Anda di halaman 1dari 19

DETERMINASI SEKS

(PROSES PENENTUAN JENIS KELAMIN)

Tipe Penentuan Jenis Kelamin


Sebagian besar mekanisme penentuan (determinasi) seks/jenis kelamin
brada di bawah kendali genetik dan dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu
ketegori berikut:
a. Jantan heterogamet
Pada manusia dan kebanyakan mamalia, adanya kromosom Y
menentukan suatu kecenderungan kepada sifat jantan. Jantan normal secara
kromosomal adalah XY dan betina XX. Hal ini menghasilkan rasio seks 1:1
pada setiap generasi. Karena jantan menghasilkan menghasilkan dua buah
gamet, maka dikatakan berkelamin heterogamet. Sedangkan betina hanya
menghasilkan satu macam gamet, sehingga disebut homogamet.

Cara

penentuan seks ini umumnya dinyatakan sebagai metode XY.


Contoh XY pada penentuan seks

Pada beberapa jenis serangga, terutama ordo Hemiptera (kepik sejati)


dan Orthoptera (belalang), hewan jantannya juga heterogamet. Tetapi
menhasilkan sperma yang menyandang X, atau gamet tanpa kromosom seks.
Pada hewan jantan spesies ini, kromosom X tidak mempunyai pasangan
homolog karena tidak adanya kromosom Y. Jadi komplemen kromosom
hewan jantan memperlihatkan jumlah ganjil. Adanya satu-X menentukan sifat
jantan dan dua-X menentukan sifat betina. Bila kromosom X tunggal selalu
terkandung dalam salah satu dari dua tipe gamet yang dibentuk pada hewan
jantan, suatu rasio kelamin 1:1 akan dihasilkan pada keturunannya. Metode

penurunan seks seperti ini biasa disebut sebagai metode XO, simbol O
menyatakan tidak adanya kromosom yang analog dengan Y pada sistem XY.

Metode XO pada penentuan seks:

b. Betina heterogamet
Metode penentuan seks ini ditemukan pada golongan hewan yang
secara komparatif besar, termasuk kupu-kupu, gegat, kepik air, ulat sutra dan
pada beberapa burung dan ikan. Adanya satu-X dan dua-X pada spesiesspesies ini berturut-turut menentukan sifat betina dan sifat jantan. Hewan
betina beberapa spesies (misalnya ayam domestik) mempunyai kromosom
yang mirip dengan kromosom Y pada manusia. Kromosomnya diberikan
lambang Z dan W berturut-turut untuk menggantikan X dan Y.
Metode ZO pada penentuan seks

Metode ZW pada penentuan seks

Kromosom W pada ayam bukan merupakan unsur penentu jenis kelamin


betina yang kuat.

c. Tipe Ploidi
Beberapa serangga dapat melakukan partenogenesis, artinya dari sel
telur dapat terbentuk makhluk baru tanpa didahului oleh pembuahan oleh
spermatozoa.
Contohnya lebah madu (Apis sp.)

Jelaslah bahwa penentuan jenis kelamin pada lebah madu tidak dipengaruhi
oleh kromosom kelamin pada makhluk lainnya, melainkan oleh sifat ploidi
dari makhluknya. Lebah yang diploid (2n) adalah betina, sedangkan yang
haploid (n) adalah jantan.
Determinasi Seks pada Drosophila
Sejak awal abad ini lalat Drosophila banyak digunakan dalam penelitian
Genetika karena lalat ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
a. Mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana.
b. Mempunyai siklus hidup pendek (kira-kira 2 minggu), sehingga dalam 1 tahun
dapat diperoleh 25 generasi.
c. Memiliki tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan. Lalat betina
lebih besar daripada yang jantan, ujung abdomen meruncing dan pada
abdomen terdapat garis-garis hitam melintang. Lalat jantan lebih kecil, ujung
abdomen tumpul berwarna kehitam-hitaman dan pada abdomen terdapat
sedikit garis-garis hitam melintang. Ekstremitas (kaki) depan dari lalt jantan
memilki sisir kelamin (sex comb), tapi lalat betina tidak memilikinya.
d. Hanya mempunyai 8 kromosom saja, sehingga mudah menghitungnya.
Delapan buah kromosom yang terdapat di dalam inti sel itu dibedakan atas:
-

Enam buah kromosom (atau tiga pasang) yang pada lalat betina maupun
jantan bentuknya sama dan karena itu disebut autosom (kromosom tubuh),
disingkat A.

Dua buah kromosom (atau 1 pasang) yang disebut kromosom kelamin


(seks kromosom) sebab anggota dari sepasang kromosom ini tak sama
bentuknya pada lalat betina dan jantan. Kromosom kelamin dibedakan
atas:
1. Kromosom-X yang berbentuk batang lurus. Lalat betina memiliki 2
buah kromosom-X.
2. Kromosom-Y yang lebih pendek daripada kromosom-X dan ujungnya
sedikit membengkok. Lalat jantan memiliki sebuah kromosom-X dan
sebuah dan sebuah kromosom-Y. Lalat betina normal tidak memiliki
kromosom-Y. Karena lalat betina memiliki 2 kromosom kelamin
sejenis (yaitu 2 kromosom-X), maka lalat betina dikatakan bersifat
homogametik. Lalat jantan bersifat heterogametik, karena memiliki
kromosom-X dan kromosom-Y. Berhubung dengan itu formula
kromosom untuk lalat Drosophila adalah:
-

Lalat betina = AAXX

Lalat jantan = AAXY

Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk satu mavcam sel telur
haploid (AX). Lalat jantan membentuk 2 macam spermatozoa, yaitu yang
membawa kromosom-X (AX) dan yang membawa kromosom-Y (AY). Apabila
spermatozoa pembawa kromosom-X membuahi ovum (AX) terjadilah anak lalat
betina (AAXX), sedangkan bila spermatozoa pembawa kromosom-Y membuahi
ovum terjadilah anak lalat jantan (AAXY). Kadang-kadang di waktu meiosis
selama pembentukan sel-sel kelamin, sepasang kromosom kelamin tidak memisah
diri, melainkan tetap berkumpul. Peristiwa tidak memisahnya sepasang kromosom
selama pembelahan sel dinamakan gagal memisah (nondisjunction) itu
berlangsung selama oogenesis, maka terbentuklah 2 macam ovum, yaitu sebuah
ovum yang memiliki dua kromosom-X dan sebuah ovum lainnya yang hanya
mengandung autosom saja tanpa kromosom-X.
Adanya nondisjunction ini tentu saja mengakibatkan terjadinya berbagai
macam kelainan dalam keturunan, yaitu:

a. Lalat betina super (AAXXX), yaitu apabila spermatozoa yang membawa


kromosom-X membuahi sel telur yang mempunyai dua kromosom-X. Lalat ini
tidak sempurna pertumbuhannya, sangat leamh dan hidup tidak lama.
b. Lalat AAXXY, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosom-Y membuahi
sel telur yang mempunyai 2 kromosom-X. Lalat ini betina, subur, tak ada
bedanya dengan lalat betina biasa. Berarti bahwa kromosom-Y pada
Drosophila tidak memberi pengaruh pada seks.
c. Lalat AAXO, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosom-X membuahi
sel telur tanpa kromosom-X. Lalat ini jantan dan steril. Sebaliknya, manusia
XO adalah perempuan steril. Tetapi tikus XO adalah betina fertil.
Drosophila YO tidak dikenal, sebab bila spermatozoa pembawa
kromosom-Y membuahi sel telur tanpa kromosom-X akan berakibat letal. Di
samping itu, masih dikenal beberapa kelainan lainnya pada Drosophila, misalnya:
a. Lalat ginandromorf, ialah lalat yang tubuhnya separoh bersifat betina dan
separoh lainnya jantan, dengan batas yang tegas. Berhubung dengan itu lalat
ini tidak dapat diberikan formula kromosomnya. Ginandromorf juga terjadi
cacing sutra dan lebah. Terjadinya ginandromorfisme pada vertebrata sulit
untuk dideteksi karena tergantung dari resiko dan perbedaan yang ditimbulkan
karena faktor ginandromorfisme dan interaksi antar efek hormon seksual.
b. Lalat interseks (AAAXX), yaitu lalat yang merupakan campuran antara lalat
betina dan jantan, triploid (3n) untuk autosomnya dan memiliki 2 kromosomX, steril. Lalat ini kini lazim disebut lalat interseks triploid setelah Bridges
berhasil membuat berbagai macam drosophila tetraploid seperti betina
tetraploid (AAAAXXXX), interseks tertraploid (AAAAXXX), jantan super
tetraploid (AAAAX).
c. Lalat jantan super (AAAXY) ialah lalat jantan triploid untuk autosomnya.
Seperti halnya dengan lalat betina super maka pertumbuhannya tidak
sempurna, steril, sangat lemah dan hidup tak lama.
d. Lalat dengan kromosom-X melekat pada salah satu ujungnya (attached-X
chromosomes). Lalat ini mempunyai fenotip seperti lalat betina normal,
tetapi bila diperiksa secara mikroskopis maka inti selnya

mengandung

sepasang kromosom-X yang saling melekat pada salah satu ujungnya dan
ditambah dengan adanya kromosom Y. Berhubung dengan itu lalat Drosophila
dengan attached-X chromosomes mempunyai formula AAXXY.
Teori Keseimbangan Tentang Seks
Setelah mengetahui adanya berbagai macam kelainan kromosom yang
berpengaruh pada fenotip lalat Drosophila, maka Bridges mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Seks lalat Drosophila tidak semata-mata tergantung dari hadirnya kromosomX dan kromosom-Y, melainkan lebih tepat kalau dikatakan ditentukan oleh
indeks kelamin, yaitu perbandingan antara banyaknya kromosom-X terhadap
benyaknya set/stel autosom (disingkat dengan X/A). Teori ini dikenal dengan
nama teori keseimbangan tentang seks dari Bridges.
Formula kromosom
AAXXX
AAXX
AAAXX
AAXY
AAAXY

Indeks Kelamin X/A


3/2 = 1,50
2/2 = 1,00
2/3 = 0,67
= 0,50
1/3 = 0,33

Seks
Betina super
Betina
Interseks
Jantan
Jantan super

Dapat diketahui bahwa lalat betina mempunyai indeks kelamin 1, lalat jantan
0,5, antara kedua nilai ini adalah lalat interseks, kurang dari 0,5 adalah lalat
jantan super, sedangkan lebih dari 1 betina super.
2. Gen-gen yang menentukan jantan rupa-rupanya dibawa oleh autosom.
Sedangkan gen-gen yang menentukan betina dibawa oleh kromosom-X.
3. Kromosom-Y lebih banyak mengatur fertilisasi pada lalat jantan. Karena itu
lalat AAXY adalah jantan yang dapat membentuk spermatozoa. Kromosom-Y
tidak mempunyai pengaruh pada lalat AAXXY dan berdasarkan indeks
kelaminnya 1,00, maka lalat ini betina.
4. Indeks kelamin (X/A) > 1,00 atau < 0,50 menghasilkan kelainan pada
Drosophila (betina super dan jantan super)
5. Indeks kelamin < 1,00 tetapi > 0,50 menghasilkan lalat antara betina dan
jantan (interseks).

Heteropiknosis Seks Kromosom dan Vesikel Seks


Selama proses meiosis, pasangan XY tertanam dalam vesikel seks pada
kebanyakan mamalia. Vesikel ini muncul selama fase zygonema dan pakinema,
yang pada saat itu kromosom XY tidak heteropiknotik. Pada akhir fase profase,
XY yang bivalen menjadi heteropiknosis lagi.
Sebab adanya vesikel seks pada seks kromosom tikus, mempengaruhi
formasi nukleolus (misal: vesikel seks berisi nukleolar organizer). Pada kasus ini
vesikel memiliki dua zona: (1) zone kromatin, berbentuk oval dan menempel pada
membran nuklear dan (2) daerah memiliki RNA/zona nucleolar yang memiliki
warna abu-abu. Kromatin ini tipis, terdiri atas kumparan DNA mikrofibril dan
memiliki beberapa filamen. Zone nukleolar berisi RNA yang feulgen negatif.
Pada titik tengah zona tersebut terdapat bagian yang padat di sekeliling tepinya.
Selebihnya adalah struktur seperti spon terbuat dari granula kurang lebih sebesar
15 nm. Seks vesikel pada manusia tidak mengandung RNA dan zona nucleolar
pun tidak ada.
Sistem Neo-XY pada Determinasi Seks
Selain penentuan jenis kelamin dengan kromosom XY, di beberapa spesies
memiliki tipe determinasi seks menurut sistem neo-XY. Seperti yang ditunjukkan
pada gambar 16-5, sistem ini muncul dari patahan kromosom X, yang diikuti
dengan fusi (penyatuan) fragmen utama ke sebuah autosom. Penyatuan ini
membentuk kromosom neo-X. Pada meiosis, terbentuk pasangan autosom lain
yang disebut kromosom neo-Y dan membentuk sel kelamin jantan.
Terdapat bukti bahwa kromosom neo-Y berangsur-angsur menjadi
heterokromatin. Kejadian ini dibuktikan dengan radioautografi dengan Hthymidin untuk melihat kromosom X, dan kromosom neo-Y bereplikasi pada
periode sintesis.
Diferensiasi Seks
Meskipun determinasi seks paling pertama terbentuk pada fertilisasi
embrio. Meskipun

demikian, didapati bahwa kepastian karateristik kelamin

memiliki mekanisme yang lebih kompleks. Faktor epigenik (misalnya: hormonal)


sangat mungkin mengontrol determinasi genetik selama perkembangan, sehingga

menuju perubahan fenotip kelamin. Kondisi biseksual juga ditemukan diantara


hewan vertebrata. Contoh: amfibi jantan memiliki ovarium rudimenter
(Bidderorgan) dan vestigial oviduct.
Pada embrio manusia sampai minggu keenam, gonad dan saluran
primordial urogenital identik antara laki-laki dan wanita. Pada tahap ini, gonad
telah diinvasi oleh sel germinal XX atau XY. Gonad berdiferensiasi menjadi testis
pada minggu ke-7, sedangkan gonad betina berdiferensiasi antara minggu ke-8
dan ke-9 dari perkembangannya di dalam kandungan. Faktor epigenetik yang
penting pada masa diferensiasi adalah produksi androgen oleh sel somatik pada
embrio gonad jantan, sedangkan pada betina/wanita produksinya sangat kurang.
Pengaturan androgen kepada ibunya pada waktu ini mungkin diproduksi untuk
diferensiasi

genital

menjadi

jantan

(feminnine

psoudhermaphroditism).

Diferensiasi gonad pada manusia laki-laki kemungkinan bergantung pada


produksi hormon lokal berhubungan dengan kehadiran kromosom Y. Hormon ini
mempercepat perkembangan testi, sedangkan pada wanita ketidakhadiran hormon
menyebabkan perlambatan perkembangan ovarium.
Seks Kromatin
Tahun 1940, Barr dari University of Western Ontario, USA dalam
peneylidikannya dapat menemukan adanya suatu badan kromatin di dalam sel-sel
saraf kucing betina, tetapi tida pada kucing jantan. Penyelidikan itu dilanjutkan
pada manusia dengan memeriksa sel-sel epitel tunika mukosa mulut (selaput
lendir mulut) di bagian dalam dari pipi dan juga sel-sel darah putih (leukosit. Inti
dari sel-sel selaput lendir mulut dari orang perempuan mengandung sebuah badan
kromatin pula dan bentuknya bulat. Sementara orang laki-laki tidak memilikinya.
Juga sel leukosit pada orang perempuan memperlihatkan adanya badan kromatin,
tetapi berbentuk khas yaitu sebagai pemukul genderang, maka dalam bahasa
inggris dinamakan drumstick. Oleh karena ada atau tidak adanya badan
kromatin itu ada hubungannya dengan perbedaan jenis kelamin, maka badan
kromatin itu disebut kromatin kelamin atau seks kromatin atau juga Badan Barr.
Karena orang perempuan memiliki seks kromatin, maka dikatakan bersifat seks
kromatin positif. Orang laki-laki dikatakan bersifat seks kromatin negatif.

Hipotesis Lyon, muncul sebagai bentuk jawaban dari apa yang menyusun
seks kromatin sesungguhnya. Lyon berhipotesis bahwa seks kromatin itu terdiri
dari salah satu dari 2 buah kromosom-X yang terdapat di dalam inti sel tubuh
wanita. Berhubung dengan itu apabila sebuah sel tidak mengalami mitosis, maka
substansi dari satu kromosom-X dalam keadaan kurang, sehingga tidak tampak.
Kromosom-X yang satunya tetap dalam keadaan kompak sehingga dapat
menghisap zat warna banyak dan dapat dikenal sebagai seks kromatin. Dikatakan
pula bahwa gen-gen di dalam kromosom-X yang substansinya berkurang adalah
aktif memberikan pengaruh pada fenotip. Gen-gen yang terdapat dalam
kromosom-X yang kompak yang membentuk seks kromatin adalah non aktif.
Berdasarkan hipotes Lyon yang menyatakan seks kromatin adalah sebuah
kromosom-X yang nonaktif, maka mudah dimengerti bahwa pada orang normal,
banyaknya seks kromatin dalam sebuah sel adalah sama dengan jumlah
kromosom-X dikurangi dengan satu. Jadi perempuan normal mempunyai dua
kromosom-X, maka ia memiliki sebuah seks kromatin, sehingga bersifat seks
kromatin positif. Sebaliknya laki-laki hanya memiliki sebuah kromosom-X saja,
maka ia tidak mempunyai seks kromatin sehingga bersifat seks kromatin negatif.
Dengan demikian, individu XO adalah wanita yang tidak mempunyai seks
kromatin, maka manusia XXY adalah pria yang memiliki satu seks kromatin,
XXXX adalah wanita dengan tiga seks kromatin.
Fakta bahwa X yang non-aktif muncul sebagai penyakit pada manusia
yang terpaut pada kromosom X. Penyakit ini disebut Lesch-Nyhan syndrom,
adalah suatu kondisi tubuh yang mengalami defisiensi salah satu enzim untuk
metabolisme purin (hipoxsanthine-guanine phosphoribosly transferase). Enzim ini

memproduksi perlambatan mental dan meningkatkan level asam uric sebagai hasil
mutasi kromosom-X yang resesif.
Hubungan Seks Kromatin dengan Ratio Seks dan Kematian
Tes seks kromatin juga dilakukan untuk mengetahui jumlah wanita
terhadap pria (ratio seks) sejak konsepsi. Hasil penelitian berdasarkan tes seks
kromatin

menunjukkan

bahwa

lebih

banyak

terjadi

konsepsi

laki-laki

dibandingkan dengan perempuan, tetapi lebih banyak fetus laki-laki yang


mengalami abortus spontan. Contohnya: 106 laki-laki dilahirkan untuk 100
perempuan. Tetapi pada usia 20 tahun, rasio itu berkurang menjadi 100 laki-laki
terhadap 100 perempuan, sedang pada usia 85 tahun ratio itu berubah menjadi 62
laki-laki terhadap 100 perempuan. Angka kematian yang lebih tinggi pada lakilaki dibandingkan dengan permpuan diduga disebabkan karena 2 buah kromosomX pada wanita itu menyediakan lebih banyak keuntungan untuk bertahan
dibandingkan dengan sebuah kromosom-X pada laki-laki.
Rangkai Kelamin
Gen rangkai kelamin dibawa oleh kromosom seks tetapi tidak telibat
dalam penentuan jenis kelamin. Rangkai kelamin pada Drosophila menunjukkan
ketika betina homozigot bermata merah (dominan) disilangkan dengan jantan
bermata putih (resesif). Individu F1 yang dihasilkan adalah semuanya bermata
merah, tetapi ketika persilangan terjadi antara betina bermata putih dan betina
bermata merah dari generasi F1 ternyata anakannya adalah jantan yang bermata
putih. Eksperimen tersebut menunjukkan bahwa gen mata merah dibawa oleh
kromosom X, bukan oleh kromosom Y. Organisme dengan sistem determinasi
seks XY, gen menunjukkan diferensial sekgem dari X dan Y. Gen tersebut
bukanlah alel dan kromosomny nonhomolog. Mereka benar-benar terpaut dan
tidak terjadi crossing over di dalamnya.
Ada 3 jenis pautan seks yaitu:
(1) gen yang terpaut pada kromosom-X
Yaitu gen yang terlokalisasi pada X yang nonhomolog dan dan bukan
alel Y. Pada manusia muncul sebagai daltonisme (buta warna merah-hijau)
dan hemofilia yang terpaut pada kromosom-X. Sejumlah 8% dari laki-laki

mengalami daltonisme, sedangkan pada wanita hanya ditemukan 0,5% dari


jumlah wanita. Belakangan kedua kromosom X berubah pada lokus yang
sama. Hemofilia (kegagalan pada pembekuan darah) diwariskan sebagai
pautan seks yang resesif. Perempuan sangat jarang terkena hemofilia.
Beberapa kasus yang terjadi adalah ayah yang hemofilia dan ibunya merupkan
adalah karier hemofilia.
Gen yang terpaut pada kromosom X juga bisa berupa keabnormalan
pada manusia, yaitu: Ichthyosis, Myopia, Gowers Muscular Athrophy, dan
sebagainya.
(2) gen yang terpaut pada kromosom-Y,
Yaitu gen yang terlokalosasi pada Y yang nonhomolag dan bukan alel-Y.
Gen-gen pada kromosom Y yang nonhomolog langsung diwariskan dari ayah
ke putranya. Contoh, ichthyosis hystrix gravis dan penyakit lainnya ditemukan
pada laki-laki.
(3) gen yang terpaut pada kromosom XY,
Yaitu gen yang terlokalisasi pada segmen kromosom yang homolog pada X
dan Y (disebut juga pautan yang tidak lengkap). Gen-gen tersebut diwariskan
sebagai gen-gen autosom. Mereka secara parsial terpaut pada seks. Terdapat
beberapa variasi kelainan, diantaranya buta warna total dan gangguan kulit
(xeroderma pigmentosum dan epidermolysis bullosa), retinitis pigmentosa,
spastic paraplegia dan penyakit lain
Sitogenetik Manusia
Sitogenetik merupakan ilmu yang berkembang dari ilmu pengetahuan
sitologi dan genetika. Ilmu ini mempelajari perilaku kromosom-kromosom selama
mitosis dan meiosis, hubungan kromosom dengan transmisi dan rekomendasi dari
gen-gen, dan mempelajari penyebab serta akibat perubahan struktur dan jumlah
kromosom. Salah satu contoh tehnik yang dikembangkan adalah kultur cairan
amniotik yang dipakai untuk diagnosis kromosom. Misalnya: untuk mengetahui
analisis abnormalitas anak-anak yang baru lahir.

Karyotipe Manusia Normal


Pada orang normal, formula kromosom untuk wanita dan pria dapat
dituliskan 46,XX untuk wanita dan 46,XY untuk pria. Gambar karyotipe pada
manusia normal ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Di samping itu, berdasarkan posisi sentomer makan kromosom dikelompokkan


menjadi metasentris, submetasentris, dan akrosentris. Karateristik kromosom
kariyotipe manusia ditunjukkan dalam tabel di bawah ini menuru Denver dan
London Report.
Denver Report
Golongan 1-3

Golongan 4-5
Golongan 6-12

London Report
Golongan 1-3 (A)

Description
Kromosom
yang
besar
dengan
sentromer yang berada di tengahtengah: 1, 2 dan 3 biasanya bisa
diidentifikasi secara morfoogi
Golongan 4-5 (B)
Kromosom submetasentris yang besar
Golongan X. 6-12 Kromoso submetasentris ukuran sedang

Golongan 13-15
Golongan 16-18

Golongan 19-20
Golongan 21-22

(C)
Golongan 13-14 (D)
Golongan 16-18 (E)

Kromosom akrosentris yang besar


No.16 adalah metasentris; no. 17-18
adalah kromosom submetasentris yang
kecil
Golongan 19-20 (F) Kromosom metasentris kecil
Golongan 21-22 + Y Kromosom
akrosentris
pendek
(G)
(kromosom
Y
termasuk
dalam
golongan ini, tapi tidak memiliki satelit,
ini ditentukan berdasarkan ukuran dan
bisa juga dikenali secara morfologi)

Kromosom seks
Y
X
1. Abnormalitas akibat perubahan jumlah kromosom
21-trisomy (mongolisme). Individu ini mengalami keterbelakangan
mental, pendek, mempunya lipatan-lipatan mata menyerupai bangsa mongol,
mempunyai jari-jari pendek gemuk, lidah yang membengkak dan sistem saraf
yang tidak sempurna. Pada kondisi bayi terlahir kembar, hanya satu saja yang
mengalami kelainan ini.
Ditemukan bahwa mongoloid memiliki kromosom ekstra pada
pasangan 21 berupa trisomik. Kelainan ini disebabkan oleh nondisjunction
pada pasangan 21 ketika meiosis. Pada

kasus lain ditemukan bahwa

kromosom ekstra ini menempel pada autosom (mengalami translokasi),


biasanya pada pasangan 22.
Fenotip mongoloid sejak kelahiran dengan ciri-ciri: memiliki ciri-ciri
seperti bulan dengan kemiringan yang nyata, jarak yang jauh antara kedua
mata dan lipatan kulit (epichantus) pada bagian dalam dari mata. Hidungya
pesek, telinganya tidak sempurna bentuknya, mulut selalu terbuka dan lidah
yang mencuat keluar. Presentasinya adalah 0,1% pada kelahiran dan
mongolisme karena translokasi terjadi 3 atau 4% saja dari kasus mongolisme.
Analisis karyotipe dilakukan untuk mengetahui penyakit ini. Maka orang tua
harus waspada karena penyakit ini semakin tinggi resiko terjadinya pada usia
ibu yang hamil di atas 35 tahun. Di samping itu, bisa terjadi pada saudara dari

anak-anak yang normal ataupun pada generasi selanjutnya dan tidak dapat
ditentukan.
21-monosomi. Kehilangan salah satu kromosom pada pasangan 21
rupanya letal. Anak yang lahir dengan kondisi ini beberapa kasus memiliki ciri
yang belawanan dengan mongolisme. Hidungnya menonjol, jarak antara
kedua mata lebih pendek dari jarak normal, telinga yang besar dan kejang otot.
18-trisomi. Anak yang mengalami kelainan ini kecil dan lemah, kepala
agak pipih di bagian lateral, lilitan/alur telinga tidak berkembang. Tangannya
pendek dan menunjukkan perkembangan yang kecil dari tulang jari kedua,
digital

imprints

(pengelihatan)

lebih

simpel.

Anak

ini

mengalami

keterbelakangan mental dan biasanya mati sebelum umur satu tahun.


18-monosomi. Ini merupakan sindrom berlawanan dengan terjadinya
kehilangan pasangan kromosom. Telinganya memiliki banyak relief, jari
panjang, pengelihatan kompleks dan kacau balau.
13-trisomi. Bentuk tubuh yang tidak sempurna dan keterbelakangan
mental karateristiknya seperti Pataus syndrome, yaitu terjadi trisomi pada
kromosom ke-13. Kepala kecil dan matanya kecil bahkan tidak ada. Bibir
sumbing, palatum yang terbelah dan seringkali bentuk otak tidak sempurna.
Demikian juga dengan organ internalnya, sehingga dalam banyak kasus segera
meninggal tidak lama setelah kelahiran. Meiosis disjunction diduga menjadi
penyebab dari kelainan kromosomal ini.
2. Abnormalitas akibat perubahan struktur kromosom
Abnormalitas ini berupa:
a. Delesi (defisiensi) pada manusia ialah peristiwa hilangnya sebagian dari
sebuah kromosom kerena kromosom itu patah. Potongan tersebut tidak
memiliki sentromer. Delesi yang peling dikenal adalah Cri du Chat (Cat
Cry). Frekuensinya masih 1:100.000 kelahiran. Tanda-tanda lain yang
dapat dilihat penderita ialah kepala kecil (mikrosefalus), muka lebar,
hidung seperti pelana, kedua mata berjauhan letaknya, kelopak mata
mempunyai lipatan epikantus, memperlihatkan gangguan mental, IQ
rendah (20-40). Penderita biasanya meninggal di waktu masih bayi atau

diwaktu kanak-kanak. Penderita tidak mewariskan kromoson yang


mengalami defisiensi itu kepada keturunannya. Akan tetapi kadangkadang potongan dari autosom no.5 mengadakan translokasi dengan
autosom no.15.
b. Duplikasi adalah peristiwa suatu bagian dari sebuah kromosom memiliki
gen-gen yang berulang. Duplikasi ini bersangkutan dengan translokasi dn
duplikasi selalui disertai dengan terbentuknya kromosom defisiensi. Pasien
yang memiliki duplikasi pada sebagian dari autosom no.6. Bayi itu cepat
sekali sekali meninggal dunia sehingga belum sempat diperiksa mengenai
fenotipnya.
c. Inversi adalah peristiwa bahwa suatu bagian dari sebuh kromosom
memiliki ukuran terbalik. Untuk terjadinya inversi, kromosom harus patah
di dua tempat, yang kemudian dilanjutkan dengan menempelnya kembali
bagian yang patah itu tetapi keadaan terbalik.
d. Kromosom cincin (ring chromosome) ialah sebuah kromosom yang
mengalami patah di dua tempat secara perisentris. Setelah bagian yang
patah itu lepas, bagian kromosom itu melekuk membulat dan ujungujungnya yang luka itu saling melekat. Jika kromosom cincin muncul
maka menyebabkan catat mental dan fisik. Kromosom cincin pernah
dijumpai pada autosom no.5, 13,18 dan 21 atau 22.
e. Hermafroditisme
-

Hermaproditisme sejati adalah keadaan bahwa suatu individu


mempunyai jaringan testis maupun jaringan ovarium. Untuk
menentukannya harus dilakukan pemeriksaan kromosom kelaminnya
serta ada/tidaknya seks kromatin. Sebuah studi dari 108 kasus
hermafroditismus sejadi didapatkan 59 individu 46,XX, 21individu
46,XY dan 28 individu mosaik (46,XX/46XY). Berdasarkan penemuan
itu tentunya ada yang seks kromatin positif dan ada yang negatif.

Pseudohermafroditisme merupakan kondisi individu yang memiliki


satu jaringan gonad yaitu testis atau ovarium, tetapi rudimenter (salah
satu jaringan gonad tidak sempurna).

3. Kelainan kromosom seks


Kondisi ini terjadi akibat kelebihan jumlah kromosom kelamin. Jenis kelainan
kromosom kelamin dan frekuensi di tunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel
berdasarkan populasi tahun 1980 di Amerika Serikat sebanyak 226,5 juta
dangan rata-rata kelahiran 2,1 anak (data biro sensus Amerika menurut sensus
tahun 1980)

Macam kelainan

Kombinasi

Banyaknya seks

Jumlah kromosom

kromosom

kromatin

somatis

Frekuensi yang
Seks

Kesuburan

diperkirakan tiap
1.000

Jumlah yang
diperkirakan di Amerika

Turner

AAX

45

Wanita

() +

0,2-0,4

45.300-90.600

Klinefelter

AAXXY

47

Pria

2,0

453.000

Klinefelter

AAXXYY

48

Pria

Rendah sekali

Rendah sekali

AAXXXYY

49

Pria

Rendah sekali

Rendah sekali

Triplo-X

AAXXX

47

Wanita

0,75

169.880

Tetra-X

AAXXXX

48

Wanita

Rendah sekali

Rendah sekali

Triplo-X,Y

AAXXXY

48

Pria

Rendah sekali

Rendah sekali

Tetra-X,Y

AAXXXXY

49

Pria

Rendah sekali

Rendah sekali

Penta-X

AAXXXXX

49

Wanita

Rendah sekali

Rendah sekali

XYY

AAXYY

47

Pria

0,7-2,0

186.500-453.000

XXYY
Klinefelter
XXXYY

Keterangan:
+

untuk kesuburan = subur

tidak subur

umumnya infertil karena jumlah sperma sedikit

a. Sindroma Turner
Sifat-sifat abnormal: tubuhnya pendek sekitar 120 cm pada usia dewasa, leher pendek
dan pangkalnya seperti bersayap, dada lebar, tanda kelamin sekunder tidak berkembag.
Dalam keadaan ekstrim, kulit pada leher sangat kendur sehingga mudah ditarik ke
samping. Sindroma turner mungkin terajdi karena adanya nondisjunction di waktu ibu
membentuk sel telur. Kemungkinan lain disebabkan karena hilangnya sebuah kromosom
kelamin selama mitosis setelah zigot XX atau XY terbentuk. Belakangan juga
menyebutkan sebabnya adalah mosaik dengan kromosom kelamin X/XX.
b. Sindroma Klinefelter
Individu tersebut memiliki tanda-tanda wanita seperti tumbuhnya payudara, pertumbuhan
rambut kurang, lengan dan kaki ekstrim panjang sehingga seluruh tubuh tampak tinggi,
suara tinggi seperti wanita, testis kecil. Penderita biasanya tuna mental. Sindroma
klinfelter lebih banyak disebabkan oleh nondisjunction XX selama oogenesis.
c. Sindroma Triplo-X (triple-X)
Individu ini mempunyai fenotip perempuan, tetapi pada umur 22 ia mempunyai alat
kelamin luar seprti kepunyaan bayi. Alat kelamin dalam dan payudara tidak berkembang
dan ia sedikit mendapat gangguan mental. Pernah juga ditemukan wanita poli-X yang
berupa tetra-X dan penta-X. Makin bertambah banyak jumlah kromosom-X yang dimiliki
seseorang, makin kurang intelegensinya dan semakin bertambah gangguan mentalnya.
Penyebab terbentuknya wanita triple-X adalah adanya nondisjunction pada waktu ibu
membentuk gamet.
d. Pria XYY
Ukuran tubuh ekstrim tinggi (rata-rata 183 cm, sedang laki-laki lainnya dalam rumah
penjara yang sama mempunyai ukuran tinggi tubuh rata-rata 165 cm). Intelegensinya
mempunyai IQ antara 80-118. Terdapat abnormalitas pada genitalia luar dan dalam,
namun tidak pada bentuk tubuh. Mereka umumnya agresif dan suka berbuat jahat serta
melanggar hukum. Karena pria XYY mempunyai dua buah kromosom-Y maka
nondisjunction tentunya berlangsung pada waktu ayahnya membentuk spermatozoa.
Nondisjunction berlangsung selama meiosis II, sehingga ada spermatozoa yang memiliki
kromosom-Y. Apabila spermatozoa ini membuahi sel telur (membawa X) maka terjadilah
zigot yang kemudian berkembang menajdi laki-laki XYY.

DAFTAR PUSTAKA
DeRobertis, E.D.P,dkk. 1975. Cell Biology. W.B. Saunders Co. Philadelphia.
William D. Stansfield. 1991. Genetika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Surya. 2005. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Press.
Anna C. Pai. 1988. Dasar-Dasar Genetika: Ilmu untuk Masyarakat Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai