Anda di halaman 1dari 22

UREUM

Oleh: Efa transiani


10310119
Pembimbing:
Dr, H Imam Ghozali.Sp,An

DEPARTEMEN ANESTESI KEPANITERAAN KLINIK SENIOR RS PERTAMINA


BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
2015
1

UREUM

1. UREUM
Ureum adalah salah satu produk dari pemecahan protein dalam tubuh yang disintesis di
hati dan 95% dibuang oleh ginjal dan sisanya 5% dalam feses. Secara normal kadar ureum
dalam darah adalah 7 25 mg dalam 100 mililiter darah. Kadar ureum dalam serum
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Metode penetapan adalah dengan
mengukur nitrogen; di Amerika Serikat hasil penetapan disebut sebagai nitrogen ureum
dalam darah (Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 825 mg/dl. Nitrogen menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi ureum
dapat dihitung dari BUN dengan menggunakan faktor perkalian. Penetapan ureum tidak
banyak diganggu oleh artefak. Pada pria mempunyai kadar rata-rata ureum yang sedikit lebih
tinggi dari wanita karena tubuh pria memiliki lean body mass yang lebih besar. Nilai BUN
mungkin agak meningkat kalau seseorang secara berkepanjangan makan pangan yang
mengandung banyak protein, tetapi pangan yang baru saja disantap tidak berpengaruh kepada
nilai ureum pada saat manapun. Jarang sekali ada kondisi yang menyebabkan kadar BUN
dibawah normal. Membesarnya volume plasma yang paling sering menjadi sebab. Kerusakan
hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena sintesis melemah. Konsentrasi BUN juga
dapat digunakan sebagai petunjuk LFG. (Sylvia dan Price,1995). Atom atom urea berasal dari
NH2, CO2 dan nitrogen amida aspartat. Biosintesis urea berlangsung

dalam empat

tahap:transaminasi, deaminasi oksidatif glutamat, transpor amonia, dan reaksi siklus urea.
1. Pemindahan Gugus -Amino Dikatalis oleh Transaminase
Gugus -amino dari ke 20 asam L-amino yang biasa dijumpai pada protein, pada
akhirnya dipindahkan pada tahap tertentu dalam degradatif oksidatif molekul tersebut. Jika
2

tidak dipergunakan kembali untuk sintesis asam amino yang baru atau produk nitrogen
lainnya, gugus amino ini dikumpulkan dan lambat laun diubah menjadi satu produk akhir
yang dapat dikeluarkan. Pada manusia dan kebanyakan vertebrata daratan, bentuk ini adalah
urea. Pembebasan gugus -amino dari kebanyakan asam L-amino dikatalisa oleh enzim yang
disebut transaminase atau aminotransferase.
Pada reaksi ini, yang kita kenal juga sebagai transaminasi, gugus -amino
dipindahkan secara enzimatik ke atom karbon pada -ketoglutarat, sehingga dihasilkan
asam -keto, sebagai analog dengan asam amino yang bersangkutan. Reaksi ini juga
menyebabkan aminasi ketoglutarat, membentuk L-glutamat.
Asam L--amino + -ketoglutarat asam -keto + L-glutamat
Perhatikan bahwa kita tidak menjumpai deaminasi total, atau hilangnya gugus amino
di dalam reaksi ini, karena -ketoglutarat teraminasi pada saat asam -amino mengalami
deaminasi. Tujuan keseluruhan reaksi transaminasi adalah mengumpulkan gugus amino dari
berbagai asam amino dalam bentuk hanya satu asam amino, yakni L-glutamat. Jadi
katabolisme gugus asam amino menyatu menjadi produk tunggal.
Kebanyakan transaminase bersifat spesifik bagi -ketoglutarat sebagai molekul
penerima gugus amino di dalam reaksi ini seperti dituliskan di atas. Namun demikian, enzim
tersebut tidak terlalu spesifik bagi substratnya yang lain, yaitu asam L-amino
yang memberikan gugus aminonya. Beberapa transaminase yang paling penting, yang
dinamakan sesuai dengan molekul pemberi aminonya, ditunjukkan oleh persamaan di bawah
ini:
L-Alanin + ketoglutarat piruvat + L- glutamate
(alanintransaminase)
L-Aspartat + ketoglutarat oksaloasetat + L-glutamat
(aspartattansaminase)

L-Leusin + ketoglutarat - ketoisokaproat + L-glutamat


(leusintransaminase)
L-Tirosin + ketoglutarat P-hidroksitenilpiruvat + L-glutamat
(tirosin transaminase)
Jadi, -ketoglutarat merupakan senyawa umum penerima gugus amino dari
kebanyakan asam amino yang lain. L-glutamat yang terbentuk berperan untuk menyampaikan
gugus amino kepada lintas biosintetik tertentu atau menuju ke urutan akhir reaksi ini. Di sini,
hasil buangan bernitrogen dibentuk dan lalu dikeluarkan dari tubuh. Reaksi yang dikatalisis
oleh transminase bersifat dapat balik, karena tetapan keseimbangannya mencapai kira-kira
1,0. Harga G bagi reaksi tersebut, oleh karenanya mendekati nol.
Semua transaminase memiliki gugus prostetik yang terikat kuat dan mekanisme reaksi
yang bersifat umum. Gugus prostetik piridoksal fosfat, merupakan turunan piridoksin atau
vitamin B6. Piridoksal fosfat berfungsi sebagai senyawa antara pembawa gugus amino pada
sisi aktif transaminase. Selama berlangsungnya siklus katalistik, molekul ini mengalami
perubahan dapat balik di antara bentuk aldehidanya, piridoksal fosfat, yang dapat menerima
gugus amino, dan bentuk teraminasinya piridoksamin fosfat, yang dapat memberikan gugus
aminonya kepada -ketoglutarat. Dengan cara ini, gugus prostetik bertindak sebagai molekul
pembawa sementara gugus amino (yang bersifat dapat balik) dari suatu asam amino menuju
-ketoglutarat.
Transaminase merupakan contoh klasik enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi pingpong bimolecular. Pada reaksi tersebut, substrat pertama harus meninggalkan sisi aktif enzim
sebelum substrat kedua dapat terikat. Jadi, asam amino yang datang mengikat sisi aktif,
memberikan gugus aminonya ke piridoksal fosfat, dan meninggalkan enzim dalam bentuk
suatu asam -keto. Lalu, asam -keto yang datang diikat, menerima gugus amino dari
piridoksamin fosfat, dan meninggalkan enzim, sekarang dalam bentuk suatu asam amino.

Gugus karbonil dari piridoksal fosfat yang terikat oleh enzim bergabung dengan
gugus -amino dari asam amino yang datang, membentuk senyawa antara yang berikatan
kovalen, yaitu sejenis senyawa yang disebut basa Schiff. Suatu perpindahan ikatan ganda
C=N terjadi setelah itu, dan kerangka karbon asam amino yang terikat kovalen pada gugus
prostetik dalam bentuk pirikdosamin fosfat. Molekul ini sekarang membentuk basa Schiff
dengan -ketoglutarat yang datang, yang segera menerima gugus asam amino, pada
hakekatnya melalui kebalikan reaksi yang membentuknya.
Pengukuran aktivitas transminase alanin dan aspartat di alam serum darah merupakan
prosedur diagnostic yang penting di dalam ilmu kedokteran, yang digunakan untuk
menentukan gawatnya serangan jantung dan untuk memantau penyembuhan penyakit ini.
Pengukuran ini juga dipergunakan untuk mendetaksi pengaruh racun beberapa kimiawi
industri.
2.

Ammonia Dibentuk dari Glutamat


Kita telah melihat bahwa gugus amino dipindahkan dari hampir semua asam -amino

oleh transaminasi ke -ketoglutarat membentuk L-glutamat. Glutamate mengalami deaminasi


oksidatif oleh aktivitas L-glutamat dehigronase, yang memerlukan NAD + sebagai molekul
penerima ekuivalen pereduksi:
L-glutamat+ + NAD+ + H2O -ketoglutarat2- 3NH4 + NADH + H+
Enzim ini terdapat hanya dalam mitokondria, yaitu pada matriksnya. Glutamate
dehidronase menyababkan terbentuknya hampir semua ammonia di dalam jaringan hewan,
karena glutamate merupakan satu-satunya asam amino dengan gugus -amino yang dapat
secara langsung dilepaskan pada kecepatan tinggi dengan cara tersebut. Glutamat dan
glutamate dehidronase memegang peranan yang unik di dalam metabolisme golongan amino.
Glutamate dehidronase merupakan enzim alosterik yang kompleks. Berat molekulnya
kira-kira 300.000, dan enzim ini terdiri dari enam subunit yang identik terhadap sesamanya,

masing-masing mengandung satu rantai polipeptida yang terdiri dari 500 residu. Enzim
tersebut diaktifkan dengan kuat oleh modulator positif ADP, tetapi dihambat oleh GTP, yang
merupakan produk reaksi suksinil-KoA sintetase di dalam siklus asam sitrat. Bilamana sel
hati memerlukan bahan bakar bagi siklus asam sitrat untuk membentuk ATP, aktivitas
glutamate dehidrogenase meningkat, menyebabkan -ketoglutarat tersedia bagi siklus asam
sitrat dan membebaskan NH3 untuk dikeluarkan di dalam tubuh. Sebaliknya, bilamana GTP
terakumulasi di dalam mitokondria sebagai akibat aktivitas yang tinggi pada siklus asam
sitrat, deaminasi oksidatif glutamate menjadi terhambat.
Ammonia dapat dihemat dan digunakan kembali di dalam sintesis asam amino. Dalam
hal ini, glutamate dehidrogenase bekerja dalam arah kebalikannya, mereduksi ammonia dan
-ketoglutarat untuk memebentuk glutamate. Namun demikian, reaksi ini dijalankan oleh
reaksi yang berkaitan dengan NADP, dan bukannya hanya kebalikan dari reaksi yang
berkaitan dengan NAD, yang sederhana, seperti dituliskan di atas.
NADPH + NH4+ + -ketoglutarat2- NADP+ + glutamate- + H2O
Penggunaan kedua koenzim yang berbeda oleh glutamate dehidrogenase untuk
membebaskan dan menarik NH3 memungkinkan regulasi yang tidakter gantung pada
deaminasi glutamate dan aminasi -ketoglutarat, walaupun keduanya dikatalisa oleh enzim
yang sama.
Intoksikasi amonia dapat mengancam nyawa, amonia yang diserap di hasilkan oleh
bakteri usus dan diserap ke dalam darah vena porta dan amonia yang dihasilkan oleh jaringan
cepat disingkirkan dari sirkulasi oleh hati dan diubah menjadi urea. Hal ini sangat penting
karna amonia bersifat toksik bagi susunan saraf pusat, seandainya dalam darah porta meminta
(mem-bypass) hati, kadar amonia sistemik dapat meningkat hal ini terjadi pada gangguan
fungsi hati yang parah atau terjadinya hubungan kolateral antara vena porta dan vena sistemik
pada sirosis. Gejala intoksikasi amonia mencakup tremor, penglihatan kabur koma bahkan

kematian. Amonia dapat bersifat toksik bagi otak karena zat ini bereaksi dengan aketoglutarat untuk membentuk glutamat, kadar a-ketoglutarat yang menurun menggangu
fungsi asam trikarbiksilat di neuron.

3. . Urea Dibentuk oleh Siklus Urea


Pada hewan, ureotelik, ammonia yang dihasilkan dari deaminasi asam amino diubah
menjadi urea di dalam hati oleh mekanisme siklik, yaitu siklus urea, yang pertama kali
ditemukan leh Hans Krebs dan Kurt Henseleit pada 1932. Krebs dan Henseleit menemukan
bahwa kecepatan pembentukan urea dari ammonia oleh irisan tipis hati yang disuspensikan di
dalam medium buffer aerobic dipercepat oleh penambahan salah satu dari tiga senyawa
spesifik, ornitin, sitrulin, atau arginin.
Arginin tentunya merupakan salah satu asam amino baku yang ditemukan pada
protein. Walaupun ornitin dan sitrulin juga merupakan asam -amino, golongan ini tidak
terdapat sebagai unit pembangun molekul protein. Ketiga senyawa ini merangsang aktivitas
sintesis urea jauh melampaui aktivitas senyawa bernitrogen umum lainnya yang diuji.
Struktur ketiga senyawa aktif ini memperlihatkan bahwa ketiganya mungkin berhubungan
satu sama lain dalam satu urutan, dengan ornitin sebagai pemula sitrulin dan selanjutnya
sitrulin menjadi pemula arginin.
Arginin telah lama diketahui dapat terhidrolisa menjadi ornitin dan urea oleh kerja
enzim arginase.
Arginin + H2O ornitin + urea
Krebs menyimpulkan bahwa suatu proses siklik terjadi, dengan ornitin memegang
peranan serupa dengan oksalaasetat di dalam siklus asam sitrat. Molekul ornitin bergabung
dengan satu molekul NH3 dan satu CO2 membentuk sitrulin. Molekul kedua ammonia
ditambahkan ke sitrulin, membentuk arginin, yang lalu terhidrolisis menghasilkan urea,

dengan pembentukan kembali molekul ornitin. Semua organisme yang mampu melakukan
biosintesis arginin dapat mengkatalisis reaksi-reaksi ini sampai ke titik arginin, tetapi hanya
hewan ureotelik yang dilengkapi sejumlah besar enzim arginase, yang mengkatalisis
hidrolisis tidak dapat kembali menjadi arginin, membentuk urea dan ornitrin. Ornitrin yang
diregenerasi ini lalu siap untuk memulai putaran selanjutnya siklus urea ini.
Urea, yang merupakan produk siklus ini, merupakan senyawa netral, tidak beracun
dan larut di dalam air. Molekul ini diangkut melalui darah menuju ginjal dan dikeluarkan ke
dalam urin.

4.

Siklus Urea Terdiri Atas Beberapa Tahap Kompleks


Gugus amino pertama yang memasuki siklus urea muncul dalam bentuk ammonia

bebas, oleh deasimenasi oksidatif glutamate di dalam mitokondria sel hati. Reaksi ini
dikatalisis oleh glutamate dehidrogenase, yang memerlukan NAD+.
Glutamat- + NAD+ + H2O -ketoglutarat2- + NH4+ + NADH + H+

a.

Reaksi pada sintesis karbamil fosfat


Amonia bebas yang terbentuk segera dipergunakan, bersama-sama dengan karbon

dioksida yang dihasilkan di dalam mitokondria oleh respirasi, untuk membentuk


karbamoil fosfat di dalam matriks, pada suatu reaksi yang bergantung kepada ATP, yang
dikatalisis oleh enzim karbamoil fosfat sintetase I. Angka Romawi ini menunjukkan
bentuk mitokondria enzim ini, untuk membendakannya dari bentuk sitosolnya (II).
Dalam reaksi pembentukan karbamil fosfat ini, satu mol ammonia bereaksi dengan
satu mol karbondioksida dengan bantuan enzim karbamoilfosfat sintetase. Reaksi ini
membutuhkan energy, karenanya reaksi ini melibatkan dua mol ATP yang diubah menjadi
ADP. Disamping itu sebagai kofaktor dibutuhkan Mg2+ dan N-asetil-glutamat.

Go= -3,3 kkal/mol

Karbamoil fosfat

Karbamoil fosfat sintetase I merupakan enzim pengatur, enzim ini memerlukan Nasetilglutamat sebagai modulator positif atau perangsangnya. Karbamoil fosfat merupakan
senyawa berenergi tinggi, molekul ini dapat dipandang sebagai suatu pemberi gugus
karbamoil yang telah diaktifkan. Perhatikan bahwa gugus fosfat ujung dari dua molekul ATP
dipergunakan untuk membentuk satu molekul karbamoil fosfat.

b. Reaksi pada pembentukan siturulin


Pada tahap selanjutnya dari siklus urea, karbamoil fosfat memberikan gugus
karbamoilnya kepada ornitin untuk membentuk sitrulin dan membebaskan fosfatnya, dalam
suatu reaksi yang dikatalisis oleh ornitin transkarbamoilase yang terdapat pada bagian
mitokondria sel hati, yakni enzim mitokondria yang memerlukan Mg2+.
Karbamoil fosfat + ornitin sitrulin + Pi- + H+
Sitrulin yang terbentuk sekarang meninggalkan mitokondria dan menuju ke dalam
sitosol sel hati.
Gugus amino yang kedua sekarang datang dalam bentuk L-aspartat, yang sebaliknya
diberikan dari L-glutamat oleh kerja aspartat transaminase.
Oksalasetat + L-glutamat L-aspartat + -ketoglutarat
L-Glutamat tentunya menerima gugus amino dari kebanyakan asam amino umum
lainnya oleh transaminasi menjadi -ketoglutarat. Pemindahan gugus amino kedua ke sitrulin
terjadi dengan reaksi pemadatan di antara gugus amino aspartat dan karbon karbonil sitrulin
dengan adanya ATP, untuk membentuk agininosuksinat. Reaksi ini dikatalisa oleh
arginosuksinat sintetase sitosol hati, suatu enzim yang tergantung kepada Mg2+.

c.

Reaksi pada asam argininosuksinat

Selanjutnya

siturulin

bereaksi

dengan

asam

aspartat

membentuk

asam

argininosuksinat. Reaksi ini berlangsung dengan bantuan enzim argininosuksinat sintese.


Dalam reaksi tersebut ATP merupakan sumber energy dengan jalan melepaskan gugus fosfat
dan berubah menjadi AMP.
Sitrulin + aspartat + ATP argininosuksinat + AMP + PPi + H+
Pada tahap selanjutnya argininosuksinat segera terurai oleh argininosuksinat liase untuk
membentuk arginin dan fumarat bebas.
Argininosuksinat arginin + fumarat
Fumarat yang terbentuk, kembai menuju kumpulan senyawa antara siklus asam sitrat.

d. Reaksi pada penguraian asam argininosuksinat


Dalam reaksi ini asam asam argininosuksinat diuraikan menjadi arginin dan asam
fumarat. Reaksi ini berlangsung dengan bantuan enzim argininosuksinase, suatu enzim yang
terdapat dalam hati dan ginjal.

e. Daur Urea Berkaitan dengan Daur Asam Sitrat


Stokiometri sintesis urea adalah:
CO2+NH4++3ATP+Aspartat+2H2OUrea+2ADP+2Pi+AMP+PPi+fumarat
Pirofosfat dihidrolisis dengan cepat dan dengan demikian 4 ikatan fosfat energy tinggi
(-P) digunakan dalam reaksi ini untuk membentuk 1 molekul urea. Sintesis asam fumarat
pada daur urea merupakan reaksi penting sebab reaksi ini mengkaitkan daur urea dengan daur
asam sitrat. Fumarat mengalami hidrasi menjadi malat, yang pada gilirannya dioksidasi
menjadi oksaloasetat. Oksaloasetat dapat mengalami:
1.

Mengalami transaminasi menjadi aspartat

2.

Berubah menjadi glukosa melalui jalur glukoneogenesis

10

3.

Berkondensasi dengan Asetil Ko-A membentuk sitrat

4.

Berubah menjadi pirufat


Pengkotak-kotakan daur urea dan reaksi-reaksi yang menyertainya juga penting.

Pembentukan NH4+ oleh glutamate dehidrogenase, penggabungannya ke dalam karbomoil


fosfat dan sintesis siturulin berikutnya terjadi di matriks mitokondria. Sebaliknya tiga reaksi
dalam daur urea berikutnya terjadi dalam sitosol.

2. Sindrom uremik
Sindrom uremik adalah suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau berkaitan dengan
retensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi
pada sindrom uremik, yang pertama gangguan fungsi pengaturan dan eksresi, kelainan
volume cairan dan elkrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen,
serta anemia yang disebabkan penyakit defisiensi sekresi ginjal, yang kedua kelompok
gambaran klinis seperti kelainan kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna,
Manifestasi sindrom uremik:
a. Sistem biokimia: asidosis metabollik, azotemia, hiperkalemia, retensi natrium,
hipermagnesemia, hiperurisemia
b. Genitourinari: poliuri berlanjut oliguri lalu anuria, nokturia, proteinuria, hilangnya
libido, amenore, dan sterilitas.
c. Kardiovaskular: hipertensi, retinopati dan ensefalopati hipertensi, edema, gagal
janung kongeftif, perikarditis disritmia.
d. Pernafasan: kussmaul, dyspea, edema paru, pneumonitis
e. Hematologik: anemia, hemolisis kecenderungan perdarahan, menurunnya resistensi
terhadap infeksi ( infeksi saluran kemih, pneumonia, septikemia)
f. Kulit: pucat, pruritus, perubahan kulit dan kuku. Kuku mudah patah, tipis bergerigi
ada garis-garis merah biruberkaitan denga kehilangan protein
g. Saluran cerna: anoreksia mual, munah, nafas berbau amonia, rasa kecap logam, diare,
gastritis
h. Neuromuskular: otot mengecil dan lemah, sistem saraf pusat ( penurunan ketajaman
mental, konsentrasi memburuk, apati, letargi/gelisah, insomia, kekacauan metal,

11

koma), neuropati perifer ( konduksi saraf melambat, sindrom restless leg, parestesi,
foot drop hingga paraplegia)
i. Gangguan kalium dan rangka: hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme
sekunder, osteodistrofi ginjal, frakttur patologik, konjungtivitis (mata merah pada
uremik)
A. Gangguan biokimia
a. Asidosis metabolik: pada orang normal ginjal harus mengeluarkan 40-60
meqion hidrogen (H+) untuk mencegah asidosis setiap harinya, pada gagal
ginjal terjadi gangguan untuk mensekresikan H+ mengakibatkan asidosis
sistemik disertai penurunan kadar bikarbonat dan ph plasma. Kadar
bikarbonat menurun karna digunakan unuk mendapatkan sekresi hidrogen.
Kemudian NH4 keluar untuk mempertahankan hidrogen dan kadar
bikarbonat. Kemuan ekskresi fosfat untuk mensekesi H+ dalam asam yang
dapat dititrasi, pada gagal ginjal fosfat tretahan dalam tubuh karna
berkurangnya masa nefron. Retensi sulfat dan penurunan jumlah HCO3 juga
ikut berperan.
Gejala anoreksia mual, muntah, sring pada pasien uremia sebagia disebabkan oleh
asidosis. Salah satu gejala asidosis adalah pernafasan kussmaul, yaitu pernafasan
cepat dan dlam karena kebutuhan untuk meningkatkan ekskresi karbon dioksida
sehingga mengurangi keparahan asidosis.
b. Ketidakseimbangan kalium
Erjadi pergeseran kalium dari dalam sel ke cairan eksra sel. Efek yang
mengancam pada hiperkalemi adalah hantaran listrik jantung bila mencapai 7-8
akan timbul disritmia dan terhentinya denyut jantung.
c. Ketidakseimbangan natrium
Pada gagal ginjal kronik ginjal kehilangan kemampuan untuk eksresi natrium.
Pada insufisiensi ginjal dini bila terjadi poliuriterjadi kehilangan natrium karena
peningkatan beban zatterlarut nefron masih utuh. Diuresis osmotik menyebabkan
kehilangan natrium secara obligat. Apabila gagal ginjal diikuti dengan oliguria
12

maka pasien cenderung mempertahankan natrium. Resistensi natrium dapat


menyebabkan edema, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung
kongestif terjadi akibat hipertensi dan peningkatan kaar aldosteron.
d. Hipermagnesemia
Penderita uremia akan mengalami penurunan kemampuan untuk untuk
mensekresi magnesium.
e. Azotemia
Peningkatan tajam urea dan kreatinin plasma biasanya timbul tanda gagal ginjal
terminal dan menyertai gejala uremik.
f. Hiperuresemia
Terjadi karena gangguan ekskresi ginjal sehingga kadar asam urat meningkat,
namun penderita uremia tidk jarang pula mengalami serangan artritis gout akibat
endapan garam urat pada sendi dan jaringan lunak.
B. Gangguan kemih-kelamin
Berkaitan denan metabolisme air, poliuri akibat diuresis osmotik lambat laun
akan menjurus oliguria bahkan nuria karena kerusakan masa nefron. Deangan
berkurangnya masa nefron dan GFR maka proteinuria semakin tak berarti atu
hilang sama sekali. Perempuan muda yang menderita uremia mungkin berhenri
menstruasi sedangkan laki-laki menjadi impoten dan steril GFR turun hingga
5ml/menit.
C. Kelainan kardiovaskular
Sindrom uremik sering disertai hipertensi dan gagal jantung kongeftif. Sekitar
90% hipertensi tergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan
natrium dan 10% bergantung pada renin. Kombinasi hipertensi, anemia dan
retensi natrium meningkatkan angka gagal jantung.
Perikarditis terjadi karena toksin metabolik yang enetap manifestasi klinis nyeri
pada inspirasi atau saat berbaring tetapi 2/3 asimtommatik.pada auskultasi
terdegar friction rub bolak-balik. Foto thorak memperlihatkan gambaran jantung
yang membesar.

13

Aritmia jantung yang sering menyertai ketidakseimbangan K+ pada gagal gijal


juga di pengaruhi oleh ketidakseimbangan Na+. Ca+, H+, dan mg ++.
D. Perubahan pernafasan
Pernafasan yang bera dan dalam (kussmaul) pada penderita sidosis berat. Pada
asidosis yang sedang timbul dysneupada waktu melakukan kegiatan fisik.
Komplikasi pada pernafasan adalah paru uremik dan pneumonitis.foto thorak
memperlihatkan infiltrasi bilateral berbentuk kupu-kupu pada paru. Keaadan ini
merupakan suatu edem apru yang disertai kelebihan cairan akibat retensi natrium
dan air/gagal ventrikel kiri. Konfigurasi kupu-kupu pada edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler alveolar disekitar hilus paru. Kongestif paru
menghilang dengan menurun cairan tubuh melalui pembatasan garam dan
hemodialisis.
E. Kelainan hematologi:
Anemia normositik dan normokromik khas pada sindrom uremik. Penyebabnya
adalah berkurangnya pembentukan sel-sel darah merah. Diakibatkan defisiensi
eritropoitin ileh ginjal . racun uremik dapat menginaktifasi eritropoiten. Fakror
kedua karena hanya sekitar separuh dari masa hidup SDM normal.
Kecenderungan

defisiensi

eritropoiten

karena

hemolitik.

Faktor

lain

menyebabkan anemia adalah defisiensi besi dan asam folat. Defisiensi besi
karena kehilangan darah dan absorbsi saluran cerna yang kurang. Kecenderungan
untuk mengalami perdarahan pada ureumia agaknya disebabkan oleh gangguan
kualitatif trombosit terjadi gangguan adhesi.
Pucat akibat anemia yang menetap merupakan ciri khas pasien uremia. Anemia
akan mengakibatkan kelelahan. Bila kadar Hb 8g/100 ml mengakibatkan dysneu.
Pasien uremik mengalami demam ringan sebagai respon terhadap infeksi
penyebab hipotermi oleh inhibisi pompa Na-K yang terletak di dalam membran
sel oleh sitokin uremik.

14

F. Perubahan kulit
Penimbunan pigmen urine (terutama urokrom) bersama anemia pada insufisiensi
gagal hinjal akan menyebabkan kulit pasien menjadi putih seakan-akan berlilin
dan kekuning-kuningan. Pada orang kulit coklat kulit akan berwarna coklat
kekuning-kuningan, sedangkan pada orang kulit hitam akan berwarna abu-abu
bersemu kuning terutama di daerah telapak tangan dan kaki. Kulit mungkin
kering dan bersisik sedangkan rambu menjadi rapuh dan berubah warna, kuku
mmenjadi tipis dan bergerigi memperlihatkan garis-garing terang kemerahan
yang berselang seling. Perubahan ini merupakan ciri khas kehilangan protein
kronik (garis muehrcke). Penderita anemia sering mengalami pruritus uremik.
Bila BUN sangat tinggi makan bagian-bagian kulit yang berkeringat akan timbul
kristal-kristal urea yang halus berwarna putih, dikenal sebagai kristal uremik.
G. Gejala dan tanda pada saluran cerna
Dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah dan gejala tersebut mempengaruhi
berat badan pada pernderita gagal ginja kronik. Pasien mengeluh rasa kecap
logam pada mulutnya dan nafas berbau amonia. Mulut dapatmengalami
peradangan dan ulserasi (somatitis) dan lidah dapat menjadi kering dan
berselaput, terkadang timbul parotis.
Flora normal mulut terdiri dari organisme-organisme yang dapat memecah urea
dalam saliva sehingga menyebabkan terbentuknya amonia, ininal yang
menyebabkan bau urine pada nafas. Dapat menyebabkan tukak pada mukosa
lambung dan usus besar dan kecil, dan dapat menyebabkan perdarahn yang cukup
berat.
H. Kelainan metabolisme intermedia
Ciri khas pada sindrom uremik meskipus mekanisme fisiologisnya belum
diketahui dengan jelas:
1. Protein
Diet pembatasan protein dapat mengurani gejala-gejala lemah, letih, mual,
anorekisa, mebuktikan dapat menghambat kerusakan ginjal lebih lanjut,
15

alasan lain karena H+. K+, fosfat di dapat dari makanan sehingga harus
dibatasi dengan ketat agar tidak terjadi penimbunan.

Sintesis protein

abnormal dalam darah nyata dari meningkatnya atau menurunnya asam amino
tertentu, makna klinis belum diketahui.
2. Karbohidrat dan lemak
Gangguan metabolisme karbohidrat seringkali disebabkan oleh uremia. Kadar
gula darah puasa meningkat hingga 50% pasien uremia, tetapi tidak melebihi
2200mg/100ml. Penyebabnya adalah jaringan perifer yang tidak peka
terhadap insulin
Metabolisme lemak abnormal ditandai dengan kadar trigleserid serum yang
tinggi faktor-faktor peningkatan kadar trigliserida adalah peningkatan kadar
glukosa dan insulin serta penggunaan asetat pada dialisat.
I. Kelainan neuromuskular
1. Sistem saraf pusat
Gejala dini penurunan ketajaman serta kemampuan berfikir , apatis dan
kelelahan. Pasien mengeluh letih, lesu dan tak bisa menyelesaikan
pekerjaan normal. Pasien yang tidak diobati dapat mengalami kegelisahan
dan koma. Jika timbul kejang maka biasanya menyertai ensefalopati
hipertensif. Iritabilitas neuromuskular dinyatan dengann sentakan atau
kedutan involunter pada otot-otot. Kadang-kadang timbul asteriksis
( flaping tremor pada tangan) tanda keracunan serebral.
2. Neuropati perifer
Tanda paling dini adalah perlambatan konduksi saraf. Pasien merasakan
hal aneh Yng dapat diredakan dengan jalan-jalan atau menggerakkan kaki.
Stadium 2 adalah timbul perubahan pada sensorik ekstremitas mengalami
nyeri seperti terbakar, perasaan baal atau arestesia pada jari kaki
kemudian menjalar ke tungkai seperti kaos kaki panjanng, stadium
selanjutnya parestesi pada jari-jari tangan akhirnya saraf motorik
terserang, gangguan motorik seperti foot drop dan berkembang menjadi
16

paraplegia. Gambaran patologi berupa kehilangan myelin dan keruskan


saraf-saraf perifer ang disebabkan racun uremik dan ketidakseimbangan
elekttrolit. Hemodialisis dapat menghentikan perkembangan neuropati
perifer.
J. Gangguan kalsium dan rangka (osteodistrofi ginjal)
Osteodistrofi ginjal terdiri dari tiga lesi:
1. Osteomalasia: merupakan gangguan tulang yang palling sering berupa
gangguan mineralisasi tulang dan disebabkan oleh defisiensi
1,25dihidrokloroksiferol aau kasiterol bentuk paling aktif vitamin D
yang dimetabolisme oleh ginjal. Defisiensi bentuk paling aktif vitamin
D menyebabkan sangat terganggunya absorbsi kalsium dari usus.
Dalam tulang osteoblas terus membentuk osteoid, tetapi kadar kalsium
serum yang rendah dan kerja vitamin D yang tak aktif pada tulang tak
memungkinkan terjadi mineralisasi. Jaringan osteoid akhirnya
menggantikan tulang normal sehingga terjadi osteomalasia pada orang
dewasa dan rakitis pada anak-anak.
2. Osteitis fibrosa ditandai dengan respsi osteoklasik tulang serta
penggantian tulang oleh jaringan fibrosa.demineralisasi tulang bersifat
lokal dan tampak seperti lesi kistik atau penurunan densitas tulang
pada radiogram. Osteitis fibrosa disebabkan oleh peningkatan kadar
hormon paratiroid pada gagal ginjal kronik.
3. Osteosklerosis
Lebih jarang ditemukan sering bermanifestasi pada vertebrae yang
tampak berpita atau bergaris pada radiogram. Disebabkan oleh selangseling antara pengurangan dan peningkatan densitas tulang.
K. Patogenesis osteodistrofi ginjal
Dalam keadaan normal, kalsium dan fosfat serum berada dalam
keseimbangan dengan kalsium dan fosfat fase padat dalam tulang. PTH

17

dan 1,25dihidroklorofosfat merupakan pengattur utama proses absorbsi


dari usus, ekskresi oleh ginjal, serta pengendapan dan reabsorbsi mineralmineral ini pada tulang. Lebih jauh kadar calsium dan fosfat serum
mempunyai hubungan yang terbalik yaitu bila kadar kalsium serum yang
menaik maka kadar fosfat menurun dan demikian pula sebaliknya.
Hubungan

yang

saling

mempengaruhi

ini

berperan

dalam

mempertahankan produksi campuran kalsium-fosfat dalam jumlah yang


konstan sehingga tidak terjadi endapan dalam sistem vaskuler. Jika GFR
menurun hingga 25% maka retensi fosfat menyebabkan penurunan kadar
kalsium serum. Keadaan azotemia juga menggangu pengaktifan vitamin
D3 oleh ginjal, yang dikeluarkan untuk absorbsi kalsium dari usus. Kedua
faktor tersebut cenderung menyebabkan hipokalsemia. Hipokalsemia
merangsang kalenjar paratiroid untuk mengeluarkan lebih banyak PTH,
yang menyebabkan resorpsi kalsium dan fosfat serum kembali normal.
Tetapi dengan makin menurunnya GFR kalsium serum yang rendah dan
fosfat yang tinggi terus merangsang aktifitas paratiroid. Kalenjar
paratiroid dapat menunjukkan hiperplasia dari sel-sel sekretorik, yang
jelas lepas dari pengendalian fisiologis. Akibatnya terjadi peningkatan
demineralisasi tulang rangka. Berlangsung proses tersebut terbukti dari
peningkatan kadar fosfat basa serum. Produksi kompleks kalsium fosfat
menjadi tinggi sehingga terbentuk endapan garam kalsium fosfat dalam
darah. Tempat pengendapan yaitu di sekitar sendi-sendi, mengakibatkan
artritis

yang

menimbulkan

nyeri.

Bila

endapan

dalam

ginal

(nefrokalsinosis).penimbunan dalam jantng dan paru menyebabkan


disritmia, kardiomiopati, fibrosis paru. Serta endapan pada mata. Endapan

18

pada konjungtiva dan kornea mata disebut keratopati pita. Sebagai


kekeruhan granula yang berwarna abu-abu atau keputih-putihan dalam
bentuk sabit pada sisi nasal atau temporal limbus. Endapan garam kalsium
di mata karena Ph di tempat ini tinggi sehingga mempermudah
pengedapan. Endapan pada konjungtiva menyebabkan iritasi yang hebat
dan berair serta mata merah.

Penatalaksanaan
1. Gangguan elektrolit
Penurunan GFR sampai di bawah 50% nilai normal akan disertai penurunan
reabsorpsi bikarbonat yang menyebabkan asidosis sistemik, akibatnya terjadi degradasi
protein dan efluks kalsium dari tulang. Terapi ditujukan untuk mempertahankan konsentrasi
bikarbonat serum sebesar 20-22 mEq/L (20-22 mmol/L) dengan cara pemberian suplemen
sodium bikarbonat atau pengikat fosfat. Hiperkalemia dapat terjadi karena ketika penyakit
ginjal memburuk, tubulus distal yang terisisa terus menerus mensekresikan kalium.
Peningkatan aldosteron juga mendorong sekresi kalium dengan menstimulasi pertukaran
natrium-kalium di ginjal dan kolon. Hipokalemia dapat juga terjadi pada anak yang menderita
CKD, namun cenderung terjadi pada pasien yang memiliki defek tubular seperti pada
sindrom Faconi.
Tabel 5. Pengobatan hiperkalemia
Obat
Sodium

Dosis
Efek samping
11 ([0,6 x BB]x[kadar bikarbonat yang diharapkan- Dapat

Bikarbonat

kadar bikarbonat saat ini) : 2


19

menyebabkan

0,5 1 mEq/kgBB IV dalam 1 jam

hipokalsemia

0,5 1 ml/kgBB IV dalam 5-15 menit

Aritmia

Kalsium Glukonat
(10%)

Glukosa: 0,5 g/kgBB dengan Insulin: 0,1 unit/kgBB Hipoglikemia

Glukosa

dan IV dalam 30 menit

insulin

1 g/kgBB per dosis per rectal atau PO

Dapat

Sodium polistiren

menyebabkan

sulfonat

konstipasi/diare
5-10 mg secara aerosol

Takikardia,

Agonis beta

hipertensi

2. Osteodistrofi ginjal Pada CKD dapat terjadi hipokalsemia dan hiperfosfatemia.


Pertumbuhan linear dapat juga terpengaruh akibat hiperparatiroidisme sekunder
akibat osteodistrofi ginjal yang menyebabkan perubahan struktur lempeng
pertumbuhan kartilago dan fibrosis tulang endokondral. Pada anak-anak dengan
CKD, kelainan tulang harus ditangani dengan agresif. Suplementasi vitamin D
dapat diberikan, berupa dihidrotakisterol (DHT), kalsifediol, kalsitriol dan
perikalsitol (vitamin D baru yang diberikan secara IV untuk anak dengan CKD
dan diterapi hemodialisis). Hiperfosfatemia dapat diatasi dengan pemberian
3.

pengikat fosfat.
Anemia, anemia pada CKD dapat disebabkan oleh menurunnya produksi
eritropoeitin atau kekuranagn zat besi. Data morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup dari K/DOQI menunjukan bahwa mempertahankan hematokrit pada 3336% dan hemoglobin pada 11,0-12,0 g/dl sangat penting untuk anak dengan CKD.
Dengan perbaikan anemia, terdapat perbaikan dalam perkembangan kognitif,
fungsi jantung, dan ketahanan fisik serta menurunnya mortalitas. Terapi zat besi12
oral sebaiknya dimulai pada dosis 2-3 mg/kgBB per hari berupa zat besi elemental
20

diberikan dalam dua atau tiga dosis terbagi saat perut kosong dan tidak boleh
bersamaan dengan pengikat fosfat karena zat besi berikatan dengan pengikat
fosfat. Eritropoeitin dapat diberikan1-3 kali per minggu. Dosis awal sebesar 30300 unit/kgBB per minggu, dosis rumatan ditentukan dan disesuaikan berdasarkan
nilai hemoglobin bulanan. Darbepoeitin merupakan eritropoeitin bentuk baru yang
memiliki waktu paruh lebih panjang dan dapat diberikan sekali tiap 2 minggu atau
satu bulan yang saat ini sedang diteliti penggunaannya untuk anak-anak
4. Hipertensi Target tekanan darah pada anak dengan CKD adalah di bawah persentil
90 sesuai usia dan jenis kelamin. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI)
dan angiotensin reseptor blocker (ARB) lebih efektif dalam mencegah
progresifitas kerusakan ginjal karena menurunkan tekanan intraglomerular dan
proteinuria melalui efek langsung pada sirkulasi glomerulus.
5. Hemodialisa
6. Transplantasi Ginjal Begitu mengalami ESRD, penanganan terbaik adalah
transplantasi ginjal. Transplantasi jarang dilakukan pada bayi berusia kurang dari
6 bulan dengan berat badan kurang dari 6 kg karena dugaan peningkatan risiko
kegagalan akibat infeksi, masalah teknis dan obat-obatan imunosupresan. Pada
umumnya yang dapat dilakukan transplantasi adalah yang usianya lebih dari 1
tahun dan berat badan minimal 10 kg

21

DAFTAR PUSTAKA

Lehninger, A. L. 1987. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid II. Erlangga: Surabaya.


Strayer, L. 1995. Biochemistry. W.H freeman and Company: New York.
Martoharsono, S. 1976. Biokimia Jilid II. UGM Press: Yogyakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai