PENDAHULUAN
Untunglah bola mata mendapat perlindungan yang cukup baik oleh kelopak
mata, tulang mata, rima orbita, jaringan orbita, kedipan kelopak mata, gerakan
menghindari dari kepala, alis mata, gerakan dari bola mata ke atas.
Sebaiknya bila ada trauma mata segera dilakukan pemeriksaan dan
pertolongan karena kemungkinan fungsi penglihatan masih dapat dipertahankan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Trauma
mata
adalah
tindakan
sengaja
maupun
tidak
yang
B. JENIS-JENIS TRAUMA
Trauma mata berdasarkan penyebabnya dibagi ;
1. Mekanis :
3. Fisik :
a. Tumpul
a. Cahaya
b. Tajam
b. Ledakan
2. Bahan Kimia :
a. Asam
c. Kebakaran
d. Blow out Fraktur
b. Basa
C. TRAUMA MEKANIS
1. TRAUMA TUMPUL
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau
benda yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata
dengan keras (kencang) ataupun lambat.
Tingkatan dari rudapaksa mata ini tergantung dari besar, berat,
energi kinetik dari obyek.
Mekanisme :
Gelombang tekanan akibat dari rudapaksa mata menyebabkan :
a. Tekanan yang sangat tinggi dan jelas dalam waktu yang singkat
didalam bola mata.
b. Perubahan yang menyolok dari bola mata.
c. Tekanan dalam bola mata akan menyebar antara cairan vitreous yang
kental dan jaringan sclera yang tidak elastis.
B) KONJUNGTIVA
1) Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat
menjadi kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat
trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan
konjungtiva
secara
langsung
kena
angin
tanpa
dapat
2) Hematoma Subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat
pada atau dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan
arteri episklera.
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka
perlu dipastikan bahwa tidak terdapat robekan dibawah jaringan
konjungtiva
atau
sklera.
Kadang-kadang
hematoma
C) KORNEA
1) Edema Kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata
dapat mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran
descement. Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan
kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber
cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji
placido yang positif.
Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya
serbukan sel radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan
stroma kornea.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik
seperti NaCl 5% atau larutan garam hipertonik 2-8%, glukose
40% dan larutan albumin.
Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka
diberikan azetolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa
sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak
membran
descement
yang
lama
sehingga
2) Erosi Kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel
kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel
kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal.
Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi
dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut.
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi
merusak kornea yang mempunnyai serat sensibel yang banyak,
mata berair, denagan kornea yang keruh.
Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang
bila diberi perwanaan fluorescein akan berwarna hijau.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau
dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika
spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol, dan sulfasetamide
tetes mata. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar
maka diberikan siklopegik aksi pendek seperti tropikamida.
Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebat tekan selama 24
jam. Erosi yang kecil biasanya tertutup kembali setelah 48 jam.
membran
dari
iris
didaerah
pupil
dan
sudut
b)
Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada
persesuaian pendapat di antara para ahli. Edward- Layden
lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada mata
yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola
mata yang sakit. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian
bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita gelisah,
Pemakaian obat-obatan
Pemberian
obat-obatan
pada
penderita
dengan
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan
secara
oral
maupun
menekan/menghentikan
parenteral,
perdarahan,
berguna
untuk
Misalnya
Dengan
demikian
diharapkan
terjadinya
10
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan
obat-obat golongan midriatika atau miotika, karena
masing-masing
kerugian
obat
mempunyai
sendiri-sendiri:
Miotika
keuntungan
dan
memang
akan
iridiocyclitis.
Akhirnya
Rakusin
dengan
obat
tersebut
tanpa
pada
menggunakan
kedua
pengobatan
hifema
traumatik.
para
ahli
menganjurkan
pemberian
ditemukan
adanya
kenaikan
tekanan
menurunkan
tekanan
intraokuler,
walaupun
11
Obat-obat lain
Sedativa diberikan bilamana penderita gelisah.
Diberikan analgetika bilamana timbul rasa nyeri.
2) PERAWATAN OPERASI
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan
glaukoma sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis
cornea dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan
perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari.
Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan
pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama
5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari.
Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila
tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila
ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea. Untuk mencegah sinekia
anterior perifer dilakukan pembedahan bila hifema total bertahan
selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari.
Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4
hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :
12
jangan
menutup
kembali.
Dengan
jarum
13
E) IRIS
Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal
iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat
ganda dengan satu matanya.
Pada iridosialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya
iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.
Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya
dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris
yang terlepas.
14
F) LENSA
1) Dislokasi Lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula
zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.
15
penyulit
akibat
degenerasi
lensa,
berupa
16
3) Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang
dapat merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak
di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar
papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula
lutea maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini
bila tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat akan
17
tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat bagian
ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa
tertutup koroid.
4) Avulsi Papil Saraf Optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari
pangkalnya didalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil
saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam
penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan.
Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan
saraf optiknya.
5) Optik Neuropati Traumatik
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf
optik, demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik.
Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat
reaksi defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina.
Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan
warna dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal dalam
beberapa minggu sebelum menjadi pucat.
Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera
mata adalah trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma yang
mengakibatkan kerusakan pada khiasma optik.
Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut
dengan memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah
steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.
2. TRAUMA TAJAM
Trauma tajam pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan
jaringan atau organ mengalami kerusakan.
A) ETIOLOGI
Trauma tajam disebabkan benda tajam atau benda asing
masuk ke dalam bola mata.
18
jaringan
yang
prolaps
seperti
caiaran
mata
19
2) KONJUNGTIVA
3) KORNEA
20
Ulkus kornea
Sebagian besar disebabkan oleh trauma yang mengalami
infeksi sekunder.
Anamnesa :
blefarospasme.
Pemeriksaan : nampak kornea yang edema dan keruh,
bagian yang mengalami kerusakan epitel menunjukkan
pengecatan ( + ).
21
Terapi
antibiotika
lokal
tetes,
salep
atau
4) SCLERA
Luka terbuka atau tembus
Luka ini lekas tertutup oleh konjungtiva sehingga kadang
sukar diketahui. Luka tembus sclera harus dipertimbangkan
apabila dibawah konjungtiva nampak jaringan hitam (koroid).
Pengobatan : sama dengan luka tembus pada kornea.
5) OFTALMIA SIMPATETIK
Suatu uveitis yang diderita oleh mata kontralateral apabila
mata lainnya mengalami trauma atau trauma tembus yang
mengenai jaringan uvea. Frekuensi tertinggi terjadi 2-4 minggu
sesudah trauma.
Proses berlangsung : Tahap iritasi ( Sympatetic Iritation )
dan Tahap radang ( Sympatetic Inflamation )
22
TAHAP IRITASI
Anamnesa : keluhan nyeri, tanda-tanda radang ringan,
epifora, dan fotofobia.
Pemeriksaan : tanda-tanda iritis ringan, biasanya bersifat
reversibel atau langsung tahap radang.
TAHAP RADANG
Dapat berlangsung akut/menahun. Stadium ini bersifat
irreversibel dan kemungkinan besar akan memburuk bila
pengobatan kurang sempurna.
Terapi :
blefarospasme.
Pemeriksaan : pupil miosis, reflek pupil menurun, sinekia
posterior.
Terapi : Atropin tetes 0,5%- 1 %, 1-2 x perhari selama
sinekia belum lepas. Antibiotik lokal, Diamox bila ada komplikasi
glaukoma.
8) LENSA
a) Katarak : Penatalaksanaan sama dengan trauma tumpul.
b) Dislokasi lensa :Penatalaksanaan sama dengan pada rudapaksa
mata tumpul
9) KERUSAKAN SEGMEN POSTERIOR :Penatalaksanaan sama
dengan rudapaksa mata tumpul
23
penerangan
yang
cukup
mulai
dari
palpebra,
antibiotika
lokal
pada
benda
asing
di
24
Mata
Pengobatan :
PARALISA : anti inflamasi dan neurokopik untuk
menghindari diplopia satu mata : pada parese ringan mata sehat
ditutup supaya mata parese terlatih, pada parese berat mata
parese yang ditutup. Setelah 3-6 bulan tidak ada kemajuan berarti
tetap strabismus dan atau diplopia maka penderita perlu dirujuk
untuk tindakan operasi. Sebab setelah 6 bulan dianggap telah
25
26
27
E. TRAUMA FISIK
1. CAHAYA
Cahaya yang berasal dari matahari atau alat untuk las
mengandung ultraviolet yang dapat mengakibatkan konjungtivitis dan
keratitis, sedangkan cahaya dari pembikinan kaca (Glass Blomers) banyak
mengandung infra red yang dapat mengakibatkan katarak.
Anamnesa : Mata terasa nyeri, epifora yang timbul 6-12 jam
sesudah melihat cahaya tersebut.
Pemeriksaan : Hiperemi konjungtiva, flurescein test positif
Pengobatan : Pada Konjungtiva beri antibiotika lokal,atropine bila
fluorescein luar
2. KEBAKARAN
Dengan adanya reflek perlindungan menutup palpebra sering
kornea dan konjungtiva terhindar dari bahaya kebakaran, sehingga
kelainan terbatas pada palpebra.
Pengobatan :
28
29
BAB III
PENUTUP
Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara lain trauma
mekanik (tumpul dan tajam), trauma kimia (asam dan basa), dan trauma fisik.
Pemeriksaan awal pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan
segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat
progesif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing
intraocular apabila terdapat riwayat memalu, mengasah atau ledakan.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan. Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi
cahaya, diskriminasi dua-titik dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas
mata dan sensasi kulit periorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada
bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan bedside, adanya enoftalmus dapat
ditentukan dengan melihat profil kornea dari atas alis. Apabila tidak tersedia slitlamp di ruang darurat, maka senter, kaca pembesar atau oftalmoskop langsung
pada + 10 ( nomor gelap ) dapat digunakan untuk memeriksa adanya cedera
dipermukaan tarsal kelopak mata dan segmen anterior.
Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka dan
abrasi. Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya
perdarahan, benda asing atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior
dicatat. Ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan
dengan mata yang lain untuk memastikan apakah terdapat defek pupil aferen di
mata yang cedera. Apabila bola mata tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva
palpebra dan forniks dapat diperiksa secara lebih teliti, termasuk inspeksi setelah
eversi kelopak mata atas. Oftalmoskop langsung dan tidak langsung digunakan
untuk mengamati lensa, korpus vitreosus, diskus optikus, dan retina. Dokumentasi
foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma
eksternal. Pada semua kasus trauma mata, mata yang tampak tidak cedera juga
harus diperiksa dengan teliti.
30