Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang
tidak berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pada anak.1
Retinoblastoma terjadi 1 dalam 14.000-20.000 kelahiran hidup.2 Untuk
umur 1-4 tahun, insiden 10,6 per satu juta penduduk; untuk 5-9 tahun, 1,53 per
satu juta penduduk; dan untuk 10-14 tahun, 0,27 per satu juta penduduk. Tidak
ada perbedaan insiden berdasarkan jenis kelamin atau antara mata kanan dengan
mata kiri. 95 % kasus didiagnosis sebelum umur 5 tahun.2
Retinoblastoma adalah tumor intraokular yang paling sering pada bayi dan
anak yang berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak.3 Kasus
Retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosis pada tahun pertama kehidupan
dalam keluarga dan pada kasus sporadik unilateral di diagnosis antara umur 13
tahun.4
Gejala retinoblastoma bervariasi sesuai stadium penyakit, dapat berupa
leukokoria, strabismus, mata merah, nyeri mata yang disertai glaukomadan visus
menurun. Di Negara berkembang diagnosis sering dibuat setelah penyakit
menyebar keluar mata dan ekstraokuler.5
Pengobatan retinoblastoma berdasarkan usia, ukuran, lokasi tumor dan
bilateral. Terapinya meliputi enukliasi dan terapi radiasi sinar, plak radioterapi,
laser fotokoagulasi, crytoterapi, kemoreduksi dan termoterai.6
Tumor ini mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini dan intraokuler.
Dan prognosis sangat buruk bila sudah tersebar ekstraokular pada saat
pemeriksaan pertama. Retinoblastoma yang tidak diobati akan tumbuh dan
menimbulkan masalah pada mata, dapat menyebabkan lepasnya retina, nekrosis
dan menginvasi mata, sarafpenglihatan dan system saraf pusat. 5

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang penyakit
retinoblastoma terutama pemeriksaan eadiologi serta tatalaksana dalam bidang
radiologi.
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan tentang penyakit
retinoblastoma.

BAB II
TINJAUAN PUATAKA
2.1

Definisi
Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang

tidak berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pada anak.1


2.2

Anatomi dan Embriologi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata,
membentang dari papil saraf optic ke depan sampai Oraserata.7 (Gambar : 1)
Retina mempunyai ketebalan 0,23 pada polus posterior dan 0,1 pada Oraserata
yang merupakan lapisan paling tipis.7

Gambar 1. Anatomi Mata


Retina berasal dari bagian dalam cawan optic yang timbul dari bagian cefal
tabung neural embrio. Bagian luar cawan ini akan menjadi satu lapisan epitel

pigmen. Sel bakal retina tersebut terus berkembang dari satu jenis sel embrional
akhirnya menjadi 5 jenis sel yang tersusun teratur.7
1.
2.
3.
4.
5.

Sel-sel reseptor , berupa sel batang dan kerucut.


Sel-sel bipolar
Sel ganglion
Neuron Lainnya : sel Horizontal dan sel amakrin
Sel Muller

Histologi neuroretina terdiri atas 9 lapisan, 10 dengan lapisan epitel pigmen


(Gambar 2) yaitu (dari dalam keluar):7
1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
2. Lapisan serat saraf dari sel ganglion, yang mengandung akson-akson sel
ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus.
3. Lapisan inti sel ganglion
4. Lapisan molikuler (flexiform) dalam, yang mengandung sambungansambungan (sinaps) sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, merupakan lapisan aselular yang
merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
6. Lapisan flexiform luar, merupakan lapisan aselular mengandung
sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis nucleus sel
kerucut dan sel batang
8. Lapisan membran limitans eksterna, merupakan membrane ilusi
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitel pigmen Retina (RPE)

Gambar 2. Lapisan-lapisan di retina


Pendarahan pada Retina

Gambar 3. Retina yang normal terlihat dari oftalmoskop


Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri
retina sentral masuk retina melalui papil syaraf optik yang akan memberikan
nutrisi pada retina dalam. Dari ekskavasasi fisiologis papilla nervi optisi keluarlah
arteri dan vena retina sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan
ke nasal, juga ke atas dan ke bawah. Arteri ini merupakan arteri terminal dan tidak
ada anastomose (end artery). Kadang-kadang didapat anastomose antara

pembuluh darah arteri siliaris dan arteri retina sentral yang disebut arteri
silioretina yang biasanya terletak di daerah macula (Gambar 3). 7
Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat.
Yang tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah: 7

Arteri : diameter lebih kecil dengan perbandingan a:v= 2:3. Warnanya


lebih merah, bentuknya lebih lurus di tengah-tengahnya terdapat reflex
cahaya.

Vena : lebih besar, warna lebih tua dan bentuk lebih berkelok-kelok.

Retina menerima darah dari 2 sumber: 7


1. Koriokapilaris yang mendarahi 1/3 luar retina termasuk lapisan flexiform luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina.
2. Arteri retina sentral yang mendarahi 2/3 sebelah dalam retina.
Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaris. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah
retina. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.
2.3

Epidemiologi
Retinoblastoma terjadi 1 dalam 14.000-20.000 kelahiran hidup.2 Untuk umur

1-4 tahun, insiden 10,6 per satu juta penduduk; untuk 5-9 tahun, 1,53 per satu juta
penduduk; dan untuk 10-14 tahun, 0,27 per satu juta penduduk. Tidak ada
perbedaan insiden berdasarkan jenis kelamin atau antara mata kanan dengan mata
kiri. 95 % kasus didiagnosis sebelum umur 5 tahun.2
Retinoblastoma adalah tumor intraokular yang paling sering pada bayi dan
anak yang berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak.3 Kasus
Retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosis pada tahun pertama kehidupan
dalam keluarga dan pada kasus sporadik unilateral di diagnosis antara umur 13
tahun.4

Sekitar seperempat kasus retinoblastoma adalah retinoblastoma bilateral yang


seluruhnya merupakan retinoblastoma yang bersifat herediter. Sedangkan sisanya
(3/4 kasus) adalah unilateral yang bisa bersifat herediter ataupun nonherediter.
Dari penelitian yang dilakukan oleh NCI (National Cancer Institute) di USA pada
tahun 1976-1995 63% dari seluruh kasus retinoblastoma ditemukan sebelum usia
2 tahun dan 95% sebelum usia 5 tahun.2
2.4

Etiopatogenesis
Retinoblastoma berasal dari sel sensorik retina yang berkembang di retina dan

sampai ke rongga vitreus. Asal selnya sampai sekarang belum diketahui. Tapi,
yang jelas retinoblastoma timbul akibat aktivitas mitosis dan kecepatan apoptosis
yang tinggi.8 Awalnya retinoblastoma dianggap berasal dari sel glia, sehingga
disebut pseudogliomas, dan saat ini diterima bahwa tumor ini berasal dari sel
neuroblastik pada lapisan inti retina. Penelitian imunohistokimia membuktikan
bahwa retinoblastoma berasal dari keganasan sel kerucut, diperlihatkan oleh hasil
positif tumor untuk neuron spesifik enulase, rod spesifik antigen S-fotoreseptor
segmen luar, dan rodopsin. Sel tumor juga mensekresikan substansi ekstrasel yang
disebut retinoid interfotoreseptor binding protein, normalnya merupakan produk
dari fotoreseptor. Baru-baru ini,dilakukan kultur pada sel tumor retinoblastoma
dan tampak sel tersebut mengekspresikan gen fotopigmen merah dan hijau, seperti
sel kerucut alfa subunit tranducin. Penemuan ini yang mendukung konsep bahwa
retinoblastoma mungkin merupakan neoplasma yang berkembang dari sel conus
retina.9
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi pada gen RB1 yaitu gen yang
berfungsi menekan perkembangan retinoblastoma sendiri. Gen retinoblastoma
(RB1) berlokasi di lengan panjang dari kromosom 6 lokus 14(6q14). Sekitar 60%
dari seluruh kasus retinoblastoma mengalami mutasi gen yang bersifat
nonherediter pada kedua alel RB1 di sel retina. Mutasi ini secara umum
menghasilkan unifokal dan unilateral tumor. Sedangkan pada 40% kasus
retinoblastoma mengalami mutasi pada satu alel dari dua alel RB1 saja yang
biasanya didapat dari gen orang tua.8

Pada retinoblastoma yang bersifat herediter terdapat beberapa kemungkinan


akan menurunkan gen RB1 yang telah mengalami mutasi kepada generasi
berikutnya (Tabel 1).8

Tabel 1. Genetic counseling for retinoblastoma

Retinoblastoma menunjukkan berbagai macam pola pertumbuhan, yaitu:8

Pertumbuhan endofilik
Pertumbuhan endofilik terjadi saat tumor menembus internal limiting
membrane kearah corpus vitreus dan memiliki gambaran massa berwarna
putih sampai krem, yang menunjukkan tidak adanya pembuluh darah
superficial atau pembuluh darah tumor irregular yang kecil. Pola pertumbuhan
ini biasanya berhubungan dengan vitreous seeding, dimana fragmen kecil dari
jaringan menjadi terpisah dari tumor utama. Pada beberapa keadaan, vitreous
seeding dapat meluas dapat meluas menyebabkan sel tumor terlihat sebagai
massa-massa sphenoid yang mengapung pada vitreous. Dari corpus vitreous
tumor dapat menginfiltrasi serabut nervus optikus, koroid, dan sclera

Pertumbuhan eksofilik
Pertumbuhan eksofilik terjadi pada celah subretinal. Pola pertumbuhan ini
biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan subretinal dan terjadi sobekan

pada retina. Biasanya terlihat berwarna putih kekuningan. Sel tumor dapat
menginfiltrasi melalui membrane Bruch ke koroid dan kemudian menginvasi
nervus siliaris. Pertumbuhan tumor juga dapat keluar dari rongga orbita.
Pertumbuhan retinoblastoma secara eksofilik sering bersamaan dengan
akumulasi cairan di rongga subretina sehingga dapat mengaburkan tumor dan
secara dekat dapat terlihat sebagai eksudatif retina yang menyerupai Coats
disease.
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa
tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tandatanda peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor
terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau
tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat
menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak,
sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh kesumsum
tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat,
dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan
perdarahan, serta warna iris yang tidak normal.10
Pola Penyebaran Tumor 3
1.

Pola pertumbuhan
Retinoblastoma Intraokular dapat menampakkan sejumlah pola

pertumbuhan, pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai


gambaran massa putih sampai coklat muda yang menembus membran
limitan interna. Retinoblastoma Endofitik kadang berhubungan dengan
vitreus seeding. Sel-sel dari Retinoblastoma yang masih dapat hidup
terlepas dalam vitreous dan ruang sub retina dan biasanya dapat
menimbulkan perluasan tumor melalui mata. Vitreous seeding sebagian
kecil meluas memberikan gambaran klinis mirip endopthalmitis, vitreous
seeding mungkin juga memasuki bilik mata depan, yang dapat berkumpul

di iris membentuk nodule atau menempati bagian inferior membentuk


Pseudohypopyon.4
Tumor Eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang
subretinal, yang mengenai pembuluh darah retina dan sering kali terjadi
peningkatan diameter pembuluh darah dengan warna lebih pekat.
Pertumbuhan Retinoblastoma Eksofitik sering dihubungkan dengan
akumulasi cairan subretina yang dapat mengaburkan tumor dan sangat
mirip ablasio retina eksudatif yang memberi kesan suatu Coats disease
lanjut. Sel Retinoblastoma mempunyai kemampuan untuk implant dimana
sebelumnya jaringan retina tidak terlibat dan tumbuh. Dengan demikian
membuat kesan multisentris pada mata dengan hanya tumor primer
tunggal.1 Sebagaimana tumor tumbuh, fokus kalsifikasi yang berkembang
memberikan gambar khas chalky white appearance.11
2.

Invasi saraf optikus; dengan penyebaran tumor sepanjang ruang

sub arachnoid ke otak. Sel Retinoblastoma paling sering keluar dari mata
dengan menginvasi saraf optikus dan meluas kedalam ruang sub
arachnoid.11
3.

Diffuse infiltration retina


Pola

yang

ketiga

adalah

Retinoblastoma

yang

tumbuh

menginfiltrasi luas yang biasanya unilateral, nonherediter, dan ditemukan


pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pada tumor dijumpai adanya
injeksi conjunctiva, anterior chamber seeding, pseudohypopyon, gumpalan
besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi retina, karena masa tumor
yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan dengan keadaan
inflamasi seperti pada uveitis intermediate yang tidak diketahui
etiologinya. Glaukoma sekunder dan Rubeosis Iridis terjadi pada sekitar
50% kasus.4,11
4.

Penyebaran metastasis ke kelenjar limfe regional, paru, otak dan


tulang.3,12

10

Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui slera untuk
masuk ke orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis
sebagaimana tumor tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor
menginvasi trabecular messwork, memberi jalan masuk ke limphatik
conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar limfe preauricular dan cervical
yang dapat teraba.
Faktor Risiko
Sampai saat ini mutasi genetik merupakan faktor utama yang dapat dimengerti
terhadap timbulnya retinoblastoma pada anak. Sedangkan faktor nongenetik tidak
banyak diketahui. Tapi, beberapa laporan menyebutkan bahwapekerjaan orang tua
juga dapat meningktkan faktor risiko untuk munculnya retinoblastoma pada
anaknya yaitu pekerjaan yang berkaitan dengan militer, pabrik metal, tukang las,
mekanik, dan pekerjaan sejenis lainnya.2
2.5

Klasifikasi dan Stadium


Setelah retinoblastoma didiagnosa, pengklasifikasian dalam stadium tertentu

pada retinoblastoma akan membantu menentukan pengobatan yang paling sesuai.


Stadium penyakit meliputi ukuran, jumlah dan lokasi tumor, dan apakah kanker
telah menyebar ke luar mata.(Gambar 4)13
Stadium dan klasifikasi retinoblastoma bersadasarkan Reese-Ellsworth dan
International Classification System. (Tabel 2 dan 3)8,9,10

11

Gambar 4. Klasifikasi Retinoblastoma oleh Dr. Linn Murphree


Tabel 2. Klasifikasi Retinoblastoma yang digunakan berdasarkan ReeseEllsworth3,4,8

Tabel 3. International Classification System4,8


Grup A

Tumor kecil ( 3 mm) terbatas dalam retina, >3 mm dari fovea;1,5 mm

Grup B

dari disk optic


Tumor (> 3 mm) terbatas pada retina di berbagai lokasi dengan cairan

Grup C

jernih di subretinal 6 mm dari batas tumor


Kekeruhan yang terloklisir di vitreous dan/atau di subretinal (total <
6mm dari batas tumor)
Jika

ada lebih dari 1 tempat kekeruhan di vitreous dan/atau di

subretinal , maka total ukurannya harus <6mm

12

Grup D

Kekeruhan yang terloklisir di vitreous dan/atau di subretinal (total


6mm dari batas tumor)
Jika

Grup E

ada lebih dari 1 tempat kekeruhan di vitreous dan/atau di

subretinal , maka total ukurannya harus 6mm.


Kemampuan melihat tidak ada
Menunjukkan 1 atau lebih dari hal berikut:
-Tumor di segmen anterior
-Tumor di badan siliar
-Glaukoma neovaskular
-Perdarahan pada vitreous dengan hifema yang significant
-Gambarannya mirip selulitis orbita

Klasifikasi TNM untuk Retinoblastoma13


Ketika retinoblastoma telah menyebar ke luar mata, TNM (Tumor, Nodul,
Metastasis) digunakan untuk klasifikasi stadium penyakit. Klasifikasi berdasarkan
The International Intraocular Retinoblastoma Classification dan Reese-Ellsworth
Classification lebih disukai global untuk pementasan kanker terbatas pada mata,
karena prediktor yang lebih baik dari hasil pengobatan.
Klasifikasi klinis TNM
Tumor Primer (T)
TX

: Tumor primer tidak dapat dinilai.

T0

: Tidak ada bukti tumor primer.

T1

: Tumor terbatas pada retina (tidak ada kekeruhan pada vitreous atau
signifikan retina detasemen). Tidak ada ablasi retina atau cairan subretinal
lebih dari 5 mm dari dasar tumor.
T1a : Setiap mata di mana tumor terbesar kurang darrjadii atau sama dengan 3
mm tinggi dan tidak ada tumor yang terletak lebih dekat dari 1 DD (1,5
mm) ke optic saraf atau fovea.
T1b : Semua mata lain di mana tumor (s) terbatas pada retina tanpa lokasi
atau ukuran (lebih dari setengah volume mata). Tidak vitreous
penyemaian. Tidak ablasi retina atau cairan subretinal lebih dari 5 mm
dari dasar tumor.

13

T2

: Tumor dengan penyebaran berdekatan ke jaringan sekitar atau ruang


(Viterous atau ruang Subretinal).
T2a : Tumor minimal menyebar ke vitreous dan / atau ruang subretinal. Baik
local atau diffuse kekruhan viotreus dan / atau ablasi retina serosa
sampai total detasemen mungkin ada, tapi tidak rumpun dan
membentuk gumpalan . bola salju, atau massa avaskular bias terdapat di
vitreous atau ruang subretinal. Bintik-bintik kalsium di vitreous dapat
mengisi hingga 2/3 dari volume mata.
T2b : Massive tumor menyebar ke vitreous dan / atau ruang subretinal.
Kekeruhan vitreus dan / atau implantasi subretinal dapat terdiri dari
gumpalan, gumpalan, bola salju atau massa tumor avascular. Retina
detasemen mungkin total. Tumor dapat mengisi hingga 2 / 3 dari
volume mata.
T2c : Penyakit intraokular mungkin tidak dapat diselamatkan. Tumor mengisi
lebih dari 2 / 3 dari mata atau tidak ada kemungkinan untuk rehabilitasi
visual atau 1 atau lebih dari di bawah ini:

T3

Tumor-terkait glaukoma, baik penutupan atau sudut neovascular

Anterior segmen ekstensi tumor

Silia tubuh perpanjangan tumor

Hyphema (signifikan)

Massive pendarahan vitreous

Tumor berhubungan dengan lensa

Orbital presentasi klinis seperti selulitis (nekrosis tumor besar).

: Invasi saraf optik dan / atau mantel optik.


T3a : Tumor melibatkan lebih dari 50% dari retina dan / atau sel tumordi
vitreous tersebut.
T3b : Tumor melibatkan disk optik.
T3c : Tumor melibatkan COA dan / atau uvea.

T4

: Tumor extraocular.
T4a : menyerang saraf optik Tumor retrobulbar.
T4b : extraocular ekstensi selain invasi dari saraf optik.

14

Daerah Limfe Nodes (N)


NX : Regional kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.
N0

: Tidak ada metastasis node getah bening regional.

N1

: Daerah keterlibatan metastasis kelenjar getah bening (preauricular,


submandibular, atau leher rahim).

N2

: Jauh keterlibatan node getah bening.

Perlu dicatat bahwa keterlibatan node getah bening regional langka, dan langsung
ekstensi ke dalam SSP lebih umum.
Metastasis jauh (M)
MX : Kehadiran metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Metastasis ke SSP dan / atau tulang, sumsum tulang dan lainnya.
2.6

Diagnosis
Pemeriksaan pada retinoblastoma seharusnya menjadi sebagian dari

pemeriksaan pada bayi normal yang baru lahir hingga bayi berumur 3 bulan,
antaranya adalah:10
a) Red

reflex:

pemeriksaan

retina

mata

dengan

menggunakan

alat

ophthalmoscope atau retinoscope untuk melihat reflex reddish-orange yang


normal dengan jarak 30 cm / 1 kaki, dilakukan di dalam ruangan yang kurang
cahaya atau rungan gelap.
b) Corneal light reflex: pemeriksaan untuk melihat kesimetrisan reflek cahaya
pada titik yang sama pada tiap mata saat cahaya dipancarkan ke tiap kornea,
untuk membedakan apakah kedua mata bersilangan atau tidak
c) Eye examination : mendeteksi semua kelainan struktur
Anamnesis10
Saat pertama kali pemeriksaan harus didapatkan riwayat keluarga yang
lengkap.
1. Secara spesifik, tanyakan kepada orang tua mengenai kejadian retinoblastoma
di keluarga tersebut
2. Gali mengenai riwayat tumor pada mata, operasi enakuleasi sebelumnya, atau
keganasan pada anak-anak dari anggota keluarga lainnya.
Pemeriksaan Fisik6,9
15

Temuan klinis seluruh stadium retinoblastoma bervariasi (Tabel 4):


1. Leukokoria
Leukokoria (refleks pupil putih atau refleks mata kucing ) merupakan
gambaran klinis yang paling sering sekitar 56,1% kasus, terjadi karena proses
kalsifikasi intraretina pada pertumbuhan tumor. Leukokoria terjadi karena ada
kandungan masa putih menutupi refleks merah pupil. (Gambar 5 dan 6)
Gambar. 5 Leukokoria

Gambar 6. Retinoblastoma
2. Strabismus ( esotropia 11% dan exotropia 9%)
Strabismus bisa berupa ekstropia maupun esotropia. Terjadi akibat gangguan
fiksasi akibat pertumbuhan tumor di daerah macula. Strabismus muncul
sebagai temuan kedua yang sering didapatkan. Jadi pemeriksaan fundoskopi

16

melalui pupil yang berdilatasi dengan baik harus dilakukan pada seluruh kasus
strabismus pada anak-anak
3. Retinoblastoma dapat menyebabkan perubahan sekunder di mata termasuk
glaucoma, sobekan retina dan inflamasi sekunder karena nekrosis tumor
- Pseudouveitis, dengan mata merah dan nyeri yang berhubungan dengan
hipopion dan hipema merupakan gambaran klinis yang jarang muncul.
Pada pseudouveitis ini sel-sel tumor menginvasi retina secara difus tanpa
-

membentuk massa tumor yang nyata


Inflamasi orbital menyerupai selulitis orbital dapat terjadi pada mata
dengan tumor yang nekrosis.
Tabel 4. Gejala Klinis Retinoblastoma10

Gejala Klinis Retinoblastoma


Pasien dengan Usia < 5 tahun
Leukokoria (54%-62%)
Strabismus (18%-22%)
Inflamasi (2%-10%)
Hipopion
Hifema
Heterochromia
Perforasi bola mata spntan
Proptosis
Katarak
Glaukoma
Nistagmus
Tearing
Anisocoria

Pasien dengan Usia 5 tahun


Leukokoria (35%)
Menurunnya penglihatan (35%)
Strabismus (15%)
Floaters (4%)
Nyeri pada mata (4%)

Pemeriksaan penunjang10
a)

Pemeriksaan laboratorium
- Spesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga dari
ornag tua untuk analisa DNA : RB gene, serum carcinoembrionik antigen
(CEA), serum alpha fetoprotein.
Ada metode direk dan indirek untuk analisa gen retinoblastoma. Metode
direk bertujuan untuk menemukan mutasi inisial yang mempercepat
pertumbuhan tumor. Jadi, pemeriksaan ini menentukan apakah mutasi
terjadi pada sel benih pasien. Metode indirek dapat digunakan pada kasus
dimana mutasi awal tidak dapat terlokalisasi atau tidak jelas apakah mutasi
-

tersebut ada
Assay level Enzyme Humor Aqeous
17

Dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang berguna pada pasien


dengan kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah
enzim glikolitik yang menggunakan glukosa sebagai sumber energy.
Enzim ini terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sel yang aktikf
secara metabolis. Secara normal, konsentrasi nya di dalam serum dan
aqeous humor rendah. Pada pasien dengan retinoblastoma menunjukkan

b)

peningkatan aktivitas LDH


- Pemeriksaan cairan cerebrospinal dan sumsum tulang
Pemeriksaan Radiologi14
USG
Mata manusia, dengan posisi dangkal dan struktur berisi cairan, sangat
ideal untuk USG. USG okular biasanya dilakukan oleh dokter spesialis mata
sementara anak di bawah anestesi umum, tetapi juga cukup mudah menjadi
dilakukan tanpa sedasi. Dalam retinoblastoma, USG menunjukkan massa tidak
teratur, lebih echogenic dari badan vitreous, dengan kalsifikasi halus (fokus
yang sangat reflektif sebagian besar dengan bayangan akustik karakteristik)
(Gambar. 7).

18

Gambar. 7 USG menunjukkan gambaran tumor hyperechoic menempati


segmen posterior. Endapan kalsium, dipandang sebagai fokus yang sangat
reflektif (panah), yang patognomonik untuk Retinoblastoma pada anak
kecil.
Secara histologis, ada kalsifikasi sekitar 95% dari tumor.
Pengapuran adalah patognomonis untuk membedakan retinoblastoma dari
lesi massa lain dalam balita. USG mendeteksi kalsifikasi pada 92-95%
kasus di mana kalsifikasi ini juga terdapat pada gambaran histopatologis.
Ablasi retina juga dapat dilihat, yang merupakan fitur penting untuk
menentukan pola pertumbuhan tumor, baik endophytic atau exophytic,
atau kombinasi keduanya. Tumor endofit muncul dari lapisan dalam retina
dan tumbuh menjadi tubuh vitreous. Biasanya cluster kecil sel tumor
melepaskan diri dari massa endofit, memproduksi beberapa mengambang
pulau tumor; Proses ini dikenal sebagai vitreous seeding. Tumor eksofitik
berasal dari lapisan luar dan tumbuh dalam ruang subretinal, yang

19

menyebabkan ablasi retina dengan eksudat subretinal dan kemungkinan


tumor subretinal seeding. Tumor dengan pertumbuhan exophytic lebih
sering memiliki infiltrasi koroid dibandingkan dengan tumor endofit.
Difus infiltrasi retinoblastoma jarang ditemukan pada bentuk histologis
dan lebih dapat ditandai dengan infiltrasi difus dari retina tanpa massa
tumor. Color Doppler dapat berguna untuk membedakan massa tumor
vaskularisasi dari efusi echogenic dan untuk diferensiasi terhadap
perkembangan kelainan seperti hiperplastik persisten primer vitreous
(PHPV, juga dikenal sebagai janin persisten pembuluh darah, PFV),
dengan karakteristik yang terus berlangsung hyaloid arteri.
CT Scan
Pada CT scan, retinoblastoma biasanya massa dengan kepadatan
yang tinggi dibandingkan dengan tubuh vitreous, biasanya terdapat
kalsifikasi dan cukup meningkat setelah pemberian kontras iodinasi dosis
menengah. Deteksi CT scan dari kalsifikasi di retinoblastoma memiliki
sensitivitas 81-96%, dan spesifisitas lebih tinggi. Namun, penggambaran
intraokular delineasi jaringan lunak terbatas. Survei menunjukkan bahwa
CT scan masih dianggap alat pencitraan wajib untuk evaluasi leukocoria,
terutama karena CT scan merupakan modalitas terbaik untuk mendeteksi
kalsifikasi intraokuler. Namun, pembuktian dari iradiasi sebahagian besar
pasien dengan retinoblastoma membutuhkan dasar bukti efektivitas
prosedur klinis ini dan mungkin juga radiationeffectiveness untuk
memasok :

Tambahan informasi berharga yang mengarah ke diagnosis


retinoblastoma

Informasi tambahan yang berharga, dibandingkan dengan NONION modalitas radiasi di deteksi batas tumor.
CT scan adalah modalitas pencitraan pertama kali digunakan untuk

mendeteksi invasi saraf optik. Sensitivitas CT scan dalam deteksi invasi


saraf optik sebenarnya sangat rendah, bahkan pada pasien dengan invasi
20

saraf optik yang luas (panjang saraf menginvasi Segmen> 2 mm). Secara
khas, akurasi dan nilai negatif yang diprediksi dari CT scan tetap artifisial
tinggi dikarenakan insiden yang relatif rendah dari invasi saraf optik pada
ukuran normal saraf. Pembesaran nervus dikarenakan infiltrasi tumor
besar jarang terjadi di negara-negara maju. Diasumsikan invasi
retinoblastoma ke saraf optik menghasilkan distorsi jaringan vaskular
anastomosis di daerah anterior saraf optik,
MRI
Evaluasi diagnostik MRI suspek retinoblastoma membutuhkan
lebih

banyak

pemeriksaan

lanjutan

dari

pada

melakukan

imagingexamination MRI rutin orbita. Resolusi tinggi kontras-enhanced


MRI adalah teknik pilihan dan harus digunakan bila memungkinkan untuk
menjawab tanda-tanda klinis (untuk mengevaluasi massa intraokular dan
untuk menentukan progresifitas penyakit,. (Gambar 8). MRI telah terbukti
menjadi teknik yang paling sensitif untuk mengevaluasi retinoblastoma,
terutama mengenai infiltrasi tumor saraf optik, perluasan ekstraokular dan
penyakit intrakranial. Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan MRI
adalah penggunaan hardware yang tepat dan urutan tekanan yang
dioptimalkan dengan resolusi spasial yang sesuai untuk mata MRI.
Diagnosis retinoblastoma secara Radiologi
Pemeriksaan dengan anestesi umum dengan funduskopi dan USG
hampir pasti akan mengarah pada diagnosis. USG mendeteksi fokus
kalsifikasi di hampir semua retinoblastoma, ada sekarang lebih sedikit
manfaat dari CT scan rutin untuk mendeteksi kalsifikasi pada dugaan
retinoblastoma. Karena pengembangan teknis, USG dan MRI saat ini
hampir seakurat CT scan untuk mendeteksi kalsifikasi. Baru-baru ini,
Galluzzi et al. menunjukkan bahwa ketika data dari oftalmoskopi, USG
dan MRI diletakkan bersama-sama, tidak ada kalsifikasi terdeteksi pada
CT scan yang terjawab. Urutan T2-tertimbang A-resolusi tinggi gradiengema hasil yang menjanjikan menunjukkan tentang deteksi kalsifikasi dan

21

telah terbukti lebih efektif daripada teknik spin-echo. Diagnosis banding


retinoblastoma meliputi

beberapa lesi non-neoplastik yang juga

menyebabkan leukocoria. Setelah retinoblastoma, yang menyumbang 4758% dari kasus leukocoria pada anak-anak, penyebab lain dalam
menurunkan

urutan

frekuensi

termasuk

PHPV,

penyakit

Coats,

Granulomatosis larva (Toxocara canis), retinopati prematuritas, dan retina


hamartoma astrocytic. Pengapuran adalah fitur paling penting yang
membedakan dari retinoblastoma. Namun, ketika sisa-sisa diagnosis klinis
pasti, USG dan MRI membantu mencirikan dan membedakan kelainan
intraokular, terutama ketika oftalmologi evaluasi terbatas karena buram
bias media mata, seperti yang terjadi pada semua kondisi ini. peran CT
scan dalam mendeteksi karakteristik (kadang-kadang halus) Temuan
terbatas karena kontras jaringan lunak yang rendah.

Gambar. 8 Transaxial T2-tertimbang (TR / TE, 3460/116 ms) (a) dan T1tertimbang (TR / TE, 374/14 ms) precontrast (b) dan postcontrast (c) MRI
exophytically tumbuh retinoblastoma dengan sekunder ablasi retina.
Retinoblastoma biasanya memiliki intensitas sinyal rendah

22

Deteksi batas tumor


Di masa lalu, CT scan digunakan untuk menentukan ukuran tumor,
penyebaran retroorbita dan pertumbuhan intrakranial; Namun, penyebaran
dalam saraf optik melewati lamina krimbiform, dan infiltrasi koroid dan
sklera, tidak spesifik dinilai dengan CT scan. MRI lebih sensitif dan
spesifik dari pada CT scan dalam deteksi tumor luas dan faktor risiko
metastasis. MRI adalah pencitraan yang menggunakan highresolution
protokol, saat ini dianggap alat yang paling akurat dan berharga dalam
pretreatment pementasan retinoblastoma, tanpa efek samping biologis.
Protokol pencitraan
Orbita

Gambar. 9 a Thin-slice transaxial T2 (TR / TE, 4430/102 ms; ketebalan bagian, 2


mm) Menunjukkan retinoblastoma pada mata kanan dengan ablasi retina
sekunder. b Transaxial (TR / TE, 14/7 ms) Menggambarkan retinoblastoma
bilateral dengan ablasi retina sekunder. Perhatikan anterior dangkal ruang dari
mata kanan, tanda peningkatan tekanan intraocular.

23

Mata dan saraf optik distal

Gambar. 10 Dalam retinoblastoma unilateral (atau penyakit bilateral dengan


hanya satu mata dipengaruhi), resolusi tinggi MRI dilakukan pada mata yang
terkena saja. Pencitraan contoh kiri unilateral lesi. a miring Sagittal T2 (TR / TE
3460/110 ms) gambar. b Transaxial precontrast T1-tertimbang (TR / TE 360/13
ms) gambar. c (TR / TE 360/13 ms) image postcontrast Transaxial T1-tertimbang.
Perhatikan pola peningkatan homogen, yang umum di retinoblastoma
Insiden faktor risiko metastasis sangat tergantung pada lokasi
tumor dan ukuran tumor. Oleh karena itu, perbedaan dibuat antara
penyakit bilateral dengan hanya satu mata sangat dipengaruhi (resolusi
tinggi MRI dapat dilakukan hanya di mata yang terkena dampak paling
parah) dan ekstensif penyakit pada kedua mata (MRI resolusi tinggi dari
kedua mata).

24

Gambar. 11 MRI retinoblastoma bilateral dengan penyakit yang luas di kedua


mata harus dilakukan dengan dua kumparan permukaan. Bidang pandang harus
sedikit meningkat untuk menutupi kedua mata pada bidang transaxial. Pencitraan
contoh lesi bilateral: a Precontrast transaxial T1- tertimbang (TR / TE, 360/13 ms)
gambar. b Postcontrast transaxial T1- tertimbang (TR / TE, 360/13 ms) image
Otak
Otak harus selalu dicitrakan pada pasien retinoblastoma untuk
analisis

struktur

garis

tengah

untuk

menggambarkan

trilateral

retinoblastoma (yaitu PNET terletak terutama di kelenjar pineal, atau lebih


jarang di daerah suprasellar) atau penyebaran leptomeningeal. Untuk
pasien dengan leukocoria curiga memiliki retinoblastoma atau sudah
didiagnosis sebagai retinoblastoma berbasis temuan klinis dan USG,
evaluasi awal harus mencakup pencitraan MRI otak yang memenuhi
protokol standar. Pencitraan otak dilakukan dengan (multi-channel) hanya
headcoil dan setidaknya harus mencakup jenis urutan berikut atau serupa:

Urutan T2-tertimbang spin-echo Transaxial cepat (slice ketebalan, 4


mm). Urutan ini memberikan gambaran anatomi otak dan kelainan

struktural (pasien dengan 13q deletion syndrome).


Transaxial atau urutan T1 kontras ditingkatkan sagital (2D spin-echo T1tertimbang dengan ketebalan irisan 3 mm; atau 3D gradien-gema dengan
ketebalan irisan 1 mm). Urutan ini memberikan informasi tentang
peningkatan kelenjar pineal, kehadiran PNET garis tengah, leptomeningeal

metastasis dan invasi saraf optik yang luas.


Urutan T2-tertimbang resolusi tinggi koronal dan sagital (ketebalan irisan,
1,5 mm). Urutan ini opsional tapi harus ditambahkan ke protokol dalam
kasus pineal atipikal kelenjar (sebagian kistik, tidak teratur, pembesaran).

Ukuran tumor dan lokasi


Dibandingkan dengan tubuh vitreous, retinoblastoma memiliki cukup
intensitas sinyal tinggi pada T1- dan lebih rendah pada T2-weighted.

25

Gambar. 12 Retinoblastoma dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intraokular


berikut perdarahan subretinal (kadar cairan-cairan). a Bilateral retinoblastoma
dengan peningkatan ukuran mata kiri (buphthalmus) dan ruang anterior dangkal
(panah) terlihat pada T2 (TR / TE, 4430/102 ms) gambar. b retinoblastoma
bilateral dengan menonjol fokus segmen posterior mata (panah) dari mata kanan
dan dangkal yang ruang anterior terlihat pada T2 (TR / TE, 4430/102 ms) image

26

Gambar. 13 Pra (a) dan postcontrast (b) transaxial T1-tertimbang (374/14)


Gambar MRI menunjukkan peningkatan nodular kecil di disk saraf optik (panah),
yang mewakili dangkal invasi saraf optik oleh seeding tumor intraokular (situs
predileksi). c Abnormal contrastenhancement dari segmen anterior mata
dikombinasikan dengan makroskopik seedings tumor (panah)
Saraf optik dan invasi selubung meningeal
Dalam normal ukuran saraf optik, kriteria radiologi langsung
digunakan untuk mendiagnosa invasi saraf postlaminar adalah kehadiran
peningkatan kontras normal (peningkatan 2 mm diameter) di saraf distal
(Gambar. 14). Gangguan peningkatan linier normal pada optik disk
(choroidoretinal kompleks) mendukung saran dari optik invasi saraf optik.
Saraf optik Postlaminar atau invasi saraf optik selubung menigeal harus
meningkatkan kecurigaan leptomeningeal metastasis. Dalam situasi seperti
itu, tambahan kontras ditingkatkan sagital pencitraan T1-tertimbang dari
Seluruh tulang dianjurkan.

27

Gambar. 14 Postcontrast transaxial T1-tertimbang (TR / TE, 374/14 ms) MRI.


Peningkatan abnormal dari saraf optik distal dalam kontinuitas dengan tumor
adalah tanda postlaminar invasi saraf optik
Invasi dinding okular dan ekstensi ekstraokular
Diskontinuitas dari peningkatan choroidal yang normal adalah
kriteria untuk infiltrasi (Gambar. 15). Invasi choroidal besar-besaran
muncul sebagai focal penebalan choroidal (Gambar. 15). Peningkatan dan
penebalan seluruh saluran uveal (koroid, badan silia, iris) adalah tanda
uveitis. Penonjolan jaringan meningkat melalui koroid yang menebal ke
dalam (sinyal intensitas rendah) sclera atau lebih adalah tanda invasi
scleral atau perpanjangan ekstraokular.

28

Gambar. 15 Postcontrast transaxial T1-tertimbang (TR / TE, 305/15 ms) MRI.


Intraokular enhancing retinoblastoma dikombinasikan dengan focal penebalan
koroid dan diskontinuitas dari peningkatan linear pola koroid (panah) berdekatan
dengan massa tumor mencurigakan untuk invasi tumor. Pemeriksaan histopatologi
ini mata menunjukkan invasi choroidal besar
Segmen anterior mata
Anterior segmen mata tambahan sering terjadi di retinoblastoma
dan biasanya merupakan tanda dari angiogenesis iris. Invasi tumor ke
segmen anterior mata adalah temuan jarang, biasanya berhubungan dengan
anterior terletak retinoblastoma. Peningkatan dari tumor memperluas ke
dalam tubuh silia atau di luar harus menimbulkan kecurigaan invasi
segmen anterior mata. Transaxial Gambar T2-tertimbang dari kedua orbit
dapat digunakan untuk menggambarkan penurunan kedalaman ruang
anterior.

29

Otak
Analisis yang cermat dari struktur garis tengah harus dilakukan untuk
menggambarkan retinoblastoma trilateral (yaitu PNET terletak terutama di
kelenjar pineal, atau jarang di daerah suprasellar) (Gambar. 16) atau spread
leptomeningeal (jika pasien menunjukkan postlaminar luas saraf optik invasi
tambahan). Malformasi otak kongenital terjadi terutama pada pasien dengan 13q
deletion syndrome. Kista pineal jinak tidak boleh disalahartikan sebagai pineal

30

PNET, bahkan di anak-anak dengan retinoblastoma.

Gambar. 16 Pineoblastoma pada pasien dengan unilateral turun-temurun


retinoblastoma. Postcontrast aksial T1-tertimbang (TR / TE, 650/10 ms) MRI
menunjukkan meningkatkan massa kistik kelenjar pineal (panah) mencurigakan
untuk pineoblastoma (retinoblastoma trilateral)

31

c)

Gambaran Histopatologi
Penemuan histologi klasik pada retinoblastoma adalah Flexner-Wintersteiner
Rosettes, merupakan sel dengan susunan kuboid mengelilingi suatu lumen
dengan nucleus di daerah basal, inti besar warna gelap dan sedikit sitoplasma
(gambar 17). Terdapat berbagai variasi dalam gambaran histologi. Beberapa
neoplasia menunjukkan gambaran nekrosis dan foci kalsifikasi yang nyata.
Yang lain menunjukkan area diferensiasi glial

Gambar 17. Flexner-Wintersteiner Rosettes


2.7

Diagnosis Banding10
a) Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV): kelainan congenital pada
mata terjadi pada kegagalan embriologi, vitreous primer dan vaskuler
hyaloid menyempit , dimana bola mata memendek, terbentuknya katarak,
dan dilihat pupil memutih.
b) Coats disease: karakteristik kelainan unilateral yang tipikal dengan
terbentuknya pembuluh darah di belakang retina yang abnormal,
menyebabkan kelainan pada pembuluh darah retina dan perlengketan
retina

menyerupai

seperti

retinoblastoma.Retina

dapat

mengalami

pelepasan parsial atau toatal dan massa tumor yang berwarna merah muda
pada semua retina.Penyakit ini menjadi penebab utama isolasi pembuluh
darah retina dengan telengaingiektasia,kebocoran pembuluh darah dan

32

eksudat

subretina.

Karekteristiknya

histopatologinya

yaitu

cairan

eosinophilic dengan kristal kolestrol dan makrofag.


c) Toxocara canis: penyakit infeksi pada mata yang berhubungan dengan
paparan infeksi dari anak anjing, yang menyebabkan lesi pada retina dan
terjadi perlengketan retina.
d) Retinopathy of Prematurity (ROP): berhubung dengan berat badan lahir
rendah pada bayi yang menerima bantuan oksigen emergency setelah lahir,
bisa menyebabkan jaringan retina rusak dan perlengketan retina.
e) Astrocytoma : tumor pada lapisan serat nervus retina
f) Katarak congenital, perdarahan vitreus, uveitis anterior
Tabel 5. Diagnosis banding
Umur
yang
khas
Biasan
ya usia
2
tahun

Lateralit Ukuran
as
globe

CT scan

MRI

USG

Unilater
al atau
bilateral

normal

Terdapat di
intraokuler,
biasanya
terdapat
gambaran
klasifikasi
dan massa

Terdapat
massa
yang
echogenic
yang
sesekali
membaya
ngi bagian
distal

Persisten
vitreous
primer
hiperplastik

Pada
saat
lahir

Biasany
a
unilater
al

Lebih
sering
berukur
an kecil

Penyakit
coats

3-5
tahun

Selalu
unilater
al

Normal

Terjadi
peningkatan
kepadatan
pada
vitreous;
terdapat
jaringan
lunak di
sepanjang
kanal
cloquet
Peningkatan
kepadatan
difuse dan
abelasi
retina

T1 : iso
atau
sedikit
hiperinte
ns ke
daerah
vitreous
T2 :
gambara
n
hypointe
nse pada
vitreous
Hiperinte
ns pada
vitreous
pada T1
dan T2.
Kadang
terdapat
gambara
n fluid
level
Efusi
subretina
l yang
hiperinte
ns pada
T1 dan
T2

Terlihat
gambaran
ablasi
retina

Retinoblast
oma

33

Band
intravitral
membenta
ng dari
lensa
pasterior
ke optic
disk

Endophtalm
itis

5-10
yahun

Unilater
al

Normal

Massa
intraokular
tidak
terklsaifikas
i, ireguter,
dan terjadi
penebalan
pada
uveoscleral.

Efusi
subretina
l, yang
hiperinte
ns pada
T1 dan T
2

Retinopati
prematurity

Pada
saat
lahir

bilateral

Lebih
sering
berukur
an kecil

Microphtal
mia, retinal
detachment,
shallow
anterior
membrane
dan
meningkatk
an densitas
pada globe.

Efusi
retinal
yang
subintens
pada T2

2.8

Terlihat
massa
yang
tinggi,
gambaran
vitural
dan
lipatan
pada
retina
detachme
nt
Looplike
apparance
pada
pheriperal
retina
detachme
nt.

Penatalaksanaan
Enukleasi adalah terapi pilihan untuk retinoblastoma besar. Mata dengan

tumor yang berukuran relatif lebih kecil pada anak dapat diterapi secara efektif
dengan radioterapi plaque atau external beam, krioterapi, atau fotokoagulasi.
Kadang-kadang diperlukan kemoterapi untuk penanganan kasus rekuren, terutama
untuk menyelamatkan mata kedua pada kasus bilateral apabila mata pertama telah
di enukleasi, dan untuk penyakit metastatik.7
2.8.1

Medis10
Terapi

medis

ditujukan

untuk

pengawasan

lengkap

tumor

dan

mempertahankan penglihatan sebisa mungkin.

External Beam Radiation Therapy (EBRT)


Bagaimanapun terdapat morbiditas dan mortalitas yang signifikan
yang berkaitan dengan terapi ini. EBRT menghambat pertumbuhan

34

tulang dimana terjadi hipoplasia. Yang lebih penting lagi EBRT justru
meningkatkan resiko berkembangnya kanker sekunder. Saat ini
digunakan kemoterapi neoajuvant (kemoreduksi yang dikombinasi
dengan EBRT yang diharapkan bisa menekan efek buruk dari EBRT.
EBRT masih di indikasikan pada beberapa keadaan seperti
1. signifikan vitreous seeding
2. Pada anak-anak yang perjalanan penyakitnya progresif walaupun
sedang menjalani terapi kemoreduksi
3. Pada tumor yang berkembang melewati batas pemotongan nervus
optikus setelah enukleasi

Plaq Isotop radioaktif


Biasanya digunakan radioaktif cobalt 60, iodine 125, iridium 192 dan
ruthenium 106. keuntungannya adalah secara langsung diarahkan ke
tumor sehingga meminimalisir radiasi ke jaringan normal. Namun
kerugiannya karena diarahkan dosis yang tinggi ke sklera, radiasi
untuk lesi-lesi di anterior lebih sedikit.10

Kemoterapi
Kemoterapi neoadjuvant primer atau kemoreduksi digunakan untuk
terapi retinoblastoma intraokuler group C dan D. kemoterapi
profilaksis dianjurkan jika tumor sudah menyerang nervus optikus
yang telah melewati lamina kribrosa. Keuntungannya adalah
mengurangi komplikasi dari EBRT.7 Regimen yang sekarang
digunakan adalah kombinasi dari carboplatin, vincristin, etoposide, dan
cyclosporine. Anak mendapatkan kemoterapi intravena setiap 3-4
minggu selama 4-9 siklus.10

2.8.2

Pembedahan
Terapi pembedahan tumor merupakan standar terapi pada kasus
retinoblastoma tahap lanjut.

35

a. Enukleasi
Enukleasi dilakukan saat tidak ada kesempatan untuk mempertahankan
penglihatan pada mata.15 Pasien yang umumnya memerlukan enukleasi
adalah orang-orang dengan dengan tumor yang melibatkan lebih dari 50
% bola mata, mengenai saraf optikus, dan yang melibatkan segmen
anterior.10
b. Krioterapi
Dapat digunakan secara primer untuk tumor berukuran kecil yang lebih
kurang berukuran 6mm yang berlokasi di anterior, berpindah dari
diskus dan makula, tetapi dapat juga diindikasi kan untuk rekuren
setelah terapi radiasi.10
c. Fotokoagulasi
Dapat digunakan sebagai terapi primer untuk tumor berukuran kecil
yang berlokasi di posterior. Fotokoagulasi dapat juga digunakan untuk
tumor rekuren setelah EBRT.10
d. Exenterasi
Tetap digunakan pada banyak negara belum berkembang dimana
terdapat perluasan tumor ke daerah sekitar.15
2.9

Komplikasi13
a. Tumor non okuler sekunder dapat muncul pada penderita retinoblastoma.
Contohnya osteosarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain,
melanoma malignan, berbagai jenis karsinoma, leukemia dan limfoma,
dan berbagai jenis tumor otak
b. Komplikasi vaskular: kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan
dapat terlihat setelah EBRT menggunakan 70-75Gy dengan 200-350cGy
per fraksi.
c. Efek pada tulang, gigi dan jaringan lunak setelah terapi radiasi. Terjadi
hipoplasia pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi dengan
dosis radiasi melebihi 3500 cGy.
36

2.10

Prognosis
Prognosis retinoblastoma baik jika dilakukan terapi medis yang tepat. Angka

ketahanan hidup seluruh pasien retinoblastoma di Amerika dan Inggris saat ini
lebih dari 85%. Angka kesembuhannya hampir 90% jika nervus optikus tidak
terlibat dan enukleasi dilakukan sebelum tumor melewati lamina kribrosa. Angka
ketahanan hidup menurun menjadi 60% jika tumor meluas melewati lamina
kribrosa, bahkan jika batas pemotongan nervus optikus bebas dari tumor.
Kematian terjadi sekunder karena perluasan intrakranial. Pengobatan dengan
EBRT menghasilkan angka kesembuhan sebesar 85%.10

37

Anda mungkin juga menyukai