Dokter Pembimbing :
dr. I. B. Gd Surya Putra P, Sp.F
Disusun oleh :
Jasmine Ariesta Dwi P
03010139
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
PERIODE 1 DESEMBER - 26 DESEMBER 2014
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR SARDJITO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
2014
A. Identitas
Nama
: Mrs. X
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: Tidak diketahui
Agama
: Tidak diketahui
Pekerjaan
: Tidak diketahui
Alamat
: Tidak diketahui
Jam pemeriksaan
Peristiwa
: Kasus Lain
B. Deskripsi
1. Anamnesis
Seorang jenazah perempuan tidak berlabel terletak di atas meja autopsi
dibungkus dengan kantong jenazah warna putih dengan label PMI. Jenazah dalam
keadaan tidak mengenakan pakaian. Jenazah dikirim oleh penyidik dari Polsek
Kasihan, Bantul. Penyidik meminta Tim Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta / Instalasi Kedokteran
Forensik RSUP Dr. Sardjito untuk melakukan identifikasi serta pemeriksaan luar.
Autopsi dilakukan tanggal 9 Desember 2014 mulai pukul 12.30 dan berakhir
pukul 12.50 WIB. Jenazah dalam kondisi mati mendadak.
C. Masalah
Apakah jenazah yang tidak berlabel dapat dilakukan autopsi?
D. Analisis Kasus
Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan
atau adanya cedera. Melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut.
Menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara
kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Berdasarkan tujuannya, dikenal dua jenis Autopsi, yaitu Autopsi klinik dan
Autopsi Forensik/Autopsi Medikolegal.
Autopsi forensik atau Autopsi medikolegal dilakukan atas permintaan
penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Autopsi forensik atau
Autopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan
undang-undang dengan tujuan:
1. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
2. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta
memperkirakan saat kematian
3. Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan
identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan
4. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam
bentuk visum et repertum
5. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan
identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah
Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban yang diperoleh dari
pemeriksaan medis. Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan Autopsi
forensik/medikolegal adalah:
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan
dilakukan,
termasuk
surat
ijin
keluarga,
surat
permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum
2. Memastikan mayat yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud pada
surat tersebut
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian
selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan
jenis pemeriksaaan penunjang yang harus dilakukan
4. Memeriksa apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia
Aspek medikolegal:
1. KUHAP pasal 133 Ayat (1) dan (2) mengenai permintaan tertulis dari
penyidik TERPENUHI. Surat nomor R/43/XII/2014/Sek. Ksh. Kepolisian
Sektor Kasihan, untuk pemeriksaan luar
2. KUHAP pasal 133 Ayat (3) mengenai pelabelan jenazah TIDAK
TERPENUHI
3. Berita acara penyerahan jenazah TERPENUHI
Berdasarkan Pasal 133 KUHAP Ayat (1) yang berbunyi dalam hal penyidik
untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya dan Pasal 133 KUHAP Ayat (2) yang
berbunyi permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat
maka penyidik berhak meminta dilakukan pemeriksaan sebagai alat bantu peradilan.
Berdasarkan Pasal 133 KUHAP Ayat (3) yang berbunyi mayat yang dikirim
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan
baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang
3
memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat maka dokter tidak boleh melakukan autopsi sebelum
jenazah diberi label terlebih dahulu. Hal ini untuk memastikan bahwa jenazah yang
akan diauopsi memang sesuai dengan identitas pada surat permintaan autopsi dari
penyidik.
Selain itu, berdasarkan Pasal 134 KUHAP Ayat (3) yang berbunyi apabila
dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini maka jenazah
yang tidak ditemukan anggota keluarganya harus dikirim kepada ahli kedokteran
kehakiman dan diberi label.
Namun demikian, kenyataan yang terjadi di lapangan adalah dokter tetap
melakukan autopsi terhadap jenazah yang tidak berlabel dengan perjanjian dengan
pihak penyidik untuk memberikan label pada keesokan harinya atau beberapa hari
setelahnya.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hukum yang berlaku, seharusnya dokter baru dapat melakukan
autopsi setelah mayat diberikan label terlebih dahulu agar jenazah yang akan
diautopsi sesuai dengan identitas yang ada pada surat permintaan autopsi dari
penyidik.
F. Referensi
1. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Edisi I. Cetakan Kedua.
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta,
2004.
2. Teknik Autopsi Forensik. Cetakan Keempat. Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2000.
3. Hamdani, Njowito. Autopsi. Dalam: Ilmu Kedokteran Kehakiman. Edisi Kedua.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2000.
4. Idries, AM. Prosedur Khusus. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta. 1997.