Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TERSTRUKTUR FITOPATOLOGI

PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA


PAKIS (Rumohra adiantiformis) DENGAN PEMBERIAN FUNGISIDA

Oleh :
Uswatun Hasanah
Trie Wulan Kurnianingsih
Andriani Diah Iriati
Istiqomah
Hanifah

B1J012007
B1J012009
B1J012011
B1J012019
B1J012018

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014

I.

PENDAHULUAN

Pakis (Rumohra adiantiformis) merupakan tanaman hias terbanyak yang


digunakan oleh industri rangkaian bunga. Daun pakis berwarna hijau mengkilat dan
tidak berubah warnanya dalam kurun waktu lama. Pakis termasuk ke dalam tanaman
hias daun. Kebutuhan produksi tanaman hias ini terus meningkat, baik untuk
memenuhi permintaan pasar lokal maupun internasional. Salah satu faktor pembatas
dalam peningkatan produksi baik kualitas maupun kuantitas pakis adalah adanya
penyakit antraknosa dengan gejala dieback atau kematian pada pucuk daun, di Florida
penyakit ini menyebabkan kerusakan besar pada perkebunan pakis
Hasil penelitian di Florida menunjukkan bahwa penyakit antraknosa
disebabkan oleh Colletotrichum sp. Gejala penyakit terlihat pada daun muda ketika
sudah membuka sempurna meskipun spora sudah menempel sejak masih berupa
calon daun (fiddlehead) (Stamps et al., 1994). Daun muda lebih rentan terhadap
penyakit antraknosa dibandingkan dengan daun tua. Gejala nekrotik berwarna cokelat
hingga hitam muncul 2-4 hari setelah penetrasi spora (Strandberg et al., 1997).
Jaringan tanaman terinfeksi di dalamnya, jamur berkembang dengan cepat kemudian
bertahan dalam bentuk konidium, hifa, dan sklerotium pada sisa-sisa tanaman
terinfeksi dan tanah. Spora dapat bertahan selama 12 bulan di dalam tanah yang
sangat kering maupun pada sisa tanaman terinfeksi yang kering (Strandberg et al.,
1997). Spora juga ditemukan dapat bertahan lebih dari lima minggu pada pakaian
para pekerja di kebun dan bertahan hingga tiga minggu pada peralatan yang
digunakan di kebun.
Antraknosa menimbulkan kerugian yang besar di perkebunan pakis, sehingga
berbagai upaya pengendalian perlu diterapkan. Aplikasi fungisida adalah metode
pengendalian yang dilakukan karena intensitas penyakit ini yang tinggi. Klorotalonil,
mankozeb, metil tiofanat, ditiokarbamat dan benomil merupakan fungisida yang
umum digunakan di perkebunan pakis. Pengendalian dengan menggunakan fungisida
mancozeb merupakan pengendalian paling banyak dilakukan di Perkebunan Pakis di
Florida. Fungisida jenis lain yang juga digunakan adalah tebukonazol (Stamps et

al.,1994). Penggunaan fungisida agar tidak menyebabkan patogen menjadi resisten,


diperlukan rotasi penyemprotan dengan menggunakan lebih dari satu macam bahan
aktif fungisida (Purba et al., 1999). Campuran fungisida mancozeb 73.8% dan
carbendazim 6.2% efektif menghambat Colletotrichum pada tanaman pakis dengan
konsentrasi semprot 0.4% (Sumardiyono et al. 2011).

II. PEMBAHASAN
Colletotrichum sp. merupakan patogen tular tanah (soil borne) penyabab
penyakit antraknosa pada tanaman pakis. Penyakit ini lebih banyak muncul pada
daun yang masih muda dan puncuk-pucuk daun (dieback). Gejala penyakit ini dapat
ditunjukkan dengan adanya koloni jamur yang berwarna putih keabu-abuan sampai
cokelat. Konidium jamur Colletotrichum sp. memiliki bentuk bulat panjang, bersel
dua dan membulat pada ujungnya. Penyebaran penyakit ini umumnya dilakukan di
tanah karena spora Colletotrichum sp. selalu hidup dan bertahan di dalam tanah dari
musim ke musim yang akan menginfeksi tanaman baru yang muncul dari tunas di
dalam tanah (Sumardiyono et al. 2011). Colletotrichum sp. umumnya menyerang
daun muda. Serangan ringan pada daun muda akan memperlihatkan gejala
bintik-bintik nekrosis berwarna cokelat. Setelah daun berkembang, bintik nekrosis
akan menjadi bercak berlubang dengan halo berwarna kuning. Daun-daun muda
yang terserang berat biasanya mudah mengalami kerontokan sehingga menyebabkan
ranting gundul dan biasanya diikuti dengan kematian ranting (Wahyudi et al., 2008).
Pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman pakis umunya memanfaatkan
aplikasi fungisida. Penggunaan fungisida memiliki keuntungan yaitu mudah
diaplikasikan, memerlukan sedikit tenaga kerja, penggunaanya praktis, jenis
ragamnya bervariasi, dan hasil pengendalian tuntas. Prinsip penggunaan fungisida
didasarkan pada prinsip antibiotik terhadap tanaman. Prinsip lainnya yang berpotensi
untuk mengendalikan penyakit yaitu penggunaan bahan kimia sintetik yang mampu
memicu ketahanan tanaman (Hersanti dan Zulkarnaen, 2001). Fungisida yang paling
awal dan sering digunakan untuk mengendalikan penyakit antraknosa ialah
mancozeb. Mancozeb merupakan bahan campuran Zink dan Maneb yang
mengandung 16% Mangan, 2%, Zink dan 62% ethylenebisdithio carbamat. Fungisida
jenis ini diaplikasikan untuk melindungi daun. Mancozeb merupakan gabungan
Maneb dan Zink yang masing-masing mempunyai keunggulan tersendiri, sehingga
digunakan untuk membasmi berbagai patogen tumbuhan (Magallona et al., 1990).
Mancozeb termasuk ke dalam fungisida kontak yang tidak menimbulkan masalah

ketahanan dan menjadi campuran beberapa jenis fungisida. Cara kerja mancozeb
yaitu menghambat kegiatan enzim yang ada pada jamur dengan menghasilkan lapisan
enzim yang mengandung unsur logam yang berperan dalam pembentukan ATP dan
mempengaruhi banyak tempat pada jamur sehingga mengganggu metabolisme lemak,
respirasi, dan sistem reproduksi (Thomson, 1992)
Menurut Sumardiyono et al.,(2011), penggunaan fungisida mancozeb untuk
mengendalikan penyakit antraknosa pada tanaman pakis mempunyai daya hambat
tertinggi pada konsentrasi 0,4%. Fungisida campuran antara mankozeb dan
karbendazim mempunyai daya hambat terhadap perkembangan miselium yang
terbesar sehingga memberikan hasil yang baik dalam menekan perkembangan
miselium Colletorichum sp. Fungisida campuran ini akan menghambat timbulnya
strain jamur tahan terhadap fungisida yang sering terjadi pada fungisida sistemik
(Dekker, 1977). Fungisida campuran antara mankozeb dan karbendazim secara nyata
menurunkan jumlah daun muda terinfeksi pada 8 minggu setelah penyemprotan dan
meningkatkan jumlah tunas sehat. Intensitas penyakit tanaman pakis yang disemprot
campuran mankozeb dengan karbendazim konsentrasi 0,4% menurun yaitu sebesar
47,33%. Penurunan intensitas penyakit akan menurunkan sumber inokulum bagi
tanaman pakis baru yang akan muncul dari tanah.
Fungisida campuran antara 73,8% mankozeb (kontak) dan 6,2% karbendazim
(sistemik) menunjukkan hasil yang baik untuk pengendalian penyakit antraknosa
pada pakis karena mankozeb dan karbendazim mempunyai cara kerja yang
berbeda. Salah satu cara untuk menghindari terbentuknya strain jamur tahan terhadap
fungisida adalah menggunakan fungisida campuran antara kontak dan sistemik
yang masing-masing mempunyai cara kerja berbeda (Dekker,1977).

III.
KESIMPULAN
1. Tumbuhan pakis yang terserang penyakit antraknosa yang disebabkan oleh
Colletricum sp. dapat dikendalikan dengan menggunakan fungisida mancozeb.
2. Cara kerja fungisida mancozeb dalam menghambat penyakit antraknosa pada
pakis yaitu dengan menghambat kegiatan enzim yang ada pada jamur dengan
menghasilkan lapisan enzim yang mengandung unsur logam yang berperan dalam
pembentukan ATP dan mempengaruhi banyak tempat pada jamur sehingga
mengganggu metabolisme lemak, respirasi, dan sistem produksi.

DAFTAR PUSTAKA
Dekker, J. 1997. Resistance In: March RW(ed). Systemic Fungicide. Logman, New
York. Halm 176-197.
Magallona, E. D., M. Soehardjan, dan H. L. Tobing. 1990. Pesticides In Estate Crop
Protection in Indonesia. Directorate General of Estate Crop Jakarta,
Indonesia.
Sumardiyono, C., T. Joko, Y. Kristiawati dan Y. D. Chita. 2011. Diagnosis dan
Pengendalian Penyakit Antraknosa pada Pakis dengan Fungisida. J. HPT
Tropika, 11(2): 194-200.
Thomson, W. T. 1992. Agricultural Chemical. Book IV. Fungicides. Thomson
Publication Fresno: California.
Novita, T. 2011. Trichoderma sp. dalam Pengendalian Penyakit Layu Fusarium pada
Tanaman Tomat. Biospesies, 4(2): 27-29.

Anda mungkin juga menyukai