Anda di halaman 1dari 92
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR LeU DOT Ueda DALI ADL aU Mn CCE Up UU eX) KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di Puskesmas dapat diselesaikan. Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi masalah kesehatan yang cukup memprihatinkan dengan angka kesakitan dan kematian yang semakin meningkat. Penderita PTM maupun kegawatdaruratan PTM, umumnya terlambat datang ke pelayanan kesehatan dan sudah pada tahap lanjut atau sudah disertai komplikasi penyakit. Untuk mendekatkan akses pelayanan penyakit tidak menular, puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan terdepan melalui revitalisasi Puskesmas harus mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan penyakit tidak menular secara komprehensif mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang meliputi kegiatan promosi kesehatan, deteksi dini, tindak lanjut dini, respon cepat kegawat daruratan PTM dan pengobatan PTM sampai dengan rehabilitatif / paliatif. Puskesmas dengan pelayanan penyakit tidak menular memberikan pelay- anan terhadap Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik, Kanker, Penyakit Kronis dan penyakit degeneratif lainnya ditambah dengan gangguan akibat kecelakan dan tindak kekerasan beserta faktor risikonya lainnya secara terintegrasi. Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di puskesmas dapat menjadi acuan bagi puskesmas maupun pihak lain yang berkepentingan. Diharapkan terwujud puskesmas yang mampu melak- sanakan program pengendalian PTM dan mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang efisien, efektif, merata, bermutu, terjangkau, dan memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya, serta dapat mengintegrasikan program pencegahan primer, sekunder, dan tersier melalui pelayanan kesehatan yang berkesinambungan, didukung dengan sistem rujukan kesehatan yang memadai. Buku petunjuk teknis ini merupakan bagian dari Buku Pedoman Pengem- bangan Pelayanan Penyakit Tidak Menular di puskesmas, meliputi penatalaksa- naan faktor risiko secara terintegrasi di fasilitas pelayanan dasar yang mengadap tasi dari protokol PEN (Package Essensial Non Communicable Diseases interven- tion in Primary Health Care) dari WHO yang telah mengalami penyesuaian dengan situasi dan kondisi di Indonesia serta memperhatikan masukan dari berbagai pihak ( PDPI, PERKENI, PERKI, HOGI, POGI, kedokteran komunitas, dan lintas program) Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada semua pihak yang telah memberikan konstribusi ilmu pengetahuan yang dimilikinya dalam penyusunan buku ini serta semangat dan kerja sama yang menguntungkan. Semoga buku petunjuk teknis ini dapat berman- faat dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular di Indonesia, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit tidak menular. Jakarta, Mei 2012 Direktur PPTM « Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes NIP 196006101982022001 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI . iii Bab| PENDAHULUAN .... 1.1 Latar Belakang 1.2. Tujuan 13 Sasaran Bab II Bab III Bab IV Bab V 1.4 Kebijakan operasional .. UPAYA PELAYANAN PTM DI PUSKESMAS 5 2.1 Upaya promotif ..... 6 2.2. Upaya skrining dan deteksi dini 12 2.2. 1. Skrining / Uji Tapis 12 2.2. 2 Deteksi Dini 16 2.3 Upaya penatalaksanaan PTM .... 19 2.3. 1 Pengendalian faktor risiko PTM terintegrasi 19 2.3, 2 Tatalaksana ... 20 2.3. 3. Respon cepat kegawatdaruratan PTM 53 2.5. Sistem rujukan PPTM. se... 2.6 Rehabilitasi PTM dan Pelayanan Paliatif ..... SARANA DAN PRASARANA ............- 3.1 Sumber daya manusia ..... 3.2 Peralatan medis untuk Pelayanan PTM 3.3 Obat esensial PTM SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN PPTM ...... 4.1 Pencatatan . 4.2 Pelaporan PENUTUP ..... 74 DAFTAR PUSTAKA TIM PENYUSUN .. LAMPIRAN .. Halaman iii ee a PE 10. 11. 12. 13. 14. a5: 16. 17. 18. 19. 20. 24. 22, 23. 24, DAFTAR ALUR Alur-1. Pengendalian PTM mulai dari Posbindu PTM, Puskesmas, ............ 8 dan Rumah Sakit Alur-2. Konseling berhenti merokok ... Alur-3.a Skrining kanker leher rahim . 14 Alur-3.b Skrining kanker payudara ..... Alur-4. Deteksi dini Diabetes dan Penyakit Jantung -Pembuluh Darah..... 16 Alur-5. Deteksi dini PPOK dan Asma ... 7 Alur-6. Pemeriksaan Faktor Resiko Kecelakaan ...... . 18 Alur-7. Tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi pencegahan ...... 24 serangan jantung, stroke, dan ginjal yang terintegrasi dengan hipertensi, diabetes dan rokok sebagai faktor risiko sebagai pendekatanawal ( entery point ) Alur-8. Keluhan/tanda dan gejala yang diduga menderita kanker. 27 Alur-9. Sesak nafas/batuk .. 31 Alur-10. Pembengkakan tungkai 32 Alur-11. Penurunan berat badan .. 33 35 39 Alur-12. Gagal jantung kronik Alur-13. Tatalaksana asma terkontrol dan tidak terkontrol ..... Alur-14. Tatalaksana PPOK stabil... Alur-15. Alur Pengelolaan DM Tipe-2 Tanpa Dekompensasi..... Alur-16 a. Pengendalian kanker anak pada leukemia Alur-16 b. Pengendalian kanker anak pada Retinoblastoma ... Alur-16 c. Pengendalian kanker anak pada Osteosarkoma .... Alur-16 d. Pengendalian kanker anak pada Neuroblastoma . Alur-16 e. Pengendalian kanker anak pada Limfoma Malignum ... Alur-16 f. Systemic Lupus Eritematous (SLE) .. Alur-16 g. Rujukan Systemic Lupus Eritematous (SLE) .... 51 25: 26. Be 28. 29. 30. 31. 32. ae 34. Box Alur-16 h. Thalasemia ..... Alur-17a. Penanganan eksaserbasi asma/PPOK .... Alur-17b. Penanganan asma eksaserbasi Alur-17c. Serangan PPOK eksaserbasi Alur-18. Kemungkinan diagnosis berdasarkan keluhan nyeri dada .... Alur-19. Tidak sadar atau semi-tidak sadar ... Alur-20. Transient Ischemic Attack ( TIA ) dan stroke .. Alur-21. Sindroma koroner akut Alur-22. Tatalaksana trauma ( KKL, jatuh,tenggelam dan terbakar .... Alur-23. Upaya rehabilitatif perawatan kaki diabetes untukpenderita DM non ulkus Alur-24, Pelayanan dan rujukan kasus di puskesmas . 51 54 56 S7 59 60 61 62 63 67 . 68 VRwwe, vi . Gambar-1. Distribusi penyebab kematian dunia ..... . Gambar-2. Distribusi penyebab kematian akibat PTM ... . Gambar-3. KIE dan Konseling Kesehatan ... . Tabel 2 Angina Stabil, Riwayat Infark Miokard .... . Tabel 3 Nasehat kepada Pasien Asma dan Keluarganya ws... . Lampiran 1 Pencatatan dan Pelaporan ...... . Lampiran 2 Pendekatan Faktor Resiko dan Gejala Penyakit DAFTAR GAMBAR Gambar-4. Pengendalian Faktor risiko terintegrasi ... . Gambar-5. Merokok merupakan faktor risiko bersama terhadap PTM..... DAFTAR TABEL . Tabel 1 Gejala Kanker Tertentu yang prognosisnya baik jika dilakukan ...... deteksi dini DAFTAR LAMPIRAN Tidak Menular 23 34 34 80 83 BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada saat ini menghadapi pergeseran pola penyakit dari penya- kit menular menjadi penyakit tidak menular (PTM). Prevalensi beberapa PTM utama meningkat, sementara penyakit menular masih tinggi, lebih diperparah lagi oleh munculnya penyakit baru dan penyakit lama yang muncul kembali. Gambar 1. dikutip dari Global Atlas on Cardiovascular Diseases Preven- tion and Control 2011. PTM mengakibatkan 36 juta kematian di dunia antara lain: penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) 48% (17,3 juta), kanker 21% (7,5 juta), penyakit saluran pernapasan kronis 12% (4,3 juta), penyakit diabetes melitus 3% (1 juta) Gambar 2. dikutip dari Global Atlas on Cardiovascular Diseases Preven- tion and Control 2011 Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di negara- negara berpenghasilan rendah dan sedang. Sekitar 17 juta kematian akibat penyakit kardiovaskular (penyakit jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer), 3 juta diantaranya terjadi pada usia dibawah 60 tahun. Mura Dabetes mains in Cuensiinaeitionnal ™ Gambar 1: Gambar2: Distribusi penyebab kematiandi dunia Distribusi penyebab kematian akibat PTM Menurut berbagai penelitian epidemiologi, masalah penanganan PTM dan faktor risikonya justru terjadi pada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah. Kematian akibat PTM di negara-negara maju terus menurun, seba- liknya di negaranegara berkembang justru meningkat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa 10 besar penyebab kematian di Indonesia, enam diantaranya tergolong PTM. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi 15,4%, disusul Tuberkulosis 7,5%, hipertensi 6,8%, cedera 6,5%, perinatal 6,0%, diabetes melitus 5,7%, tumor 5,7%, penyakit hati 5,2%, penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit saluran nafas bawah 5,1%. Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa, prevalensi hipertensi umur >18 tahun di Indonesia mencapai 31,7%, namun hanya 23,9% kasus saja yang terdiagnosis/minum obat. Prevalensi diabetes mellitus adalah 5,7%, sudah terdiagnosis 1,5%, sedangkan 4,2% baru terdiagnosis saat penelitian dilaku- kan. cegeea * Penyakit Kardiovaskulse Maint 28.% Gambar3. ‘Menurut Data WHO 2011, prediks emungkinan ematian tahun 2030" Indonesia, Penyakit Kardiovaskuiar 30%, kanker 13%, penyakit respirasi 7% , diabetes 3%, PTM lainnya 10% Manse eae. 9%6 ob Penyakt Menular, maternal ci perinatal, don malnutisi 28%, Pret Lainnya 10k” Suber: _Sarenean wees pcenapasan 7% Sejalan dengan perkembangan perekonomian dan layanan kesehatan di Indonesia, terjadi pula perubahan demografis -struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Perubahan ini ikut berperan terhadap pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi), penyakit menular cenderung menurun sedangkan PTM cenderung meningkat. Untuk menghadapi perubahan pola penyakit ini, diperlukan perubahan strategi pelayanan kesehatan. WHO memperkirakan bahwa 90% penyakit diabetes tipe-2, 80% penyakit kardioserebrovaskular dan 33% penyakit kanker sebenarnya dapat dicegah dengan mengkonsumsi tinggi serat, olahraga cukup dan tidak merokok. Maka, upaya prevensi dan promosi harus digalakkan dan diupayakan dapat menjangkau seluruh golongan sosial ekonomi, termasuk golongan sosial ekonomi rendah. Dewasa ini, pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat terbebani oleh peningkatan kebutuhan terhadap penanganan penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes, dan penyakit paru kronik. Upaya penamba- han fasilitas di rumah sakit tersier yang disertai pengadaan alat-alat canggih memakan sebagian besar anggaran kesehatan, padahal fasilitas semacam itu hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil saja dari masyarakat. Akibatnya upaya promosi, preventif dan deteksi dini terhadap mereka yang mempunyai faktor risiko PTM, tidak terlaksana. Langkah-langkah yang dijalankan dalam Pengendalian PTM mencakup : tujuan dan penetapan target nasional, penilaian hasil penanganan PTM, memperluas jaringan kemitraan, dan melakukan pendekatan “kesehatan dalam berbagai kebijakan”, memperkuat sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan di tingkat primer seperti pelayanan di Pusat Kesehatan Masyara- kat (Puskesmas), serta membentuk kapasitas nasional maupun institusional yang mampu melaksanakan program pengendalian PTM. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan perlu direvital- isasi, agar mampu memberikan kontribusi besar dalam upaya pengendalian PTM. Dibutuhkan komitmen yang tinggi dari semua pihak untuk meningkat- kan kualitas pelayanan puskesmas. Jejaring yang efektif dan efisien perlu diciptakan, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia hendaknya diting- katkan, tersedianya standar pelayanan minimum (SPM) yang komprehensif (holistik) dan sarana/prasarana diagnostik, serta pengobatan sesuai dengan standar pengobatan di Puskesmas, juga didukung oleh sistem informasi yang memadai. Puskesmas mempunyai tiga fungsi utama yaitu sebagai : 1) pusat peng- gerak pembangunan berwawasan kesehatan, 2) pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, 3) pusat pelay- anan kesehatan primer. Dari penjelasan fungsi puskesmas ini, jelasilah bahwa puskesmas bukan saja berperan menjalankan teknis medis, tetapi juga mengorganisasikan modal sosial yang ada di masyarakat, agar terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan secara mandiri, sehingga pelayanan yang dilaksanakan oleh pusk- esmas dapat memberikan hasil yang lebih baik karena mampu menjangkau masyarakat luas dengan biaya lebih rendah. 1.2 1.3 14 Kombinasi antara teknologi mengelola PTM yang sudah tersedia dengan personil yang terlatih dan sistem rujukan yang terorganisir, memungkinkan kebanyakan kasus PTM dapat ditangani dan dikelola di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Berdasarkan hal tersebut perlu disusun petunjuk teknis PPTM sebagai acuan dalam Penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Tujuan Tujuan Umum : Memberikan Petunjuk Teknis dalam Pelayanan Pengendalian PTM yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskesmas, serta jajarannya. Tujuan Khusus : Dengan adanya Buku Petunjuk Teknis ini, diharapkan : 1. Terselenggaranya Pelayanan PTM di Puskesmas secara efektif dan efisien. 2. Terkendalinya faktor risiko dan PTM di masyarakat Sasaran 1) Dinas Kesehatan Propinsi 2) Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota 3) Puskesmas dan jaringannya Kebijakan Operasional 1) Mengembangkan dan memperkuat kegiatan pencegahan dan penanggu langan faktor risiko PTM berbasis masyarakat. 2) +Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini (skrining) faktor risiko PTM 3) Meningkatkan tata kelola pelayanan PTM sesuai standar. 4) Meningkatkan monitoring pelaksanaan kegiatan pengendalian PTM. 5) Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan, dan kualitas peralatan deteksi dini faktor risiko PTM dengan merencanakan, menye- diakan dan memanfaatkannya secara optimal 6) Meningkatkan peran masyarakat dalam melakukan KIE yang benar tentang faktor risiko PTM 7) Meningkatkan advokasi dan sosialisasi (kepada camat, lurah/kepala desa, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan, Lembaga keta- hanan masyarakat desa/dewan kelurahan, Lembaga sosial masyarakat) pengendalian PTM. 8) Memperkuat surveilans PPTM. 9) .Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi pengendalian PTM. 10) Merencanakan dan menyepakati pembiayaan pengendalian PTM. 11) Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian PTM BAB II UPAYA PELAYANAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS Puskesmas sebagai penanggung jawab upaya kesehatan terdepan mempu- nyai tiga fungsi yaitu 1) sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, 2) Pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat, 3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Dalam rangka penyelenggaraan pengendalian PTM, puskesmas melakukan upaya pencegahan penyakit melalui kegiatan primer, sekunder dan tertier. Pencegahan Primer adalah segala kegiatan yang dapat menghentikan atau mengurangi faktor risiko kejadian penyakit sebelum penyakit tersebut terjadi. Pencegahan primer dapat dilaksanakan di puskesmas, melalui berbagai upaya meliputi: promosi PTM untuk meningkatkan kesadaran serta edukasi untuk menin- gkatkan pengetahuan masyarakat dalam pengendalian PTM. Promosi PTM dapat dilaksanakan melalui berbagai upaya, contohnya : kampanye pengendalian PTM pada hari-hari besar PTM (Hari Kanker Sedunia, Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Hari Diabetes Sedunia, Pekan Keselematan di Jalan, dan lain-lain). Upaya meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan masyara- kat untuk melaksanakan upaya pencegahan primer dengan cara melindungi dirinya dari risiko PTM contohnya : pemakaian alat pelindung diri (pemakaian helm berstandar SNI untuk mengurangi fatalitas cedera kepala saat terjadi benturan), pemakaian sarung tangan saat melakukan pemeriksaan darah, pemberian obat suntikan, dan pelaksanaan skrining IVA. (Inpeksi Visual dengan menggunakan Asam asetat). Kesadaran dalam pemakaian alat pelindung diri melalui pelayanan kesehatan primer, utamanya menekankan upaya-upaya pencegahan agar masyarakat tidak jatuh sakit dan masyarakat yang sehat dapat memelihara kesehatan dan kebugarannya secara optimal. Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan serta dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Pencegahan Sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan dini agar penyakit tersebut tidak menjadi parah. Pencegahan sekunder dapat dilaksanakan melalui skrining /uji tapis dan deteksi dini Pencegahan Tersier adalah suatu kegiatan difokuskan kepada mempertah- ankan kualitas hidup penderita yang telah mengalami penyakit yang cukup berat yaitu dengan cara rehabilitatif dan paliatif. Pencegahan tertier merupakan upaya yang dilaksanakan pada penderita sesegera mungkin agar terhindar dari kom- plikasi yang lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup. Pencegahan tertier dapat dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan tata laksana kasus termasuk penanganan respon cepat menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit tidak menular dapat tercegah dengan baik. Tatalaksana kasus dan respon cepat terhadap kondisi kegawatan PTM harus dapat dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Penanganan pra rujukan yang memadai menjadi tolak ukur keberhasilan setiap pelayanan kesehatan yang diberikan di fasilitas layanan kesehatan dasar terhadap kasus yang memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit. Pengendalian PTM difokuskan terhadap faktor risiko PTM, jika sudah men- derita PTM maka akan sulit disembuhkan dengan sempurna, bahkan dapat men- imbulkan kecacatan dan kematian. Disamping itu, PTM memerlukan perawatan dan pengobatan yang memakan waktu cukup lama dengan biaya yang tidak sedikit. 2.1 Upaya Promotif Upaya promosi kesehatan dipuskesmas dilakukan agar masyarakat mampu berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), upaya promosi kesehatan dilaku- kan melalui sosialisasi, penyuluhan, komunikasi, diseminasi-informasi dan edukasi, dengan menggunakan media promosi, seminar/workshop dan meli- batkan pemuka masyarakat, keluarga dan dunia usaha. Promosi kesehatan juga ditujukan dalam rangka menciptakan lingkungan yang kondusif seperti adanya kawasan tanpa rokok (KTR), sarana umum untuk melakukan aktivitas fisik, olahraga dan untuk mencegah gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan dilakukan promosi peningkatan perilaku sehat di jalan melalui penggunaan helm, penggunaan sabuk pengaman, dan lain-lain. Pengendalian faktor risiko PTM dilakukan melalui gaya hidup sehat seperti tidak merokok, cukup aktivitas fisik, diet schat (gizi seimbang, rendah garam, gula, lemak), tidak mengkonsumsi alkohol serta dapat mengelola stres. Promosi kesehatan mengajak masyarakat untuk jargon “CERDIK“” menuju masa muda sehat dan hari tua nikmat tanpa PTM, yang secara harfiah adalah: Cek kesehatan secara berkala Enyahkan asap rokok Rajin aktifitas fisik Diet sehat dengan kalori seimbang Istirahat yang cukup oummoa K : Kelola stres Pemberdayaan perorangan, keluarga, dan masyarakat di komunitas melalui posbindu PTM, UKBM, Posdaya, Poslansia, dan Pos lainnya dimana masyara- kat berkontribusi dalam peningkatan kesehatan melalui pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat dan berpartisipasi secara total dalam pencegahan dan penanganan kegawatdaruratan yang sederhana. Diharapkan masyarakat dapat merubah perilakunya untuk men- capai hidup sehat. Pengembangan Desa Siaga merupakan revitalisasi. Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) sebagai pendekatan edukatif yang perlu dihidupkan kembali, dipertahankan, dan ditingkatkan. Posbindu PTM adalah kegiatan pembinaan terpadu untuk mengendalikan faktor risiko PTM dan merupakan bentuk kemandirian masyarakat dalam mendeteksi dan memonitor faktor risiko PTM secara rutin. Petugas puskes- mas melakukan pengawasan melalui kegiatan monitoring program Pembinaan kegiatan Posbindu PTM, dapat dilakukan melalui kemitraan organisasi profesi (PPNI, IAKMI, IDI, IBI, Forum Kota Sehat, dan lain-lain). Selain sebagai pembina dan pengawas dalam penyelenggaraan Posbindu PTM, Puskesmas juga menjadi tempat rujukan untuk kasus yang memerlukan penanganan atau tindak lanjut selain dokter keluarga dan klinik swasta. Dalam hal kasus sudah ditangani dan sudah mendapat pengobatan, pus- kesmas dapat mengajurkan agar kasus dimonitor melalui kegiatan posbindu PTM, selanjutnya secara berkala tetap kontrol ke Puskemas untuk mendapat- kan pengobatan dan penanganan medis lainnya jika diperlukan. Berikut alur penyembuhan. stata nataaeeteminmMRnMNNTeNNentMd PENYAKIT TIDAK MENULAR: FR PTM: Hasi -Hipertensi pace: : a ? wawneara dan -Dislipidemia - Pemeriksaan : peneaiaaan I “hipetaikemia -Pemeriksaan + Diabetes Melitus -Obesitas Penunjang =eanker -dan lain-lain ~ PPOK dan Asma ~ Gakoe dan tisan ~ dan lain-lain POSeNDH PUSKESMAS TATALAKSANA DINI -Respon cepat -Pengobatan dini KONSELING : CERDIK | ~Cek kesehatan secara berkala RUJUKAN: = Enyahkan asap rokok KIE ~Rajin aktfita Ask RUMAH SAKIT Diet sehat dengan kalor seimbang -Istrahat yang cukup ~Kelola stress Puskesmas sebagai pembina Posbindu dan rujukan Posbindu, berperan memberikan penanganan penyakit serta memberikan pendidikan kesehatan dan konseling. Pendidikan kesehatan dan konseling ini merupakan tatalak- sana dini untuk pengendalian faktor risiko maupun pengendalian penyakit di posbindu maupun di puskemas. Berikut ini adalah panduan dalam memberikan pendidikan kesehatan maupun konseling kepada masyarakat untuk pencegahan PTM dengan melakukan pengendalian faktor risiko (lihat Gambar-2) LAKUKAN PEMERIKSAAN DETEKSI DINI SECARA BERKALA Mendorong semua masyarekat untuk mau memerixsekan diri untuk melakukan deteksi dini khususnya bagi yang berisiko tinggi PTM. Manfaatkan pelayanan kesehatan terdekat, dengan atau tanpa keluhan. ENYAHKAN ASAP ROKOK Mendorong semua bukan perokok untuk tidak mulai merokok Menganjurkan semua perokok untuk berhenti merokok dan membantu upaya mereka untuk berhenti merokok Masyarakat yang menggunakan bentuk lain dari tembakau harus di sarankan untuk berhenti DIET SEHAT DENGAN KALORI SEIMBANG . Perhatikan Konsumsi garam (natrium Klorida) dengan cara: membatasi sampai < 5 gram (1 sendok the) per hari, Kurang garam saat memasak, dan membatasi makanan olahan dan cepat saji . Konsumsi buah-buahan dan sayuran: 5 porsi (400-500 gram) buah buahan dan sayuran per hari (satu porsi setara dengan 1 buah jeruk, apel,mangga, pisang atau 3 sendok makan sayuran dimasak . Hindari makanan berlemak dengan cara: membatasi daging berlemak, lemak susu dan minyak goreng (< 2 sendok makan perhari), ganti minyak sawit menjadi minyak kelapa dengan zaitun, kedelai,jagung, minyak bunga matahari, dan gantidaging lainnya dengan ayam (tanpa kulit) Konsumsi tkan: Makan ikan sedikitnya 3 kali per minggu, utamakan ikan berminyak seperti tunamakarel, salmon, dan kurangi konsumsi gula, dengan anjuran Konsumsi gula tidak melebihi delapan sendok teh per hari 10 | LAKUKAN AKTIVITAS FISIK SECARA TERATUR - Tingkatkan aktivitas fisik secara progresif untuk mencapai tingkat moderat. (seperti jalan cepat), sedikitnya 30 menit per-hari ( lima hari dalam sem inggu ) Kontrol berat badan dan hindari kelebihan berat badan dengan mengurangi makanan berkalori tinggi dan melakukan ak tvitas fisik yang cukup BERHENTI MINUM ALKOHOL ~ Pantang alkohol harus dipertahankan : Orang seharusnya tidak disarankan untuk mulai_mengkonsumsi alkohol untuk alasan kesehatan. KELOLA STRES Berpikir posit, dur yang cukup, tertawa, berolah raga, meditasi, dengarkan musi, libatkan indera tubuh, lakukan pemijatan, miki sikap mental pemenang, bsvgun hubungan positi, seleksi yang kita baca, dengar dan hat, mende katkan diri pada sang p encipta PATUH TERHADAP PENGOBATAN - Bila pasien diberi resep obat, maka ajarkan: cara minum obat di rumah, jelaskan perbedaan antara obat-obatan yang harus diminum untuk jangka panjang (misalnya obat Hipertensi) dan pemakaian jangka pendek menghilangkan gejala (misalnya pelega untuk mengatasi mengi) menjelaskan efek samping obat, konsultasikan ke Dokter jika ada keluhan setelah minum obat. - Jelaskan cara kerja tiap-tiap obat, jelaskan dosis yang digunakan untuk tiap obat dan berapa kali minum sehari, bungkus masing-masing tablet dan berikan label. - Memastikan pemahaman pasien sebelum meniggalkan tempat pengambilan obat. Jelaskan pentingnya untuk menjaga kecukupan obat-obatan. = Minum obat secara teratur seperti yang disarankan. Sehubungan dengan pengendalian faktor risiko merokok, alur berikut digu- nakan sebagai pendidikan kesehatan dan konseling untuk berhenti merokok (lihat Alur-2) | AL Ask Apakah anda merokok? Ly! TIDak Ingatkankembali bahwa _ merokok ‘anysian) meningkatkan rsiko penyakt jantung YA ‘A2. Advice J : 5 (Gey Nasiatkan untuk berhenti merokok dengan memberikan pandangan yang jernih, kuat dan individualistis.. "Tembakau meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, kanker paru, penyakit respirasi. Berhenti merokok merupakan hal terpenting yang peru anda lakukan untuk melindungi | Jentung dan kesehatan anda, stop merokok sekarang.” v AS: ASSESS | Aeakah anda inain barnentt ——) (kajian) | ‘merokok sekarang? Tidak Bantu mempersiapkan rencana berhenti pb | Menyediakan Informasi merokok ‘Ad: ASSIST ~ Tetapkan tanggal berhenti kesehatan tentang (memberika bahaya merokok dan euukatga + Informasikan kepada keluarga dan memberikan leaflet leaflet terkait kepada pasien teman | = Meminta dukungan mereka | = [ous AC lout rte remiabet + Singkirkan benda-benda / artikel yang menimbulkan keinginan merokok ~ Mengatur kunjungan tindak lanjut * | | Pade tindek fanjut kuniungan || + Ucapkan selamat sukses berhenti merokok dan beri semangat ARRANGE || - Jka pasien kamouh merokok, pertmbangkan tindak Janjut lebih | 1] IL (Mengatur) intensif dan dukungan dari keluarga Ideainya “kunjungan follow-up kedua dianjurkan dalam bulan yang sama, kemudian setiap bulan sesudahnya selama empat bulan dan evaluasi setelah satu tahun. vika tidak memungkinkan.Jakukan konseling setiap kali pasion datang untuk pemeriksaan tekanan darah Boe 2.2. Upaya Penapisan dan Deteksi Dini 12 Dalam perjalanan penyakit tidak menular selain faktor risiko perilaku, faktor risiko antara dapat dikendalikan karena itu perlu dilakukan deteksi dini dan diintervensi secara dini agar tidak berlanjut menjadi fase akhir terjadinya penyakit TM yang akan memberikan beban biaya kesehatan sangat mahal. Faktor risiko PTM ada yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat di modifi- kasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu riwayat penyakit dalam keluarga, kelahiran prematur, usia, dan jenis kelamin. Faktor risko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah : kurang aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat dan seimbang, gaya hidup tidak sehat {merokok, mengkonsumsi alko- hol, kurang sayur dan buah, berat badan lebih, dan obesitas (obesitas unum dan obesitas sentral), stres, dislipidemia (metabolism lemak yang abnormal), hiperglikemia (kadar gula darah tinggi), dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, seperti perilaku berlalu lintas yang tidak benar. Sema- kin dini penyakit tidak menular ditemukan akan semakin baik dalam penata- laksanaannya dan mengurangi terjadinya komplikasi yang bersifat fatal. Upaya Skrining/uji tapis dan deteksi dini. Faktor resiko PTM tersebut diatas dideteksi dengan upaya perapisan dan deteksi dini Upaya Skrining/uji tapis dan deteksi dini dapat dilaksanakan di masyarakat secara massal, diluar gedung maupun di gedung puskesmas yang, dapat dilaksanakan secara terintegrasi. 2.2.1, Skrining/Uji Tapis Uji tapis/screening adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi faktor risiko atau penyakit pada individu dengan atau tanpa tanda dan gejala, dan yang sudah menderita PTM Skrining /uji tapis bukan untuk diagnosis tetapi untuk menjaring dan menemukan apakah yang bersangkutan memiliki faktor risiko PTM atau sudah menderita PTM. Pada saat skrining /uji tapis ditemukan faktor risiko PTM atau PTM maka perlu ditindaklanjuti yang cepat dan pengobatan yang tepat. Pelayanan skrining /uji tapis PTM di Puskesmas dilaksanakan dengan dua cara: 1) Pelayanan aktif Dilaksanakan melaui penyaringan massal (mass screening) saat kegiatan yang melibatkan masyarakat banyak seperti seminar/ work- shop, peringatan hari-hari besar nasional, keagamaan, dan lain-lain. 2) Pelayanan pasif Skrining dapat dilaksanakan secara terintergrasi misalnya melakukan pemeriksaan Tinggi Badan, B erat Badan, Tekanan Darah, Lingkaran Perut, Index Masa Tubuh, disertai pemeriksaan Gula Darah Sewaktu -waktu, kolesterol, albuminurin , IVA dan terintegrasi dengan program lain (misalnya pemeriksaan Tekanan Darah, Gula Darah Sewaktu dan dalam pemeriksaan darah rutin untuk ibu hamil saat ANC(Ante Nata | Care); pemeriksaan IVA sadari dan CBE bersama pada ibu yang berusia 30-50 tahun dengan kontrol KB, dan pemeriksaan mata pada pende- rita DM) Puskesmas dan jajarannya sebagai ujung tombak pelayanan dasar di komunitas, juga dapat melakukan skrining kepada masyarakat berisiko, yaitu perempuan umur 30-50 tahun dan dapat dilakukan pemeriksaan dan tatalak- sana pada sekali kunjungan yang disebut Single Visite Approac ( SVA) (lihat Alur-3) 13 Tingkat Komunitas Mengajak ibu iu usia 30-0 tahun untuk melakukan ponapisan kanker eher rahim ¥ Tingkat —-Yankes Primer/Sekunder Melakukan konseling tte kanker leher rahim, faktor risiko dan pencegahannya ‘Melakukan IVA oc ; Normal/IVA negatif IVA Postif Cariga Kanker Diulang 5 tahun kemudian | lesi vas” ) a Tyanan Rrfoterapl Konseling aay Setuju Menolak You memilin 7 ¥ dirujuk Ada servisitis? Anjurkan untuk ulangi IVA ¥ ¥ ‘rtafian'veng akan akan ory - a boa ¥ ¥ ‘Obati sampai sehat krioterapi Langsung krioterapi \ Kembali setelah satu bulan pasca krioterapi q Kembali enam bulan pasca krioterapi 6 Bulan pertama Evaluas! Apakah sudah bisa rmelakukan hubungan seksual Lesisudah sembuh ** 6 bulanke-) ‘Acetowhite(s) atau ~ be! a) ‘Ulangisetelah fima tahun bil tidak ada keluhan 14 lesi prakanker 6 balan ke- Ket: * ies > 75% meluas ke dinding vagina atau lebih dari 2mm dani diameter ksioprob atau kedim saluran duarjenghauan rioprobe ** 6 bulan 6 bun pasca kro pertams *** 6 bulan it: 6 bulan pase rio kedua Skrining kanker payudara dapat juga dilakukan secara terintegrasi dengan leher rahim pada kelompok umur yang sama, dengan menggunakan alur di bawah ini (lihat Alur-3b) —————— [ ‘Mengajak ibu - ibu dalam kelompok usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker payudara Melakukan Konseling tentang kanker payudiara, faktor risiko dan pengendaliannya Menyusui Tingkat Komunitas Tingkat Yankes Primer Ajerkan SADARI + Ada benjotan / kelainan lainnya ? v ¥ (ies Lakukan CBE (Clinical Breast Examination) Ada benjolan / kelsinan lainnya ? Tingkat Yankes Sekunder RUJUK z < 35 tahun > 35 tahun usc Mammografi | ‘Ada Kelainan ’ Not ae Radiolog_| “>| Keterang: RS yang belum memiliki fasiltas mammografi, cukup dilakukan USG olen Radiolog Dokter Bedah Umum / Onkologi 1s 2.2.2. Deteksi Melalui kegiatan deteksi dini faktor risiko PTM diharapkan dapat dilakukan penanganannya sesegera mungkin, sehingga prevalensi faktor risiko, angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat PTM. dapat diturunkan serendah mungkin. Deteksi dini faktor risiko PTM dapat mencegah dampak yang memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi, karena untuk pengobatan PTM perlu waktu yang lama dan dengan biaya mahal, misalnya miokard infark, stroke, gagal ginjal, amputasi, dan gangguan penglihatan, PPOK derajat berat. Deteksi dini PTM dilakukan terhadap faktor risiko dan dengan men- genali tanda dan gejala, seperti pada : a. Penyakit Kanker, dapat dilaksanakan pada beberapa jenis kanker, dengan cara yang lebih mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat dasar sekalipun, yaitu: pada kanker leher rahim menggunakan metode IVA (Inspeksi Visual dengan menggunakan Asam asetat), kanker payudara (mengajarkan SADARI (PerikSA payuDAra sendiRl) dan melaksanakan metode CBE=Clinical Breast Examination), dan menggunakan senter atau pemeriksaan fundus- kopi untuk mendeteksi Retinoblastoma . Penyakit Jantung, dengan tanda utamanya adalah adanya keluhan sakit dada yang khas disertai peningkatan enzim-enzim jantung seperti CPK-CKMBtroponin, bila positif jelas terjadi suatu penyum- batan koroner. . Penyakit jantung-pembuluh darah dan DM (melalui pemeriksaan kadar kolesterol dan gula darah), Obesitas (melalui pemeriksaan IMT, dan lingkar perut). Deteksi dini diabetes dan penyakit jantung-pembuluh darah dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan mengikuti alur di bawah ini (Lihat Alur-4) s 2 : PenguRuRAN ROW AWAVAT Faron mBIKO ae = Pomhahusanya> 40 Tan Too Baden = Riayet kong menderta OM => | trees asa Ton Ungkar Pent = Pera meltikan bay dongan BB > gees Tekanan Darah ~kanamian iogan kadar gua dara tng ‘Ruayatianireongan 88 < 253 {erat bagan ebin IMT > 23 kgm) U Kadae Givsora darah sonaity Kedar Glukosa darah puasa Tes Tolerans' Giukoaa Ora! (7760) Kade ipid dara EKG urangnya oktvias fk PEMERIKSAAN Hiperensi (> 140/90 mtg) Dislipidemia (HDL «25 mgidh dan atau wglsenda i eneathy ait) dongan ting ga, nag eram, dan rendah serat, merokck ~ Perokok aki maupun pacit d. PPOK dengan tanda utama adanya keluhan batuk/sesak, untuk PPOK usia diatas 40 tahun dengan riwayat merokok disertai gang- guan pernapasan berupa batuk kronik yang berulang dan bersifat progresif disertai perubahan warna sputum, asma dengan tanda utama sesak disertai mengi, gejala episodik, dengan riwayat alergi . PPOK dan Asma dapat dideteksi dengan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan peak flow rate meter dan dilanjutkan dengan pemer- iksaan spirometri. . Hipotiroid (melalui pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) pada Wanita Usia Subur, Wanita hamil, dan Neonatus) Osteoporosis, adanya faktor risiko riwayat patah tulang secara tiba -tiba karena trauma ringan atau tanpa trauma, tubuh makin pendek dan bongkok, skrining dengan tes 1 menit . Gagal Ginjal Kronik . Thalasemia dengan adanya riwayat thalasemia dalam keluarga, sering anemia tanpa perdarahan, pemeriksaan darah tepi ditemu- kan anemia mikro . Systemic Lupus Eritematous (SLE) dengan periksa Lupus sendiri “SALURI” Deteksi dini PPOK dan asma secara terintegrasi dapat juga dilakukan di puskesmas dan jajarannya dengan memperhatikan alur di bawah ini (Lihat Alur-6) 2 =o BS Subjek Perokok / Mantan Perokok Dengan Usia atang dengan infekst Pernapasan akut / berulang Mempunyai = 1 Gejala pecnapasan Jika ada F iat APE nila predict Pemeriksaan Spiremetei dan Uji bronkodilator jks ‘ada obstruksi sal. Napas 7 18 Catatan : Perokok adalah subjek yang telah merokok minimal 100 batang rokok dan sampai dengan penilaian dilakukan masih merokok. Mantan perokok adalah perokok yang telah berhenti merokok mini- mal satu bulan sebelum penilaian dilakukan. . Faktor risiko kecelakaan pada pengemudi (melalui pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah, alkohol, amphetamin) dan tindak kekerasan dalam rumah tangga (melalui pengenalan cedera tidak wajar yang mengarah pada kekerasan dan pembuatan visum). Berikut diberikan contoh alur pemeriksaan faktor risiko kecelakaan pada pengemudi dimana pelaksanaannya melibatkan lintas sektor terkait yaitu perhubungan dan kepolisian. Berikut diberikan contoh alur pemeriksaan sektor risiko kecelakaan pada pengemudi dimana pelaksanaanya melibatkan lintas sektor terkait yaitu Perhubungan dan kepolisian Pada pengendalian faktor risiko kecelakaan dan tindak kekerasan di jalan raya dengan menggunakan alur di bawah ini (Lihat Alur-7) Perhubungan | Polisi Kesehatan ai | ' i R M A | Kendaraan/Bus | D i . | Rekomendasi: A & % & Pemulihan a.Pendaftaran kondisi 41. Layak $W@_—_| Kelengkapan |b Pemeriksaan pasien 2. Layak administasi | (Tekanan darah, quia | Pemberian | dengan Pengemudi (SIM, STNK) | garah, alkohol dan | obat catatan amfetamin) 3. Tidak layak c.Pencatatan | Puskesmas atau Pos Kesehatan lainnya (rujukan) Kegiatan pemeriksaan deteksi dini faktor risiko PTM, dapat dilak- sanakan dengan cara aktif (memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin ke masyarakat melalui kegiatan di luar gedung /outreach activities) dan secara pasif (dengan melakukan kegiatan deteksi dini pada Masyarakat Khusus / Kelompok Khusus bahkan pada suatu event atau kegiatan tertentu dimana berkumpul banyak orang seperti rapat kerja, seminar, workshop, menunggu kunjungan masyarakat ke pusk- esmas. 2.3. Upaya Penatalaksanaan Pengendalian PTM 2.3.1 Pengendalian faktor risiko PTM terintegrasi Faktor risiko umum ‘common risk faktor’ yaitu pola konsumsi makanan yang tidak sehat (tinggi gula dan garam, tinggi lemak, dan rendah serat), kurangnya aktivitas fisik (tidak cukup dan tidak teratur), mero- kok dan konsumsi alkohol, jika tidak dicegah dapat memicu timbulnya faktor risiko antara yaitu hipertensi, dislipidemia, kadar gula darah tinggi, dan kegemukan/obesitas. Jika faktor risiko dapat diketahui lebih dini, maka intervensi yang tepat dapat dilakukan sehingga PTM dapat dicegah atau paling tidak mengurangi komplikasi penyakit. Beri- kut adalah gambaran faktor risiko penyakit dan kemungkinan penyakit tidak menular yang mungkin terjadi berdasarkan faktor risiko tersebut. (Lihat Gambar-2) . Gambar-4 Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular secara terintegrasi MEROKOK PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH KANKER DIET TIDAK DIABETES, AKTIVITAS PENYAKIT PERNAFASAN KRONIK OSTEOPOROSIS GAKTL 19 20 Dalam menentukan diagnosis dan selanjutnya untuk tatalaksana penyakit tidak menular berdasarkan faktor risiko utama ditambah dengan keterangan mengenai keluhan dan gejala yang ada, sebagai pengendalian faktor risiko teritegrasi. 2.3.2 Tatalaksana Tatalaksana pengobatan dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilan- dasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan risiko sekecil mung- kin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengo- batan yang rasional. Walaupun pengendalian PTM lebih difokuskan pada faktor risiko perilaku dan penyakit antara, namun fase akhir penyakit tetap menjadi perhatian. Tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efek- tif dan efisien, yang didukung kecukupan obat, ketenagaan, sarana/prasarana, sistem rujukan, jaminan pembiayaan dan regulasi memadai, untuk menjamin akses penderita PTM dan faktor risiko terhadap tatalaksana pengobatan baik di tingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun tertier. Pengobatan yang tepat, cepat, efektif dan rasional dilakukan untuk PTM beserta faktor risikonya, yaitu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik, Kanker dan Penyakit Kronis dan penyakit degeneratif lainnya ditambah dengan gangguan cedera dan tindak kekerasan. Tatalaksana PTM di puskesmas dapat dilaksanakan secara terinte- grasi mulai saat ditemukan faktor risiko sampai pada penatalaksa- naannya, merokok sebagai suatu faktor risiko bersama PTM dapat menyebabkan PTM, maka jika pasien dengan riwayat merokok/bekas perokok datang ke puskesmas dengan gejala pernapasan (Asma, PPOK,curiga kanker paru) maka dokter juga harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan apakah pasien tersebut juga memiliki penyakit jantung/kardiovaskular atau metabolik (DM) atau kemungki- nan PTM yang lainnya. Demikian pula jika datang dengan riwayat merokok dengan gejala sering makan, sering minum, sering kencing, gemuk karena penyakit metabolik maka dokter juga harus memikirkan apakah pasien juga memiliki kemungkinan PTM lainnya seperti penya- kit jantung. © BATUK KRONIS GANGGUAN - PPOK © tee PERNAPASAN — | -asma = PRODUKSI ~ tee SPUTUM nice PARU HIPERTENSI ANGINA, ‘SESAK GANGGUAN INFARK NYERI DADA MIOCARD JANTUNG DAN, HIPERKOLESTEROL SAKIT KEPALA, PEMBULUH DARAH OBESITAS SERINGMARAN GANGGUAN DIABETES, ‘SERING MINUM METABOLIK ERTS SERING KENCING 2.3.2.1 Tatalaksana Hipertensi dan Diabetes Terpadu Alur tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi dipergunakan pada kondisi berikut : Usia > 40 tahun ,, perokok, obesitas, hipertensi, diabetes, riwayat penyakit Kardiovaskuler prematur pada orang tua/ saudara kandung, riwayat diabetes atau penyakit ginjal pada orang tua/ saudara kandung . Tatalaksana hipertensi dan diabetes dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan memperhatikan Alur-7 Tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi pencegahan serangan jantung, strok dan ginjal yang terintegrasi dengan hipertensi, diabetes dan rokok sebagai faktor risiko sebagai pendekatan awal (entry point) 21 22 wen 70 50 Untuk menilai risiko penyakit jantung dan pembuluh darah digu- nakan Carta prediksi faktor risiko. carta ini memprediksi seseorang untuk berisiko menderita penyakit jantung dan pembuluh darah 10 tahun kemudian berdasarkan umur, jenis kelamin, tekanan darah, merokok, total cholesterol dan ada tidaknya Diabetes Mellitus. Carta ini dapat digunakan di Indonesia menggunakan carta sub regional B (SEAR B) seperti dibawah ini : Nama : tahun Male Female sap Non Smoker’ ‘Smoker Non Smoker Smoker (mg) 180 160 uo 20 180 160 x40 0 180 160 x40 320 180 160 140 320 45678 45678 45678 45678 Cholesterol frimot) KESETARAAN KADAR CHOLESTEROL mmol/L DENGAN mgidL_ TINGKAT RISIKO MENURUT WARNA: 4 mmollL:184,7 mgiéL. - Hijau <10% 5 mmol/L:193,3 mg/dL. = Kuning — ff 10% sid <20%, 6 mmolL: 282 mg/dL = Orange J 20% sid <30%, 7 mmoVL: 270.7 mg/dL. + Merah 30% sid <40%, 8 mmol/L:309,4 mg/dL. - Merah tua [> 40% Umur Tahun Laki —Laki Bukan Perokok Perokok 70 60 50 40 Perempuan Bukan Perokok Perokok 160 140. 320 180 160 140 120 45678 45678 45678 4567 8 See TINGKAT RISIKO MENURUT WARNA: CHOLESTEROL mmol/L DENGAN mg/dL. = 4 mmollL:184,7 mg/dl. - Hijau J <10% 5 mmol/L:193,3 mg/dL. 6 mmol/L: 232 mg/dL 7 mmol/L: 270,7 mg/dL 8 mmol/L:309,4mg/dL - Kuning |) 10% sid <20%, - Orange ] 20% sid <30%, = Merah ff 30% sid <40%, = Merah tua J] > 40% 23 24 Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan talaksana yang harus dilakukan sesuai dengan tingkat, lihat alur 7 di bawah Alur-7 Tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi pencegahan seran- gan jantung, strok dan ginjal yang terintegrasi dengan hipertensi, diabetes dan rokok sebagai faktor risiko sebagai pendekatan awal (enterypoint) Langkah 1.Tanyakan tentang : GUNAKAN ALUR INI PADA KONDISI; Diketanui penyakit jantung, strok, TIA, diabetes, penyakit ginjal Nyeri dada danvatau sesak saat akiifias, nyori | tungkai saat jelen Usia > 40 tahun, Perokok, ‘Obat-obatan yang diminum pasien i Sin Merokok saat ini (yaltidak) Obesitas*, Hipertensi, Diabetes, Konsumsi alkohol (yatta) : = Pekerjaan (duduk soja atau banyak gorak) Riayat Penyakit Kardiovaskiler Beroiah raga teratur minimal 30 menit sehari § hart mature 'saudara dalam seminggu (yaltidak) peas pate ll i | Langkah 2.Lakukan penilaian Heanaloy see el males | | atau penyakit ginjal pada orang tua | Lingkar perut* | | Palpasi nadi pesfer | saudara kandung | ‘Auskultasi jantung dan panu aa Tekanan darah Gula darah puasa dan sewaktu ( DM puasa > 126 mg/dl) atau sewaktu > (200 mgicl Proteinuria Lipid darah (bila dimungkinkan) Test sensasi (rasa) pada tungkal dan nadi dorsalis pecisitbialis pada DM | Langkah 3. Kriteria rujukan untuk semua kunjungan : ‘Tekanan darah systole > 140 atau diastole > 90 mmbg pada subyek usia < 40 tahun (untuk menyingkirkan hipertensi sekunder) Diketahui mendenita hipertensi. strok, TIA. DM, penyakit injl ( untuk penilaian bila mana diperiukan ) Angina pektors, kiaudikasio Perburukan gagal jantung | Kenaikan tekanan darah > 140/90 mmHg ( pada OM > 130/80 mmHg) meskipun sudah mendapat terapi dengan 2-3 obat Proteinuria Bila penderita terapi 8-12 minggu kadar HbAtc >7% OM dengan infeksi berat danvatau luka di Kaki OM yang baru saja mengaiami perburukan penglihatan atau tidak ditakukan pemeriksaan mata dalam 2 tahun terakhit, Gunakan usia, jenis kelamin, status merokok, tekanan darah sistol, diabetes | (kadar kolesterol darah bila ada) Bila usia 50-59 tahun pilih kolom Ketompok usia 50, bila 60-69 tahun pilin kolom kelompok usia 60 dst; untuk usia < 40 tahun pilih kolom 40 tahun Langkah 5. Obati sebagaimana Tercantum amping: idak rk Semua subyek dengan tekanan darah >160/100 mmHg. harus dibertkan obat anti hipertensi Semua pasien dengan diagnosis diabetes dan penyakit kardiovaskuler (penyakit Jentung coroner, infark miokard, serangan _iskemik transien/TIA, penyakit cerebrovaskuler atau penyakit vaskuler perifer), bila stabil hendaknya terus minum obat yang sudah iresepkan dan dianggap mempunyai risiko > 30%. Semua subyek dengan kadar kolesterol total > 320 mg/dl harus diberikan nasihat pola hidup sehat dan terapi statin Risiko < 20% : Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling faktor risiko PTM) Bila risiko < 10% check kembali dalam waktu 12 bulan = Bila risiko 10 - < 20% check kembali tiap 3 bulan hingga target tercapai, selanjutnya tiap 6-9 bulan ko 20 =< 30% = Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling faktor risiko PTM) - Tekanan darah menetap > 140/90 mmHg (pada DM dengan TD > 130/80 mmHg) pertimbangkan salah satu obat dosis rendah : Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari, Enalapril 5-20 mg perhari, Atenolol 50-100 mg perhari atau Amlodipine 5-10 mg perhari - check teratur tiap 3-6 bulan. Risiko > 30% : Perlu konsultasi diet, aktfitasfsik, berhenti merokok (alur konseling) TTekanan darah menetap = 130/90 mmiig_harus diberikan salah satu disis rendah obat : thiazide, ACE inhibitor beta-blocker atau calcium channel blocker, Perlu konsultasi diet, aktiftasfisik, berhenti merokok (alurkonseling FR PTM)) = Tekanan darah menetap = 130/80 mig : pertimbangkan salah satu bat dosis rendah : Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari atau, Enalapril 5-20 mg perhari atau, Atenolol 0-100 mg perhari atau ‘Amiodipine $-10 mg perhari, Berikan golongan statin (Check teratur tiap 3 bulan) K Bila risiko < 20% Check ulang tiep 12 bulan untuk dinilai_kembali_risiko é kardiovaskuler Konsultasi diet, aktifitas fisik, berhentimerokok | Ulangi langkah N | 2.3.4 j Bila risiko 20% - < 30% : ‘kuti kriteria rujukan’ | 7—*) anjutkan seperti langkah 4 dan check ulang tiap 3 bulan untuk semua é 7 4 | kunjungan (sesuai = ———— , langkah-3) Bila risiko masih tetap > 30% ] Setelah 3 ~ 6 bulan intervensi obat-obatan pada kunjungan pertama, Jajutkan ketingkat berikutnya y | Tatalaksana sebagai berikut i be Sata g |~angen tambahkan garam di meja makan dan hindari makanan asin, makanan cepat saji makanan kaleng dan bumbu penyedap makanan | > _ Ukur kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin anda secara teratur NASIHAT KHUSUS BAGI PENDERITA DIABETES N - Bila anda dalam terapi diabetes yang dapat mengakibatkan hipoglikemik, bawalah selalu gula atau gula-gula, Bila memungkinkan periksakan mata teratur setiap tahun | Jangan berjalan tanpa alas kaki atau kaos kaki, cuci kaki dengan air hangat dan jaga agar x |__Selalukering terutama di sela-sela jai kaki Jangan potong atau bubuhi bahan kimia pads callus atau corns Periksa kaki anda setiap hari dan bila bermasalah atau ada luka segera temui dokter anda Langkah tambahan : Bila dengan diet diabetes kadar gula puasa tetap di atas normal, berikan p | Obat hipoglikemik oral (metformin, sulfonilurea, glinid), Titrasi metformin hingga kadar gula mencapai target yang diinginkan (dosis maksimal 2 g/hari) Nasehatkan cara memelihara kaki: Check teratur tiap 3 bulan, bila sarana tersedia, berikan statin bagi subyek usia > 40 tahun meskipun risiko kardiovaskuler rendah Rujuk untuk pemeriksaan mata setiap dua tahun < > 2.3.1.2 Tatalaksana berdasarkan gejala dan Tanda Gambaran gejala dan tanda yang muncul dapat menjadi dasar dalam menentukan kemungkinan diagnosis suatu penyakit penyakit, khususnya pada penyakit kanker seringnya tanpa gejala, bila sudah timbul gejala kemungkinan sudah menderita stadium lanjut, untuk itu sangat diperlukan pengetahuan yang benar terhadap dokter umum yang ada di puskesmas untuk mengerti tanda dan gejala,dapat dilihat seperti dibawah ini (Lihat Alur-8) 25 | KONSULTASI INDIVIDU KE PELAYANAN KESEHATAN PRIMER. - Batuk kronik, berdarah sedikit, nyeri dada, sesak nafas, bendungan di leher, riwayat merokok aktif atau pasif (curiga kanker paru) Benjolan di payudara, retraksi Kult, puting susu mengeluarkan cairan / darah, payudara membesar sebelah (curiga kanker payudara) Keputihan,penderahan per-vaginam: pasca coital, antar-menstruasi, pasca-menopause, nyeri perut bbagian bawah'(curiga kanker leher rahim) | Perubahan kebiasaan buang air besar, perdarahan rektum (kanker kolorektal) Kesulitan dalam buang air Kecil, pancaran seni tidak beraturan, rasa ingin buang air kecil terus ‘Menerus / anyang-anyang (kanker prostat) y | Menilai kemungkinan Kanker 1 Nilai keluhan dan gejala: riwayat, intensitas, durasi, perkembangannya Diagnosis banding: menyingkirkan infeksi * (klamidia, gonokokus), ulkus genetalia* Mengidentifikasi faktor-faktor risiko kanker dan co-morbiditas / penyakit penyerta kelompok usia, pengguna tembakau, dan lain-lain - Pemeriksaan kiinis berfokus pada area yang bermasalah (misalnya payudara teraba nodul, leher rahim : Lesi putin, timbul ulserasi pada mulut rahim) t v DIPERKIRAKAN DAPAT DITANGANI Di | DIDUGA KUAT KANKER PELAYANAN KESEHATAN PRIMER, | aad ! x Rujuk segera ke Pelayanan Obati bila memungkinkan Anjurkan kontrol peereseraite eleven Saat Kontrol : Evaluasi keluhan/gejala, lakukan pemeriksaan klinis Rujuk ke tingkat Pelayanan Kesehatan Sekunder bila keluhan/gejala menetap atau memburuk 26 PERLU DIINGAT BAHWA : Jenis Kanker yang gejalanya muncul hanya pada tahap lanjut dan tidak membaik/prognosis-nya buruk: = Lambung (penurunan berat badan, disfegia, dispepsia, nyeri perut, cepat kenyang, pencernaan tergangeu, keasaman dan bersendawa, diare, berulang, sembelit, anemia defisiensizat besi) ~ Paru (batuk kronis > 3minggu, dispnea, pneumonia berulang, hemoptisis, suara serak, nyeri dada) > Esofagus (disfagia) ~ Kantong empedu/saluranempedu (ikterik) + Ovarium (sakit perut, distensi, penurunan berat badan, asites) - Hat (hipoglikemia, pendarahanintraperitoneal, mengangkatserumalfa - fetoprotein - diagnosis banding: kanker ovarium dan testis ~asites, hepatomagali) ~ SSP /glioblastoma | sakit kepala, kejang, muntah pagi dini hari, epilepsi ) Untuk mengetahui gejala dan tanda pada kanker tertentu dapat merujuk pada Tabel 1 di bawah ini \Gtnnrnesstatnssnseeesscannrmernsessemma Dilakukan oleh Komungkinan Ranker Dokter Non Dokter Organ i Bec sneaks rons snrvenack Panu ike, memungkinkan Rujukke apes: lakukan Pemeriksaan Pelayanan Rontgen Thorax, Kesehatan B : Sosak napas, Benjolan di leher nied Palo sokistieg | danlatau bendungan i ener, eR pemivesaran kelenjar getah bening i leher | A: Peribahan bentuk dan ukuran Payudara | Rujukke Pelayanan Rujukke pada perabaan payvdara Kesehatan sekunder Pelayanan A.B : Benjolan atau penebaian pada Kesehatan payudara atau ketia, sehunder - Puling hull etraks, puting keluar | 3 minggu -Rujuk bila menetap > 2 sekunder + Mulut bau, gigi goyang minggu B: Bercah merah atau putih di mulut ‘A: Batuk persisten atau suara parau fag | a Nasofaring | >3minggu | -Rujuk ke Pelayanan AB: -Ketulian pada satu sisi telinga, | Kesehatan | disfagia, otalgia,nalsi pada saraf | sekunder Cranial, epistaxis, obstruksi nasal, | AB: -Lesikult dengan wama merah- | Keposisarcoma | Rujuk ke Pelayanan Rujuk ke | ungu Kesehatan Pelayanan Binfitras kul sekunder Kesottan te sekunder 28 A,B:-Tumbuh tah lslatbaruatau | | membesar dari yang sudah ada Kult ~Pendarahan, perubahan warna dan bentuk dari tahi lalat yang ada (asymmetrical), tahi lalat dengan berbagai wama mengalami inflamasi alau tepinya berwama merah (aturan ABCD) - keratosis persisten atau luka kulit | yang tak sembuh-sembuh Frostat Pemerksaan | Rujuk ke dokter RektallAnus AB: - Sering kencing, pancaran seni tak beraturan, rasa ingin kencing | | | | | torus, esa inginKencing tap sult | | | | | | mulai. | = en inn i eT AB ; Bintk puth di pupl, convergent | Retinoblastoma, | Rujukke Pelayenan Rujukke | strabismus pada anak-anak, hilangnya | Kesehatan Pelayanan | visus, penonjolan bola mata, | sekunder » Sieetiin. | sekunder AB: Pembengkakan pada satu tesis| Tests RujuctePelaynan | Puke] | | | Kesehatan Pelayanan | selunder | esha sekunder | 1 AB: Kencing berdarah, tidak nyeri, Kandung Singkirkan infeksi strangury | kencing | Rujuk ke dokter Terdapat beberapa penyakit pada paru yang menimbulkan gejala yang sama, seperti sesak dan batuk sehingga membutuhkan pemer- iksaan lanjutan, alur di bawah ini (lihat Alur-9) dapat membantu untuk mendiagnosis suatu penyakit. 29 Buat Dugaan Diagnosis Berdasarkan Hal-hal Berikut : TANYAKAN :Beratnya sesak napas(saat berjalan, naik tangga, berbicara atau saat istrahal), Bercak/ baluk berdarah, nyeri dada, riwayat TBlasmalPPOK, gagal jantung, merokok (yaltdak), \ V i ce ore Tia sesaknaps ingn dan | | Ska sesak napas erat (esak saat || CUriga TBC atau kanker paru- sedang dengan: istrahat atau seat berjalan) dengan : || Paru jika: -Nengi atau dada rasa beret, | | -Frekuensi napas >30per menit + Batuk> 2minggu atau sering,atau daak banyak “Gelsh «Ada rivayalTB atau -Frekuensinapas 20-30 kali «Menggunakan otot bantu napas (otot 2 ibaa -Riwayat kekambuhan leher, otot perut) Be -Gejala kronis “APESO%. . ere Saturasi 02 (oximetry<90%) « Nyeri dada saat bemapas : « Batuk darah Asmareog || Mena | PPOK |) eg \ ) eksaserbas on | | sn i | ne vowa nes | Elena || Peetsan lan SOOeSAAN | a era edua unluk TB atau Kanker (silent chest), pany “ron ering Foto thorax dan \nfeksi saluran sputum BTA napas bagian bawah | | Kemungkingn Alurtatalaksana Asma PPOK | | Sosueialur crise \ AsmaPPOK ert aa sea ar| > saluran napas i J ‘gageljantung Sani tatalaksana TB Bila ditemukan edema pada kedua tungkai (pitting oedem), maka dokter umum di puskesmas perlu memikirkan beberapa kemung- kinan penyakit yang diduga oleh penderita, untuk memudahkan beberapa kemungkinan penyakit dapat dilihat pada alur di bawah ini (Lihat alur-10) tou hamit atau ssetelah melabirkan Sesak, ‘orthopnea, penyatijanteng, | | Peminum atkoto, | iM ian Tanyakan| | OM, hipertensi | | pandang dan/atau dengan | v We periKsa | £dema eduatungkal Edema keduatungkai Edema keduotungkel Edema keduatungkoi | ¥ yi = DIDUGA | |Ronkhibasahhalus, | —Ikterik, CVP Wajah bengkak.CVP TTekanan darah | | meningkat peut | | meningkat, Ronkhi | | Mpertensi Far meningkat, membuncit, | | basah di basal paru, Dele | Takhikerdia,CVP Ascites, | peningkatanTD, itera meningkat, Bising | | hepatomegali pucat, infeksi Kult Jantung Test v v Vv GagalJantung Gagal Hati Gagal Ginjal Pre - eklampsi TERAPI Vv Albumin dalam Urin |[AIbumin dalamUrin ‘Albumin dalam Urine || Albumin dalam ‘Serum creatinin Serum creatinin Serum creatinin usin (ika memungkinkan) || (jkka memungkinkan) | | (jka memungkinka RUJUK v v v Batasikonsumsi Batasi konsumsi | | Batasi konsumsi Elevasikan tungkai, gerem garam dan air garam stocking, Batasi Furosemide 40-80 Furosemide 40-80 mg,| | _konsumsi garam mg ACE dosis rendah ACE dosisrendah Vv v RUJUK RS UNTUK KONFIRMAS! DIAGNOSIS | 31 32 Bila ditemukan terjadi penurunan berat badan pada penderita > 10% dari berat badan sebelumnya dan hal ini terjadi secara berturut-turut dalam enam bulan terakhir, maka dokter umum di puskesmas perlu memil ‘kan kearah diagnosis penyakit tidak menular dengan mem- bandingkan dengan diagnosis penyakit lainnya, seperti pada Alur 11 di bawah ini TANYAKAN PERIKSA DIDUGA TERAPI RUJUK ‘Tanyakan rwayat penyakit ronik Nafou makan bak % — Bexerngal ie ie, Deramtak | |rencig dein aa Sputum berdara jaes a Berkeringat alam Penyebabnya eee | Tidak ade rasa nye ae Pembengkakan kelenar eres ¥ cade J] | TuBERKULOs's | ——— $ ue HIVAIDS KANKER | DIABETES Tenens Gula Darah v RUJUK RUMAH SAKIT UNTUK KONFIRMASI DIAGNOSIS (Subyek dengan diabetes lebih mudah terjangkit TB) 2.3.1.3 Tatalaksana Berdasarkan PenyakitTatalaksana penyakit jantung, membutuhkan penanganan yang cepat dan akurat dengan mem- perhatikan tabel 2 di bawah ini: ANGINA STABIL Lakukan konseling dan edukasi Kesehatan Berikan lsosorbi¢ Dinitrat Smg sublingual untuk mengatasi nyeri dada (jka Udak ada Kontraindikasi) Aspirin (yang dapat larut/solubie) 80 - 160 mg per hari ‘Atenolol 50 — 100 mgihari atau Bisoprolol § mglar, terap lini pertama untuk mengatasi gejala (jka tidak ada kontraingikasi) ka pasien intoleran terhadapreseptor - blocker atau tidak dapat dixontol dengan -biockor,tatalaksana dengan Ca-channel Blockers (contoh : Amlodipin 5-10mg/nari) Berikan Simvastatin 10-40 mghhari RIWAYAT INFARK MIOKARD = Lakukan konseling dan edukasi Kesehatan = Berikan Aspirin (yang dapat laru/soluble) 75-160 mg per hari = Penghambat reseptor-blocker) selidaknya selama 1 tahun (Atenolol 50-100 mgihari atau Bisoprolol 5 mghhani(jka tak ada kontraindikasi) = _ACE-inhibiterjika gagal jantung atau infark luas (contoh : Enalapril 10-20mghnan) + Simvastatin 10-40mg/hari = Isosorbid Dinirat 5 mg sublingual untuk mengatasi nyeri dada (jka tidak ada kontraindikasi) PASIEN YANG MEMILIKI RIWAYAT INFARK MIOKARD (DALAM 30 HARI) HARUS DILAKUKAN FOLLOW-UP SETIAP 1-2 MINGGU KRITERIA RUJUKAN UNTUK PASIEN DENGAN ANGINA STABIL DAN RIWAYAT INFARK MIOKARD = Nyeri yang persisten sehingga membatasi aktvtas sehari-hari pada pasien angina stabil atau rivayat infark miokard = Nyeri angina pada pasien dengan riwayat infark miokard ~~ Gagal jantung - Avitmia ~ Tidak tersedianya pemeriksaan lanjutan untuk merila faktorrisko PERHATIANIKONTRAINDIKAS! = Aspirin : rivayat tukak lambung, pendarahan serebri, alergi dan trauma mayor + Penghambat reseptor : asma, penyakit paru obstruklif kronik, gagal jantung, blok jantung atau bradikardia (nadi<20x/menit) = Penghambat pompa kalsium (ca-channel blockers) : gagal jantung = Penghambat pompa angiotensin (ace-i) : alergi, hamil,intoleransi terhadap batuk 33 34 Pada kasus gagal jantung kronik, seorang dr.umum di puskesmas harus cermat dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan memperhatikan alur 12 di bawah ini. * sn oeanntnmneonsactiantnsrimmanniussrutnasnenn TANYAKAN TENTANG PEMERIKSAAN ~ — Seringnya olahraga = TD, denyut dan ritme jantung + Sesak nafas - Edema (pergelangan kaki, sacrum, asites) + Riwayat penyakitjantung ~ _ Frekuensi nafas, ronkhi Merokok - Pembesaran, konsistensi lunak hepar Obat-obatan yang digunakan | = Murmur jantung, bunyi ke-3 jantung INVESTIGASI AWAL JIKA MEMUNGKINKAN : Darah rutin Ureum-kreatinin, EKG, Rotgen Thorax (jika memungkinkan) RUJUK RS SECEPAT MUNGKIN, UNTUK DILAKUKAN : = EKG, rontgen dada, Echokardiogram atau natriuretic peptide darah (pili satah satu) ~ Tes darah : Hb, hitung darah lengkap, Gula Darah Puasa, Na+, K+, urea, Cr, glikosa, titoid, lipid, enzim hati + Albumin urine —_ Cari panyobaS iin Gagal Jantung linis Lakukan Tatalaksana TATALAKSANA NILAl KELEBIHAN CAIRAN: RESEPKAN DIURETIK JIKA TERDAPAT KELEBIHAN CAIRAN : + Tiazide dirasa cukup untuk tatalaksana kelebihan cairan (contoh : Hydrochlortiazide (HCT) 25-50mg) Pada kasus yang lebih berat, gunakan Furosemide (awal 40 mg, dosis pemeliharaan 20-40mg) = Selanjutnya kombinasi diuretic furosemide dan tiazide + Tambahan pengobatan (misal : Spitonolakton 25-200 mgfhari) hanya pada pasien tertentu = Lakukan Protokol 3 dan 4 untuk Konseling dan edukasi Kesehatan (hindari jumlah garam yang banyak dalam makanan) Rujuk RS /ke tingkat berikutnya untuk :ACE-inhibitor (cek elektrolit dan fungsi ginjal) -blocker (seleksi dosis) Pada pasien asma yang harus diperhatikan dengan teliti adalah anamnesis tentang keluhan penyakit, pemeriksaan fisis, riwayat pemakaian obat, dan menilai kontrol asma dengan jelas apakah dia termasuk asma yang terkontrol, terkontrol sebagian atau tidak terkontrol, dengan memperhatikan alur 13 di bawah ini TATALAKSANA ASMA Tujuan tatalaksana asma adalah asma terkontrol. Yang disebut asma terkontrol adalah kondisi asma dalam keadaan baik yaitu dalam beberapa waktu terakhir tidak ada/minimal gejala, kebutuhan pelega, tidak ada asma malam, eksaserbasi serta tidak ada keterba- tasan aktifitas. Untuk memudahkan penilaian digunakan instrument asma kontrol test (ACT) yang dilakukan setiap 2-4 minggu. Penilaian kondisi kontrol asma: Minta pasien menjawab setiap pertanyaan (no. 1 s.d 5) dengan seJujurnya dan lingkari nilai sesuai jawaban pasien serta tuliskan nilai tersebut di kotak yang tersedia di ujung kanan. Jumlahkan nilainya sehingga mendapatkan nilai total. 35 36 . Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering asma anda mengganggu anda untuk melak ukan pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah atau di rumah ? Nilai | | Selalu Sering Kadang- | | Jarang Tidak (@) (2) kadang (4) pernah (3) (5) . Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalami sesak napas ? >1/hari | | 1x/ hari 3-6 x/ 12x/ Tidak (ay (2) meg meg pernah (3) (4) (5) . Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering gejala asma sesak napas, nyeri dada atau [| (bengek, batuk-batuk, rasa tertekan di dada) menyebabkan anda ter- | obat pelega inhalasi ? [| bangun di malam hari atau lebih awal dari biasanya ? =4x/ 2-3x/ 1x/megg| | 1-2x/ Tidak mgs meg (3) bin pernah (1) (2) (4) (5) . Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering menggunakan = 3x/ 1-2 x/ 2-3x/ =1x/ Tidak hari hari meg mgg pernah (1) (2) (3) (4) (5) . Menurut anda, dalam 4 minggu terakhir bagaimana kondisi asma ai Tidak Kurang Cukup Terkontrol | | Terkontrol terkontrol | | terkontrol | | terkontrol baik Total/ sama (2) (3) (4) sangat sekali (1) naik (5) nda ? || Penilaian Asma kontrol dengan Asthma Control Test(ACT) Interpretasi Hasil ACT Nilai/skor | Artinya | Apa yang harus | Strategi pelaksanaan dilakukan 319 Tidak Tingkatkan Cari faktor penyebab tidak terkontrol: terkontrol | tahapan pengobatan yang digunakan pengobatan cara menggunakan obat inhalasi sampai kepatuhan menggunakan — obat mencapai pengontrol terkontrol kendala bila ada Penyakit penyerta Upayakan mencapai__terkontrol dengan mengatasi masalah di atas Tingkatkan tahapan pengobatan 20-24 Terkontrol | Upayakan Idem strategi di atas Sebagian | mencapai terkGrarcl “eal Teruskan penggunaan pelega dan atau paling tidak evaluasi setelah 3 bulan. pertahankan tetap terkontrol 25 Terkontrol | Periahankan Pertahankan pengobatan sampai total kondisi ini agar kondisi stabil; Kemudian turunkan tetap stabil Pengobatan secara _bertahap dengan tetap mempertahankan kondisi terkontrol. Dokter umum di Puskesmas Pelayanan PTM, harus melakukan penilaian kontrol asmakepada pasien yang menderita asma agar dapat melakukan tatalaksana yang sesuai dengan memperhatikan Alur 13 di bawah ini: 37 Tanyakan: Nilai kontrol terhadap ASMA dengan ACT Tatalaksana Terkontrol (ACT 20-25) Tidak terkontrol (ACT < 19) Dalam pengobatan saat ini: Lanjutkan kortikosteroidinhalasi sebagai pengontrol (budesonid) dengan dosis sesuai yang digunakan Gunskan bronkodilator sebagai pelega (Salbutemol),JIKA PERLU Nilai setelah 3 bulan Rujuk Koreksi tekhnik pemakaian inhaler dan pastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan Belum —mendapatkan || Sudah mendapatkan pengontrol : pengontro! : Tingkatkan dosis kortikosteroid Kortikosteroid inhalasi inhalasi (budesonid) sesuai dosis rendah (budesonid tahapan pengobatan bila 2x 200 ug) ‘mungkin gunakan kombinasi Bronkodilator inhalasi kortikosteroid dan {Saloutamol), JIKA PERLU -agonis B2 kerja lama Nilai setelah 3 bulan Bronkedilator (Salbutamol), JIKA 38 Jika ada efak samping yang berarti Ingin mengurangi atau menghentikan kortikosteroid inhalasi (pengontrol) PERL Jika diagnosis ragu-ragu Jika Kortkostercid inhalasi sudah mencapai 2x 400 ugy/hari dan RULUK belum terkontrol Dokter umum di puskesmas pelayanan PTM, wajib memberikan edukasi tentang asma, penanganan asma, dan bagaimana menggu- nakan obat pelega dan pengontrol, serta bagaimana menilai control asma dengan memperhatikan Tabel -3 di bawah ini : ‘WAKTU SE NIUNG BAHAN EDUKASI Kunjungan + Apa itu asma awal * Diagnosis asma + Identifikasi dan mengontrol pencetus + Dua tipe pengobatan asma (pengontrol & pelega) + Tujuan pengobatan + Penggunaan obat | + inhalasi/spacer: DEMONSTRASI Memornitor kondisi asma_ sendiri berdasarkan gejala dan kebutuhan obat pelega | Kunjungan _« Identifikasi & mengontrol pencetus | pertama + Penilaian kontrol asma(dengan ACT) (First follow-up) | + Pengobatan yang digunakan (bagaimana & kapan, adakah masalah dengan pengobatan tsb.) Penanganan serangan asma di rumah Penderita menunjukkan cara menggunakan obat inhalasi/ spacer, koreksi oleh dokter bila perlu. Monitor asma & tindakan apa yang dapat dilakukan (idem di atas) | Kunjungan | + Identifikasi & mengontrol pencetus | ke dua + Penilaiankontrol asma (dengan ACT) \(second + Penanganan serangan asma di rumah | follow-up) | + Pengobatan Monitor asma (gejala & pemeriksaan APE) Penderita menunjukkan cara menggunakan obat inhalasi & koreksi bila perlu Demonstrasi pengukuran APE dengan peak flow meter (oleh penderital dokter) 39 (Sambungan Tabel - 3) Setiap Strategi mengontrol pencetus * Obat inhalasi | Penilaian kontrol asma (dengan ACT) | + Pengukuran APE dengan kunjungan berikut PengobatanMonitoring asma Peakflow meter (gejala & pemeriksaan APE) Nasehat untuk pasien dan keluarga untuk menghindari kekambuhan/eksaserbasi Hindari faktor pencetus Bersihkan rumah dari serangga (ketika pasien tidak berada di rumah) Gunakan sarung bantal dan guling denganbahan sintetik Singkirkan karpet dari rumah, terutama kamar tidur Jemur kasur, bantal, dan guling dibawah matahari Membersihkan rumah tanpa memicu banyak debu : Tebar sedikit air sebelum menyapu, Bersihkan perabotan dengan lap lembab, Bersihkan kipas angin, Hindari menyimpan buku, mainan, baju, sepatu, dan lain-lain yang mengakumulasi debu dikamar tidur Ajari bagaimana menggunakan inhalasi pada asma Ajari dan cek cara penggunaan obat inhalasi: inhalasi dosis terukur (IDT)/ metered-doseinhaler (MDI) dan dry powder inhaler (DP!) Gunakan inhalasi melalui mulut, kecuali pasien tidak dapat mentoleransi atau sesak napas. Pada kasus seperti itu, gunakan masker sebagai perantara inhalasi. 40 Pada pasien dengan PPOK yang stabil perlu dilakukan tatalaksana sesuai dengan tanda dan gejala, derajat PPOK, spirometri dengan memperhatikan alur 14 ini: EDUKASI SEMUA Berhenti merokok DERAJAT Hindari faktor pencetus | Dergjat I: Gejalabatuk _kronik | VEP, IVP < 70% Bronkoditator kerja _singkat PPOKRingan dan produksi sputum | VEP; 80 % prediksi (SABA, Antikolinergik keja| ada tetapi tidak sering. | Dengan atau tanpa gejala cepat, Santin) bila perlu Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru | mulai menurun Derajat Il: | ejala sesak mulai | VEP,/KVP < 70% 1. Pengobatan reguler dengan PPOK Sedang | dirasakan saat aktvilas | 50 % < VEP.< 80 % | bronkodilator kerja lama | dan kadeng dterukan | prediks, | Agoris. -2 kerja (LABA) gejala batuk dan | Dengan atau tanpa gejala Antikolinergik kerja lama produksi sputum. Pada (LAMA) derajat ini biasanya Simptomatik (SABA) pasien mula 2. Rehabilitasi paru (edukasi, nutrisi, memeriksakan latihan, dukungan psikososial) kesehatannya 41 (Sambungan Alur 14) Gejala sesak lebih VEP;/KVP 70% cbt ager 3 Derajat Ill: berat, penurunan | 30 % EP, 50 %| _ataulebih bronkodilator: PPOK Berat ‘ aktivitas. rasa _lelah | prediksi dengan atau tanpa| — Agonis. -2 kerja lama LABA) | dan serangan | gejaia | Anti kolinergik kerja lama | eksaserbasi semakin (LAMA) | sering dan berdampak Simptomatik pada kualitas hidup Kortikosteroid inhalasi bila | pasien sering eksaserbasi berulang, | | __dan memberikan respons Kinis 2. Rehabilitasi paru (edukasi, nultisi latihan , psikososial) Derajat Vv; | Gejala di atas | VEP, KVP < 70% 1. Pengobatan reguler dengan 1 PPOK Sangat) ditambah_ tanda-tanda | VEP, < 30 % prediksi atau lebih bronkodilator: Berat gagal napas atau gagal | atau gagal napas atau Agonis -2 kerja lama jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kulitas hidup pasien memburuk dan eksaserbasi_ dapat mengancam jiwa gagal jantung kanan (Aba) Antikolinergik kerja lama. (Lama) Pengobatan komplikasi Kortikosteroid inhalasi bila memborikan respons kii atau eksaserbasi berulang PDE-4 inhibitor 2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, Latihan , psikososial) 3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas kronik is 4. Ventilasi mekanis noninvasif 5. Pertimbangkan terapi intervensi untuk mengurangi hiperinflasi paru > Nasehat untuk pasien PPOK dan keluarga Rokok dan polusi udara di dalam dan luarruang adalah resiko mayor untuk PPOK Hal penting untuk penderita PPOK harus berhenti merokok dan menghindari debu, asap rokok, dan asap apapun. Kondisikan asap dari proses memasak dapat keluar melalui jendela atau pintu Memasak dengan menggunakan kayu atau karbon dilakukan di luar rumah Gunakan masker untuk proteksi pernafasan atau pada area yang berdebu dan polusi Pada penderita DM tipe-2, tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai gikhohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-19 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digu- nakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1 C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam seta- hun, seperti pada Alur-15. y Algoritmen Pengelolaan DM tipe -2 Tanpa Dekompensasi ( DM Tahap-l | Tahap-ll | Tahap } HS Hs args + Monoterapi cus Kombinasi 2040 Catatan : 1. Gejala-gaya hidup sehat 2. Dinyatakan gagal bila Gus terapi selama 2-3 bulan pada tap tahap tidak mencapai target terapi HbA1c<7% 3. Bila tidak ada pemeriksasn HbAtc dapat dipergunakan pemerikszan _glukosa darah Rota-2 hasil_ pemeriksaan beberapa ali glukosa darah —sehari yang ikonversikan ke HbAIC menurut kriteria ADA, 2010 ‘menolak insulin ‘optimal Ket: OHO—+Obat yang Hipsotik Oral GHS —»Gaya Hidup Sehat Jalur pilihan alternative, bila Tidak terdapat insulin Diabetisi betul-betul Kendall glukosa belum Kombinasi2 OHO Basal Insulin Gus Kombinasi 3 OHO 43 Selain 4 (empat)penyakit tidak menularseperti jantung dan pembu- luh darah, DM, Kanker pada orang dewasa, dan penyakit kronis pada orang dewasa, Program pengendalian penyakit tidak menular juga melaksanakan pengembangan kepada pengendalian penyakit kanker pada anak, Thalasemia, dan SLE dengan memperhatikan Alur 16a sampai dengan 16h, seperti di bawah ini ANAMNESIS Pucat, Demam tanpa sebab yang jelas, Perdarahan Kult, Nyeri tulang, Lesu, berat badan turun PEMERIKSAAN FISIS Pucat, Epitaksis/petekie/ekimosis, Pembesaran kelenjar getah bening, Hepatomegali, Splenomegali y PEMERIKSAAN PENUNJANG PUSKESMAS RS Tipe C dan B RS Tipe A Darah rutin dan hitung jenis = Darah ruin dan hitung |} + Darah rutin dan hitung jenis (perhatikan kadar haemoglobin jenis + Foto toraks AP dan lateral dan rombosit yang rendah, | - FototoreksAP dan | - _Aspirasi sumsum tulang lateral - Pungsi lumbal kadar leukosit yang rendah alau | - —Aspirasi sumsum + Sitokimia sumsum tulang meningkat> 100,000/ul, ada tulang ~ Imunofenotiping Sitogenetik lidaknya sel blast, dan hitung |. Pyngsiumbal jeris limfositer) 2dari3kel |. Sitokimia sumsum darah tepi tuiang cst ncn cetamcemaernecisutarnyeetramnnnsnunnmomanesmecnemee! ANAMNESIS 1. Tampek bintik putih pada bagian hitam bola mata | 2. Tampak mata seperti mata kucing | Sei een ered eee a eee aia ce cee PEMERIKSAAN FISIS (pemeriksaan bola mata eksternal, segmen anterior, dan funduskopi) ~ Leukokoria/white pupil, cat's eye + Mata juling (strabismus) ~ Proptosis/bola mata menonjol : Tanda stadium lanjut! ~ Red reflex fundus (-) y PEMERIKSAAN PENUNJANG RS ae CdanB RS Tipe A Darah lengkap Darah lengkap + CT-scan Biopsi-histopatologi - Aspirasi sumsum tulang CT-scan/MRI ~ Pungsi lumbal USG mata Aspirasi sumsum tulang Pungsi lumbal 45 Sener nanan ANAMNESIS Nyeri tulang, lebih terasa malam hari atau setelah beraktifitas Pembengkakan, kemerahan dan teraba hangat pada daerah dimana terasa nyeri tulang Terjadi gejala patah tulang setelah aktifitas rutin bankan tanpa trauma Gerakan terbatas pada bagian yang terkena kanker Nyeri tulang belakang yang persisten Gejala lain adalah demam, cepat lelah, berat badan turun dan pucat. PEMERIKSAAN FISIS Pembengkakan pada tulang, lebih hangat, peningkatan vaskularisasi di Kulit, Gerakan terbatas, Pembesaran getah bening, Sesak nafas bila metastase ke paru I PEMERIKSAAN PENUNJANG RS Tipe A Darah rutin, LED Laktat — dehidrogenase dan alkali fosfatase PUSKESMAS RS enhe CdanB Darah rutin, Laju Endap Foto tulang yang | Darah (LED) terkena, ada kelainan | _ laktat dehidrogenase i Foto tulang yang terkena ru (LOH) dan alkalifosfatase | dan toral ts (tele) - Foto tulang yang terkena Biopsi-histopatologi dan toraks (metastasis) CT-scan tulang Biopsi-histopatologi CT-scan tulang 46 _ Pee KAME IE HOA NEURORLASTONN ANAMNESIS Benjolan di perut Kebiruan di sekitar mata PEMERIKSAAN FISIS Teraba benjolan di perut Proptosis Perdarahan di sekitar mata (hematoma periorbita) |! PEMERIKSAAN PENUNJANG RS Tipe C dan B RS Tipe A Darah rutin Darah rutin Fungsi hati, fungsi ginjal, feritin, LDH, aspirasi sumsum tulang USG abdomen atau CT- Scan abdomen Biopsi Fungsi hati, fungsi ginjal, Vanny! Mandelic Acid (VMA), feritin, LDH, aspirasi sumsum tulang USG abdomen atau CT-Scan abdomen Biopsi Metaiodobenzylguanidine (MIBG) Baca ulang hasil PA & CT -SCAN 47 mess nse TRS SENT MNsEORRUCMNe NTE ANAMNESIS Benjolan (>2cm) tanpa rasa nyeri dan cepat membesar, Sesak nafas, Demam, Keringat malam, Lemah, lesu, dan nafsu makan berkurang ee PEMERIKSAAN FISIS - Pembengkakan kelenjar getah bening yang sulit digerakkan di leher (spesifik: supraklavikula), ketiak, pangkal paha, tanpa rasa nyeri. - Pembengkakan kelenjar tunggal atau multiple pada 1 atau beberapa tempat Gejala sesak nafas dan sindrom vena cava superior yang disebabkan desakan massa di rongga dada/mediastinum Obstruksi saluran pencernaan Sistemik: demam, keringat malam, lemah, lesu, nafsu makan berkurang (berat badan turun secara progresif) (pada limfoma di abdominal) 48 RS Tipe C dan B Darah rutin, LDH, Foto toraks, Foto abdomen , biopsi Aspirasi sumsum tulang USG abdomen CT-Scan Patologi anatomi PEMERIKSAAN PENUNJANG RS Tipe A Darah rutin, LDH Foto: toraks dan abdomen Biopsi Aspirasi sumsum tulang USG abdomen CT-Scan Patologi anatomi Imunohistokimia MRI eee Alur deteksi dini pada pasien SLE dapat dilakukan dengan mengingat 11 kriteria berupa pertanyaan, yang terangkum di dalam SALURI (Periksa Lupus Sendiri): 1, Apakah Persendian anda sering terasa sakit, nyeri atau bengkak lebih dari tiga bulan? 2. Apakah jari tangan dan atau jari kaki pucat, kaku atau tidak nyaman di saat dingin? 3. Apakah anda pernah menderita sariawan lebih dari dua minggu? 4. Apakah anda mengalami kelainan darah seperti : anemia, leukositopenia, atau trombositopenia? 5. Perahkah pada wajah anda terdapat ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu yang ‘sayapnya melintang dari pipi ke pipi? 6. Apakah anda sering demam diatas 38° C dengan sebab yang tidak jelas? 7. Apakah anda pernah mengalami nyeri dada selama beberapa hari saat menarik nafas? 8. Apakah anda sering merasa sangat lelah dan sangat lemas, bahkan setelah cukup beristirahat? 9. Apakah kulit anda hipersensitif terhadap sinar matahari? 10. Apakah terdapat protein pada pemeriksaan urine anda? 11, Pemahkah anda mengalami serangan atau kejang? Bila anda menjawab “Ya” untuk minimal empat pertanyaan, ada kemungkinan eM uM RL eM ue cue aM lt gl icy Co ene chy UE eS tie a ALUR RUJUKAN SLE Terdapat empat tugas utama sebagai dokter umum di puskesmas, yaitu 1 Waspada terhadap kemungkinan penyakit SLE diantara pasien yang dirawat dan metakukan rujukan diagnosis 2° Melakukan tatalaksana serta pemantauan penyakit SLE ringan dan kondisinya stabil (pasien SLE tanpa keterlibatan organ vital dan atau terdapat komorbiditas) 49 Mengetahui saat tepat untuk melakukan rujukan ke ahli reumatik pada kasus SLE.Melakukan kerjasama dalam pengobatan dan pemantauan aktivitas penyakit pasien SLE derajat berat, merujuk ke alur, di bawah ini DOKTER UMUM PUSAT PEL, KES | SC KECURIGAAN SLE PRIMER 1 Reumatologis/internist - Penegakan diagne = Kajian Aktivitas dan derajat penyakit - Perencanaan pengobatan - Pemantauan aktivitas penyakit secara teratur /terprogram J SLE derajat ringan = SLE. Derajat sedang dan berat ——-| SLE dengan SLE yang mengancam komplikasi/aktivitas iwa meningkat ANAS: PEMERIKSAAN FISIS: ‘Adanya riwayat thalasemia dalam keluarga, riwayat anemia berulang tanpa pendarahan Pucat Infeksi berulang Jantung berdebar-debar Tidak nafsu makan Ikterus Bentuk muka mongoloid Terdapat gangguan pertumbuhan Perut’ membesar karena _hepatomegali Isplenomegali PEMERIKSAAN LABORATORIUM Skrining anemia —_mikrositik hipokrom, I Rujuk ke RS Orang tua dengan Orang tua dengan Thalassaemia Trait/ Thalassaemia Trait/ bawaan . . bawaan Thalassaemia Darah Trait/bawaan Normal Thalassaemia > Thalassaemia Mayor ee Trait/bawaan Hindari perkawinan sesama pembawa sifat thalasemia 51 52 Pengendalian Faktor Risiko Thalassaemia Thalessemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin. Pengendalian faktor risiko dapat dimulai dari seseorang yang memiliki thalassaemia trait/bawaan, pembawa Thal- assaemia yang sehat, maka untuk mencegah terjadinya keturunan yang menderita thalassaemia, hindarilah perkawinan sesama pem- bawa sifat thalassaemia, berikut adalah kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi jika terjadi tali perkawinan: - Jika pasangan anda memiliki darah normal maka tidak mungkin anak-anak anda akan menderita Thalassaemia Mayor Jika anda dan pasangan anda memiliki Thalassaemia Trait/bawaan maka dalam setiap kehamilan terdapat kemungkinan satu diban- ding empat, bahwa anak anda akan menderita Thalassaemia Mayor Respon Cepat Kegawatdaruratan PTM Tindak lanjut dini, tata laksana kasus, dan respon cepat terhadap kondisi kegawatan penyakit tidak menular harus dapat dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Penanganan rujukan yang memadai menjadi tolak ukur keberhasi- lan setiap pelayanan kesehatan yang diberikan di fasilitas layanan kesehatan dasar terhadap kasus yang memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit. Pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali, menilai, dan memberikan pertolongan pertama atau mengelolaan pada keadaan darurat PTM harus dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di puskes- mas, yang meliputi (1) sesak napas, (2) nyeri dada, (3) penurunan kesadaran, dan (4) trauma. 1) KEGAWATDARURATAN SESAK NAPAS PPOK eksaserbasi dengan gejala: Sesak yang bertambah, produksi sputum/dahak yang bertambah, perubahan warna sputum (kuning, kehijauan atau purulen) Asma eksaserbasi dengan gejala: meningkatnya gejala (sesak napas, batuk, mengi, rasa berat di dada,kombinasi gejala tersebut, APE menurun) BEDAKAN ANTARA ASMA DAN PPOK Kegawatdaruratan sesak napas ditemukan pada PPOK eksaserbasi, dan Asma eksaserbasi. Bila diagnosis kedua penyakit tersebut masih ragu dapat menggunakan alur 17-a. Jika sudah dapat dipastikan seran- gan Asma eksaserbasi dapat menggunakan alur 17-b, dan jika PPOK eksaserbasi dapat menggunakan alur 17-c, seperti di bawah Eksasorbasi Sedang Kondisi: mengi atau dada terasa berat, dahak banyak terasaberat, dahak Sesak mapas berat (sesak saat istirzhat atau Bares Frekuensi napas 20-30x/menit, | | saat berjalan) Frokuensi mapas 20- || menggunakan otot bantu | | Frekuensi napas: >30 per menit Sant rnapas Gelisah Riayat kekambuhan Menggunakan otet bantu napas (otot leher & Riwayat kekambuhan Gejala kronis, peut) ad pads ‘APE: < 50% m Gejala kronis cer ‘ Saturasi Oksigen < 90% Berikan: es 2 kanula hidung Borin Salbutame! Bethany inhalasi dapat Berikan oksigen dliter/menit (30%) diulang_sctiap 20, 2 hana Noung 34 melalui nasal kanu!, dan gimonitor menit (9x dalam 1 liter/menit monitor saturasi > : a = sampai dengan sat 02 diatas 9056 Salbutamol nebulisasi 2,5ug ee ee 2 ‘dapat diuiang setiap 20 menit Pasang infuse (in atau alternatif OT = fe *) dengan spacer 400 || (3 x dalam sejam), Dapat aaa ditombinas! ‘lanes Salbutamo! 2,5 ug kombinasi dengan ipratcopium bromids inhalssi | | Ipratropium Bromida inhalasi solution sina sume > 26 || Shaton 1020 eta satstali | | 1020 tees dapat dong sei 29 ment faniatad sputum # spam || nebula (8x dalam sejam) Bkan erigomisin || Beikan ——_hortkosteroid atau amokslin Sistemik: jes (u) 1 melee | | sing temperatur > 38 Can/atau sputum 8B metilprednisolon atau ‘analognya dexamethasone 5- 40mg/ kali pemberian, prednisone oral ime/kg8B, yang purulen : Berikan Eritromisin (250- 500 mg/6jam) atau Amoksisilin dengan asam Klavulanat (250-500mg/8jam) ama 5 hari eee sa enue Nilai ulang respon terhadap pengobatan sputum yang puruen: berikan || dalam sejam antibiotk (erythromycin, amoisiin dengan asam || RUJUK klavulanat) Nilai lang respon terhadap ppengebatan dalam 3 jam 53 (Sambungan alur 17 a) Nilai respon terhadap pengobatan RESPON BAIK RESPON BURUK 1 jam setelah penanganan, kondisi Respon Buruk : Jka APE menurun, atau kesadaran pasien: menurun (bingungigelisah), atau sesak nafas yang > Stabil memberat : RUJUK segera Tidak sesak Tidak ada respon = setelah pengobatan awal (salbutamol inhalasi 3x dalam sejam, kortkosteroid dengan Salbutamol RUJUK Sambil menunggu transport ke tempat rujukan: Pasang infus (i ine) Pasang oksigen (30% masker atau 4 litermenit nasal xanul) untuk menjaga seturasi >80% jka memungkinkan LLanjutkan salbutamol inhatasi 3x dalam 1 jam Berikan aminofiin bolus (5-6 mg’kg BB atau setengah S0% tetapl < elisah can ah 70% ‘kesadaran euiee, wi ‘Saturasi O: tidak menurun cok petteian econ satus 0;9908 Pulang i F Bila APE > 60% predic / toa z Dirawat tap berikan pengobet Pulang Inhatasi agonis beta-2 ‘atau inhalast obsrandiuabian anvhoinenk denen a sere Koos sitemit ne mini dip Tatins tMembutbtan Teretatseen Kortbonerl! ot perimbonian ta teulaspeneita fos Manolo Yad Fontau APE, Sat 03 Noe benar eee Kontrol SSS Se engabatan slanitya puskesmas 55 TATALAKSANA PPOK eksaserbasi dengan gejala : Sesak yang bertambah, produksi sputum/dahak yang bertambah,perubahan warna sputum(kuning, kehijauan atau purulen) ee eS ee Eksaserbasi Ringan (terdapat 1 gejala disertai keluhan lain mis demam) Dapat diberikan: Salbutamol inhalasi._, dapat divlang setiap 20 menit (3x dalam 4 jem) Nebulisasi 2,5. ug atau alternatif IDT dengan spacer 400 ug Mukolitik bila perlu Jika temperatur > 38C — dan/atau sputum yang purulen : Berikan Eritromisin atau Amoksisilin dengan klavulanat asam Eksaserbasi Sedang (jika terdapat 2 dari 3 gejala diatas) Dapat diberikan obat sistemik (injeksi) kemudian dilanjutkan dengan oral Salbutamol nebulisasi 2,5ug dapat diulang setiap 20 menit (3 x dalam sejam), Dapat dikombinasi dengan ipratropium bromida __ inhalasi solution 10-20 tetes/ satu kali nebulisasi - Berikan kortikosteroid sistemik : injeksi (iv) 1 — mg/kgBB/hari metilprednisolon atau analognya dexamethasone 5-10mg/__ kali pemberian,metilpredsinolon oral 24-40mg/hari, prednisone oral ‘Amg/kgBB, selama 5 hari ~ Jika suhu >38 dan/atau sputum yang purulen: berikan antibiotik (erythromycin, amoksilin dengan asam klavulanat) - Nilai ulang respon pengobatan dam 1 jam terhadap Eksaserbasi Berat (memiliki 3 gejala diatas) Pasang infus (iv line) Jika sesak nafas berat dan pulse oximetry —rendah («<80%), Kombinasi Ipratropium Bromida solution 10-20 tetes inhalasi atau aml ipratropium solution+ salbutamol 2,5 ug untuk nebulisasi, dapat diulang setiap 20 menit selama 1 iam) Kortikosteroid injeksi Jika temperatur: > 38 C dan/atau sputum —_ yang purulen ; Berikan Eritromisin (250-500 mg/6jam) atau Amoksisilin dengan asam klavulanat (250- 500mg/8jam) > RUJUK RS 56 Lanjutan alur 17¢ Nilai respon terhadap pengobatan Pe ecient Respon baik APE meningkat, frekuensi nafas berkurang (normal : <20x/menit) Diperbolehkan pulang : nilai ulang dalam 1 minggu Pastikan pasien menggunakan Salbutamol inhaler di rumah perintahkan 2 puff, setiap 4 jam, untuk sesak nafas atau mengi Resepkan prednisone oral 40 mg, | ‘Iy/hari, selama 7 hari Respon Buruk : Jika APE menurun, atau turun kesadaran, atau sesak nafas yang memberat : RUJUK segera Tidak ada respon : setelah 2 jam dalam pengobatan dengan Salbutamol — RUJUK Sambil menunggu transport ke tempat Fujukan; Pasang oksigen (30% masker atau 204 liter/menit nasal prongs) untuk menjaga saturasi >90% jika memungkinkan Lanjutkan Salbutamol, nebulisasi jika memungkinkan (1-2 ml Salbutamol, setiap 20 menit atau kontinyu, jika terjadi distress pernafasan berat) Follow up setelah 1 minggu : Nilai gejala (sesak nafas, mengi) dan tanda (frekuensi nafas, pemeriksaan paru, pulse oximetry) Jika TIDAK ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat (lihat di atas), Jika tidak ada respon terhadap pengobatan, RUJUK. Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow-up (gunakan alur ) s7 58 2) NYERI DADA Tanyakan Sifat nyeri: lokasi, menjalar, berat, Kapan mulai dirasakan, berapa lama, apakah berhubungan dengan aktiftas, apa gejala yang mengikuti (mual, muntah, berkeringat, palpitasi, pusing) y Gambaran angina stabil kronik Gambaran bukan karena Sakit di daerah pusat atau nyeri akibat jantung:Lokasi retrosternal sakit dapat ditunjuk dan Saat aktivitas, menghilang saat berubah dengan istirahat perubahan posisi tubuh Rasa sesak, berat Waktu < 10 menit dapat menjalar ke leher, rahang, tangan atau perut bagian atas KEMUNGKINAN Manifestasi angina bisa bukan merupakan nyeri dada, namun | pENYEBABNYA dapat berupa manifestasi yang berbeda (sesek napas) : pada | pleurtis Pericarits, wanita, orang tua, dan pasien diabetes. Tromboemboli paru, Gasttis Akut, Serangan, herpes, zooster, panik dan lain-lain. Tanyakan |} RIWAYAT PENYAKIT Pemah mengalami sakit sepert ini, dan diagnosis (jka diketahui) Dokumen penyakit jantung, atau diagnosis medis Riwayat serangan jantung sebelumnya, DM, Tekanan darah tinggi dan merokok Riwayat keluarga: Penyakit jantung prematur (<65 tahun pada pria; <65 tahun pada wanita), diabetes atau strok. Peritsa || Tekanan darah, Nadi: bradikardi,takikardi, tidak teratur, Gagal jantung : $3, gallop EKG (jika memungkinkan) Tengani! } T } ajuk ke RS. ‘nat Inferk Wiokard Akt dengan ST} | Infark Miokard Akut Angina Pektoris faslitas ebevasi tanpa ST elevasi ‘Tidak Stabil ee ——————————————————— el Tindakan 4. Tatalaksana sesuai di bawah ini Trauma dengan TD sistolik<90 Mul Infus iv NaCl 0,9% dan rujuk ke RS Konwulsi/kejang ke RS (kecuali diketahui Epilepsi) Jka konvulsi/kejang pada kehamilan, berikan Magnesium Sulfat (MgSO4) iv, selama 5-15 menit, Jika tidak berikan Diazepam 10 mg iv atau rektal, rujuk Suspek anafilaksis dengan TD sistolik <90 jam pertama) Hidrokortison iv 100-300mg Posisikan secara supine dan masukkan alat bantu jalan nafas Berikan adrenalin i.m (paha samping) 0.01 mg/kg, dosis maksimal 0.5 mg Berikan NaC! 0.9% iv (20 mi/kgB8, ulangi hingga total SOm|/kgB8 selama 1/2 Jika tidak ada respon, ulangi adrenalin setiap S menit Gula Darah <60 mg/dl Jika dapat minum, berikan satu sendok makan 20-30 g slukosa dicampur dengan air, atau 1 gelas jus buah, ‘madu, minuman bergula. Jka tidak ada respon selama 15 meni, ulangi Jika tidak sadar/tidak dapat minum, berikan 50 ml 50% glukosa iv. Rujuk ke RS jika tidak ada respon selama 10 menit (Sebelum dirujuk jika fasiitas tersedia, dapat dilakukan pemasangan infus dextrose sambil dilakukan pemantauan GS secara ketat (tiap jam). Jika respons baik juga sebaiknya tetap dirujuk) ke RS terdekat untuk pemantauan ketat kin hipoglikemia bisa berulang Suspek keracunan herbesida/pestisida Jika agen diketahui, masukkan antidot jike tersedia sebelum rujuk ke RS Paralisis Jaga jalan nafas, rujuk ke RS Keton urin +3 dan/atau Glukosa darah 250 mg/dl Rehidrasi dengan NaCl 0.9% 500 ml- 1 iter selama 1 jam, sambil dirujuk ke RS Demam > 38 C dan/atau kaku kuduk Protokol untuk meningitis/malaria Gigitan ular Antivenom jika tersedia, rujuk ke RS 59 60 Jika defisit naurologi hilang selama 24 jam —> es Gunakan alur berikut jika pasien mengalami secara tiba-tiba : anggota gerak Kesulitan berbicara atau pemahaman, Gangguan penglihatan Sakit kepala hebat atau yang tidak biasa Gangguan keseimbangan Kapan hal itu terjadi? Sedang berada dimana? Apa yang sedang dilakukan? Apakah mengalami kelemahan atau basal? Dapatkah berbicara seperti biasa? Apakah dapat melihat seperti biasa? Apakah mengalami sakit kepala? ~ Apakah gejala masih terasa, atau sudah menghilang? ~ Apakah pemab TIA atau stroke sebelumnya? Apakah ada riwayat Hipertensi, Diabetes, Penyakit Jantung? ~ Apakah merokok? Jika tidak, apakah sebelumnya pernah merokok? ~ Apakah mengkonsumsi alkchol? ~ Apakah ada diagnosis lain? ~ Apakah pernah ada riwayat Jatuh atau trauma sebelumnya? | | lebin [eon ~ Aspirin (dosis pertama:300-500 mg, kemudian 75-150mg per hari) ~ Antihipertensifjika TD 140/95 mm Hg atau — Kelemahan atau kehilangan sensori pada satu sisi tubuh atau Jika pasien mer defisit neurologi yang porsisten >24 jam ae RUJUK segera ke level berikutnya = Simvastatin (10-40 mg per hari) Rta Untuk CT Scan, Ultrasound untuk ateri karotis EGG dan pemeriksaan jantung jika dibutuhkan Tindakan Baringlan pasien erie anda vital, sekalgus ileukananarnesa sight, Pasang vine + Berkan Olsigen 2 Iterper meni dengan nasal kan Tindakan : Tatalaksana ~ Aspirin tanga salu gul(dkunyah) 160-300 me, berkan secentnya ~ osorbde cntrat (DN) sublingual 5 mg dapat ant 2 ali seamaselang welt 10 meni * aida ada Kontrindiasl mise higotens) meri cada hebat yang belum teratsicengan otat-abet ci ates, berkan Morphine 5-10 mm IM atau Vika terdapat apoteke) ~ Lakukanpemerisaan EKG dan enc troponin atau CK, ~ Tindakan Rujukke RS secepat mungkin 61 62 4, TRAUMA Pada klien yang mengalami trauma, baik kecelakaan lalu lintas, jatuh, tenggelam, danterbakar memerlukan tatalaksana ae eran eee ‘Kasuis Codora’ Jatuh, KUL, Widak sadav Labuan rosusitasl Porhatinan Takuan Penision j asikan Koods sehla’ dak Sdak merbahayakan enolong, korban dan org iin ‘Aman: yatidek | Penciong Taras menagunakan APD barupa master, Bia ya: lanjuhan Hubong nomor D: Dengar | serung tangan, pelampung, kaca mata painung ke tangkan ara._sampean (Ganays) | s08vaidongan Konds anaya tenants erkutnya, Marae | Bertndak bia Keadaan tah aman blaiak pang ainubungi panuon Pasian Wak ada lagi koran ] Juma korban _ ‘Apa yang tenia, | Bra, ria eats Korban Arran: yaaa [a Dibutunkan 7 Bila ya: tanutkan Fe Pesponse: | Panvol alan dengan culzo karst | Kelangean —+ | ambulans.per- | peaisiy | C2yagkan Bahunys dengan lemiut Denkuinys. tolongan segera Dia tidak pang bantuan [ [Pensa Gai Wael KARTS ipetogas Kesehatan — | i TIDAKADA VA caceuition | LBtRaN KONPRESI JANTUNG LURR Beran Tar tevin | 30:2, Evalvas soap ata bla mapas buatan {ak respon RIP dianjutkan setap, 58 dat ‘Adena ing [Adonai igi omatkan kosodaran, j L___| Pemapasan dan perdarahanhobat | oo (Gea eign ada pan arg oP) | amerika dan postin jaan natas dan bonda asing | Jka teengar suara AcArmay | ‘seperti berkumur (Galan atas) (gunting) maka | Kemungkinan | terdapatcaran —p Dborsinkanjatan rafas ‘Walt penilaian <& BeBeaming |__| tk evatuasisoian aaa ‘Dengan sara fas (ston) ‘ment = Rasskan odanya airan ders (oo) Tannin, ots t 4 =n oa rr 7s [creer crane Tess oi fon] | rma penapar [Hissar arenas fay —] ptean mans Pesaeg tan Sanya Copan meant Seber Keterangan Pemberian: A. Kompresi Jantung Luar 1 2. 3. 8. 3. 10. a Posisikan pasien / korban ditempat yang keras dan rata. Posisi penolong berlutut pada samping kiri atau kanan korban Posisi kedua telapak tangan berada pada tulang dada pasien / korban, lengan lurus. Lakukan penekanan pada tulang dada, lakukan dengan cepar dan kuat, jangan ragu — ragu. Lakukan penekanan sebanyak 30 kali. Setelah 30 kali, buka jalan nafas, beri nafas buatan, dengan cara dengakkan kepala pasien / korban, tutup hidung dengan jari, hembuskan nafas kuat — kuat ke dalam mulut korban sebanyak 2 kali. Bila belum ada tanda — tanda kesadaran atau perbaikan dari pasien / korban, lanjutkan kompresi jantung luar. Hal ini terus menerus dilakukan sampai lima siklus. Setelah lima siklus, periksa kembali denyut nadi jantung. Bila ada denyut nadi leher, hentikan kompresi. Bila tidak ada denyut nadi leher, lanjutkan siklus kompresi dan pemberian nafas buatan dengan perbandngan 30 : 2. 12. Siklus ini terus menerus dilakukan sampai datang penolong yang lebih ahli atau syarat — syarat lain. 63 B. Pembebasan jalan napas : Tehnik chin lift adalah meletakkan dua jari dibawah dagu kemudian hati - hati angkat ke atas hingga rahang bawah terangkat kedepan.selama tindakan ini perhatikan leher jangan sampai menengadah berlebihan. Tehnik chin lift adalah meletakkan dua jari dibawah dagu kemudian hati - | hati angkat ke atas hingga rahang bawah terangkat kedepan.selama tindakan ini perhatikan leher jangan sampai menengadah berlebihan. Tehnik Jaw trust doronglah sudut rahang bawah ke depan hingga rahang bawah terdorong ke depan, | Pemberian napas : | Kelingking penolong disudut rahang bawah , jari tengah dan jari manis didagu dan mengangkat ke atas telunjuk dan ibu jari memegang face mask agar hidung dan mulut pasien / korban tertutup dengan rapat ( C — | posisi). Tahap Penilaian : e Kasus kegawatdaruratan jantung dan trauma, Circulation — Airway — Breathing © Kasus asfiksia, misalnya karena tenggelam dan kegawatan nafas karena terbakar, Airway — Breathing - Circulation Selanjutnya dilakukan penatalaksanaan dan rujukan berdasarkan hasil yang ditemukan. Demikian juga pada kunjungan kedua penilaian terus dilakukan untuk ditindak lanjuti sebagaimana hasil yang ditemu- kan dan dilakukan rencana penatalaksanaan lebih lanjut serta dilaku- kan intervensi pada pasien maupun keluarga. 2.5 Sistem Rujukan PPTM Mekanisme rujukan kasus secara timbal-balik. 1. Posbindu PTM, Kader Kesehatan, dan UKBM lainnya, dapat membantu pasien untuk menunjukkan dan atau mengantarkan- nya menuju fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat serta mampu memberikan layanan sesuai kebutuhannya. Demikian pula institusi kesehatan, mulai dari Puskesmas Pem bantu, Poskesdes/Bidan di desa, dan puskesmas, sebagai insti- tusi pelayanan kesehatan dasar terdekat di masyarakat, dapat merujuk pasien dengan kondisi “sakit cukup berat dan atau kegawatdaruratan medik”, langsung ke institusi pelayanan kesehatan terdekat yang mampu mengatasi masalahnya secara tepat, misalnya ke Puskesmas PTM yang sudah dapat difungsi- kan sebagai pusat rujukan-antara, atau pusat rujukan medik spesialistik terbatas dan bila dipandang perlu dapat langsung ke RS rujukan medik terdekat sebagaimana disebutkan diatas, bila memungkinkan Pada kondisi Puskesmas yang tidak mampu memberi layanan rujukan medis pada kasus dengan kondisi sakit cukup berat dan atau kegawat-daruratan medik, maka pasien harus secepatnya dirujuk ke rumah sakit rujukan medik spesialistik terdekat. Dari pasien yang dirujuk ke fasilitas pelayanan rujukan medik spesialistik/spesialistik terbatas, umpan balik hasil layanan dikirim kembali kepada pengirimnya agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara menyeluruh di seluruh wilayah Kabupaten/Kota berjalan dengan baik. 4. Umpan balik hasil pelayanan dan saran-saran tindak-lanjutnya, disampaikan kepada puskesmas atau institusi pelayanan kesehatan yang mengirim semula, yang dipastikan dapat menindak-lanjuti saran yang diberikannya, agar pelayanan dapat diselesaikan. v » Pelayanan pengendalian penyakit tidak menular dan rujukan kasus, dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari posbindu PTM, Puskesmas, Puskesmas PTM, sampai ke Rumah sakit, sebagai ruju- kan, lihat alur 23 65 ujukan Puskesmas lain yang belum mengembangkan Rujukan masyarakat Pelayanan PTM Puskesmas pengembangan pelayanan PT Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Kasus dapat dita- Kasus dapat dita- Kasus Tdk dpt dita- ingani di Puskesmas nngani dgn tuntunan rngani di Puskesmas Rujukan dari RS rujukan Balik Ke PPTM Tindakan /Yankes Sesuai SPO, dégn Bimbingan dari RS Rujukan Terdekat, melalui Komunikasi Radio-medik,Tip, atau e-Health Tindakan/Yankes Sesuai SOP & Bimbing- an Kemandirian Klg ey Dirujut ke RS Rujukan Terdekat yang mempunyai fasiltas memadai sesuai dengan Kebutuhan /TPKB Spesialis yg datang ke Puskesmas Hasil tindakan / Yankes di RS. baik, Pasien dikembalikan ke Puskesmas Belum Sembuh, dirujuk ke RS Rujukan/TPKB, Perkesmas Pasien sembuh, Pulang, lanjutkan Rawat jalan, follow-up 66 2.6 Upaya rehabilitatif Rehabilitasi PTM bertujuan untuk meminimalkan komplikasi melalui pengobatan yang tepat serta meningkatkan kualitas hidup dan lama ketahanan hidup pada penderita. Rehabilitasi dilak- sanakan pada penderita pasca stroke (survivor), pasca cedera/kecelakaan (penyandang cacat), DM dengan Kaki Diabetes (diabetesi), Kanker (survivor) dan lain-lain. Rehabiltasi dilakukan dengan perawatan kasus PTM melalui kunjungan rumah (home care) dengan tenaga terlatih dalam rehabilitasi medik. Kegiatan paliatif antara lain meliputi penatalaksanaan nyeri. Keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikolog, soslal cultural dan spiritual, persiapan dan selama masa dukacita (breavement). Keluhan utama pasien stadium lanjut yang paling sering adalah nyeri. Nyeri hebat dan tidak mampu lagi diobati dengan obat standar. Pengobatan di maksud, dapat secara medika mentosa/obat-obatan khusus termasuk morphin ataupun tinda- kan operasi. Terapi paliatif bisa dilakukan di rumah sakit atau di rumah penderita (home care). Terapi paliatif dan bebas nyeri adalah suatu kesatuan, dengan tujuan agartercapai kualitas hidup yang baik, secara pribadi maupun sebagai komunitas sosial. Tindakan yang dilakukan pada terapi paliatif sama dengan terapi utama, modalitas terapinya meliputi operasi, kemoterapi, radioterapi atau salah satu atau kombinasi ketiganya. Misalnya, dilakukan operasi untuk mengeluarkan cairan di perut sehingga pasien tidak sesak, operasi atau radioterapi untuk mengurangi besarnya tumor atau kanker supaya tidak menekan saraf sehingga keluhan nyeri berkurang, dan lain-lain. Salah satu upaya rehabilitatif untuk penderita DM adalah perawatan kaki Diabetes, seperti yang tergambar dalam Alur-24, di bawah ini 67 en cnne anne een ANAMNESIS Identifixasi faktor risiko Kaki diabetik (kalus, tinea pedis, deformitas jari, fisura, dan lain-tain Riwayat pemakaian alas kaki dan kaos kaki sehari-hari | PEMERIKSAAN FISIS (ISCHEMIK) Pemeriksaan fisis umum_ Kelainan arteriosklerotik Aritmia SEPATU Pemekaian alas kaki yg sesuai Hellus vagus | -Fisura, lepuh 68 Hallus rigidus | -Edema, bengkak | “SCV DEFORMITAS. LES! KULIT NEUROPATI Deformitas jari | -Kalus,kor -Refleks tendon achiles, Pes cavus -Deformitas kuku | “Petsepsi vibrasi Charcot foot | -Tinea pedis -Persepsi tekanan -MCV, gelombang-B KELAINAN VASCULAR + Pulsasi arteri pedis ABI) | -CVak Perawatan kaki + Perawatan kaki non-ulkus = Edukasi perawatan kaki + Edukasi dan pembuatan alas kaki yang sesuai BAB Ill SARANA DAN PRASARANA Untuk terlaksananya upaya pengendalian PTM di puskesmas, sewajarnya diperlu- kan pentahapan penerapan kriteria, baik menyangkut sumber daya (tenaga, anggaran/biaya, metode/SPO, peralatan medis), obat essensial PTM. Sesuai dengan target yang telah ditetapkan pada pedoman pengembangan pengendalian PTM di Puskesmas bahwa pada tahun 2014 terdapat minimal satu Kabupaten/Kota memiliki satu puskesmas pelayanan PTM yang dapat dilak- sanakan di puskesmas perawatan maupun non perawatan, tergantung pada sumber daya, sarana-prasarana yang dimiliki. Adapun standar yang ditetapkan dimiliki oleh puskesmas untuk pelayanan PTM adalah: 3.1 Sumber Daya Manusia « Untuk dapat melaksanakan pelayanan PTM terintegrasi di puskesmas diper lukan sumber daya manusia yang kompeten, terdiri dari * 1 (satu) orang dokter umum, terlatih PTM terintegrasi, Practical approach to Lung Health (PAL), ACLS, GELS. « 1 (satu) orang perawat, terlatih BTCLS, GELS, « 1 (satu) orang Bidan, terlatih GELS, « 1 (satu) orang sarjana kesehatan masyarakat, terlatih surveilans « 1 (satu) orang ahli gizi (minimal D3) « 1 (satu) orang penata kesehatan lingkungan « 1 (satu) orang fungsional penyuluh kesehatan masyarakat « 1 (satu) orang apoteker « Serta tenaga pendukung sesuai dengan kebutuhan puskesmas « Upaya pelayanan PTM terintegrasi di puskesmas sebaiknya dilaksanakan dalam satuan kerja tim dinamis, yang mendapatkan pelatihan yang terpro gram, melalui pelatihan formal maupun non formal. 69 3.2. Peralatan medis untuk pelayanan PTM. 70 @ Beberapa contoh peralatan dasar tersedia dalam jumlahnya cukup, antara lain: - Sarana penyuluhan PTM untuk berhenti merokok, gizi sehat, aktivitas fisik yang terdiri dari media cetak (flipchart, lembar balik), media elektronika (CD, kaset,sound system, monitor), media wawancara tatap muka (diskusi kelompok terarah, wawancara dan bermain peran/roleplay , konseling) - Sarana deteksi dini : Tensimeter merkuri, alat pengukur: TB, BB, LP, stetoskop, EKG, Rontgen paru, peak flow meter, IVA kit, glukometer, tes albumin urin, tes cholesterol, amphetamine test, alcohol test - Sarana penatalaksanaan kegawatdaruratan PTM: tabung oksigen, tabung N20/CO2, monitor 4 parameter (TD, nadi, EKG, pulseoxymetri), nebulizer, trauma kit, spirometri, defibrillator, resusitasi kit, cryo-gun. - Sarana pendukung seperti kreatinin, keton urine, dan troponin test, Thiroid Check, HbALC, CKMB (Creatine kinase Miyocardial Band), Mioglo- bin. Standar pemeliharaan alat dengan melakukan kalibrasi dengan teratur dan pembuangan limbah medis sesuai standar internasional untuk Alat suntik disposible dan sampah medis lainnya. . Obat essensial PTM Aminofilin Metformin Hydrocortisone (injection) Amoxyeillin Sulfonilurea (glibenclamide, | Salbutamol injectable Amoxicillin + as.klavulanat Glimepirid,Glikazia, Insulin basal (NPH, Glargine, | Adriamin Glikuidon) Detemir) Adriamycin | Statin(lovastatin/simvastatin) | Promethazine injection Aspirin | Hydrochlorothiazide Cricose! Kypotablel Solan Bisoprolol Isosorbide dinitrate Sodium chionde nfusen Sulfas Atropin Budesonid Enalapril Pavidan Iodine Burnazine CCB (nifedipine R, Dexamethaso Beclometasone inhaler amlodipine) Efedrin Cyclophospamide Glukosa Injeksi Erythromycin | Cotrimoxazole Metotrexate Furosemide | Captopril Tamoxifen Ibuprofen Codein Tablet Phenoxymethy! penicillin Methilprednisolon ee Paracetamol Metronidazole Ipratropium bromide Preduison Ipratropium bromide + Salbutamol Tiotropium Salbutamol tablet Salbutamal inhaler Beberapa daftar obat kemoterapi yang sering dipakai oleh orang dengan kanker harus diketahui oleh dokter yang bertugas di puskesmas pelayanan PTM, mengenai efek samping obat seperti dibawah ini: AC (Adriamin, Cyclophospamide) Benzathine benzylpenicillin (inject) CAF (Cyclophospamide,Adriamycin,5 Fluoro Uracil) CEF (Cyclophospamide,Epiburicin,5 FluoroUracil) CMF(Cyclophospamide,Metrotrexate,5Fluoro Uracil) Epirubicin Fluoro Uracil Morphine (injection dan Oral) MTX Obat essensial ini harus ada di puskesmas sehubungan dengan pengenda- lian PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Dalam hal lama pemberian obat, karena PTM membutuhkan pengobatan dalam waktu lama, maka obat- obatan diberikan paling sedikit untuk waktu 1 (satu) bulan sebagaimana pedo- man masing-masing penyakit dan jika tidak ada keluhan lain yang mendesak dan perlu penanganan lebih lanjut. Dalam hal perhitungan dan manajemen obat di puskesmas dapat dilihat pedoman dan petunjuk teknis yang ada terkait pengadaan dan manajemen obat di puskesmas. 7 BAB IV SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN PPTM 4,1, Pencatatan Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan pengendalian PTM menjadi bagian penting dari pencatatan di puskesmas dan jajarannya, dengan penam- bahan kolom untuk beberapa format pencatatan yang diperlukan seperti jumlah skrining maupun deteksi dini, jumlah kasus yang ditangani, jumlah pasien yang dirujuk, secara detail mengenai pencatatan dapat merujuk pada pedoman pengendalian yang tersedia. Disarankan untuk tidak membuat format baru, mengingat bahwa format pencatatan kegiatan puskesmas untuk data penyusunan profil kesehatan Kabupaten/Kota, masih tetap dibuat pusk- esmas. Laporan kegiatan puskesmas, merupakan bagian dari laporan kegiatan pela- yanan puskesmas secara keseluruhan. Hasil evaluasi/penilaian kinerja pela- yanan puskesmas akan menjadi bagian dari hasil kinerja pelayanan puskesmas induknya. Bersama dengan hasil kinerja pelayanan lainnya, akan menjadi hasil kinerja puskesmas. Pengiriman laporan dan umpan-balik analisis hasil evaluasi kinerja pelayanan di setiap fasilitas pelayanan PTM akan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. 4.2. Pelaporan Pelaporan pengendalian PTM di Puskesmas disesuaikan dengan format pelaporan yang ada di Puskesmas setempat. Bila memungkinkan dalam pengembangannya dapat ditambahkan jenis penyakit PTM_ lainnya. Pencatatan penyakit tidak menular di puskesmas untuk pencatatan berdasar- kan individu maupun kasus digunakan rekam medis atau catatan klinis (Lihat lampiran-2). 72 BAB V PENUTUP Petunjuk teknis penyelenggaraan Pengendalian Penyakit tidak menular di puskesmas merupakan upaya dalam mengakomodasi berbagai perkembangan di bidang kesehatan maupun sektor lain yang berdampak pada derajat kesehatan. Dukungan yang optimal dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun LSM, organisasi profesi, akademisi, sangat dibutuhkan pada penerapan kebijakan pengendalian penyakit tidak menular di Puskesmas Buku Petunjuk teknis penyelenggaraan Pengendalian Penyakit tidak menu- lar di puskesmas sebagai acuan bagi Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Puskesmas, dalam mengembangkan kebijakan operasional dan penyelenggaraan puskesmas, disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah, Pengendalian PTM secara terintegrasi merupakan kunci keberhasilan dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular di puskesmas PTM. B 10. 11. 12. 13. 14. 4 DAFTAR PUSTAKA Asaria P, Chisholm D Mathers C, Ezzati M, Beaglehole R, 2007. Chronic disease prevention: Health effects and financial costs of strategies to reduce salt intake and control tobacco use. Lancet, 370:2044-2053. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehat an Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Riset kesehatan Dasar2007. Cecchini M, Sassi F.Lauer JA, Lee YY, Guajardo -Barron V, Chisholm D (2010). Tackling of unhealthy diets, physical inactivity, and obesity: health effects and cost-effectiveness. Lancet, 376:1775-84. Depkes RI, 2011. Revitalisasi Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Revisi Kepmenkes, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, Jakarta. Dr. Djoko Maryono DSPD, DSP), FASE, 2009. Mitos dan Fakta Seputar Penyakit Jantung, PT.Bhuana Ilmu Populer, Jakarta Depkes RI, 2009. Pedoman Tatalaksana penyakit Kanker di Komunitas, Departemen Kesehatan Rl, Jakarta, Depkes RI, 2008. Pedoman Penanganan Evakuasi Medik, Departemen Kesehatan Rl, Jakarta. Depkes RI, 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Depkes RI, 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Departemen Kesehatan Rl, Jakarta. Depkes RI, 2008. Pedoman Pengendalian Osteoporosis, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Depkes RI, 2009. Renstra Kemenkes Tahun 2010 -2014, Pengendalian PTM, Departemen Kesehatan Rl, Jakarta, Depkes RI, 2008. Rencana Program Nasional Pencegahan dan Penanggulangan PTM tahun 2010-2014. Depkes RI, 2010. Rencana operasional promosi kesehatan dalam pengendalianpenyakittidakmenular, Departemen Kesehatan Rl, Jakarta. Depkes RI, 2012. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan, Departemen Kesehatan Rl, Jakarta, 15: 16. T7, 18. 19. 2 Za 22, 23. S Ginsberg GM, Lauer JA, Johns B, Sepulveda C, 2009. Screening, prevention, and treatment of cervical cancer: a global generalized cost -effectiveness analysis, 27:6060-79. Johns B, Baltussen R, Adam T, Hutubessy R, 2003. P rogramme cost in the economic evaluation of health intervention. Cost effectiveness and Resource allocation’ :1. Mason W.Freeman, M.D dan Christine Junge, 2008. Associate Professor The Harvard Medical School. Lowering Your Cholesterol, PT.Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. Mendis S, Lindholm LH, Anderson SG et a/., 2011. Total cardiovascular risk approach to improve efficiency of cardiovascular prevention in resource constrained settings. Journal of Clinical Epidemiology;Apr 27. Murray Cj,Lauer JA, Hutubessy RC, Niessen L, Tomijima N, Rodgers A, Lawes CM, Evans DB, 2003. Effectiveness and costs of interventions to lower systolic blood pressure and cholesterol: a global and regional analysis on reduction of cardiovascular disease risk. Lancet,361:717-25 Ministry of Health, 2008. National list of essential medicines, Jakarta, The Republic of Indonesia. WHO, 2010. Package of Essential Non Communicable Disease intervention for Primary Healt Care in Low resouese settings, Ge neva, Wold Health Organization WHO, 2008. 2008 -2013 Action Plan for the WHO Global Strategy for the Prevention and Control of Noncommunicable Diseases.Geneva, World Health Organization. Willett WC, Koplan JK, Nugent R, Dusenbury C, Puska P, Gaz iano TA, 2006. Prevention of chronic disease by means of diet and lifestyle changes, In: Jamison D, Breman J, Measham A, Alleyne G.vans D.Jha P, Mills A, Musgrove. Disease Control Priorities in Developing Countries (Second Edition), New York, Oxford University Press. 7S TIM PENYUSUN - Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan R.1 - Ditjen Bina Yanmedik Kementerian Kesehatan R.| Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes Siti Sundari, MPH, Dsc drg. Ratih Ariningrum, Mkes dr. Fatum Basalama, MKM Dr. Sony Warauw, SKM.M.Kes Sumarsihan, SKM, M.Epid Titi sari Renowati, SKM, MScPH dr. Lily Banokah, M.Epid dr. Dwisangka FX. Budiyono, SKM. M.Kes Margaretha, SKM. M.Kes dr. Farina Andayani, M.Sc dr. Esti Widiastuti MScPH dr Aris Hamzah Robert Saragih, SKM. M.Epid dr. Sylviana, M.Sc. dr. Chita Septiawati, MKM Veronica Tarigan, SKM.M. Kes dr. Yeni Afrina dr. Tristiyenny Pubianturi, M.Kes dr. Novi Indriastuti dr. Prihandriyo Sri Hijranti dr. Fristika Mildya dr. Meilina Farikha dr. Frides Susanty dr. Sorta Rosniulu, M.sc. Siti Aisyah, Ssi Mugi Wahid, SKM dr. Tiersa Vera Junita dr. Uswatun Hasanah Yuli Hernita, Amd. Kep dr. Rezavitawanti dr. Mauliate DC Gultom dr. Hernani Djahrir (WHO-Representative to Indonesia) dr. Daru Ameli Apt. MM (Dit Bina Yanfar) dr. Yetty M.P Silitonga (Dit Bina Gizi Kemenkes) dr. EM Yunir, SpPD, KEIMD (PERKENI) dr. Dianiati SpP (K) (Kepala Departemen Pulmonologi RS Persahabatan/PDP!) Prof. Faisal Yunus (RS. Persahabatan) dr. Nella Abdullah (RS.Fatmawati) dr. Herbert Spkj (Dir. Kes. Jiwa) Yudiawati (Sudinkes Jakarta Pusat) Tinexcelly MS, SKM, MKM (Dit BUKD, DJ Kemkes) dr. Daniel P.L. Tobing, SpIP (K), FIHA, FICA (PERKI) dr. Dafsah A. Juzar, Sp. JP (PERKI) dr. Dara Amelia, Apt, MM (Dit Bina Kefarmasian dan Alkes) dr. Astrid W. Sulistomo, MPH, SpOK (FKUI) dr. Herbert.S, SpKJ (Kasie Bina Pencegahan dan Penanggulangan masalah NAPZA, Rokok, Alkohol) dr. Yetty M.P, Silitonga (Dit Bina Gizi Klinik) drg. Yudiawati (Sudin Kesehatan Jakarta Pusat) drg. Syayadi, M. Kes (Pusat Promosi Kesehatan) 7 ueunsesey sein ueyGig, ewnely = JOUN L weje66ue, saquey yadsng ‘onnquioy (WAI) untyes Jaye) sayueyesd 1807, a) nyuoayy Sunwuer \ebeD ylu0s} jefut6 jeBeD ‘yong Bose ‘snsojewayug sndn owuayshg ue youn weJUl YeABM elwasseieq, amy Areuo10g wospurg 1SequaseS} HOdd (vu) oeny omieyos) wvorsuesy (onuouy pinAsgE Meg WIEAUed)HOdd BHONS Jsequasesye ewsy >sawey,s| Bumuer wyexuag/eui6uy ewsy EVN Imty PABYONN HeJUL ‘smulew sereqerq jsuopediy sjsoubeyp je6Buey SISONOVIG ‘ssouberp je66ue, ‘SISONOVIG wAeHE “vA eH = AePLL 2A “emedIp UaIsed NEY, heaters] yepn / mmeY : SAAA WHIT ueelayod aeaiaes nae. der OUR SV SVLILNAQI WON 934 ON AWOONVL SYWSINSNd NVLVAWOaN ‘vLoweyy uesodejad uep ueveyeouag T-uesidwey 79 ‘We SOP UEP TEA Tad Sem HAT BEANSION OR TURIN SEAN avy ar eetind WHE EES eb es HTH RAS NEP GL (ean Gn ron yy EER WS Pl) nye ynosenouer (ayy ‘umyeywenae65ue]) T¥SONYL 80 ~-snsnyp| ueneylog * ueyyningyp Buek dn-mojioy Jul yees ueyeqo-eqo jeB6ue, uejBeq \deyBus7 * sisoubeiq’ sewisayjsng 94 ylJeq uedwn eXuepe inyeyefuew ynuN [k= Wid) ynlrup uesery lu! LES UE}EQO-JEqQ, tees ‘sisoube1g ueynins ueynpowaw uased e| -{uexpngas) ekuure “gh Jayuey yadsng *g}, Jonuoyp ns Buek sjemyuorg ewsy “pL yMHy 4BUOIOY, EWOUpUIS NeIe PeyoIPY HE;UI “EL ueuey seqyyy2 serequeaw Gued dejeuew euibue ueBusp jnyy JeUOJOy BWOJpUIS eye pies eyuy ‘ZL 6unjue! je6e6 ueBuap inyy sauosoy BWOJpUIS Nee PreyoIyY WIEJU] “LL UEHIGEISIP Ye|a}as MAY JaUOIOY BWOLPUIS NETE PIEYOIAY H12JUI “OL jnisod auun unungyy “6 jey6un) Ip jeeq eses uep Isesagin ueBuap smyjaw sajeqeig “g ye/9q |syaju! ueBuep snyyjow sajeqeiq “2 unye] Z < eyewW esyuadip yep snyyjaw sajaqeiq *g Isuapadiy-jue yeqo ¢ - z ueBuap neqoIp Yyepns undrsaw BYUWW Op} < >IO)SKg Gy suaLadKy Biyww OO < HIoIseIp GQ neje uep Byww Og) < IP/BW OZE < JE}0} |OLEISB|ON * % \66uy sejnysenoipiey OyISRY * 81 82 ‘euownoug Bunuer wekueg yons yous PaeHOIN EIU “nied sequey, vray pIEOWW HuE,UL peyOIN wey) | | PIEXOW YEPUL Sunjuer wyecuag ssuayadiy “WO ‘@L ‘WISY Odd WSONOVIA ! ae rreAvasuoyea HPS ueyeu! ejeday Sueyeraq boned yeu weenie ae: uebuep ymieg -| gz funque, venue wep ne segap pA HS asi ‘ewen ueyeqniod - Qa ~seqapiag «| | susan ese - ~seqapieg esey -| e508 we zo ueyqeneg peat veqoy pav8 uv9S *] | isynpoxd uevexGuuad + oR yebuuayieg - ones pyeday 1Hes ~ sney sejeuyesag-|<— | 2G lind Pasha upynwasay -| | esesow Guuog - ‘yeyepiog, BB vendGueg - tase palag epep ak) - uewyew Buueg - stun ymieg - IvNsas ONITASN' OwISId YOLNVS WA bo used venweyoy werep uawtored yoyo1ed ppoyos isuawedy vefemy ~ wevermmoany sedediay yenedy + 2 ueu-ueyes awaserncant yoyo: stop - 5 wes sunsuoy ene meee) 3 PBienay weep yeu & ssuoyodiy yee ~ a sess o suauady ‘ opus eur} evopiew ee ssuapadiy yefeseg - o19}S9}0% Jepey ‘sesaqp refes0q, ewe} edeog t t z 2 i a Omisie “ueyew OHON OHO SS3YLS L ISN3LU3dIH TOUBLSTIONEIAIH |] pi9g sg ytig300 yOLIVS AW TANAW MVGLL LIMWANSd VIvr39 NVG OWISIY NOLIV4 NVLVHSONAd Z-uedduey 978) “Ci

Anda mungkin juga menyukai