PENDAHULUAN
1
1.3 TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini yaitu bertujuan sebagai untuk mengetahui
bagaimana kemajuan disektor pertanian suatu bangsa khususnya Negara
Indonesia yang merupakan negara agraris dan kita sebagai mahasiswa
sekaligus calon pelaku pendorong kemajuan bangsa dapat mengetahui
lebih dalam perkembangan bangsa di sektor pertanian dan pedesaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
menciptakan berbagai ketimpangan internal yang sangat parah dalam
perekonomian bersangkutan.
% pekerja
kawasan disektor % output sektor
pertanian pertanian dalam GDP
Asia Selatan 64 30
Asia Timur 70 18
Amerika Latin 25 20
Afrika 68 20
Sumber dari world development report, 1997 the state in changing world, copyright © 1997 oleh the
international bank for reconstruction and development/the world bank (New York: oxford University Press,
1997), annex 4 dan table 12. dicetak ulang dengan izin dari Oxford University Press, Inc.
4
beberapa tahun yang lalu, yaitu tepatnya akhir tahun 1997-an dan
kemudia terus berlangsung hingga tahun 1990-an, terjadilah suatu
perubahan drastic dalam kegiatan pemikiran serta perumusan kebijakan
menyangkut soal pembangunan. Semakin lama semakin semakin banyak
Negara-negara berkembang yang tidak lagi terlampau berambisi menjadi
Negara industri maju dalam tempo singkat. Mereka kemudian mengambil
sikaf yang relistis dengan mencurahkan perhatiannya pada pembinaan
sector pertanian dan pembangunan daerah-daerah pedesaan pada
umumnya sebagai titik berat atas perumusan rencana serta pelaksanaan
pembangunan nasionalnya.
5
mencukupi kebuthan pangan penduduk daerah perkotaan, untuk
keperluansehari-hari para petani itu saja, hasil-hasil pertanian yang
ada tidak memadai.
2.4 PERAN PENTING KAUM WANITA
Aspek penting dan yang sering disoroti dalam sistem agraria
negar-negar paling miskin (LDC), terutama di Afrika dan Asia, adalah
peran penting kaum wanita dalam produksi pertanian.
Kaum wanita merupakan sumber tenaga kerja tambahan guna
mengurusi tanaman pangan, mengurus konsumsi keluarga,
memelihara ternak, menekuni industri rumah tangga untuk mencari
sedikit tambahan penghasilan keluarga, mengumpulkan kayu bakar
dan air, memasak, serta mengerjakan segala urusan rumah tangga.
Segala macam fungsi tersebut praktis menghabiskan seluruh waktu.
Sehingga jam kerja para wanita sebenarnya lebih panjangdan lebih
berat bila dibandingkan dengan jam kerja para pria.
Keragama tugas kaum wanita menyulitkan menentukan porsi
sumbangan mereka dalam produksi pertanian, apalagi untuk menaksir
nilai ekonomisnya. Meskipun demikian, ada sejumlah studi yang
berhasil mengungkapkan arti pezzsnting kaum wanita sebagai tenaga
kerja disektor pertanian.
Pentingnya pertanian dan fungsi ekonomi kaum wanita tersebut
dibuktikan oleh keberhasilan yang sangat mengesankan dari program-
program pembangunan yang melibatkan partisifasi merek
secarapenuh.
Sementara program-program peningkatan pendapatan kaum
wanita secara kangsung membuahkan hasil yang mengesankan,
program-program serupa namunyang bersifat itdak langsung sering
kali kandas, atau gagal mencapai sasaran semula.sejumlah studi
mendalam mengungkapkan bahwa suatu proyek harusdilakukan
dengan bekerja samadan menfapat dukungan bekerjasama dan
mendapat dukungan penuh dari kaum wabita jika proyek itu
6
menempatkan sejumlah sumber daya ekonomi di bawah kontrol
mereka.
7
3. Peningkatan mata uang asing dari hasil subtitusi impor produk
pertanian.
4. Tabungan di sektor kota dan pajak pendapatan kepada
pemerintah, yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur
karena peningkatan pendapatan di sektor pertanian.
5. Peningkatan permintaan untuk produk industri karena pendapatan
di sektor pertanian yang lebih tinggi.
6. Peningkatan produktivitas di sektor pertanian menyebabkan
pekerja dapat beralih ke sektor industri.
8
Pertumbuhan Amerika dipacu oleh kemampuan pertaniannya yang sangat
besar. Di Uni Soviet, pertumbuhan industri terjadi karena eksploitasi
brutal terhadap petani kecil, dan pada waktu itu juga Uni Soviet juga
mengimpor sejumlah besar makanan (Lynn, 2003).
Kontribusi Pertanian pada Pembangunan Pertanian memiliki kontribusi
yang sangat besar kepada pembangunan (Lynn, 2003). Kontribusi
pertanian tersebut adalah:
1. Meningkatkan persediaan makanan.
4. Pembentukan modal
9
TRANSFORMASI PERTANIAN
10
ditentukan oleh pemerintah. Harga beli yang rendah dan harga jual yang
tinggi menghasilkan pendapatan bagi pemerintah. Petani kecil
diperintahkan untuk bergabung (collective farm), sebagai usaha untuk
meningkatkan efisiensi dan hasil. Pemerintah RRC juga mengikuti
kebijakan collectivization (Lynn, 2003).
Kekuatan bukanlah alat untuk mengeksploitasi petani. Beberapa negara
berkembang menekan harga pertanian rendah, beberapa negara
mengenakan pajak akan aktivitas pertanian, mencabut modal pada
daerah pedesaan, secara umum dapat dikatakan banyak negara
menempatkan industrialisasi di atas segalanya. Model Lewis hanya
membuat beberapa ekonom dan pembuat kebijakan berpikir bahwa
pertanian adalah tempat untuk mempekerjakan kelebihan tenaga kerja
yang tidak terserap oleh industrialisasi (Lynn, 2003).
Nilai tukar petani (sectoral terms of trade) untuk pertanian adalah rasio
harga barang pertanian (Pa) dan harga barang industri (Pi). Kenaikan
nilai tukar petani (NTP) berarti harga pangan naik lebih cepat daripada
barang industri. Petani dapat membeli lebih banyak keperluan mereka
pada hasil yang sama dan mendorong petani untuk meningkatkan hasil
mereka (Lynn, 2003). Nilai tukar petani (NTP) juga dapat menjadi
indikator tingkat kesejahteraan petani, semakin tinggi NTP semakin
tinggi daya beli petani.
Sebuah studi mengenai Indonesia, menghitung rasio Pa/Pi, dan laju
pertumbuhan pendapatan daerah bruto (PDB) pertanian. Apabila nilai
tukar petani adalah 0,78 selama tiga periode, dan pertumbuhan 0,9
persen per tahun. Ketika nilai tukar petani meningkat menjadi 0,83 dan
1,06, pertumbuhan pertanian meningkat menjadi 4,3 persen dan
kemudian menjadi 8,3 persen (Lynn, 2003).
11
yang tinggi, sumber daya akan ditarik ke pertanian (P1), lalu
meningkatkan hasil (S2). Ini kemudian berlanjut sebagai awal
peningkatan permintaan pangan (D2). Lambatnya permintaan akan
pangan dan bahan baku (D3), dan produktivitas pertanian dan penawaran
meningkat (S3). Nilai tukar petani (terms of trade) berbalik dan akan
mendorong industri. Pada tahap awal pembangunan ekonomi, pertanian
harus menjadi prioritas. Supaya pertanian tetap menarik dibutuhkan
kenaikan atau stabilitas nilai tukar petani (terms of trade) yang
merefleksikan kelangkaan (Lynn, 2003).
12
relevan bagi petani. Kebijakan harga murah (low-price policy) yang
mengenakan pajak pertanian dan subsidi politik kepada masyarakat kota
(Lynn, 2003).
Gambar 3 menunjukkan bagaimana pembatasan harga (price ceiling)
menurunkan insentif untuk memproduksi pangan dan mendorong
konsumsi. Ketika adanya pembatasan harga (Pc¬), produksi turun dari Qe
menjadi Qs, dan pendapatan petani turun dari area PeXQe0 menjadi
PcYQs0. Konsumen dapat membeli pada Qd, dan kelebihan permintaan
akan dipenuhi oleh impor, baik yang legal maupun tidak legal (Lynn,
2003).
Lynn (2003) menjelaskan bahwa gambar 3 dapat disederhanakan menjadi
2 cara.
1. Grafik menunjukkan pasar untuk pangan yang mana penawaran dan
permintaan adalah harga inelastis. Elastisitas harga penawaran pertanian
secara keseluruhan mengindikasikan respon lemah terhadap perubahan
harga, terutama dalam jangka pendek. Harga yang lebih rendah untuk
jagung akan mendorong petani untuk gandum atau kapas. Kurva
penawaran dan permintaan untuk produk individu dan pada jangka
panjang seharusnya lebih elastis.
2. Karena grafik menunjukkan pembatasan harga yang ditentukan oleh
pemerintah, respon penawaran dan permintaan merujuk pada pasar di
mana harga tersebut relevan. Harga resmi yang lebih rendah dapat
menyebabkan bukan hanya produksi yang turun, akan tetapi juga
penurunan produksi yang dilaporkan, karena petani menjual secara
pribadi.
Lynn (2003) menjelaskan bahwa pemerintah melakukan penetapan harga
dengan beberapa alasan. Penetapan harga yang rendah disebabkan oleh:
1. Pengertian yang salah akan respon petani terhadap harga, beberapa
pejabat pemerintah mempercayai bahwa dengan harga yang tinggi hanya
orang kaya dan petani besar saja yang diuntungkan.
2. Pemerintah berpendapat bahwa harga pangan yang rendah akan
13
memberikan dampak yang positif bagi konsumen dan keuntungan bisnis.
Melalui marketing boards, perusahaan yang membayar harga rendah
pada petani dan menjual dengan harga tinggi pada konsumen, terutama
konsumen luar negeri.
3. Pemerintah berpikir mereka dapat mengumpulkan dana untuk
pembangunan.
4. Pemerintah percaya bahwa dengan penetapan harga pertanian yang
rendah dapat mendorong industrialisasi.
Sebagian besar dari asumsi tersebut adalah salah. Walaupun harga
pangan dan bahan baku yang rendah menguntungkan konsumen dan
industri, akan tetapi hal ini membunuh pertanian di banyak negara,
terutama di Afrika. Petani yang miskin dirugikan karena mereka hanya
memiliki sedikit pilihan untuk menanami tanah mereka (Lynn, 2003)
14
Konsekuensi Lain pada Intervensi Harga
15
pedesaan di masa depan. Harga harus ditempatkan sesuai context (Lynn,
2003).
16
negara maju hanya mendorong efisiensi dan merusak negara miskin
dengan menurunkan daya saing hasil pertanian negara miskin (Lynn,
2003).
17
2. Informasi
3. Membangun pasar
4. Kebijakan Publik
18
pertanian. Dampak ini dirasakan melalui 5 harga makro yaitu gaji,
tingkat bunga, biaya sewa tanah, indek harga pertanian, dan nilai
tukar mata uang (Lynn, 2003).
Tingkat bunga mempengaruhi ketersediaan dana untuk petani. Bila
tingkat bunga tinggi demi memerangi inflasi, kredit akan terlalu
mahal bagi petani yang tidak memiliki banyak modal (Lynn, 2003).
Kenaikan inflasi memiliki dampak negatif dalam penurunan daya beli.
Masyarakat kota dapat menekan pemerintah untuk menekan harga
pangan di bawah harga pasar. Biaya sewa tanah dapat naik sejalan
dengan inflasi, harga tanah kemudian akan menjadi lebih tinggi,
kenaikan ini menyebabkan petani miskin tidak memiliki tanah (Lynn,
2003).
Perbandingan nilai tukar petani (agriculture term of trade) akan tidak
dapat diprediksi dengan peningkatan inflasi. Harga biasanya tidak
naik secara sama, pemerintah lebih menekan harga pangan dari pada
harga barang industri yang akan dibeli oleh petani. Inflasi
menghambat investasi dan memperlambat peningkatkan produktivitas
pertanian (Lynn, 2003).
Pemerintah juga dapat mengacaukan ekonomi dengan keputusannya
dengan memanipulasi nilai tukar mata uang. Bila mata uang domestik
dihargai di atas harga pasar, akan menyebabkan kehancuran terbesar
di sektor pertanian. Pertama hal ini akan menghambat ekspor, karena
orang asing harus membayar lebih mahal untuk mendapatkan mata
uang untuk membeli barang tersebut. Padahal pasar dunia sangat
kompetitif. Kemudian hal ini mendorong impor karena mata uang
asing relatif lebih murah, impor pangan akan menyebabkan tekanan
bagi produksi, harga dan pendapatan di sektor pertanian. Impor
barang modal dan barang intermediasi menyebabkan bias dalam
produksi domestik menjadi industri dan menjauhi pertanian. Hal ini
merusak pertanian di negara berkembang dan pemerintah perlu
19
mencermati adanya keterkaitan antara makro ekonomi dan pertanian
(Lynn, 2003).
2.7 ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN: TRANSISI DARI
POLA PERTANIAN SUBSISTEN KE POLA PERTANIAN KOMERSIAL YANG
TERSPESIALISASI
Krisis ekonomi dan proses reformasi yang bergulir sejak tahun 1997
sebenarnya menyediakan kesempatan sangat baik bagi sektor pertanian
untuk tampil lebih ke depan dalam wacana pembangunan. Dua
kesempatan emas setidaknya dapat diraih. Pertama, mendulang devisa
dari ekspor produk pertanian yang nilainya terkatrol oleh kurs dollar. Ini
berhasil dicapai dengan baik sehingga pamor sektor pertanian sempat
agak bersinar karena mampu tetap tumbuh ditengah porak porandanya
hampir seluruh sektor ekonomi lainnya. Tercatat antara lain
pertumbuhan ekonomi sektor pertanian sebesar 0,2 %, yang disumbang
khususnya dari sub sektor perkebunan sebesar 6% dan sub sektor
perikanan 4,1 % pada tahun 1998, sementara secara keseluruhan
pertumbuhan ekonomi nasional merosot alias minus 13,7 %. Kedua ,
menegosiasikan kembali peran sektor pertanian sebagai bagian dari
proses reformasi perekonomian nasional.
20
2. pola pertanian keluarga campuran atau yang telah terdiversifikasi.
Sebagian hasil telah digunakan untuk konsumsi pribadi, dan
sebagian lagi untuk dijual ke pasar.
3. usaha perdagangan dengan tingkat produktifitas yang tinggi telah
terspesialisasi
21
laba maksimum memberikan beberapa masukan kedalam ekonomi
pertanian subsisten. Secara lebih spesifik, faktor-faktor tarsebut
menyediakan dasar pemikiran ekonomi untuk menyoroti rendahnya
tingkat produktifitas pertaniaa tradisional dinegara-negara berkembang
dalam bentuk hukum produktifitas marjinal yang semakin berkurang.
Pertanian subsisten menpunyai risiko yang sangat tinggi dan penuh
ketidakpastian. Dalam kenyataannya, pada kasus tertentu, kehidupan
manusia bahkan turut dipertaruhkan. Di berbagai wilayah yang lahan
pertaniannya sangat sempit dan pengilahannya amat tergantung pada
curah hujan yang tidak pernah dapat dipastikan itu, rata-rata hasil
pertanian biasanya rendah sehingga pada masa paceklikatau musim
kering berkepanjangan banyak petani dan keluarganya yang terancam
bahaya kelaparan.
22
Proses pembangunan pedesaan di daerah pertanian tidak lain
adalah suatu perubahan sosial. Demikian pula introduksi teknologi ke
pedesaan yang bermula dari kebijakan orde baru membebek pada isu
global bernama revolusi hijau menimbulkan prubahan sosial dalam
berbagai dimensi. Masuknya traktor atau mesin penggiling padi ke
pedesaan menyebabkan berkurangnya peranan buruh tani dalam
pengelolaan tanah dan berkurangnya peranan wanita dalam ekonomi
keluarga di pedesaan.
Teknologi yang masuk ke desa tersebut banyak dikuasai oleh
golongan ekonomi kelas atas dan menengah di desa. Golongan tersebut
dengan pendirinya akan menentukan pasaran kerja di desa. Keadaan
demikian akan menggeser peranan pemilik ternak kerbau atausapi
sebagai sumber tenaga kerja pengolah sawah.
Masuknyan teknologi perangkat usaha ternak sapi perah,
menggeser peternak tradisional yang hanya memiliki satu sampai tiga
ekor ternak. Perangkat teknologi tersebut merubah sistem beternak, dari
ekonomi keluarga ke ekonomi komersial, dengan jumlah ternak yang
banyak dan dikuasai oleh golongan ekonomi kuat di desa atau di kota
yang menanamkan modalnya di desa. Perangkat teknologi sapi perah
seperti mixer makanan ternak, cooling unit susu, sistem pengawetan dan
lain-lain, memungkinkan orang untuk menangani jumlah ternak sapi
lebih banyak. Hal ini memberikan bukti bahwa teknologi mengakibatkan
meningkatnya ukuran usaha tani di pedesaan.
Belum lagi kebijakan-kebijakan sederhana yang ada di pedesaan.
Penunjukan kepala desa sebagai ketua LKMD misalnya, hal ini
mengakibatkan pengaruh Negara akan semakin dominan yang notabene
tidak terlalu paham dengan kondisi sosial masyarakat desa setempat.
Pola pengaruh ini bermula dari penggunaan kekuasaan yang terlalu
berlebih. Dengan dalih pembangunan, para kusir delman tergeser oleh
adanya transportasi angkutan pedesaan. Struktur ekonomi kembali
dikuasai oleh orang-orang tertentu saja. Disini terjadi perubahan
23
peranan LKMD, yang sebelumnya sebagai akumulasi aspirasi masyarakat
berubah menjadi wadah aspirasi penguasa.
Masuknya teknologi ke desa, seperti halnya mekanisasi dalam bidang
pertanian, juga mempengaruhi organisasi dan manajemen usaha tani.
Mekanisasi pertanian menuntut adanya keterampilan baru bagi para
pekerja. Tuntutan tersebut, dengan sendirinya membutuhkan modal
yang besar sehingga melibatkan bank dan pemodal lainnya. Pengadaan
modal untuk pengembangan industri atau mekanisasi di desa, ditunjang
oleh kebijaksanaan pemerintah dalam bentuk pemberian pinjaman
berupa kredit. Kebijaksanaan ini meransang timbulnyakeberanian untuk
meminjam kredit dalam jumlah besar, tanpa diimbangi oleh sistem
organisasi dan manajemen yang memadai, sehingga muncul dimana-
mana tunggakan kredit, seperti bimas atau industri kecil menubggak.
Dengan terjadinya perubahan structural tersebut, tidak mampu dinafikan
bahwa budaya atau kultur masyarakat pun ikut berubah. Seperti yang
telah dijelaskan secara teoritis perubahan kultur sosial menyangkut segi-
segi non material, sebagai akibat penemuan batau medernisasi. Artinya
terjadi integrasi atau konflik unsur baru dengan unsur lama sampai
terjadinya sintesis atau penolakan sama sekali.
Masuknya teknologi atau adanya mekanisasi di desa
mengakibatkan banyaknya pertambahan jumlah penduduk yang
menganggur, transformasi yang tidak jelas, dan pola komunikasi yang
sejalan dengan perubahan komunitas di desa.kesemuanya itu merupakan
inovasi, baik itu hasil penemuan dalam berpikir atau peniruan yang
dapat menimbulkan difusi atau integrasi. Peristiwa-peristiwa perubahan
kultural meliputi “cultural lag”, “cultural survival”, “cultural conflict”
dan ”cultural shock”.
Hal di atas juga sangat besar pengaruhnya terhadap interaksi, sebab
melalui teknologi aktivitas kerja menjadi lebih sederhana dan serba
cepat. Hubungan antara sesame pekerja menjadi bersifat impersonal,
sebab setiap pekerja bekerja menurut keahliannya masing-masing
24
(spesialis). Hal ini berbeda dengan kegiatan pekerjaan yang tanpa
teknologi, tidak bersifat spesialis dimana setiap orang dapat saling
membantu pekerjaan, tidak dituntut keahlian tertentu.
Teknologi berkaitan dengan pembatasan pekerjaan yang bersifat
kerjasama, sehingga dapat menimbulkan konflik pada komunitas
pertanian. Adanya teknologi, praktek-praktek saling membantu menjadi
terhenti dan kerjasama informal menjadi berkurang. Proses mekanisasi
di daerah pertanian menyebabkan hubungan bersifat kontrak formal.
Tenaga kerja berkembang menjadi tenaga kerja formal yang
kemampuandan keahliannya terbatas. Lambat laun di pedesaan akan
muncul organisasi formal tenaga kerja sebagai akibat terspesialisasi dan
meningkatnya pembagian kerja. Hal inilah yang oleh Durkheim
dinamakan solidaritas organic (organic solidarity) yang lebih sering
terjadi pada komunitas perkotaan.
Masuknya teknologi ke desa menyebabkan kontak sosial menjadi
tersebar melalui berbagai media dan sangat luas, melauli perdagangan,
pendidikan, agama dan sebagainya. Akibat pola hubungan yang Yng
bersifat impersonal, maka ketidak setujuan atau perbedaan pendapat
sulit diselesaikan secara kekluargaan, tetapi harus melalui proses
peradilan. Hal ini tampak dengan adanya kebijaksanaan jaksa masuk
desa, dimana sebelumnya konflik di desa cukup diselesaikan dengan oleh
ketua kampong atau sesepuh desa.
25
merekam pengalaman perubahan sosial (revolusi) tersebut, namun juga
menggali studi dalam perspektif sejarah yang lebih jauh ke belakang.
Penelitian ini berhasil mengungkap fenomena perubahan politik, sosial
dan ekonomi melintasi tiga zaman, yaitu penjajahan Belanda, Jepang
hingga masa pemerintahan orde lama dan orde baru. Husken
menggambarkan terjadinya perubahan di tingkat komunitas pedesaan
Jawa sebagai akibat masuknya teknologi melalui era imperialisme gula
dan berlanjut hingga revolusi hijau.
Pendapat Marx tentang perubahan moda produksi menghasilkan
perubahan pola interaksi dan struktur sosial tergambar jelas dalam
tulisan husken. Masyarakat jawa yang semula berada pada pertanian
subsisten dipaksa untuk berubah menuju pertanian komersialis.
Perubahan komoditas yang diusahakan menjadi salah satu indikator yang
dijelaskan oleh Husken. Imperialisme gula telah merubah komoditas padi
menjadi tebu yang tentu berbeda dalam proses pengusahaannya.
Gambaran ini semakin jelas pada masa orde baru dengan kebijakan
revolusi hijaunya.
Gambaran serupa tampak pada tulisan Hefner, Jellinek dan Summers.
Kebijakan pemerintah yang mengacu pada model modernisasi selalu
menekankan pada pembangunan ekonomi yang merubah moda produksi
dari pertanian menuju industri. Pembangunan ekonomi yang berorientasi
pada kapitalisme membawa dampak pada kehidupan di tingkat
komunitas.
Ini berarti kebijakan pemerintah tidak selamanya memperhatikan apa
yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat di pedesaan. Hanya
memaksakan pemerataan pembangunan tanpa mempertimbangkan
dampak sosial yang akan terjadi dibalik kebijakan tersebut. Meskipun
introduksi teknologi dapat menerobos pedesaan, akan tetapi hal tersebut
merubah pola interaksi dari structural dan kultural masyarakat
pedesaan. Sehingga kegagalan kebijakan pemerintah terlihat jelas
dengan adanya abcontrol pada dampak negatif yang menggerayangi
26
kehidupan masyarakat desa.
Untuk perlu pertimbangan yang matang dan pisau analisis yang tajam
bagi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan pembangunan khususnya
pertanian di pedesaan. Agar tidak merusak tatanan sosial masyarakat
dan lingkungan sekitarnya.
27
adalah mekanisasi pertanian atau pengenalan mesin-mesin produksi
guna mengantikan tenaga kerja manusia.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Lynn (2003) mengemukakan bahwa keberhasilan sektor pertanian
bukan hanya alat bagi pembangunan, tetapi keberhasilan di sektor
pertanian juga menjadi tujuan dari pembangunan. Pertanian dapat
menjamin penyediaan kebutuhan milyaran penduduk di masa depan. Hal
yang berhubungan dengan transformasi sektor pertanian:
1. Peningkatan produktivitas pertanian.
2. Penggunaan sumber daya yang dihasilkan untuk pembangunan di luar
sektor pertanian.
3. Integrasi pertanian dengan ekonomi nasional melalui infrastruktur dan
pasar.
3.2 SARAN
Sebagai salah satu egara agraris, campur tangan pemerintah serta
kesadaran para petani harus terus ditingkatkan demi terciptanya
perekonomian yang lebih baik.
29
DAFTAR PUSTAKA
30