Skenario
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang dibawa ke RS oleh keluarga karena tak sadarkan
diri. Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu pasien lemas, nyeri ulu hati hebat, dan muntahmuntah, namun tidak mau berobat ke dokter
Pada alloanamnesis diketahui pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan menderita
diabetes mellitus (DM) sejak 3 tahun yang lalu namun tidak berobat.
Pemeriksaan fisik :
TD 130/80, nafas cepat dan dalam 24x/menit, nadi 100x/menit. Palpasi : nyeri tekan
epigastrium (+)
Pemeriksaan penunjang :
GDS 400 mg/dl, keton darah (+), SGOT 64 IU, SGPT 67 IU, leukosit 15.000/mikroliter,
amilase 100 U/L
Pendahuluan
Ketoasidosis diabetikum (KAD adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, yang terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD sendiri merupakan komplikasi dari diabetes
mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. 1 Pada KAD dapat
terjadi dehidrasi berat akibat diuresis osmotik dan sampai dapat menyebabkan syok. Angka
kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD seperti sepsis,
syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, konsentrasi glukosa darah
awal yang tinggi, uremia, dan konsentrasi keasaman yang rendah.2 Pada kelompok pasien
usia lanjut penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Manifestasi klinis yang dijumpai pada pasien KAD adalah adanya pernafasan yang
cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan
bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai dengan syok sedangkan
bau
1
aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium.1,2 Gambaran klinis berupa poliuri dan
polidipsi seringkali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin,
demam atau infeksi. Dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal tersebut berhubungan
dengan gastroparesis-dilatasi lambung.1
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah untuk segera dilakukan
setelah dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan konsentrasi
glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan urine menggunakan urine strips untuk
melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urine.1,3
Penanganan pasien penderita KAD adalah dengan memperoleh riwayat menyeluruh dan tepat
serta melaksanakan pemeriksaan fisik sebagai upaya untuk mengidentifikasi kemungkinan
factor-faktor pemicu. Pengobatan utama terhadap kondisi ini adalah rehidrasi awal dengan
pergantian potassium serta terapi insulin dosis rendah
Pembahasan
Anamnesis
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus ditanyakan berapa
lama pasien mengalami gejala tersebut. Riwayat penyakit sekarang adalah cerita yang
kronologis, terinci dan jelas mengenai kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Ditanyakan waktu dan lamanya keluhan, sifat dan beratnya sekarang,
lokalisasi dan penyebarannya, hubungan dengan waktu, aktivitas, keluhan mengenai
serangan, apakah keluhan baru pertama kali atau tidak, factor resiko, apakah ada di keluarga
yang menderita penyakit yang sama, riwayat perjalanan di daerah endemic, perkembangan
penyakit dan upaya yang telah dilakukan pasien. Ditanyakan pula apakah pasien mengalami
poliuria, polidipsi, polifagi, berat badan yang menurun dan beberapa hari ini mengalami
lemas.
Perlu ditanyakan :1
-
pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan
riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,
saluran pencernaan, dll.)
2
Pemeriksaan fisik1,2
Pemeriksaan fisik pada pasien KAD dapat ditemukan :
-
kulit kering
- takikardi
napas kussmaul
- hipotensi
- takipneu
- hipotermia
penurunan refleks
mual muntah
nyeri perut
koma
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium :1-3
-
Pemeriksaan kadar gula darah. Ditemukan kadar GDS> 250 mg / dL. Klinisi dapat
melakukan tes glukosa dengan fingerstick sambil menunggu hasil lab.
Pemeriksaan benda keton darah. Serum beta hidroksibutirat kapiler jika lebih
besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat 3 mmol / L berkorelasi
3
dengan KAD
-
O. Jika osmolalitas
kurang dari ini pada pasien yang koma, mencari penyebab lain
-
Blood urine nitrogen (BUN) meningkat, dan anion gap juga akan meningkat
Pemeriksaan fosfor. Jika pasien berisiko hipofosfatemia misalnya pada status gizi
buruk, alkoholisme kronis maka fosfor serum harus ditentukan
Pemeriksaan lainnya :
-
CT-Scan. CT-Scan pada kepala untuk melihat adanya edema serebri dan
perubahan status mental pada pasien KAD
KAD perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun hiperglikemia, ketonemia, dan
asidosis dapat dipakai dengan kriteria diagnosis KAD sesuai tabel. Walaupun demikian
penilaian kasus per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Langkah pertama
yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat
dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan
kardiovaskular, status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis
pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan harus
dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.
4
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah untuk segera dilakukan
setelah dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah konsenstrasi glukosa darah
dengan glucose sticks dan pemeriksaan urine menggunakan urine strips untuk melihat secara
kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urine.1,3 Pemeriksaan laboratorium
lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi konsentrasi
HCO3, anion gap, pH darah, dan juga idealnya dilakukan pemeriksaan konsentrasi benda
keton seperti asetoasetat, dan laktat serta beta-hidroksibutirat.
Patofisiologi KAD1,2
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator seperti glukagon, katekolamin, dan hormon
pertumbuhan. Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi
glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir yaitu hiperglikemia. Keadaan
hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD.
Walaupun sel tubuh tidak menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator seperti epinefrin
mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak.1 Akibatnya lipolisis meningkat
sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan.
Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik. Benda
keton utama ialah asam asetoasetat dan beta hidroksi butirat yanf dalam keadaan normal beta
hidroksi butirat meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu
penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan
terus memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi trasnpor glukosa ke dalam sel, memberi signal
untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis sel lemak,
menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus
Krebs dalam mitokondria sel. Proses oksidasi tesebut akan menghasilkan ATP yang
merupakan sumber utama energi sel. Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat
keadaan defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator, meningkatnya
asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat
mengganggu sensitivitas insulin.
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan
akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor 1,2:
-
Infeksi
5
Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan
proses katabolik.
Penyakit lainnya yang mendorong stress dan katabolic seperti : infark miokardium,
cedera otak, trauma, kehamilan, pembedahan, akromegali, abses gigi.
Idiopatik
Mengatasi faktor pencetus pada KAD penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD
berulang.
Diagnosis banding
Koma hiperosmolar non ketotik (HONK)4,5
HONK ialah suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar,
dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran. Mekanisme patogenesis
HONK hampir sama dengan KAD dimana sekresi insulin yang tidak adekuat.4 Dan pada
keadaan stress terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan glukosa
meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer akhirnya akan timbul hiperglikemia.
Diuresis osmotik menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun,
dan sebagai akibatnya sekresi hormon akan lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik. Namun masih belum diketahui pada HONK mengapa tidak terjadi ketosis atau
ketoasidosis.5
Pada anamnesis biasanya faktor penyebab pasien datang ke RS adalah poliuria,
polidipsia, penurunan berat badan, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor
turun disertai tanda kelainan neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada
bau aseton yang tercium dari pernapasan dan tidak ada pernapasan Kussmaul.4
HONK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM yang mempunyai suatu penyakit penyerta
yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan.4 Faktor pencetus dapat dibagi menjadi :
a. Infeksi
b. Pengobatan
c. Non-compliance
d. DM tidak terdiagnosis
e. Penyalahgunaan obat
f. Penyakit penyerta ( infark miokard akut, sindrom Cushing, hipertermia,
hipotermia, gagal ginjal, emboli paru)
Angka kematian HONK lebih banyak dibandingkan KAD karena insidens lebih sering pada
usia lanjut dan berhubungan dengan penyakit kardiovaskular atau penyakit utama lainnya,
dan dehidrasi.5
Pankreatitis akut6
Pankreatitis akut merupakan kedaruratan gastrointestinal yang sering ditemukan di
klinik. Penyebab suatu episode pankreatitis akut tidak selalu mudah ditentukan namun pada
dasarnya dapat diakibatkan baik oleh infeksi, virus, bakteri, batu saluran empedu, alkohol
atau obat-obatan tertentu dan 30% tidak diketahui penyebabnya.6 Di Indonesia dilaporkan
7
bahwa pankreatitis akut adalah sebagai komplikasi demam berdarah dengue (DBD) atau
demam tifoid. Pankreatitis akut merupakan penyakit sistemik yang terdiri dari 2 fase yaitu :6
a. Fase awal, yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi, disebut
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang berlangsung sekitar 72
jam.
b. Fase lanjut, merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh alami
yang
Skor
Mual, muntah
Nyeri periumbilikal
Nadi >90x/menit
Krisis tiroid7
Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang membahayakan dan hampir semua kasus
diawali oleh faktor pencetus. Tidak ada suatu indikator bikomiawi yang mampu
memperkirakan kapan terjadinya krisis tiroid sehingga tindakan didasarkan pada kecurigaan
atas krisis tiroid dengan kelainan khas maupun tidak khas. Pada keadaan ini dijumpai
dekompensasi satu atau lebih sistem organ.7 Karena mortalitas yang amat tinggi, kecurigaan
krisis saja cukup menjadi dasar mengadakan tindakan agresif.
8
Patogenesis krisis tiroid belum jelas, diketahui peningkatan free hormon secara
mendadak, efek T3 pasca transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya.
Faktor risiko krisis tiroid antara lain :7
-
Kegunaan rehidrasi pada KAD ialah untuk memperbaiki perfusi jaringan dan
menurunkan hormon kontraregulator insulin.1 Prinsip baru pada penanganan KAD ialah
kecepatan infus insulin berdasarkan estimasi berat badan.3 Administer insulin berdasarkan
berat bedan menyebabkan akomodasi sebagian dari keadaan resistensi insulin.
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia yang fatal
sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan pemberian bikarbonat. Bila pada
elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat
segera mengatasi keadaan hiperkalemi tersebut. Yang perlu menjadi perhatian adalah
hipokalemiayang dapat fatal selaama pengobatan KAD.1 Ion kalium terutama terdapat di
intraselular.
Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui
urine. Total defisit K yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB.
Selama terapi KAD, ion K kembali mempertahankan kadar K serum dalam batas normal.,
10
perlu pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukannya gelombang
T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian kalium segera dimulai setelah
jumlah urine cukup adekuat.
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan
pemberian bikarbonat adalah:1
-
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian
komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan
indikasi pemberian bikarbonat.
11
Penutup
KAD merupakan komplikasi dari diabetes mellitus (DM) yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Pada KAD dapat terjadi dehidrasi berat akibat
diuresis osmotik dan sampai dapat menyebabkan syok. Terjadi defisiensi insulin absolut atau
relatif dan peningkatan hormon kontra regulator seperti glukagon, katekolamin, dan hormon
pertumbuhan. Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi
12
glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir yaitu hiperglikemia. Keadaan
hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Prinsip-prinsip
pengelolaan KAD adalah penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis sel
lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin, mengatasi stress
sebagai pencetus KAD, dan mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Daftar Pustaka
1. Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta :
Interna Publishing; 2009.h.1906-10.
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Kegawatdaruratan : ketoasidosis diabetik. Edisi ke-3. Jakarta : Media
Aesculapius; 1999.h.604-8.
3. Dhatariya K, Savage M. The management of diabetic ketoacidosis in adults.
September 2013. Diunduh dari : www.diabetes.co.uk, 19 november 2014.
4. Soewondo P. Koma hipersmolar hiperglikemik non ketotik. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.1912-5.
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Kegawatdaruratan : koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik. Edisi
ke-3. Jakarta : Media Aesculapius; 1999.h.608-10.
6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Gastroenterologi : pankreatitis akut. Edisi ke-3. Jakarta : Media
Aesculapius; 1999.h.498-500.
7. Djokomoeljanto R. Kelenjar tiroid, hipotiroidsme, dan hipertiroidisme. Dalam :
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.2007.
8. Hamdy O. Diabetic ketoacidosis treatment and management. 29 October 2014. Cited
from: www.emedicine.medscape.com, 19 November 2014.
13