Anda di halaman 1dari 14

PRESENTASI KASUS

TIVA PADA BIOPSI EKSISI TUMOR MAMMAE

Disusun untuk Memenuhi


Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi

Disusun Oleh :
Shafira Vidiastri
20090310166

Diajukan Kepada :
Dr. Budi Aviantoro, Sp.An

SMF BAGIAN ILMU ANESTESI dan REANIMASI


RSUD TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN dan ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014

I. KASUS
Nn. BD 23 tahun mengeluhkan benjolan pada payudara kanan sejak 6
tahun yang lalu. Dokter bedah menyarankan untuk melakukan operasi dan
pemeriksaan jaringan dari benjolan tersebut. Operasi dilaksanakan pada
tanggal 1 November 2014 dengan general anestesi teknik TIVA. Tensi dan
nadi awal adalah 128/87 mmHg dan 94 x/menit. Pasien diberikan
premedikasi berupa Sedacum 3 mg. Mulai pembiusan jam 08.40 dengan
induksi menggunakan ketamin 100 mg, maintenance dengan injeksi
ketamin intermiten dan pemberian O2 durante operasi dengan nasal kanul.
II. IDENTITAS
Nama

: Nn. BD

Umur

: 23 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Alamat

: Pucang Pojok Secang

Tanggal Operasi

: 1 November 2014

Diagnosis Masuk

: Tumor Mammae Dextra

III. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Benjolan pada payudara kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan benjolan pada payudara kanan sejak 6 tahun yang
lalu. Benjolan tidak dirasakan membesar dan tidak nyeri. Riwayat
menstruasi teratur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi, Diabete Mellitus, Asma disangkal. Riwayat
operasi sebelumnya (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi, Diabete Mellitus, Asma disangkal.

IV. PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4V5M6

Gizi

: Cukup

BB

: 50 kg

Vital sign

: Tekanan darah

Kepala

: 128/87 mmHg

Nadi

: 94 x/menit

Suhu

: 36,5 C

Laju respirasi

: 20 x/menit

: Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil


isokor 3 mm, refleks cahaya +/+, rhinorrea (-)

Leher

: Limfenodi tidak teraba, JVP tidak meningkat

Thoraks

: Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-),


Massa pada mammae dextra tepat dibawah papilla
mammae, 2 x 2 cm, kenyal, mobile, batas tegas,
nyeri tekan (-), hangat (-), kemerahan (-).

Cor

: S1S2 reguler, bising jantung (-)

Pulmo

: sonor (+/+), suara vesikuler (+/+)

Abdomen

: Datar, supel, timpani, bising usus (+) normal, nyeri


tekan (-)

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat angkat

b. Pemeriksaan Penunjang
Haemoglobin

: 13,0

dbn

WBC

: 8,0

dbn

RBC

: 4,1

dbn

Hematokrit

: 38,8

dbn

Platelet

: 224

dbn

MCV

: 94,9

dbn

MCH

: 31,8

dbn

MCHC

: 33,5

dbn

RDW-CV

: 12,2

RDW-SD

: 41,1

P-LCR

: 17,7

CT

: 530

BT

: 210

GDS

: 105

Ureum

: 16,6

Creatinin

: 0,56

SGOT

: 18,7

SGPT

: 10,3

HbsAg

: Negatif

c. Laporan Anestesi selama Pembedahan


Jam

Parameter yg dipantau
TD

08.45

128/87

HR
94

Keterangan

Obat

Cairan

SpO2
99

Mulai

Ketamin

induksi

100 mg

Mulai

Sotatic

operasi

ampul,

RL

Ketesse 1
ampul
25mg/ml
09.00

111/58

80

100

09.15

123/72

91

99

09.30

117/69

104

99

Operasi
selesai

V. PEMBAHASAN
A. Definisi
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali

(reversible). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik,


analgesi, dan relaksasi otot. Cara pemberian anestesi umum :
1. Parenteral (intramuscular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang
singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun
pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk
tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara
lain.
2. Parekteral. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau
tindakan singkat.
3. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan
anestesi yang mudah menguap (volaitile agent) sebagai zat anestetik
melalui udara pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa
campuran gas (dengan oksigen) dan konsentrasi zat anestetik tersebut
tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan
otak akan menentukan kekuatan daya anestesi, zat anestetika disebut
kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat memberi
anestesi yang adekuat.
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obatobat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa
penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat
mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut
Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik.
Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu
1.

Amnesia

2.

Arefleksia otonomik

3.

Analgesik

4.

+/- relaksasi otot

B. Indikasi Pemberian
TIVA dalam prakteknya sehari-hari digunakan sebagai :

1. Obat induksi anastesi umum


2. Obat tunggal untuk anastesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anastesi regional
Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP
C. Cara Pemberian
Cara pemberian TIVA :
1. Suntikan tunggal, untuk operasi singkat
2. Suntikan berulang sesuai dengan kebutuhan
3. Diteteskan lewat infuse 1
D. Jenis Anestesi Intravena
1. GOLONGAN BARBITURAT
Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa,
berbau belerang, larut dalam air dan alcohol.
Penggunaannya sebagai obat induksi, suplementasi dari anastesi
regional, antikonvulsan, pengurangan dari peningkatan TIK,
proteksi serebral.
Metabolismenya di hepar dan di ekskresi lewat ginjal.
Onset : 20-30 detik
Durasi : 20-30 menit
Dosis :

Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8
mg/kg BB

Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB

Induksi rectal : 25 mg/ kg BB

Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB

Efek samping obat

Sistem kardiovaskuler

Depresi otot jantung

Vasodilatasi perifer

Turunnya curah jantung

Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran pernapasan


konsentrasi otak mencapai puncak apnea

Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam


ASI

Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar

Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian


dihentikan)

Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan


pada dewasa muda

Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi

Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren

Kontraindikasi :

Alergi barbiturat

Status ashmatikus

Porphyria

Pericarditis constriktiva

Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik

Syok

Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan)

2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN
Obat ini dapat dipakai sebagai trasqualiser, hipnotik, maupun
sedative. Selain itu obat ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek
amnesia. 2
Obat-obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :
a.

Obat induksi

b.

Hipnotik pada balance anastesi

c.

Untuk tindakan kardioversi

d.

Antikonvulsi

e.

Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan


diagnostic

f.

Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin

g.

Untuk premedikasi

a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut
organic (propilen glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini
bersifat asam dan menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan,
trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena kecil. Obat ini
dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal.
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat
ini digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan
gangguan jantung berat.
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,
sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan,
pengobatan penarikan alcohol akut dan serangan panic.
Awitan aksi

: iv < 2 menit, rectal < 10 menit,


oral 15 menit-1 jam

Lama aksi

: iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam

Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis
maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari
Efek samping obat

Menyebabkan bradikardi dan hipotensi

Depresi pernapasan

Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,

Inkontinensia

Ruam kulit

DVT, phlebitis pada tempat suntikan

b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan
anteretrogad

amnesia.

Durasi

kerjanya

lebih

pendek

dan

kekuatannya 1,5-3x diazepam.


Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai
APGAR kurang dari 7 pada neonatus.
Dosis :

Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg

Sedasi : iv 0,5-5 mg

Induksi : iv 50-350 g/kg

Efek samping obat :

Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,


hipotensi

Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi

Euphoria, agitasi, hiperaktivitas

Salvasi, muntah, rasa asam

Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan

3. PROPOFOL
Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini
terdiri dari gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida,
minyak kedelai dan air. Obat ini sangat larut dalam lemak sehingga
dapat dengan mudah

menembus blood brain barier dan

didistribusikan di otak. Propofol dimetabolisme d hepar dan


ekskresikan lewat ginjal.
Penggunaanya

untuk

obat

induksi,

pengobatan mual muntah dari kemoterapi


Dosis :

pemeliharaan

anastesi,

Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg

Induksi : iv 2-2,5 mg/kg

Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 g/kg/menit,


antiemetic iv 10 mg

Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan


menyebabakan depresi janin.
Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan
darah dan sedikit menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek
vagolitik, sehingga pemberiannya bisa menyebabkan asystole. Oleh
karena itu, sebelum diberikan propofol seharusnya pasien diberikan
obat-obatan antikolinergik.
Pada pasien epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang.

4. KETAMIN
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya
menyebabkan pasien mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan
amnesia, akan tetapi efek sedasinya ringan. Pemberian ketamin
dapat menyebakan mimpi buruk.
Dosis
Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg
BB, Po 5-6 mg/kg BB
Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian
ketamin

berbahaya

bagi

orang-orang

dengan

tekanan

intracranial yang tinggi.


Pada kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju
jantung dan curah jantung.
Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.
Kontraindikasi :
Hipertensi tak terkontrol
Hipertroid

Eklampsia/ pre eklampsia


Gagal jantung
Unstable angina
Infark miokard
Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen
TIK tinggi
Perdarahan intraserebral
TIO tinggi
Trauma mata terbuka

5. OPIOID
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi
diberikan

dalam

dosis

tinggi.

Opioid

tidak

mengganggu

kardiovaskulet, sehingga banyak digunakan untuk induks pada


pasien jantung.
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan
nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang
berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :

Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal


10-20 mg setiap 4 jam

Induksi : iv 1 mg/kg

Awitan aksi

: iv < 1 menit, im 1-5 menit

Lama aksi

: 2-7 jam

Efek samping obat :

Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia

Bronkospasme, laringospasme

Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia

Retensi urin, spasme ureter

Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah,


penundaan pengosongan lambung

Miosis

b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen
sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium
walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan
ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary
edema dan acute left ventricular failure.
Dosis
Oral/ IM,/SK :
Dewasa :
Dosis lazim 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 1535 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika
perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi :

Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14


hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan
yang parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi,
sakit kepala, kejang)

Hipersensitivitas.

Pasien dengan gagal ginjal lanjut

Efek samping obat :

Depresi pernapasan,

Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo,


depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi,
ketegangan, kejang,

Pencernaan : mual, muntah, konstipasi

Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural

Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.

Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi,


takikardia, tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi,
delirium atau disorintasi, halusinasi.

Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam


kulit

Peringatan :
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan
memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada
depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi
pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma
bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :

Analgesic : iv/im 25-100 g

Induksi : iv 5-40 g/ kg BB

Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kg BB

Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kg BB

Awitan aksi

: iv dalam 30 detik, im < 8 menit

Lama aksi

: iv 30-60 menit, im 1-2 jam

Efek samping obat :

Bradikardi, hipotensi

Depresi saluran pernapasan, apnea

Pusing, penglihatan kabur, kejang

Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat

Miosis

VI. KESIMPULAN
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat
anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi
inhalasi termasuk N2O. Pada teknik ini pasien dibiarkan bernafas spontan
atau diberikan ventilasi dengan campuran oksigen dan udara.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Latief, S., Suryadi, K., Dachlan, R., 2001. Petunjuk Praktis
Anastesiologi. FK UI
Omoigui, S. 1997. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta
Soenarjo, Sp. An.,
UNDIP

Djatmiko, H, Sp. An. 2010. Anestesiologi. FK

Anda mungkin juga menyukai