DEMAM TIFOID
Oleh:
Alicia Dewi Pratita
09700354
S.ked
Pembimbing:
dr. Luluk Aflakah, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena
atas
berkat,
rahmat
dan karunia-Nya,
sehingga
penulis
dapat
tepat pada waktunya. Referat ini di ajukan untuk memenuhi tugas dalam rangka
menjalankan kepaniteraan klinik di SMF Ilnu Penyakit Dalam RSUD Pare.
Bersamaan ini perkenanknlah penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya denga hati yang tulus kepada :
1.
2.
3.
4.
5.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala masukan serta kritik yang
membangun demi sempurnanya tulisa ini. Akhirnya penulis berharap semoga
referat ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi yang masuk ke dalam tubuh
empedu. Kuman ini mati dengan pemanasan (suhu 60o C) selama 15-20 menit,
pasteurisasi, pendidihan, dan khlorinisasi. 8
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu:
1. Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian ini
mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau endotoksin. Antigen ini
tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (antigen flagela) terletak pada flagela, fimbria, atau fili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis.
Antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pembentukan 3
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 7, 9
D. Patogenesis
Penularan demam tifoid adalah secara feko-oral dan banyak terdapat di
masyarakat dengan higien dan sanitasi yang kurang baik. Bakteri Salmonella
typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke tubuh manusia melalui makanan
atau minuman yang tercemar dan dapat juga melalui kontak langsung dengan
jari penderita yang terkontaminasi feses, urin, sekret saluran napas, atau pus.
Selain itu, transmisi juga dapat terjadi secara transplasental dari ibu hamil ke
janin. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus dan berkembang biak. 4, 7
Di usus diproduksi IgA sekretorik sebagai imunitas humoral lokal yang
berfungsi untuk mencegah melekatnya kuman pada mukosa usus. Sedangkan
untuk imunitas humoral sistemik diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan
fagositosis kuman oleh makrofag. Imunitas seluler sendiri berfungsi untuk
membunuh kuman intraseluler. 10
Jika respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik, kuman
akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan lamina propia. Di lamina
propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh makrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak di dalam makrofag. Selanjutnya dibawa ke plaque
peyeri ileum distal dan ke kelenjar limfe mesenterika. Melalui duktus
torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag masuk ke sirkulasi darah
6
mengakibatkan perforasi.
Kuman juga mengeluarkan endotoksin yang dapat menempel di
peningkatan asam lambung
peyeri
reseptor sel endotel kapiler sehingga limfoid
dapat plaque
timbul
komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan, dan lain-lain. Kuman
mual, muntah
dapat menetap atau bersembunyi
pada 1hidup
tempat dalam tubuh
penderita.
sebagian
sebagian
menembusHal ini
intake kurang
dan menetap
gangguan nutrisi
perdarahan
perforasi
lamina propria
masuk aliran limfe
masuk ke kelenjar
limfe mesenterikus
PERITONITIS
nyeri tekan
E. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi demam tifoid sekitar 10-14 hari, rata-rata 2 minggu.
Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dari asimtomatik atau ringan seperti
panas disertai diare sampai dengan klinis yang berat seperti panas tinggi, gejala
septik, ensefalopati, atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perdarahan
dan perforasi usus. Hal ini mempersulit penegakkan diagnosis jika hanya
berdasarkan gambaran klinisnya. 1, 3
Demam merupakan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi
parah dengan gejala yang menyerupai septikemia karena Streptococcus atau
Pneumococcus daripada Salmonella typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada
demam tifoid tetapi pada malaria. Namun, demam tifoid dan malaria dapat timbul
bersamaan pada 1 penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi
dapat menyerupai gejala meningitis. Nyeri perut kadang tidak dapat dibedakan
dengan apendiksitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala peritonitis akibat
perforasi usus. 4
Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 oC),
nyeri kepala, epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare,
nyeri perut, nyeri otot, dan malaise. Minggu ke-2 pasien mengalami demam,
lidah khas berwarna putih (lidah kotor), bradikardia relatif, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, dan bahkan gangguan kesadaran (delirium, stupor,
koma, atau psikosis). 4, 10
Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama
minggu ke-1, terutama sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu
ke-2 dan ke-3 demam terus-menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun
secara lisis. Demam tidak hilang dengan antipiretik, tidak menggigil, tidak
8
diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (positif antara 27 hari, jika belum ada ditunggu 7 hari lagi). Spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah kemudian untuk stadium lanjut atau carrier
digunakan urin dan feses. 1, 3, 10
6. Biologi molekular
PCR (polymerase chain reaction) mulai banyak digunakan. Cara
ini dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman kemudian diindentifikasi
dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi
kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitivitas) dan spesifisitas
tinggi. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh
lain, dan jaringan biopsi. 6
G. Diagnosis
Diagnosis demam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dilakukan dengan cara menguji
sampel feses atau darah untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella sp
dengan membiakkan pada 14 hari awal setelah terinfeksi. 7
Selain itu, tes widal (aglutinin O dan H) mulai positif pada hari ke-10
dan titer akan meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal
selang 2 hari jika peningkatan aglutinin progresif (di atas 1/200) menunjukkan
diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan feses dilakukan pada
minggu ke-2 dan ke-3 serta biakan urin pada minggu ke-3 dan ke-4 dapat
mendukung diagnosis dengan ditemukannya bakteri Salmonella. 3, 13
Gambaran darah juga membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat
leukopenia polimorfonuklear (PMN) dengan limfositosis relatif pada hari ke10 dari demam, arah demam tifoid menjadi jelas. Jika terjadi leukositosis
PMN, berarti terdapat infeksi sekunder kuman di dalam lesi usus. Peningkatan
cepat dari leukositosis PMN waspada akan terjadinya perforasi usus. Tidak
mudah mendiagnosis karena gejala yang timbul tidak khas. Ada penderita
yang setelah terpapar kuman hanya mengalami demam kemudian sembuh
tanpa diberi obat. Hal itu dapat terjadi karena tidak semua penderita yang
secara tidak sengaja menelan kuman langsung sakit, tergantung dari
11
banyaknya kuman dan imunitas seseorang. Jika kuman hanya sedikit yang
masuk saluran cerna, dapat langsung dimatikan oleh sistem imun. 7
H. Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit secara klinis dapat
menjadi diagnosis banding seperti influenza, bronkitis, bronkopneumonia, dan
gastroenteritis. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Demam tifoid yang berat dapat
didiagnosis banding dengan sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit hodgkin.
2, 7, 13
I. Tatalaksana
Tatalaksana umum, asuhan keperawatan, dan asupan gizi merupakan
aspek penting dalam pengobatan demam tifoid selain pemberian antibiotik.
Tatalaksana demam tifoid meliputi:
1. Tirah baring
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur seperti
makan, minum, mandi, buang air kecil, maupun buang air besar dapat
mempercepat penyembuhan. Kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan yang dipakai juga perlu dijaga. 5
Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari. Tirah baring bertujuan untuk
mencegah terjadinya
Managemen nutrisi
12
mempunyai
efektivitas
tinggi
terhadap
strain
sulfametoksazol,
dan
trimetoprin
demam tifoid
tanpa
komplikasi
demam tifoid
dengan
komplikasi
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat demam tifoid yaitu:
1. Intestinal
a. Perdarahan usus
Pada plaque peyeri yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak. Jika tukak menembus lumen usus dan mengenai
pembuluh darah, terjadi perdarahan. Jika tukak menembus dinding
usus, terjadi perforasi. Perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan
koagulasi darah (DIC). Sekitar 25% penderita mengalami perdarahan
minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Namun, perdarahan
hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Jika transfusi
dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, biasanya perdarahan ini
merupakan suatu proses self limiting yang tidak perlu bedah. 1, 3, 10
b. Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ke-3 tetapi dapat juga terjadi pada minggu ke-1.
Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut hebat
terutama di kuadran kanan bawah yang menyebar ke seluruh perut dan
disertai tanda ileus. Peristaltik melemah pada 50% penderita dan pekak
hepar kadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen.
Tanda perforasi lain adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan
bahkan syok. 1, 3, 10
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong
adanya perforasi. Jika pada foto polos abdomen 3 posisi ditemukan
udara pada rongga peritoneum, hal ini merupakan nilai yang cukup
menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. 1, 3, 10
c. Ileus paralitik
16
d. Pankreatitis
2. Ekstraintestinal
a. Kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis,
dan tromboflebitis.
b. Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, dan DIC.
c. Paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Hepatobilier: hepatitis dan kolesistitis.
e. Ginjal: glomerulonefritis dan pielonefritis.
f. Neuropsikiatrik atau toksik tifoid. 1, 3, 10
K. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung dari usia, keadaan umum, status
imunitas, jumlah dan virulensi kuman, serta cepat dan tepatnya pengobatan.
Prognosis buruk jika terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia
atau febris kontinyu, kesadaran menurun, malnutrisi, dehidrasi, asidosis,
peritonitis, bronkopneumonia, dan komplikasi lain. Di negara maju dengan
terapi antibiotik yang adekuat angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang
angka mortalitas > 10%, biasanya disebabkan keterlambatan diagnosis dan
pengobatan. Angka mortalitas pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa
7,4% dengan rata-rata 5,7%. 6, 7
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan
bakteri Salmonella typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier
kronis. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai
usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid.
Insidensi penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan
dengan populasi umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini
jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis. 7, 13
17
BAB III
KESIMPULAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dan paratyphi. Kuman bersama
makanan atau minuman masuk ke tubuh melalui saluran cerna. Walaupun gejala
demam tifoid bervariasi, secara garis besar gejala yang muncul adalah demam > 7
hari, gangguan saluran cerna, dan gangguan kesadaran. Pemeriksaan laboratorium
untuk menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi biakan kuman dari spesimen
penderita (darah, sumsum tulang, urin, feses, cairan duodenum, dan rose spot), uji
serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Salmonella typhi dan
menentukan adanya antigen spesifik dari kuman, serta pemeriksaan dengan
melacak DNA kuman. Antibiotik kloramfenikol yang digunakan sebagai obat
pilihan pada kasus demam tifoid sekarang mulai resisten. Pencegahan dapat
dilakukan dengan cara menjaga higien pribadi, imunisasi, dan vaksinasi aktif
sehingga dapat menekan angka insidensi demam tifoid.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Cammie, F.L. & Samuel, I.M. 2005. Salmonellosis: Principles of Internal
Medicine: Harrison 16th Ed. 897-900.
2. Brusch, J.L. 2010. Typhoid Fever. www.emedicine.medscape.com.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis 2nd Ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Djoko Widodo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
5. Mansjoer, A. 2000. Demam Tifoid: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
FK UI.
6. Lentnek, A.L. 2007. Typhoid Fever: Division of Infection Disease.
www.medline.com.
7. Chin, J. 2006. Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Jakarta:
Infomedika.
8. Jawetz, Melnick, & Adelberghs. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
Salemba Medika.
9. Soedarmo, P., dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi II.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
10. Chambers, H.F. 2006. Infectious Disease: Bacterial and Chlamydial.
Current Medical Diagnosis and Treatment 45th Ed. 1425-6.
11. Alan, R.T. 2003. Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid: Pediatrics
Update. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Standar
Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI.
13. Rampengan, T. H. 2007. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi II.
Jakarta: EGC.
19