya berupa penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.
Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
34
EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah
dengan GCS 8 atau kurang
untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya
menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi
desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Perawatan Pascabedah
Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.
Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau
kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Perawatan luka
35
dan pencegahan dekubitus pada pasien post operasi harus mulai diperhatikan sejak
dini. CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik
dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.
2.2.5. Prognosis
Prognosis tergantung pada :
Besarnya
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara
7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang
mengalami koma sebelum operasi.
2.3.
Tindakan Anestesi
2.3.1. PRE-OPERASI
Semua pemeriksaan (anamnesa, pemeriksaan fisik, lab, radiologi, dll) sebelum
penderita diberikan anestesi/dilakukan operasi.
Kapan Dilakukan?
1. Operasi elektif (terencana) : min. 1 hari sebelum operasi
2. Operasi emergency (darurat) : waktu terbatas resiko besar
Tujuan Pemeriksaan Pre-op :
Perlu Diketahui :
Pemeriksaan Standard :
Hb (darah lengkap)
LFT : Bilirubin, SGOT, SGPT
RFT : BUN, Serum creatinine
Radiologi : Thorax foto
Operasi besar :
Faal hemostasis
Elektrolit
Albumin
Clearance Creatinine
AGDA
CT-scan
Fungsi paru (spirometri)
37
Masalah Medik
Masalah Bedah
Masalah Anestesi
38
PREMEDIKASI
Cukup memberikan anti kolinergik untuk mencegah sekresi yang
berlebihan tidak perlu memberikan sedasi yang mungkin membuat depresi
respirasi
yang akan
meningkatkan
PaCO2
apalagi
obat-obat
narkotik.
INDUKSI
Induksi yang ideal adalah menghindari kenaikan tekanan darah maupun
kenaikan ICP. Untuk itu hindari hal-hal yang menimbulkan rasa nyeri
(pemasangan infus, pengisapan lendir, manipulasi daerah trauma). Batuk dan
mengejan harus dicegah karena dapat merangsang simpatis menaikkan tekanan
darah, ICP, udem, dan herniasi otak. Posisi harus telentang netral, kepala head up
setinggi 20-30% mencegah obstruksi vena besar di leher.
Pre oksigenasi 100% untuk mencapai SaO2 100%. Narkotik (terpilih fentanil 1-4
ug/kg BB iv sebelum pentotal untuk menjaga stabilisasi kardiovaskuler). Narkotik
yang lain menimbulkan vasodilatasi serebral. Pentothal obat induksi pilihan asal
tidak ada kontra indikasi karena mampu menurunkan CBF dan ICP. Lidocain 1,5
mg/kg BB iv 1-3 menit sebelum intubasi dapat mencegah kenaikan tekanan darah
dan ICP.
Dalam hal penthotal ada kontra indikasi, pilihan etomidate maupun
propofol merupakan alternatif yang baik. Vecuronium & recuronium merupakan
relaxant pilihan oleh karena effek pada kardiovaskular stabil dan efek pada ICP
minimal.
Succinilkholine
bisa
menaikkan
CBF
dan
ICP,
kemungkinan
hiperkalemia, jangan diberikan pada cedera kepala akut 6-12 jam setelah kejadian,
recuronium merupakan alternatif. Pancuronium tidak dianjurkan karena efek
hipertensinya dapat menaikkan CBF dan ICP dimana penderita cedera kepala akut
ada gangguan auto regulasi. Atracurium bila mungkin dihindari karena
melepaskan histamin dan metabolit laudanosin yang dimilikinya dapat
menimbulkan kejang-kejang pada binatang percobaan.
PEMELIHARAAN ANESTESI
Penggunaan inhalasi isoflurane and sevoflurane cukup terpilih berdasarkan
autoregulasi tetap baik sampai 1,5 MAC dan respon terhadap CO2 tetap baik
40
sampai 2,8 MAC. Menurunkan CMR 02 sampai 50% sehingga punya efek
proteksi otak. Kenaikan ICP oleh isoflurane 1% mudah dilawan dengan
hipokapnia dan barbiturat. Sevoflurane, efek neuro hemodinamiknya seimbang
dengan isoflurane hanya induksi dengan pemulihannya lebih cepat.
Halothan kontra indikasi absolut pada CKB karena mensensititasi
myokard gampang aritmia padahal penderita CKB akut, kadar katekolanin
meningkat. Disamping itu kenaikan ICP oleh karena halothan tidak bisa dikounter
dengan hiperventilasi walaupun sudah hipokarbi. Tambahan lagi antoregulasi
hilang pada => I MAC halothan dan menetap sampai periode pasca bedah. Odem
otak akan diperburuk oleh halothan karena merusak BBB dan Blood-CSF
Barriere.
Enflurane tidak dianjurkan dalam bedah syaraf oleh karena autoregulasi
hilang pada 1MAC, dapat menimbulkan kejang EEG pada dosis moderat (1,5-2)
MAC dimana CMRO2 akan meningkat berapa ratus persen dan akan
meningkatkan CBF dimana kenaikan ICP akan berakhir 3 jam setelah obat
dihentikan. N20 harus dipertimbangkan untung ruginya oleh karena 60% N2O
dapat meningkatkan CBF krg lebih 100% dengan meningkatkan CMRO2 krg
lebih 20% dan hindari pemakaiannya bila ada aerocele atau resiko emboli udara
terutama bila disertai kerusakan sinus nervosa atau bila sinus tulang kontak
dengan udara.
Penggunaan relaxant secara kontinu tampaknya lebih baik dari pada
intermittent untuk mencegah gerakan tiba-tiba penderita selama berlangsungnya
operasi bisa menaikkan ICP drastis dapat digunakan vecuronium 0,1 mg/
kgBB/jam. Hipertensi ringan tak perlu diterapi kecuali MAP>130 mmHg dicoba
dengan isoflurane dosis rendah bila kurang respons berikan esmolol, propanolol
atau labetalol. Penggunaan nitroglizerin maupun nitroporuside tak dianjurkan
karena merupakan vasodilator serebral dapat menaikkan ICP.
41
42
akan
menyebabkan
rusaknya
BBB,
odem
interstitiel
dan
meningkatnya ICP. Tetapi harus dilakukan terapi bila MAP > 130-140 mmHg dan
semua penyebabnya seperti hipopksia, hiperkarbi, hiportermi dan ovelood cairan,
serta nyeri dikoreksi baru diberikan anti hipertensi.
Naiknya tekanan darah karena PaCo2 meningkat, diperlukan untuk
mempertahankan CPP bila diberi anti hipertensi akan memperburuk perfusi otak.
Prinsip pemberian cairan harus dipertahankan dry untuk mencegah exaserbasi
odem serebri, tetapi punya resiko bila CPP tak adekwat akan memperluas
kerusakan otak. Untuk itu cegah terjadi overhidrasi namun tak perlu takut
pemberian cairan. Kontrol elektrolit(K,Na) akibat diuretik harus segera dikoreksi.
Kadar gula darah dikendalikan tak lebih dari 150mg% bila lebih dari 200mg%
harus diterapi dengan insulin. Hiperglikemia akan menambah asidosis otak karena
meningkatnya asam laktat.Glukosa hanya diberikan bila ada hipoglikemia.
Kadang-kadang sesudah 48 jam ICP tetap meninggi kemungkinan
besar disebabkan odema serebri yang luas. Retriksi cairan, loop dan osmotik
diuretik merupakan tindakan awal, bila tak respon baru lakukan ventilasi kendali
dan barbiturat. Pasien yang dirawat di ICU diperlukan pengaturan suhu tubuh,
bronkial toilet,pengendalian kejang dan proteksi otak.
Cegah hipertermia karena setiap kenaikan suhu,akan menaikkan konsumsi
oksigen. Hipotermia dianjurkan untuk untuk mengurangi kebutuhan oksigen
dan melindungi otak namun hanya cukup sampai 35 derajat celcius dengan
mengatur
suhu
ruangan
oleh
karena
ditakuti
penyulit
menggigil,
43
dapat
digunakan
phenitoin(dilantin),benzodiazepin/barbiturat
atau
lidokain. Ini penting diatasi karena kejang dapat menaikkan ICP, hipertensi
sampai perdarahan otak, hipoksia dan rusaknya sel otak. Dosis permulaan
phenitoin 5-20 mg/kg intravena,dengan kecepatan maksimal pemberian 50
mg/menit, untuk mencegah efek samping kardiovaskular seperti hipotensi,aritmia
sampai henti jantung.
Diazepam diberikan dengan dosis 5- 10 mg intravena(0,3 mg/kg)
sementara thiopental dengan dosis (1-4)mg/kg intravena. Proteksi otak dengan
jalan mempertahankan supply oksigen, hemodinamik yang baik dan stabil, ICP
yang rendah dan kimia darah berimbang. Kebutuhan oksigen dengan menurunkan
suhu tubuh, pemberian obat-obatan yang menurunkan CMRO2 seperti barbiturat
atau etomidat.
44
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
Anamnesis Pribadi
Nama
: Tn. AM
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 19 tahun
No. RM
: 00.61.80.67
Alamat
Tanggal Masuk
: 08 Oktober 2014
Pukul
: 17.30 WIB
Berat badan
: 70 Kg
3.2.
Anamnesis Penyakit
KU
: Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami sejak kurang lebih 2 jam SMRS, OS mengendaraia
sepeda motor dan ditabrak oleh truk dengan mekanisme trauma yang tidak jelas.
Pasien tidak menggunakan helm. Pingsan setelah kecelakaan (+), muntah (-),
kejang (-). Pasien kemudian dibawa ke RS terdekat dan kemudian dirujuk ke
RSUP HAM.
RPT
: tidak ada
RPO
: tidak ada
45
3.3.
3.4.
Time Sequences
Primary Survey
Primary Survey
Diagnosis
Tatalaksana
Hasil
Jam
Airway clear
18.30
Airway
Clear, gurgling (-), Clear
snoring (-), C-spine
stabil. crowing (-),
Breathing
Gerakan
dada Adekuat
simetris, respiratory
rate: 20 x/i, suara
18.33
RR:18x/menit,
SaO2: 99%
pernafasan:
vesikuler,
suara
46
<3,
akral Stabil
teraba
hangat/merah/kering,
dengan RL.
frekuensi
nadi
merah,
dan kering, HR
85 x/menit, T/V
90x/i,tekanan/volume
cukup,
BP:
kuat/cukup, tekanan
130/80
mmHg,
UOP:
70
dalam
warna
ml
jam,
kuning
jernih
Disability
Kesadaran: GCS 8
(E1V2M5),
anisokor,
kiri,
pupil
kanan
>
diameter
18.35
Cedera
Kepala -
Berat
4mm/2mm, RC (+/+)
Exposure
Oedem (-), fraktur (-)
3.4.
18.36
Secondary survey
Secondary survey
Diagnosis
Tatalaksana
Hasil
Jam
Airway, Breathing
Clear,
gurgling
(-), Clear
O2 6 liter/menit
47
SaO2 : 99%
kering,
frekuensi
nadi
85x/i,
tekanan/
Stabil
Ringer
laktat 30gtt/i
GCS
Pupil
4mm/2mm,
RC (+/+)
Bladder
UOP (+), volume 70 Normal
cc/jam, kateter terpasang
Bowel
Abdomen
soepel, Normal
48
Riwayat AMPLE :
Allergic
: (-)
Medication
: (-)
Past Illness
: (-)
Last Meal
Event
Thoraks-Abdomen
Ekstremitas Sup.
Ekstremitas Inf.
Hasil Laboratorium :
-
Darah lengkap
Hb/Ht/Leu/Tro : 13.7/38.5/17.87/194mm3
HST
PT/APTT/TT/INR : 16.7(13.7)/25.5(35.8)/13.5(17.8)/1.21
RFT
Ureum/Kreatinin : 21/1.2
Elektrolit
Na/K/Cl : 140/3.7/107
49
Foto Thoraks
Kesan:
Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo
Foto Cervical
50
Head CT-Scan
Kesan :
- Bone window : fraktur linier pada daerah frontal kiri
- Brain window : EDH o/t (L) Frontal, Vol. +/- 80cc, sisterna basalis terbuka,
MLS < 0.5cm, sulcus gyrus jelas.
51
3.5.
3.6.
Rencana
Tindakan
PS ASA
: 2E
Anestesi
: GA ETT
Posisi
: Supine
3.7.
Pasang IV Line 18G + transfusi set + three way + IVFD Ringer laktat 30
gtt/i, pastikan lancar
Periksa lab, ambil sampel darah untuk crossmatch dan penyediaan darah
3.7.
Tindakan Anestesi
1. Induksi Anestesi
Head Up 30o
Sellick maneuver
52
Maintenance :
Sevoflurance 0.5-1%, O2:air = 2:2
Rocuronium 10 mg/20 mnt
Fentanyl 50 ug/30 mnt
2. Durante Operasi
TD : 110-130/80-90 mmHg
HR : 60-75 x/mnt
Perdarahan : 400cc
3. Post Operasi
53
= Airway : clear, RR: 18x/mnt, SP: Vesikuler, ST: -/-, SpO2 99%
B2
B3
B4
B5
B6
54
BAB IV
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Cedera kepala adalah suatu kerusakan Pasien datang ke IGD RSUP HAM
pada
kepala
bukan
lalu
lintas
yang
mengubah
kesadaran
yang
mana
pertama
kali
datang
mengikuti
kaidah
primary
(airway,
breathing,
disability, exposure)
Tambahan pada primary survey dan Hasil tambahan primary survey yang
resusitasi dilakukan pada pasien yang didapatkan :
EKG
Pasang
EKG
usia
muda
tidak
dikerjakan
kateter
monitoring
urin
untuk
hemodinamik
55
perfusi ginjal
laboratorium
AMPLE
(A:
ditemukan :
alergi,
M:
1. AMPLE
A:-
meal,
E:
M:-
yang
berhubungan
event/environtment
dengan
P:-
kejadian perlukaan)
2. Pem. Fisik
system,
RTS : N, RR 20x/i
genitourinary
system,
gastrointestinal
system,
central
nervous
85x/i
musculoskeletal system)
anisokor,
ka>ki,
d:
4mm/2mm, RC +/+
GIS : N
MSS N
beberapa
indikasi
kriteria
yang
CT-Scan
pada
GCS
dengan
disability
responds to pain
56
Adanya
tanda
fraktur
basal
atau
yang
ukuran
pupil
(anisokoria).
g. Triad Cushing (denyut jantung
menurun,
hipertensi,
depresi
pernafasan).
h. Apabila meningkatnya tekanan
intrakranial, terdapat pergerakan
atau
posisi
abnormal
ekstrimitas.
Klasifikasi GCS :
1. Cedera kepala ringan
GCS 14-15
2. Cedera kepala sedang
57
GCS 9-13
3. Cedera kepala berat
GCS 3-8
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Braumann:
Acute
Management
of
Head
Injury;Balliere
:Pengelolaan
Perioperatif
Cedera
Kepala
Akut,edisi
2, Bandung,1999.
4. Duriex ME : Anesthesia for head trauma;Stone JD,Sperry JR; The
Neuroanesthesia Handbook,Mosby,St Louis,1996.
5. Marshall
Neurosurgical
and
Neurological
Emergencies
in
59