Anda di halaman 1dari 17

Bab III Kondisi Seismotektonik Wilayah Sumatera

III.1

Seismotektonik Indonesia

Aktifitas kegempaan di Indonesia dipengaruhi oleh letak Indonesia yang berada


pada pertemuan empat lempeng tektonik dunia. Pada bagian barat terdapat
tumbukan Lempeng Eurasia (continent plate) dengan Lempeng Indo-Australia
(oceanic plate), dan pada bagian timur dipengaruhi oleh tumbukan tiga lempeng
(triple junction) yaitu, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng
Eurasia serta Lempeng Kecil Filipina yang bergerak dengan kecepatan dan arah
yang berbeda-beda. Disamping itu, wilayah Indonesia juga dilewati Lingkaran
Api Sirkum Pasifik (Pacific Belt Ring of Fire). Kedua hal ini menyebabkan
tingkat seismisitas di Indonesia sangat tinggi yang ditandai dengan banyaknya
kejadian gempa bumi, baik tektonik maupun vulkanik. Hasil pencatatan kejadian
gempa oleh beberapa lembaga nasional dan internasional menunjukkan total
kejadian gempa di wilayah Indonesia selama rentang Tahun 1899 hingga Tahun
2007 dengan magnitude Ms 5.0 dan kedalaman maksimum 200 km adalah
sebanyak 6615 kejadian (USGS, 2007). Ilustrasi mengenai letak Indonesia yang
berada pada pertemuan lempeng-lempeng tektonik dan lingkaran api dapat dilihat
dalam Gambar III-1 dan Gambar III-2. Sedangkan lokasi episenter gempa yang
menunjukkan aktifitas gempa di Indonesia tersaji dalam Gambar III-3.

III-1

Gambar III-1 Letak Indonesia pada pertemuan lempeng tektonik dunia


(dimodifikasi dari Shah & Boen, 1996)

Gambar III-2 Lingkaran api Sirkum Pasifik yang melewati wilayah Indonesia
(dimodifikasi dari www.earthsci.org , 2007)

III-2

Gambar III-3 Aktifitas gempa di wilayah Indonesia (USGS-NEIC, 2000)

Secara umum, struktur geologi wilayah Indonesia merupakan tipikal struktur


busur kepulauan (island-arc) yang memiliki karakteristik fisiografik yang unik
seperti deep oceanic trench, geanticline belt, volcanic inner arc dan marginal
basin. Gambar III-4 berikut memberikan ilutrasi mengenai bentuk struktur busur
kepulauan.

Gambar III-4 Tipikal struktur busur kepulauan wilayah Indonesia (Encyclopedia


Britannica, Inc., 1994)

III-3

Zona sumber gempa di Indonesia terbagi menjadi tiga kategori berdasarkan


pergerakan relatif antar lempeng, kondisi seismisitas sumber gempa serta
mekanisme sumber gempa. Ketiga kategori tersebut yaitu :

a. Zona Subduksi

Zona subduksi adalah daerah pertemuan dua lempeng tektonik yang bergerak
saling mendekat (konvergen) sehingga mengakibatkan terjadinya penunjaman
salah satu lempeng terhadap lempeng lainnya, biasanya penunjaman lempeng
samudera (oceanic plate) ke bawah lempeng benua (continental plate). Pada
umumnya arah penunjaman lempeng ini tegak lurus dengan sumbu palung
(trench). Namun pada beberapa daerah, arah pergerakan ini teridentifikasi
miring terhadap sumbu palung dan sejajar dengan jalur gunung berapi, seperti
yang terjadi pada jalur Subduksi Sumatera
Zona subduksi diawali dari garis penunjaman pertemuan kedua lempeng dan
berakhir pada wilayah pembentukan gunung di satu lempeng akibat desakan
lempeng lainnya. Gempa-gempa dengan mekanisme thrust fault sepanjang
interface, normal fault pada outer arc high dan trench, gempa reverse slip dan
strike slip pada lempeng bagian atas termasuk ke dalam zona ini selama
kejadian gempa tersebut dekat dengan batas pertemuan zona subduksi.
Gambar III-5 menunjukkan mekanisme yang terjadi pada zona subduksi.

III-4

Gambar III-5 Zona subduksi (Karig, 1971)

Beberapa peneiliti telah membuat model-model untuk menggambarkan zona


subduksi di Indonesia diantaranya Hamilton (1989), dan Katili (1989). Puspito
(1993) membagi wilayah Kepulauan Indonesia menjadi 3 (tiga) wilayah zona
tektonik subduksi besar berdasarkan karakteristik dari kegempaan, tektonik dan
ditunjang data-data geofisika lainnya. Ketiga zona subduksi tersebut yaitu :

Busur Kepulauan Sunda (Sunda Arc), yaitu terbagi Sunda barat dan timur
Sistem Busur Sunda (Sunda Arc) memanjang 3.000 km, dimulai dari
sebelah barat laut Andaman sampai sebelah Selatan pulau Sumba. Pada busur
Kepulauan Sunda bagian barat (Sumatera), tercatat aktivitas gempa mencapai
kedalaman 300 km. Studi Tomografi Seismik (Puspito dkk. 1993)
menunjukkan bahwa kedalaman penunjaman Lempeng Samudera India
mencapai 500 km. Sedangkan di Jawa (busur Kepulauan Sunda bagian
timur yang paling barat) kedalaman aktivitas gempa tercatat pada 650 km.
Kertapati (1987) menyebutkan aktifitas seismik pada jalur penunjaman ini
berada pada kedalaman 200 km di bagian barat hingga kedalaman 650 km di
bagian timur.

III-5

Pada busur Kepulauan Sunda bagian timur (Nusa Tenggara), Zona subduksi
ditandai dengan penunjaman Lempeng Samudera India sepanjang Palung
Jawa yang terletak di sebelah Selatan.

Busur Kepulauan Banda


Busur Kepulauan Banda ini memanjang dimulai dari selatan Pulau Sumba
melengkung sampai ke Pulau Seram, sebelah selatan Halmahera. Zona
subduksi yang terjadi merupakan interaksi antara busur Kepulauan Banda
dengan Lempeng Benua Australia yang bergerak relatif kearah utara
(Hamilton, 1989).

Zona Tumbukan Laut Maluku


Zona tumbukan Laut Maluku ini, merupakan zona dengan kondisi tektonik
dan kegempaan yang paling kompleks. Zona ini terjadi merupakan interaksi
tumbukan antara busur Kepulauan Sangihe yang bergerak kearah timur
dengan busur Kepulauan Halmahera kearah barat. (Simplified from Lee and
Lawver, 1995, Tectonophysics, v. 251, p. 85-138)

b. Zona Transformasi

Zona transformasi merupakan daerah dimana terjadi gempa-gempa dangkal


dengan mekanisme pergerakan normal fault, reverse slip, dan strike-slip yang
umumnya merupakan gempa-gempa dangkal (shallow crustal). Zona ini
meliputi daerah patahan-patahann (fault) aktif. Sesar Besar Sumatera, Sesarsesar di Jawa dan sekitarnya, Sesar Sorong, Sesar Mamboramo, Sesar PaluKoro, Sesar Matano, Sesar Lengguru, dan Sesar Tarera-Aiduna dapat
dikategorikan sebagai zona transformasi. Gambar III-6 dan Gambar III-7
memperlihatkan ilustrasi dari zona transformasi dan mekanisme fault.

III-6

Gambar III-6 Zona transformasi (dimodifikasi dari www.geocities.com, 2007)

Gambar III-7 Mekanisme fault pada zona transformasi (dimodifikasi dari


www.geocities.com, 2007)

c. Zona Difusi

Meliputi seluruh daerah dimana gempa yang terjadi tidak mengikuti mekanisme
subduksi maupun transformasi (Gambar III-8). Daerah-daerah yang mengalami
gempa dengan mekanisme back-arc thrust yang timbul sebagai konsekuensi

III-7

terjadinya subduksi antar lempeng dapat dikategorikan sebagai zona difusi, seperti
contohnya Flores Back-arc Thrust.

Gambar III-8 Mekanisme back-arc thrust pada zona difusi (dimodifikasi dari
www.wikipedia.org, 2007)

III.2

Seismotektonik Pulau Sumatera dan Sekitarnya

Tatanan tektonik Pulau Sumatera dan sekitarnya (Gambar III-9) dipengaruhi oleh
zona subduksi Busur Sunda (Sunda Arc) bagian barat yang membentang
sepanjang 1.200 km (Latief, 2006) dan zona transformasi yang ditandai dengan
sesar-sesar aktif di sepanjang Pulau Sumatera. Kejadian gempa historis yang
pernah terjadi di wilayah Sumatera dan sekitarnya dapat dilihat dalam Gambar
III-10.

III-8

Gambar III-9 Tatanan tektonik Pulau Sumatera dan sekitarnya (Natawidjaja, 2003)

III-9

Gambar III-10 Gempa-gempa historis yang pernah terjadi di wilayah Sumatera


(Natawidjaja dkk., 2007)

III.2.1 Zona Subduksi Sunda Arc Bagian Barat (Segmen Sumatera)

Zona subduksi Sumatera tersebar dari bagian utara Selat Sunda hingga Laut
Andaman (Hamilton, 1979). Zona subduksi pada segmen Sumatera dipengaruhi
oleh pertemuan Lempeng Indo-Asutralia dan Lempeng Mikro Burma sebagai
bagian dari lempeng Eurasia. Subduksi ini mendesak Lempeng Eurasia di bawah
Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap
Pulau Jawa, dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga
ratusan tahun, dua lempeng itu saling menekan dengan perkiraan arah pergerakan

III-10

pada N37W. Lempeng Indo-Australia bergerak dengan arah N23E relatif


terhadap Asia Tenggara dengan sudut kemiringan sebesar 60. Lempeng IndoAustralia di bagian selatan bergerak lebih aktif dengan kecepatan pergerakan
mencapai 60 mm/tahun sedangkan dorongan Lempeng Indo-Australia terhadap
bagian utara Sumatera hanya mencapai 52 mm/tahun. DeMets et.al. (1990)
memperkirakan kecepatan pergerakan ini sekitar 77 mm/tahun.
Zona terdepan dari subduksi pertemuan Lempeng Eurasia dan Lempeng IndoAustralia ini adalah zona megathrust yang terentang dari Pulau Simeuleu (Aceh),
Nias (Sumut) hingga Enggano (Bengkulu). Sumber gempa tektonik di Aceh dan
Nias merupakan segmen paling utara pada zona subduksi ini, yang membentang
sampai ke Selat Sunda dan berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Khusus di pantai
barat Sumatera, terdapat 6 zona subduksi yang sangat berpotensi sebagai gempa
besar yang biasanya diikuti tsunami, yaitu segmen Simeulue, Nias, Kepulauan
Batu, Siberut, Sipora, Pagai, dan Bengkulu (Daryono, 2005). Sumber-sumber
gempa bumi di zona subduksi megathrust Sumatera dapat dilihat dalam Gambar
III-11.

Gambar III-11 Sumber gempa bumi megathrust di zona subduksi Sumatera


(Natawidjaja, 2005)

III-11

Kejadian gempa yang seringkali terjadi di Kepulauan Mentawai dan Nias di


sebelah barat pesisir Sumatera bersumber di zona gempa besar, yaitu zona
subduksi lempeng yang terletak di bawah Kepulauan Mentawai dan Kepulauan
Nias. Zona ini mempunyai potensi gempa yang sangat tinggi sebagai generator
gempa merusak. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring
posisinya ini lebih cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan
Jawa.
Berdasarkan data historis, sekitar 121 tahun lalu, di sekitar kawasan ini memang
pernah terjadi gempa besar berkekuatan 9 skala Richter, tepatnya di perairan
Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Guncangan akibat gempa megathrust yang
dahsyat itu menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pesisir
barat Pulau Sumatera. Bahkan, pengaruhnya dirasakan sampai Singapura dan
Malaysia. Memang, tak ada data pasti tanggal kejadian gempa itu dan kerusakan
yang ditimbulkannya. Namun, berdasarkan beberapa laporan, gempa yang
dirasakan sampai di Singapura tersebut terjadi pada tanggal 24 November 1833.
Gempa besar yang magnitudonya hampir sama, juga terjadi pada tahun 1608 dan
1381. Diyakini, siklus gempa besar itu terjadi dalam kurun waktu 200 ~ 300
tahun.
Gempa-gempa besar juga tercatat terjadi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Data USGS menunjukkan terdapat tiga gempa besar terjadi di wilayah ini dengan
mekanisme yang serupa dengan gempa-gempa besar yang terjadi sebelumnya.
Gempa-gempa tersebut adalah gempa Aceh tahun 2004 berkekuatan 9.3 skala
Richter yang diikuti dengan timbulnya gelombang tsunami, gempa di SibolgaSumatera Utara tahun 2005 berkekuatan 8.6 skala Richter serta gempa di lepas
pantai Bengkulu tahun 2007 berkekuatan 7.9 skala Richter.
Zona-zona gempa yang pernah terjadi di sepanjang segmen Sumatera dan zona
subduksi Sumatera dapat dilihat dalam Gambar III-12 dan .

III-12

Gambar III-12 Zona-zona rupture gempa di sepanjang segmen Sumatera (Newcomb


dan McCAnn,1987)

III.2.2 Zona Transformasi Patahan Sumatera

Aktifitas gempa di Pulau Sumatera juga disebabkan oleh zona transformasi pada
jalur patahan Sumatera sepanjang 1.900 km yang merentang dari Aceh hingga
Selat Sunda dengan geometri seperti terlihat dalam Gambar III-13. Patahan
tersebut membelah Pulau Sumatera menjadi dua bagian yang memanjang, terjadi
sebagai akibat tumbukan lempeng samudera Indo-Australia terhadap lempeng
benua Eurasia dengan arah tumbukan 10N-7S. Char-shin Liu et al, (1983) dan
Natawidjaja (1994) menyebutkan pergerakan lempeng Indo-Australia pada
awalnya memiliki kecepatan 86 mm/tahun kemudian menurun secara drastis
menjadi 40 mm/tahun sebagai akibat proses tumbukan tersebut. Penurunan ini
terus terjadi hingga mencapai 30 mm/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik
yang baru. Selanjutnya kecepatan kembali mengalami kenaikan yang signifikan
hingga sekitar 76 mm/tahun (Sieh, 1993 dan Natawidjaja, 1994). Proses ini,
menurut teori indentasi pada akhirnya menghasilkan sistem sesar-sesar geser
(strikeslip) di bagian sebelah timur India, yaitu di Sumatera sebagai mekanisme
yang terjadi untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik
(Tapponier dkk, 1982). Okada (1992) dan Bellier et.al. (1997) menyebutkan
besarnya kecepatan pergerakan sesar Sumatera adalah 10 mm/tahun, jika

III-13

diasumsikan slip rate kejadian gempa adalah 1 ~ 2 m, maka gempa besar


diperkirakan akan terjadi setiap interval 200 tahun..

Gambar III-13 Tatanan tektonik regional dan geometri patahan Sumatera. patahan
Sumatera merupakan palung sejajar, bergerak dalam arah right-lateral strike slip,
melewati hanging wall subduksi Sumatera dari Selat Sunda hingga pusat
pemekaran di Laut Andaman (Sieh & Natawidjaja, 2000)

III-14

Sesar Sumatera terbagi atas segmen-segmen berjumlah 19 bagian (Gambar III-14)


dengan panjang masing-masing segmen berkisar antara 60 ~ 200 kilometer.
Segmen-segmen Sesar Sumatera adalah segmen Sunda (6,75S ~ 5,9S), segmen
Semangko (5,9S ~ 5,25S), segmen Kumering (5,3S ~ 4,35S), segmen Manna
(4,35S ~ 3,8S), segmen Musi (3,65S ~ 3,25S), segmen Ketaun (3,35S ~
2,75S), segmen Dikit (2,75S ~ 2,3S), segmen Siulak (2,25S ~ 1,7S), segmen
Sulii (1,75S ~ 1,0S), segmen Sumani (1,0S ~ 0,5S), segmen Sianok (0,7S ~
0,1N), segmen Barumun (0,3N ~ 1,2N), segmen Angkola (0,3N ~ 1,8N),
segmen Toru (1,2N ~ 2,0N), segmen Renun (2,0N ~ 3,55N), segmen Tripa
(3,2N ~ 4,4N), segmen Aceh (4,4N ~ 5,4N), dan segmen Seulimeum (5,0N ~
5,9N). Penamaan segmen-segmen di atas diambil dari nama sungai atau teluk
yang ada di sepanjang segmen-segmen tersebut.

Gambar III-14 Segmen-segmen dalam Sistem Patahan Sesar Sumatera (Sieh &
Natawidjaja, 2000)

III-15

Natawidjaja, dkk. (2000) mencatat beberapa gempa besar yang pernah terjadi
pada Sesar Sumatera ini diantaranya adalah pada tahun 1926 berlokasi di Solok,
Sumatera Barat dengan magnitude (Ms) sebesar 7.0 (Tabel III-1). Kejadian gempa
yang serupa kembali terulang dengan lokasi yang berdekatan dengan gempa
tersebut, yaitu pada tanggal 6 Maret 2007 berkekuatan (Mw) 6.4

Tabel III-1 Panjang segmen dan gempa historis dalam sistem patahan sesar
Sumatera (Sieh & Natawidjaja dkk., 2000)
No

Segmen

Koordinat Lintang

Panjang

()

(km)

1
2
3
4
5

Sunda
Semangko
Kumering
Manna
Musi

6.75LS-5.9LS
5.9LS-5.25LS
5.3LS-4.35LS
4.35LS-3.8LS
3.65LS-3.25LS

~ 150
65
150
85
70

6
7
8

Ketaun
Dikit
Siulak

3.35LS-2.75LS
2.75LS-2.3LS
2.25LS-1.7LS

85
60
70

Suliti

Gempa Historis
(tahun)

(M)

tidak ada data


1908
1933;1994
1893
1979

?
7.5 (Ms);7.0 (Mw)
?
6.6 (Ms)

7.3 (Ms);6.8 (Ms)


1943;1952
tidak ada data
7.6 (Ms);7.0 (Mw)
1909;1995

1.75LS-1.0LS

95

1943

7.4 (Ms)

10 Sumani

1.0LS-0.5LS

60

1943;1926

7.6 (Ms);7.0 (Ms)

11
12
13
14

0.7LS-0.1LU
0-0.3LU
0.3LU-1.2LU
0.3LU-1.8LS

90
35
125
160

7.0 (Ms)
1822;1926
tidak ada data
tidak ada data
7.7 (Ms)
1892

Sianok
Sumpur
Barumun
Angkola

15 Toru

1.2LU-2.0LU

95

1984;1987

6.4 (Ms);6.6 (Ms)

16 Renun

2.0LU-3.5LU

220

1916;1921;1936

6.8 (mb);7.2 (Ms)

17 Tripa
18 Aceh
19 Seulimeum

3.4LU-4.4LU
4.4LU-5.4LU
5.0LU-5.9LU

180
200
120

6.0 (Ms);6.0 (Mw)


1990;1997
tidak ada data
6.5 (Ms)
1964

Patahan Panjang merupakan struktur aktif yang berpotensi sebagai sumber gempa
teridentifikasi di sekitar Patahan Sumatera. Berdasarkan topografi, pada daerah ini
terdapat 12 sungai yang melintasi garis patahan dari barat laut hingga tenggara
mengalami perpindahan dalam arah right-lateral sejauh 5 m ~ 25 m, dengan ratarata perpindahan sebesar 13.5 m. Januar (2003) menyebutkan indikasi lainnya
perpindahan ini berdasarkan kenaikan muka sungai di daerah ini setinggi 8 m ~ 15
m dari muka air laut rata-rata. Slip rate pada Patahan Panjang diperkirakan
sebesar 0,2 mm/tahun.

III-16

Patahan Padang Cermin merupakan patahan strike-slip yang kurang aktif


dibandingkan dengan Patahan Panjang. Hal ini dibuktikan dengan aktifitas gempa
mikro di lokasi ini. Patahan ini diperkirakan bergerak dengan slip rate sebesar 0,1
mm/tahun.

III.2.3 Patahan Dangkal Selat Sunda

Selat Sunda terletak di zona transisi antara segmen Sumatera dan segmen Jawa
dari Sistem Busur Sunda. Konfigurasi tektonik yang terbentuk dari kondisi
tersebut menghasilkan struktur kompleks patahan-patahan yang tergabung dengan
kondisi geologi vulkanis Krakatau. Mekanisme gempa pada patahan-patahan
tersebut berupa patahan normal dengan kedalaman hingga 150 km.Beberapa
gempa cukup besar pernah tercatat di daerah ini diantaranya pada tahun 1903,
1923, 1999 serta gempa Panaitan pada tahun 2000 dengan skala intensitas MMI
VI. Salah satu patahan utama dalam sistem patahan Selat Sunda ini adalah
Patahan Krakatau yang merupakan patahan normal dengan sudut dip sebesar 35 ~
65. Patahan Krakatau ini bergerak dengan slip rate sebesar 2 mm/tahun.

III-17

Anda mungkin juga menyukai