sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem
tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara
jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena
autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh
dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang
terikat pada antigen) di dalam jaringan.
Pada pasien SLE terjadi gangguan respon imun yang menyebabkan
aktivasi
sel
B,
peningkatan
jumlah
sel
yang
menghasilkan
antibodi,
sel
yang
teraktivasi
menyebabkan
terjadinya
dan
CD4+
(inducer/helper).
SLE
ditandai
dengan
Anti ds-DNA
: < 70 IU/mL
Positif
Antibodi ini ditemukan pada 65% 80% penderita dengan SLE aktif dan jarang
pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi merupakan spesifik
untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada
penderita dengan penyakit reumatik yang lain, hepatitis kronik, infeksi
mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan
pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada penyebaran penyakit terutama
lupus glomerulonefritis. Jumlahnya mendekati negatif pada penyakit SLE yang
tenang (dorman).
Antibodi anti-DNA merupakan subtipe dari Antibodi antinukleus (ANA). Ada dua
tipe dari antibodi anti-DNA yaitu yang menyerang double-stranded DNA (anti dsDNA) dan yang menyerang single-stranded DNA (anti ss-DNA). Anti ss-DNA
kurang sensitif dan spesifik untuk SLE tapi positif untuk penyakit autoimun yang
lain. Kompleks antibodi-antigen pada penyakit autoimun tidak hanya untuk
diagnosis saja tetapi merupakan konstributor yang besar dalam perjalanan
penyakit tersebut. Kompleks tersebut akan menginduksi sistem komplemen yang
dapat menyebabkan terjadinya inflamasi baik lokal maupun.
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang lain. ANA
adalah sekelompok antibodi protein yang bereaksi menyerang inti dari suatu sel.
ANA cukup sensitif untuk mendeteksi adanya SLE, hasil yang positif terjadi pada
95% penderita SLE. Tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga
berkaitan dengan penyakit reumatik yang lain. Jumlah ANA yang tinggi berkaitan
dengan kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit tersebut.Setelah pemberian
terapi maka penyakit tidak lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan
menurun. Jika hasil tes negatif maka pasien belum tentu negatif terhadap SLE
karena harus dipertimbangkan juga data klinik dan tes laboratorium yang lain,
tetapi jika hasil tes positif maka sebaiknya dilakukan tes serologi yang lain untuk
menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita SLE. ANA dapat meliputi
anti-Smith (anti-Sm), anti-RNP (anti-ribonukleoprotein), dan anti-SSA (Ro) atau
anti-SSB (La).
Tes laboratorium yang digunakan untuk menunjang diagnosa serta untuk
monitoring terapi pada penyakit SLE antara lain adalah antiribosomal P,
antikardiolipin, lupus antikoagulan, Coombs test, anti-histon, marker reaksi
inflamasi (Erythrocyte Sedimentation Rate/ESR atau C-Reactive Protein/CRP),
kadar komplemen (C3 dan C4), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, serum
kreatinin, tes fungsi hepar, kreatinin kinase (Pagana and Pagana, 2002).
Pengobatan
1.
Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam
pengendalian lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah untuk pengendalian
penyakit, namun kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian dosis terlalu
tinggi dalam waktu terlalu lama.
3.
Antimalaria
Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan dibanding
kloroquin karena risiko efek samping pada mata diyakini lebih rendah. Toksisitas
pada mata berhubungan baik dengan dosis harian dan kumulatif, Selama dosis
tidak melebihi, resiko tersebut sangat kecil.
4.
Immunosupresan
Azathioprine
Azathioprine (Imuran) adalah antimetabolit imunosupresan: mengurangi
Mycophenolate mofetil
Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi menghambat sintesis purin,
Methotrexate
Methotrexate merupakan asam folat antagonis yang diklasifikasikan
sebagai agen sitotoksik antimetabolit, tetapi memiliki banyak efek pada sel-sel
sistem kekebalan tubuh termasuk modulasi produksi sitokin. Digunakan seminggu
sekali dan jika diperlukan diberikan pula asam folat sekali seminggu (tidak pada
hari yang sama dengan methotrexate) secara rutin untuk mengurangi risiko efek
samping.
Cyclosporin
Cyclosporin menghambat aksi kalsineurin sehingga menyebabkan
Cyclophosphamide
Obat ini telah digunakan secara luas untuk pengobatan lupus yang
Rituximab
Rituximab bekerja pada sel B yang diduga merupakan sel esensial dalam
TUGAS IMUNOGEN
PENYAKIT AUTOIMUN
SLE (Systemic Lupus Erythematosus).
Oleh:
AGDILA OKKE KALISTASARI
NIM. 115130107111016