III.1
Seismotektonik Indonesia
III-1
Gambar III-2 Lingkaran api Sirkum Pasifik yang melewati wilayah Indonesia
(dimodifikasi dari www.earthsci.org , 2007)
III-2
III-3
a. Zona Subduksi
Zona subduksi adalah daerah pertemuan dua lempeng tektonik yang bergerak
saling mendekat (konvergen) sehingga mengakibatkan terjadinya penunjaman
salah satu lempeng terhadap lempeng lainnya, biasanya penunjaman lempeng
samudera (oceanic plate) ke bawah lempeng benua (continental plate). Pada
umumnya arah penunjaman lempeng ini tegak lurus dengan sumbu palung
(trench). Namun pada beberapa daerah, arah pergerakan ini teridentifikasi
miring terhadap sumbu palung dan sejajar dengan jalur gunung berapi, seperti
yang terjadi pada jalur Subduksi Sumatera
Zona subduksi diawali dari garis penunjaman pertemuan kedua lempeng dan
berakhir pada wilayah pembentukan gunung di satu lempeng akibat desakan
lempeng lainnya. Gempa-gempa dengan mekanisme thrust fault sepanjang
interface, normal fault pada outer arc high dan trench, gempa reverse slip dan
strike slip pada lempeng bagian atas termasuk ke dalam zona ini selama
kejadian gempa tersebut dekat dengan batas pertemuan zona subduksi.
Gambar III-5 menunjukkan mekanisme yang terjadi pada zona subduksi.
III-4
Busur Kepulauan Sunda (Sunda Arc), yaitu terbagi Sunda barat dan timur
Sistem Busur Sunda (Sunda Arc) memanjang 3.000 km, dimulai dari
sebelah barat laut Andaman sampai sebelah Selatan pulau Sumba. Pada busur
Kepulauan Sunda bagian barat (Sumatera), tercatat aktivitas gempa mencapai
kedalaman 300 km. Studi Tomografi Seismik (Puspito dkk. 1993)
menunjukkan bahwa kedalaman penunjaman Lempeng Samudera India
mencapai 500 km. Sedangkan di Jawa (busur Kepulauan Sunda bagian
timur yang paling barat) kedalaman aktivitas gempa tercatat pada 650 km.
Kertapati (1987) menyebutkan aktifitas seismik pada jalur penunjaman ini
berada pada kedalaman 200 km di bagian barat hingga kedalaman 650 km di
bagian timur.
III-5
Pada busur Kepulauan Sunda bagian timur (Nusa Tenggara), Zona subduksi
ditandai dengan penunjaman Lempeng Samudera India sepanjang Palung
Jawa yang terletak di sebelah Selatan.
b. Zona Transformasi
III-6
c. Zona Difusi
Meliputi seluruh daerah dimana gempa yang terjadi tidak mengikuti mekanisme
subduksi maupun transformasi (Gambar III-8). Daerah-daerah yang mengalami
gempa dengan mekanisme back-arc thrust yang timbul sebagai konsekuensi
III-7
terjadinya subduksi antar lempeng dapat dikategorikan sebagai zona difusi, seperti
contohnya Flores Back-arc Thrust.
Gambar III-8 Mekanisme back-arc thrust pada zona difusi (dimodifikasi dari
www.wikipedia.org, 2007)
III.2
Tatanan tektonik Pulau Sumatera dan sekitarnya (Gambar III-9) dipengaruhi oleh
zona subduksi Busur Sunda (Sunda Arc) bagian barat yang membentang
sepanjang 1.200 km (Latief, 2006) dan zona transformasi yang ditandai dengan
sesar-sesar aktif di sepanjang Pulau Sumatera. Kejadian gempa historis yang
pernah terjadi di wilayah Sumatera dan sekitarnya dapat dilihat dalam Gambar
III-10.
III-8
Gambar III-9 Tatanan tektonik Pulau Sumatera dan sekitarnya (Natawidjaja, 2003)
III-9
Zona subduksi Sumatera tersebar dari bagian utara Selat Sunda hingga Laut
Andaman (Hamilton, 1979). Zona subduksi pada segmen Sumatera dipengaruhi
oleh pertemuan Lempeng Indo-Asutralia dan Lempeng Mikro Burma sebagai
bagian dari lempeng Eurasia. Subduksi ini mendesak Lempeng Eurasia di bawah
Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap
Pulau Jawa, dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga
ratusan tahun, dua lempeng itu saling menekan dengan perkiraan arah pergerakan
III-10
III-11
III-12
Aktifitas gempa di Pulau Sumatera juga disebabkan oleh zona transformasi pada
jalur patahan Sumatera sepanjang 1.900 km yang merentang dari Aceh hingga
Selat Sunda dengan geometri seperti terlihat dalam Gambar III-13. Patahan
tersebut membelah Pulau Sumatera menjadi dua bagian yang memanjang, terjadi
sebagai akibat tumbukan lempeng samudera Indo-Australia terhadap lempeng
benua Eurasia dengan arah tumbukan 10N-7S. Char-shin Liu et al, (1983) dan
Natawidjaja (1994) menyebutkan pergerakan lempeng Indo-Australia pada
awalnya memiliki kecepatan 86 mm/tahun kemudian menurun secara drastis
menjadi 40 mm/tahun sebagai akibat proses tumbukan tersebut. Penurunan ini
terus terjadi hingga mencapai 30 mm/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik
yang baru. Selanjutnya kecepatan kembali mengalami kenaikan yang signifikan
hingga sekitar 76 mm/tahun (Sieh, 1993 dan Natawidjaja, 1994). Proses ini,
menurut teori indentasi pada akhirnya menghasilkan sistem sesar-sesar geser
(strikeslip) di bagian sebelah timur India, yaitu di Sumatera sebagai mekanisme
yang terjadi untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik
(Tapponier dkk, 1982). Okada (1992) dan Bellier et.al. (1997) menyebutkan
besarnya kecepatan pergerakan sesar Sumatera adalah 10 mm/tahun, jika
III-13
Gambar III-13 Tatanan tektonik regional dan geometri patahan Sumatera. patahan
Sumatera merupakan palung sejajar, bergerak dalam arah right-lateral strike slip,
melewati hanging wall subduksi Sumatera dari Selat Sunda hingga pusat
pemekaran di Laut Andaman (Sieh & Natawidjaja, 2000)
III-14
Gambar III-14 Segmen-segmen dalam Sistem Patahan Sesar Sumatera (Sieh &
Natawidjaja, 2000)
III-15
Natawidjaja, dkk. (2000) mencatat beberapa gempa besar yang pernah terjadi
pada Sesar Sumatera ini diantaranya adalah pada tahun 1926 berlokasi di Solok,
Sumatera Barat dengan magnitude (Ms) sebesar 7.0 (Tabel III-1). Kejadian gempa
yang serupa kembali terulang dengan lokasi yang berdekatan dengan gempa
tersebut, yaitu pada tanggal 6 Maret 2007 berkekuatan (Mw) 6.4
Tabel III-1 Panjang segmen dan gempa historis dalam sistem patahan sesar
Sumatera (Sieh & Natawidjaja dkk., 2000)
No
Segmen
Koordinat Lintang
Panjang
()
(km)
1
2
3
4
5
Sunda
Semangko
Kumering
Manna
Musi
6.75LS-5.9LS
5.9LS-5.25LS
5.3LS-4.35LS
4.35LS-3.8LS
3.65LS-3.25LS
~ 150
65
150
85
70
6
7
8
Ketaun
Dikit
Siulak
3.35LS-2.75LS
2.75LS-2.3LS
2.25LS-1.7LS
85
60
70
Suliti
Gempa Historis
(tahun)
(M)
?
7.5 (Ms);7.0 (Mw)
?
6.6 (Ms)
1.75LS-1.0LS
95
1943
7.4 (Ms)
10 Sumani
1.0LS-0.5LS
60
1943;1926
11
12
13
14
0.7LS-0.1LU
0-0.3LU
0.3LU-1.2LU
0.3LU-1.8LS
90
35
125
160
7.0 (Ms)
1822;1926
tidak ada data
tidak ada data
7.7 (Ms)
1892
Sianok
Sumpur
Barumun
Angkola
15 Toru
1.2LU-2.0LU
95
1984;1987
16 Renun
2.0LU-3.5LU
220
1916;1921;1936
17 Tripa
18 Aceh
19 Seulimeum
3.4LU-4.4LU
4.4LU-5.4LU
5.0LU-5.9LU
180
200
120
Patahan Panjang merupakan struktur aktif yang berpotensi sebagai sumber gempa
teridentifikasi di sekitar Patahan Sumatera. Berdasarkan topografi, pada daerah ini
terdapat 12 sungai yang melintasi garis patahan dari barat laut hingga tenggara
mengalami perpindahan dalam arah right-lateral sejauh 5 m ~ 25 m, dengan ratarata perpindahan sebesar 13.5 m. Januar (2003) menyebutkan indikasi lainnya
perpindahan ini berdasarkan kenaikan muka sungai di daerah ini setinggi 8 m ~ 15
m dari muka air laut rata-rata. Slip rate pada Patahan Panjang diperkirakan
sebesar 0,2 mm/tahun.
III-16
Selat Sunda terletak di zona transisi antara segmen Sumatera dan segmen Jawa
dari Sistem Busur Sunda. Konfigurasi tektonik yang terbentuk dari kondisi
tersebut menghasilkan struktur kompleks patahan-patahan yang tergabung dengan
kondisi geologi vulkanis Krakatau. Mekanisme gempa pada patahan-patahan
tersebut berupa patahan normal dengan kedalaman hingga 150 km.Beberapa
gempa cukup besar pernah tercatat di daerah ini diantaranya pada tahun 1903,
1923, 1999 serta gempa Panaitan pada tahun 2000 dengan skala intensitas MMI
VI. Salah satu patahan utama dalam sistem patahan Selat Sunda ini adalah
Patahan Krakatau yang merupakan patahan normal dengan sudut dip sebesar 35 ~
65. Patahan Krakatau ini bergerak dengan slip rate sebesar 2 mm/tahun.
III-17