Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit neurodegeneratif
yang serius yang menyebabkan kelemahan otot, kecacatan, dan akhirnya
menyebabkan kematian yang dikarenakan oleh degenerasi dari motor neuron di
korteks motorik primer, batang otak dan medula spinalis. ALS pertama kali
dijelaskan pada 1869 oleh Jean-Martin Charcot neurolog Perancis dan karenanya
juga dikenal sebagai penyakit Charcot, namun memperoleh pengakuan populer
dan paling terkenal eponim nya setelah pemain baseball Lou Gehrig
mengumumkan diagnosis dengan penyakit pada tahun 1939. ALS juga dikenal
sebagai motor neuron disease (MND).
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah istilah yang digunakan untuk
sebuah sindrom neurodegeneratif yang ditandai dengan degenerasi progresif dari
motor neurone. Bagaimanapun juga, ALS merupakan istilah yang digunakan
dalam praktek klinis modern untuk menunjukkan bentuk paling umum dari
penyakit, Klasik (Charcot) ALS. Sindrom lain yang terkait dengan degenerasi
motor neuron meliputi, cerebral Progresif bulbar (PBP), atrofi otot Progresif
(PMA), Primer lateral sclerosis (PLS), Flail lengan sindrom (Vulpian-Bern-Hardt
sindrom), sindrom kaki Flail (Pseudopolyneuritic bentuk) dan ALS dengan multisistem keterlibatan (misalnya, ALS- Demensia). Lord Russell Otak diusulkan
Motor jangka.
Kejadian (rata-rata 1,89 per 100.000 / tahun) dan prevalensi (rata-rata 5,2
per100, 000) relatif seragam di negara-negara Barat, meskipun fokus dari
frekuensi yang lebih tinggi terjadi di Pasifik Barat. Usia rata-rata onset untuk ALS
sporadis adalah sekitar 60 tahun. Secara keseluruhan, ada sedikit prevalensi lakilaki (M: F rasio 1,5:1).
Penyebab ALS tidak diketahui, walaupun 5-10% dari kasus bersifat
familial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ALS dapat mempunyai
mekanisme biologis yang sama dengan penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson,
dan penyakit neurodegenerative lain. Dalam bentuk klasik, ALS mempengaruhi

motor neuron di 2 tingkat atau lebih yang mempersarafi beberapa daerah tubuh.
Ini mempengaruhi lower motor neuron yang berada di cornu anterior dari sumsum
tulang belakang dan batang otak, jaras kortikospinalis upper motor neuron yang
berada di gyrus precentral, dan sering prefrontal motor neuron yang terlibat dalam
perencanaan aktivitas upper dan lower motor neuron.
Pada penyakit ini susunan somatosensorik sama sekali tidak terganggu.
Maka dari itu, manifestasinya terdiri atas gangguan gerakan, yang
memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN dan LMN secara bersamaan. Oleh
karena itu, hiperefleksia, klonus dan reflex patologis dapat ditemukan secara
berdampingan dengan atrofi otot dan arefleksia pada satu penderita yang sama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
I.

Upper motor neuron


Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong
dalam kelompok UMN. Berdasarkan perbedaan anatomi dan fisiologik
kelompok UMN dibagi dalam susunan pyramidal dan ekstrapiramidal.
a. Susunan pyramidal
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung
ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok
UMN. Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni girus presentralis.
Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik.
Mereka berada di lintasan ke-V dan masing-masing memiliki
hubungan dengan gerak otot tertentu. Yang berada di korteks motorik
yang menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai koneksi
dengan gerak otot kaki dan tungkai bawah. Neuron-neuron korteks
motorik yang dekat dengan fisura lateralis serebri mengurus gerak otot
laring, farings dan lidah. Penyelidikan dengan elektrostimulasi
mengungkapkan bahwa gerak otot seluruh belahan tubuh dapat
dipetakan pada seluruh kawasan korteks motorik sisi kontralateral.
Peta itu dikenal dengan homunculus motorik.
Dari bagian mesial girus presentralis (=area 4= korteks motorik) ke
bagian lateral bawah, secara berurutan terdapat peta gerakan kaki,
tungkai bawah, tungkai atas, pinggul, abdomen/toraks, bahu, lengan,
tangan jari-jari, leher, wajah, bibir, otot pita suara, lidah dan otot
penelan. Yang menarik perhatian adalah luasnya kawasan peta gerakan
tangkas khusus dan terbatasnya kawasan gerakan tangkas umum.
Melalui aksonya neuron korteks motorik menghubungi motorneuron
yang membentuk inti motorik saraf cranial dan motoneuron di kornu
anterior medulla spinalis.

Askon-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar-kortikospinal.


Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik
dan di tingkat thalamus dan ganglia basalis mereka terdapat diantara
kedua bangunan tersebut. Itulah yang disebut dengan kapsula interna,
yang dapat dibagi dalam krus anterior dan krus posterior. Sudut yang
dibentuk kedua bagian interna itu dikenal sebagai genu. Penataan
somatotopik yang telah dijumpai pada korteks motorik ditemukan
kembali di kawasan kapsula interna mulai dari genu sampai seluruh
kawasan krus posterius.
Di tingkat mesensefalon serabut-serabut itu berkumpul di 3/5
bagian tengah pedunkulus serebri dan diapit oleh daerah serabutserabut frontopontin dari sisi medial dan serabut-serabut
parietotemporopontin dari sisi lateral. Di pons serabut-serabut tersebut
diatas menduduki pes pontis, diamana terdapat inti-inti tempat serabutserabut frontopontin dan parietotemporopontin berakhir. Maka dari itu,
bangunan yang merupakan lanjutan dari pes pontis mengandung hanya
serabut-serabut kortikobulbar dan kortikospinal saja. Banguna itu
dikenal sebagai piramis dan merupakan bagian ventral medulla
oblongata.
Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar
meninggalkan kawasan mereka (di dalam pedunkulus serebri, lalu di
dalam pes pontis, dan akhirnya di piramis), untuk menyilang garis
tengah dan berakhir secara langsung di motoneuron saraf kranial
motorik (n.III, n.IV, n.V, n.VI, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII) atau
interneuronnyadi sisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar
berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga.
Di perbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis,
serabut-serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan
membentuk jaras kortikospinal lateral (=traktus piramidalis lateralis),
yang berjalan di funikulus posterolateralis kontralateralis. Sebagian
dari mereka tidak menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medulla

spinalis di funikulus ventralis ipsilateral dan dikenal sebagai jaras


kortikospinal ventral atau traktus piramidalis ventralis. Kawasan jaras
piramidalis lateral dan ventral makin ke kaudal makin kecil, karena
banyak serabut sudah mengakhiri perjalanan. Pada bagian servikal
disampaikan 55% jumlah serabut kortikospinal, sedangkan pada
bagian torakal dan lumbosakral berturut-turut mendapat 20% dan 25%.
Mayoritas motoneuron yang menerima impuls motorik berada di
intumesensia servikalis dan lumbalis, yang mengurus otot-otot anggota
gerak atas dan bawah.
b. Susunan ekstrapiramidal
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas komponen-komponen, yakni :
korpus striatum, globus palidus, inti-inti talamik, nukleus
subtalamikus, substansia nigra, formatio retikularis batang otak,
serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4,6
dan area 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan
yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian
terdapat lintasan yang melingkar, yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh
karena korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabutserabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit dinamakan sirkuit
striatal.
Secara sederhana, lintasan sirkuit itu dapat dibedakan dalam sirkuit
striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (asesorik).
Susunan tersebut terintegrasi dalam susunan sensorik dan motorik,
sehingga memiliki system input dan output.
Data dari dunia luar yang masuk dalam sirkuit striatal adalah
terutama impuls asenden non-spesifik yang disalurkan melalui diffuse
ascending reticular system atau lintasan spinotalamik multisinaptik
dan impuls proprioseptik yang diterima oleh serebelum. Tujuan
lintasan pertama ialah nuclei intralaminares talami. Data yang diterima
oleh serebelum disampaikan ke thalamus juga (melalui brakium

konyungtivum). Inti thalamus yang menerimanya ialah nucleus


ventralis lateralis talami dan nucleus ventralis anterior talami. Kedua
lintasan yang memasukan data eksteroseptif itu dikenal sebagai system
input sirkuit striatal.
System output sirkuit striatal adalah lintasan yang menyalurkan
impuls hasil pengolahan sirkuit striatal ke motoneuron. Impuls yang
telah diproses di dalam sirkuit striatal dikirim ke area 4 dan area 6
melalui globus palidus dan inti-inti talamik dan pesan-pesan striatal itu
disampaikan kepada nucleus ruber, formation retikularis untuk
akhirnya ditujukan ke motoneuron. Akson-akson dari neuron lapisan V
korteks area 4 turun ke batang otak di dalam kawasan jaras
frontopontin dan menuju ke nucleus ruber dan sel-sel saraf di formasio
retikularis. Serabut-serabut rubrospinal menghubungi baik alfa
maupun gamma motoneuron yang berada di intumesensia servikalis
saja. Sedangkan serabut-serabut retikulopinal, yang sebagian besar
multisinaptik, sehingga lebih pantas dijuluki serabut retikulo-spinospinal, menuju ke alfa dan gamma motoneuron bagian medulla spinalis
di bawah tingkat servikal.
Di tingkat kornu anterius terdapat sirkuit gamma loop yaitu
hubungan neuronal yang melingkari alfa motoneuron muscle pindlegama/alfa motoneuron. Melalui system gamma loop itu tonus otot
disesuaikan dengan pola gerakan tangkas yang diinginkan.
II.

LOWER MOTONEURON
Neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada bagian
perjalanan terakhir ke sel otot skeletal dinamakan lower motor neuron
(LMN), untuk membedakannya dari UMN. Maka dari itu LMN dengan
aksonnya dinamakan oleh Sherrington final common path impuls
motorik. LMN menyusun inti-inti saraf otak motorik dan inti-inti radiks
ventralis saraf spinal. Dua jenis LMN dapat dibedakan. Yang pertama
dinamakan -motoneuron. Ia berukuran besar dan menjulurkan aksonnya

yang tebal ke serabut ekstrafusal. Yang lain dikenal sebagai -motoneuron,


ukurannya kecil, aksonnya halus dan mensarafi serabut otot intrafusal.
Dengan perantaraan kedua macam motoneuron itu, impuls motorik
dapat mengemudikan keseimbangan tonus otot yang diperlukan untuk
mewujudkan setiap gerakan tangkas. Tiap motoneuron menjulurkan hanya
satu akson. Tetapi pada ujungnya setiap akson bercabang-cabang. Dan
setiap cabang mensarafi seutas serabut otot, sehingga dengan demikian
setiap akson dapat berhubungan dengan sejuimlah serabut otot.
Sebuah motoneuron dengan sejumlah serabut otot yang dipersarafinya
merupakan satu kesatuan motorik atau unit motorik (=motor unit). Tugas
motoneuron hanya menggalakan sel-sel serabut otot sehingga timbul gerak
otot. Motorneuron-motorneuron hanya bekerja sebagai pelaksana bawahan
belaka. Jika mereka dibebaskan dari pengaruh sistem piramidal dan
ekstrapiramidal, maka mereka masih dapat menggalakan sel-sel serabut
otot, tetapi corak gerakan otot yang terjadi tidak sesuai dengan kehendak
dan lagipula sifatnya tidak tangkas. Gerakan otot tersebut bersifat
reflektorik dan kasar serta massif.
Bilamana terjadi suatu kerusakan pada motoneuron, maka serabutserabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat
berkontraksi, kendatipun impuls motorik masih dapat disampaikan oleh
system pyramidal dan ekstrapiramidal kepada tujuannya.

A. Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)


1. Definisi
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu penyakit motor
neuron yang mempengaruhi saraf sel otot rangka. Sebuah jaringan saraf
membawa pesan dari otak, menuruni tulang belakang dan keluar ke
berbagai bagian tubuh. Termasuk dalam jaringan ini adalah motor neuron
yang membawa pesan ke otot-otot rangka. Pada ALS kemampuan sel saraf
semakin berkurang dan akhirnya mati. Akibatnya, otot rangka tidak
menerima sinyal saraf yang mereka butuhkan untuk berfungsi dengan baik
7

dan atrofi otot-otot secara bertahap karena kurangnya penggunaan dan


paralisis.
ALS dapat didefinisikan sebagai gangguan neurodegenerative
ditandai dengan kelumpuhan otot progresif mencerminkan degenerasi
MNS di korteks motorik primer, batang otak, dan sumsum tulang
belakang. "Amyotrophy" mengacu pada atrofi serat otot, menyebabkan
kelemahan otot yang terkena dan fasikulasi. "Sklerosis lateral" mengacu
pada pengerasan saluran kortikospinalis anterior dan lateral sebagai MNS
di daerah-daerah yang menurun fungsinya dan digantikan oleh gliosis.
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah gangguan neurologis
yang fatal yang menyebabkan kelemahan, atrofi, kelumpuhan, dan
kegagalan pernafasan akhirnya karena degenerasi selektif neuron
bertanggung jawab untuk gerakan volunter.
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) juga dikenal sebagai penyakit
Lou Gehrig, yang penyakit neuromuskuler progresif cepat yang
disebabkan oleh kerusakan sel-sel saraf di otak dan sumsum tulang
belakang. Hal ini menyebabkan hilangnya kontrol saraf dari otot-otot
volunter, sehingga degenerasi dan atrofi otot. Akhirnya otot-otot
pernapasan yang terpengaruh yang menyebabkan kematian dari
ketidakmampuan untuk napas.
2. Epidemiologi

Sekitar 5.600 orang di Amerika Serikat yang didiagnosis dengan


ALS setiap tahun. Kejadian tahun adalah 2-3 per 100.000 penduduk, hal
ini 5 kali lebih tinggi dari penyakit Huntington dan sama dengan multiple
sclerosis. Diperkirakan bahwa sebanyak 16.000 orang Amerika mungkin
memiliki penyakit ini pada waktu dekade tertentu. Insiden ALS lebih
tinggi pada pria dibandingkan pada wanita, dengan rasio laki-perempuan
secara keseluruhan 2:1 Setelah usia 65-70 tahun, kejadian gender yang
sama. Onset ALS dapat terjadi dari tahun-tahun remaja ke tahun 80-an,
namun puncaknya usia saat onset terjadi 55-75 tahun. Rata-rata usia onset
ALS sporadis adalah 65 tahun, usia rata-rata onset ALS familial adalah 46
tahun.
3. Etiologi
Ada tiga jenis ALS: sporadis, familial, dan Guamian. Bentuk yang
paling umum adalah sporadis. Sejumlah kecil kasus yang diwariskan
kelainan genetik (familial).

ALS karena kelaian genetic (familial)


Disebabkan oleh cacat genetik pada superoksida dismutase, enzim
antioksidan yang terus menerus menghilangkan radikal bebas yang
sangat beracun, superoksida.

Penyebab ALS sporadis dan Guamian tidak diketahui. Beberapa


hipotesis telah diusulkan termasuk:

Toksisitas Glutamat

Stres Oksidatif

Disfungsi mitokondria

Penyakit autoimun

Penyakit Infeksi

Paparan bahan kimia beracun

Logam berat seperti timbal, merkuri, aluminium, dan mangan

Defisiensi kalsium dan magnesium

Metabolisme Karbohidrat

Defisiensi factor pertumbuhan

4. Klasifikasi
Klasifikasi Motor Neuron Desease (MND):

Amyotrophic lateral sclerosis(ALS)

Progressive lateral sclerosis(PLS)

Progressive muscular atrophy(PMA)

Keterlibatan batang otak (Bulbar)


-

Pseudobulbar palsy

Progressive bulbar palsy


Tabel 1. Perbedaan gejala pada tiap-tiap tipe MND
Tipe

Degenerasi

Degenerasi

ALS
PLS

UMN
Terdapat
Terdapat

LMN
Terdapat
Tidak

PMA

Tidak

terdapat
Terdapat

Progresif

terdapat
Tidak

Terdapat,

bulbar

terdapat

pada

palsy

bagian

Pseudobul

Terdapat,

bulbar
Tidak

bar palsy

pada bagian

terdapat

bulbar

Sedangkan pada ALS sendiri terdapat 2 tipe:


A. Familial

10

ALS familial ditandai dengan adanya riwayat dalam keluarga dan atau
analisis genetic gen yang cacat yang telah terbukti berhubungan
dengan penyakit. ALS familial terdiri 5-10% dari ALS total
B. Sporadik
90-95% sisanya yang tidak diketahui penyebabnya sehingga disebut
sebagai sporadik
sporadik
5. Patofisiologi
Jalur molekuler yang tepat menyebabkan degenerasi motor neuron
dalam ALS tidak diketahui, tetapi sebagai dengan penyakit
neurodegenerative lain, kemungkinan untuk menjadi interaksi yang
kompleks antara berbagai mekanisme patogenik selular yang mungkin
tidak saling eksklusif ini termasuk:
1. Faktor Genetik
ALS sporadis dan familial secara klinis dan patologis serupa, sehingga
ada kemungkinan memiliki patogenesis yang sama. Walaupun hanya
2% pasien penderita ALS memiliki mutasi pada SOD1, penemuan
mutasi ini merupakan hal penting pada penelitian ALS karena
memungkinkan penelitian berbasis molekular dalam pathogenesis
ALS. SOD1, adalah enzim yang memerlukan tembaga, mengkatalisasi
konversi radikals superoksida yang bersifat toksik menjadi hidrogen
peroksida dan oksigen. Atom tembaga memediasi proses katalisis yang
terjadi. SOD1 juga memiliki kemampuan prooksidasi, termasuk
peroksidasi, pembentukan hidroksil radikal, dan nitrasi tirosin. Mutasi
pada SOD1 yang mengganggu fungsi antioksidan menyebabkan
akumulasi superoksida yang bersifat toksik. Hipotesis penurunan
fungsi sebagai penyebab penyakit ternyata tidak terbukti karena
ekspresi berlebihan dari SOD1 yang termutasi (di mana alanin
mensubstitusi glisin pada posisi 93 SOD1 (G93A) menyebabkan
penyakit pada saraf motorik walaupun adanya peningkatan aktivitas
SOD1. Oleh karena itu, mutasi SOD1 menyebabkan penyakit dengan

11

toksisitas yang mengganggu fungsi, bukan karena penurunan aktivitas


SOD1

Gambar 2. Patofisiologi Faktor Gentetik


terhadap ALS
2. Excitotoxicity
Ini adalah istilah untuk cedera neuronal yang disebabkan oleh
rangsangan glutamat berlebihan diinduksi dari reseptor glutamat
postsynaptic seperti reseptor permukaan sel NMDA dan reseptor
AMPA. Stimulasi berlebih ini dari reseptor glutamat diduga
mengakibatkan masuknya kalsium ke dalam neuron besar, yang
menyebabkan terbentuknya oksida nitrat meningkat dan dengan
demikian kematian neuronal. Tingkat glutamat dalam CSF yang
meningkat pada beberapa pasien dengan ALS . Elevasi ini telah
dikaitkan dengan hilangnya sel transporter asam amino rangsang glial
EAAT2 .
3. Stres Oksidatif
Stres oksidatif telah beberapa lama dikaitkan dengan neuro
degeneratif dan diketahui bahwa akumulasi reactive oxygen species
(ROS) menyebabkan kematian sel. Seperti mutasi pada enzim
superoxide dismutase anti-oksidan 1 (SOD1) gen dapat menyebabkan
12

ALS, ada ketertarikan yang signifikan dalam mekanisme yang


mendasari proses neurodegenerative di ALS. Hipotesis ini didukung
oleh temuan dari perubahan biokimia yang mencerminkan kerusakan
radikal bebas dan metabolisme radikal bebas yang abnormal dalam
jaringan sampel CSF dan pasca mortem pasien ALS .
4. Disfungsi mitokondria
Kelainan morfologi mitokondria dan biokimia telah dilaporkan
pada pasien ALS. Mitokondria dari pasien ALS menunjukkan tingkat
kalsium tinggi dan penurunan aktivitas rantai pernapasan kompleks I
dan IV, yang melibatkan ketidakmampuan metabolisme energi.
5. Gangguan transportasi aksonal
Akson motor neuron dapat mencapai hingga satu meter panjangnya
pada manusia, dan mengandalkan sistem transportasi intraseluler yang
efisien. Sistem ini terdiri dari sistem transportasi anterograde (lambat
dan cepat) dan retrograde, dan bergantung pada molekul 'motor',
kompleks kinesin protein (untuk anterograde) dan kompleks dyneindynactin (untuk retrograde) . Pada pasien dengan ALS ditemukan,
mutasi pada gen kinesin diketahui menyebabkan penyakit saraf
motorik neurodegenerative pada manusia seperti paraplegia spastik
turun temurun dan penyakit Tipe 2A Charcot-Marie-Tooth. Mutasi di
kompleks dynactin menyebabkan gangguan motor neuron yang lebih
rendah dengan kelumpuhan pita suara pada manusia.
6. Agregasi neurofilamen
Neurofilamen protein bersama-sama dengan Peripherin (suatu
protein filamen intermediet) ditemukan di sebagian besar neuron
motorik aksonal inklusi ALS pasien. Sebuah isoform beracun
peripherin (peripherin 61), telah ditemukan menjadi racun bagi neuron
motorik bahkan ketika diekspresikan pada tingkat yang sederhana dan
terdeteksi dalam korda spinalis pasien ALS tetapi tidak kontrol
7. Agregasi protein
Inklusi Intra-sitoplasma adalah ciri dari ALS sporadis dan familial.
Namun, masih belum jelas, apakah pebentukkan agregat langsung
menyebabkan toksisitas selular dan memiliki peran kunci dalam
patogenesis, jika agregat mungkin terlibat oleh produk dari proses
13

neurodegenerasi, atau jika pembentukan agregat mungkin benar-benar


menjadi proses yang menguntungkan dengan menjadi bagian dari
mekanisme pertahanan untuk mengurangi konsentrasi intracellular
dari racun protein
8. Disfungsi inflamasi dan kontribusi sel non-syaraf
Meskipun ALS bukan gangguan autoimunitas primer atau
disregulasi imun, ada bukti yang cukup bahwa proses inflamasi dan sel
non-syaraf mungkin memainkan peranan dalam patogenesis ALS.
Aktivasi sel mikroglial dan dendritik adalah patologi terkemuka di
ALS manusia dan tikus transgenik SOD1. Non-sel saraf diaktifkan
menghasilkan sitokin inflamasi seperti interleukin, COX-2, TNFa dan
MCP-1, dan bukti upregulation ditemukan dalam CSF atau spesimen
sumsum tulang belakang pasien ALS atau dalam model in vitro .
9. Defisit dalam faktor-faktor neurotropik dan disfungsi jalur sinyal
Penurunan tingkat faktor neurotropik (misalnya CTNF, BDNF,
GDNF dan IGF-1) telah diamati dalam pasien ALS pasca-mortem dan
di dalam model in vitro. Pada manusia, tiga mutasi pada gen VEGF
yang ditemukan terkait dengan peningkatan risiko mengembangkan
ALS sporadis, meskipun metaanalisis ini oleh penulis yang sama gagal
untuk menunjukkan hubungan antara haplotype VEGF dan
meningkatkan risiko ALS pada manusia. Proses akhir dari kematian sel
neuron dalam ALS diduga mirip jalur kematian Sel terprogram
(apoptosis). Penanda biokimia apoptosis terdeteksi dalam tahap
terminal pasien ALS.

14

Gambar 3. Patofisiologi
ALS

6. Gejala
Gejala-gejala ALS bervariasi dari satu orang ke orang lain tapi sebagian
memiliki keluhan:
Tabel 2. Gejala-gejala ALS 11
Disfungsi UMN
- Kontraktur

Disfungsi LMN
- Kelemahan otot

Disartria

Fasikulasi.

Disfagia

Atrofi.

Gejala emosional
- Tertawa dan
menangis
-

Dispneu

Kram otot

siallorhea

Hiporefleks

Spastisitas.

flasid

Reflek tendon yang cepat

Foot drop

atau menyebar abnormal.

Kesulitan bernafas.

Adanya reflek patologis.

Hilangnya ketangkasan

involunter
Depresi

dengan kekuatan normal


Tabel 3. Hubungan keluhan terhadap lokas kerusakan motor neuron 11
Pseudobulbar
(penyebab lain
Medulla

Lesi UMN

termasuk stroke)

spastisitas lidah
Disartria
refleks meningkat
emosi yang labil
inkoordinasi fungsi menelaan dan
bernapas

Lesi UMN dan


LMN

Lesi LMN

Palsy bulbar

Disartria
Disfagia
jaw jerk refleks meningkat
atrofi dan fasikulasi lidah
Disfagia

Traktur
kortikospinal

Lesi UMN

kelemahan yang spastic


refleks meningkat

15

kornu anterior

Lesi LMN

Kekakuan
respon plantar ekstensor
Kelemahan yang flasid
fasikulasi otot
kelemahan otot diafragma dan otot
interkostalis

Progresifitas penyakit dengan peningkatan kelemahan dan lebih


banyak otot yang terpengaruh . Ketika kelemahan telah menyebar ke
batang tubuh, ucapan, menelan dan bernafas menjadi terganggu. Akhirnya
dukungan ventilator diperlukan. Kematian biasanya hasil dari komplikasi
tidak aktif atau dari kelumpuhan otot-otot yang mengontrol pernapasan.
Gejala ALS bervariasi dari satu orang ke orang lain sesuai dengan
kelompok otot yang dipengaruhi oleh penyakit. Tersandung, menjatuhkan
barang, kelelahan abnormal pada lengan dan / atau kaki, meracau bicara,
kesulitan dalam berbicara keras, tak terkendali tertawa atau menangis, dan
kram otot dan berkedut semua gejala ALS. ALS biasanya dimulai pertama
di tangan dan akan menyebabkan masalah dalam berpakaian, mandi, atau
tugas-tugas sederhana lainnya. Ini bisa berkembang menjadi lebih pada
satu sisi tubuh dan umumnya berjalan ke tangan atau kaki. Jika mulai pada
kaki, berjalan akan menjadi sulit. ALS juga dapat mulai di tenggorokan,
menyebabkan kesulitan menelan. Orang yang menderita ALS tidak
kehilangan kemampuan mereka untuk melihat, mendengar, menyentuh,
mencium, atau rasa. kandung kemih dan otot-otot mata orang tersebut
tidak terpengaruh, tidak pula dorongan seksual dan fungsi. Penyakit tidak
mempengaruhi pikiran seseorang.
Kelemahan dapat dimulai di kaki, tangan, lengan proksimal, atau
oropharinx (dengan berbicara cadel atau kesulitan menelan) disatria.
Seringkali tangan dipengaruhi pertama, biasanya asimetris. Gaya berjalan
terganggu karena karakteristik otot-otot yang lemah dan footdrop,
meskipun otot-otot proksimal kadang-kadang dipengaruhi pertama. Atau,
gangguan gaya berjalan spastik mungkin terjadi. Perlahan kelemahan
menjadi lebih parah dan berbagai bagian tubuh mulai terpengaruh.

16

Spasme otot (dikaitkan dengan hipersensitivitas otot) dan penurunan berat


badan (yang dihasilkan dari kombinasi otot yang mengecil dan disfagia)
adalah gejala karakteristik. Respirasi biasanya terpengaruh terlambat tapi,
kadang-kadang mungkin merupakan manifestasi awal atau bahkan yang
pertama. Pernapasan terganggu oleh paresis otot interkostalis dan
diafragma, atau disfagia dapat menyebabkan aspirasi dan pneumonitis,
yang dapat terjadi akhirnya Sensasi klinis tidak terpengaruh, nyeri dan
parestesia yang diperbolehkan dengan diagnosis ini, kecuali ada penyakit
komplikasi, (misalnya neuropati diabetes) dan fungsi kandung kemih
terhindar. Nyeri bukan merupakan gejala awal tetapi mungkin terjadi
kemudian ketika anggota tubuh bergerak.
Tanda LMN harus jelas untuk diagnosis yang valid. Fasikulasi
mungkin terlihat pada lidah meskipun tanpa disartia. Jika terdapat
kelemahan dan otot batang tubuh yang mengecil fasikulasi biasanya sudah
mulai terlihat.refleks tendon mungkin meningkat atau menurun.
Kombinasi dari reflex yang berlebihan degan tanda Hoffman pada tangan
dengan lemah dan otot yang fasikulasi sebenarnya merupakan tnda yang
patognomonik dari ALS ( kecuali untuk sidrom motor neuropati). Tanda
tegas kelainan umn adalah babinsky dan klonus. Kelainan berjalan yang
spastic dapat terlihat tanpa tanda lmn pada kaki, kelemahan pada kaki
mungkin tidak ditemukan, tetapi inkoordinasi terbukti dengan
kecanggungan dan kejanggalan dalam penampilan ketika bergerak.
Nucleus motorik nervus cranial terlibat dalam disartria, fasikulasi
lidah dan pergerakan yang terganggu dari uvula. Kelemahan wajah
khususnya pada otot mentalis tetapi ini biasanya tidak menonjol. Disartria
dan disfagia disebabkan oleh lesi umn (pseudobulbay palsy) dibuat jelas
oleh pergerakkan dari uvula yang lebih kuat pada persarafan dari pada
kemauan, sehingga uvula tidak dapat bergerak dengan baik. Tetapi respon
yang kuat terlihat pada faringeal atau gag reflek. Manifestasi umum dari
pseudobulbar palsy adalah emosional yang labil dengan tertawa yang
wajar atau lebih sering, menagis dapat dianggap keliru sebagai reaksi
depresi karena diagnosis, lebih baik dianggap sebagai pelepasan fenomena
17

reflex yang kompleks yang terlibat dalam ekspresi emosional. Kematian


diakibatkan karena kegagalan pernapasan, pneumonitis aspirasi, atau
emboli pulmo setelah immobilitas yang panjang
7. Diagnosis
Tabel 4. El Escorial Federasi Dunia Neurology Kriteria Untuk Diagnosis

ALS 11 (1750(1750)

Diagnosis ALS membutuhkan kehadiran

1. Tanda-tanda degenerasi lower motor neuron (LMN) dengan pemeriksaan klinis, elektrofisiolo
atau neuropathologic.
2. Tanda-tanda degenerasi upper motor neuron (UMN) dengan pemeriksaan klinis, dan
3. Tanda-tanda penyebaran yang progresif dalam wilayah atau ke daerah lain, bersama-sama
dengan tidak adanya
4. Bukti elektrofisiologi proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda-tanda LMN dan
atau degenerasi UMN, dan

5. Neuroimaging bukti proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda-tanda klinis dan ta

elektrofisiologi
Kategori diagnostik klinis pasti pada kriteria klinis saja
A. Pasti ALS
Tanda UMN dan LMN sedikitnya pada tiga bagian tubuh
B. Kemungkinan besar ALS
Tanda UMN dan LMN setidaknya pada 2 bagian tubuh, dengan beberapa tanda UMN pad
bagian rostral terhadap tanda LMN
C. Kemungkinan besar ALS Didukung Laboratorium
Tanda klini disfungsi UMN da LMN hanya pada satu bagian tubuh. Selain itu ada pada

elektromiografi terdapat tanda degenerasi yang aktif dan kronis pada minimal 2 ekstremita
D. Kemungkinan ALS
Tanda klinis dari disfungsi UMN dan LMN ditemukan secara bersamaan pada satu bagian,
atau tanda UMN ditemukan pada 2 atau lebih bagian tubuh.

Tanda UMN : Klonus, tanda babinsky, tidak ada refleks kulit perut,

hypertonia, kehilangan ketngkasan


Tanda LMN : atrofi, kelemahan. Jika hanya fasciculation: pencarian

dengan EMG untuk denervasi aktif


Bagian saraf: bulbar, leher rahim, dada dan lumbosakral

18

Dapat juga menggunakan kriteria lain dari World Federation of Neurology


(WFN) ,dimana harus terdapat:
-

Bukti adanya lesi UMN

Bukti adanya lesi LMN

Bukti adanya progresifitas


Dalam menggunakan kriteria WFN, ada 4 regio yang harus
diketahui:
o Bulbar : Otot wajah, mulut, tenggorokan.
o Cervical : Otot belakang kepala, leher, bahu, pundak, ekstrimitas
atas.
o Thoracic : Otot dada dan abdomen, dan bagian tengah dari otot
spinal.
o Lumbosacral : Otot belakang bagian pundak bawah, paha, dan
ekstrimitas bawah
Amyotrophic lateral sclerosis sulit untuk mendiagnosa sejak awal

karena hal itu mungkin tampak mirip dengan beberapa penyakit neurologis
lainnya. Tes untuk mengesampingkan kondisi lain mungkin termasuk. Para
dokter ahli setelah neurologis hati-hati pemeriksaan, dengan adanya tandatanda UMN dan LMN di segmen anatomi sama dengan asimetris lokalisasi
mampu mencurigai diagnosis ALS. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
antara lain :
1. Elektrofisiologi
Terutma untuk mndeteksi adanya lesi LMN pada daerah yang terlibat.
Dan untuk menyingkirkan proses penyakit lainnya. Sangat penting
untk diingat bahwa pemeriksaan fisik neurofisiologi yang digunakan
untuk mendiagnosis ALS dan kelainan neurofisiologi yang sugestif
saja tidak cukup untuk mendiagnosis tanpa dukungan klinis.
a. Konduksi saraf motorik dan sensorik
Konduksi saraf diperlukan untuk mendiagnosis terutama untuk
mendefinisikan dan mengecualikan gangguan lain dari saraf

19

perifer, neuromuscular junction, dan otot yang dapat meniru atau


mengacaukan diagnosis ALS.
b. Elektromiografi konvensional
Konsentris jarum elektromiografi (EMG) memberikan bukti
disfungsi LMN yang diperlukan untuk mendukung diagnosis ALS,
dan harus ditemukan dalam setidaknya dua dari empat daerah SSP:
otak (bulbar / neuron motor tengkorak), leher rahim, toraks, atau
lumbosakral sumsum tulang belakang (anterior tanduk motor
neuron). Untuk daerah batang otak itu sudah cukup untuk
menunjukkan perubahan dalam satu EMG otot (misalnya lidah,
otot-otot wajah, otot rahang). Untuk wilayah sumsum tulang
belakang, dada itu sudah cukup untuk menunjukkan perubahan
EMG baik dalam otot paraspinal pada atau di bawah tingkat T6
atau di otot perut. Untuk daerah leher rahim dan sumsum tulang
belakang lumbosakral setidaknya dua otot dipersarafi oleh akar
yang berbeda dan saraf perifer harus menunjukkan perubahan
EMG.
Kriteria El-Escorial yang telah direvisi mengharuskan
bahwa kedua bukti denervasi aktif atau sedang berlangsung dan
denervasi parsial kronis diperlukan untuk diagnosis ALS, meskipun
proporsi relatif bervariasi dari otot ke otot.
Tanda-tanda denervasi aktif terdiri dari:
1.potensi fibrilasi
2. gelombang positif tajam
Tanda-tanda denervasi kronis terdiri dari:
1. Motor unti potensi besar durasi meningkat dengan
peningkatan proporsi potensi polyphasic, amplitudo
seringkali meningkat.
2. mengurangi gangguan pola dengan tingkat
menembakkan lebih tinggi dari 10 Hz (kecuali ada
komponen UMN signifikan, dalam hal laju pembakaran
mungkin lebih rendah dari 10 Hz).
3. potensi unit motor stabil.
Potensi fasciculation sangat penting untuk menemukan
karakteristik ALS, meskipun mereka dapat dilihat pada
20

otot yang normal (fasikulasi jinak) dan tidak muncul di


semua otot pasien ALS. Dalam fasikulasi jinak
morfologi dari potensi fasciculation normal, sedangkan
pada potensi fasciculation terkait dengan perubahan
neurogenik ada morfologi abnormal dan kompleks
tajam positif
c. Transcranial magnetic stimulation dan pusat konduksi motorik
Stimulasi magnetik transkranial (TMS) memungkinkan evaluasi
non-invasif jalur motor kortikospinalis, dan memungkinkan deteksi
lesi UMN pada pasien yang tidak memiliki tanda-tanda UMN.
Motor amplitudo, ambang batas kortikal, waktu konduksi motorik
pusat dan periode diam dapat dengan mudah dievaluasi dengan
menggunakan metode ini. Tengah konduksi motorik waktu
(CMCT) sering sedikit lama untuk otot-otot setidaknya satu
ekstremitas pada pasien ALS.
d. Elektromiografi kuantitatif
Motor unit number estimation (Mune) adalah teknik
elektrofisiologi khusus yang dapat memberikan perkiraan
kuantitatif dari jumlah akson yang mempersarafi otot atau
kelompok otot. Mune terdiri dari sejumlah metode yang berbeda
(incremental, titik rangsangan ganda, lonjakan-dipicu rata-rata, Fgelombang, dan metode statistik), dengan masing-masing memiliki
keunggulan spesifik dan keterbatasan. Meskipun kurangnya
metode tunggal yang sempurna untuk melakukan Mune, mungkin
memiliki nilai dalam penilaian hilangnya secara progresif akson
motorik dalam ALS, dan mungkin memiliki penggunaan sebagai
ukuran titik akhir dalam uji klinis
2. Neuroimaging
Dilakukan MRI kepala/tulang belakang untuk menyingkirkan lesi
structural dandiagnosis lain pada pasien yang dicurigai ALS
(tumor,spondylitis, siringomielia, strokebilateral, dan MS)
3. Biopsi otot dan neuropatologi

21

terutama dilakukan pada pasien dengan presentasi klinis yang tidak


khas, terutamadengan lesi UMN yang tidak jelas. Biosi digunakan
untuk menyingkirkan adanyamiopati, seperti inclusion body myositis.
4. Pemeriksaan lab lainnya
Ada beberapa pemeriksaan lain yang dapat dianggap wajib dalam
pemeriksaan dari pasien ALS. Tes laboratorium klinis yang mungkin
abnormal dalam kasus dinyatakan
khas ALS meliputi:
Enzim otot (kreatin kinase serum [yang tidak biasa di atas sepuluh

kali batas atas


normal], ALT, AST, LDH)

serum kreatinin (terkait dengan hilangnya massa otot rangka)


Hypochloremia, bikarbonat meningkat (terkait dengan gangguan

pernapasan
lanjutan)
8. Komplikasi
1. Sistem pernapasan
Diafragma dan otot respirasi lainnya selalu terpengaruh, dan
kebanyakan pasien meninggal karena koplikasi pernapasan. Hal ini
terjadi terutama dari ketidakmampuan pasien untuk bernapas karena
kelemahan otot pernafasan. Pada pasien dengan kelemahan bulbar,
aspirasi sekresi atau makanan dapat terjadi dan pneumonia, karena itu,
manajemen pernafasan diperlukan dalam perawatan komprehensif
pasien dengan ALS. Rutin mengukur kapasitas vital dalam posisi
duduk dan telentang. Paling sering, pengukuran berbaring menurun
sebelum pengukuran duduk. Gravitasi membantu dalam menurunkan
diafragma sebagai sudut pasien kecenderungan meningkat.
Kelemahan pernafasan berlangsung, pasien telah meningkatkan
kesulitan dengan gerakan diafragma ketika telentang karena
penghapusan efek ini dari gravitasi. Hal ini menyebabkan hipoventilasi
alveolar dan desaturasi oksihemoglobin utama. Kesulitan tidur dapat
menjadi gejala pertama hipoventilasi. Pasien harus dipertanyakan
tentang kebiasaan tidur secara rutin, dan jika gangguan tidur
mengembangkan, mengukur kapasitas penting duduk dan terlentang.
Selain itu, melakukan monitoring saturasi oksigen semalam untuk
22

menilai hipoksemia malam dan kebutuhan untuk ventilasi tekanan


positif intermiten malam noninvasif (IPPV).
9. Diagnosis banding
1. Penyakit Motor Neuron Lainnya
a. Primary lateral sclerosis (UMN saja)
b. Progressive muscular atrophy (LMN saja)
c. Progressive bulbar palsy
2. Abnormalitas anatomi/ sindrom kompresi:
-

Tumor medulla spinalis


Tumor medula spinalis dapat manifestas kelemahan
ekstremitas, mati rasa, dan tanda-tanda lesi UMN

Syringomyelia
Sirinomyelia adalah gangguan perkembangan yang
dikarakteristikkan dengan adanya kavitas abnormal karena
dilatasi dari kanal central pada korda spinalis. Kavitas ini
berasal dari regio midservikal tetapi dapat memanjang ke atas
ke medulla (memproduksi siringobulbia) atau turun ke regio
torakal dan lumbal. Kavitas membesar perlahan selama
beberapa tahun. Sindrom klinik yang dikarakteristikkan
bercampur antara gangguan sensorik dan motorik. Kerusakan
bagian ventral dari central gray mengarah pada tanda LMN
,kelemahan, atrofi, fasikulasi dari otot tangan intrinsic,
hilangnya reflkes lengan selalu terjadi. Tanda UMN pada
ekstremitas bawah terjadi dengan memanjangnya kavitas ke
traktus kortikospinal . Siringobulbia dapat menyebabkan
paralisis pita suara, diastria, nistagmus, kelemahan lidah dan
sindrom horner.

3. Infeksi :
-

Lyme disease
Manifestasi neurologis penyakit Lyme meliputi meningitis dan
polyradiculoneuropathy. Tahap kedua dan ketiga penyakit
Lyme yang terkait dengan perubahan neurologis yang dapat
menyebabkan neuropati, motor aksonal rendah. Penyakit Lyme
23

disebabkan oleh bakteri spirochete (Borrelia burgdorfere).


Abnormalitas pada akar saraf terjadi pada stadium awal
maupun akhir dari penyakit. Gejalanya berupa kelemahan,
gangguan sensorik dan hiporefleks pada bagain yang
dipengaruhi akar saraf tersebut.
-

Myelopati HIV
Mielopati yang berhubungan dengan infeksi HIV biasanya
terlihat pada stadium kemudian dari penyakit. Hal ini
dikaakteristikkan dengan ganggua berjalan (gait) denga
gangguan sensorik, ganggua sfingter dan reflex yang cepat.
Pada mielopati HIV juga terdapat tanda UMN dan LMN.
Neuropati perifer (kerusakan akson) merupakan tanda klinik
dari HIV.

4. NM Junction
-

Myasthenia gravis
Merupakan suatu penyakit autoimun yang didapat dan
mengganggu transmisi neuromuscular pada neuromuscular
junction akibat kekurangan / kerusakan reseptor Ach. Keluhan
yang khas kelemahan otot setelah/sesaat digunakan dan
membaik setelah istirahat. Gejala inisisasi (fokal, otot bulbar,
otot ekstremitas, otot mata diplopia, ptosis. Miastenia gravis
juga dapat menyebabkan kelemahan pada otot pernapasan.
Tidak terdapat fasikulasi dan tanda kelemahan UMN.

5. Endokrin :
-

Hipertiroid
Manfetasi neurologi dari hipertiroidisme bervaariasi
termasuk perubaha status mental, kejang, abnormalitas gerak
seperti tremor dan korea, gangguan mata, lemah, atrofi,
fasikulasi.disamping itu, pasien dengan hipertiroidisme pada
umumnya memiliki reflex tendon dalam yang cepat , da

24

beberapa pasien memilik kerusakan dari traktus kortikospinal


dan tanda babinski. Pasien dengan hipertiroidisme dapat
berkembang berkombinasi dengan klemahan dan tanda UMN
yang menyerupai ALS. Tentu saja kebanyakan pasien dengan
hipertiroidisme memiliki bukti toksik goiter, ansietas, dan
insomnia yang bias dibedakan dengan ALS. Hal ini penting
untuk dinyatakan, bagaimanapun juga pada pasien tua dengan
hipertiroidismedapat bermanifestasi dengan apatis dan depresi
yang disebut apatis hipertiroidisme.
-

Hiperparatiroidisme
Manifestasi neurologi pasien dengan hiperparatiroid pada
umumnya terkait dengan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan
peningkatan kadar hormone paratiroid da terdiri dari perubahan
status mental seperti lethargi, bingung, dan akhirnya
koma.ketika hiperkalemia tidak berat atau akut namun
kelemahan dan kelelahan mungkin muncul sebagai gejala pada
hiperparatiroid primer. Jarang gejala pasien berkembang dari
miopati. Jarang hiperparatiroid dan ALS terjadi bersamaan
pada pasien, kemungkinan itu meningkat jika peningkatan
kadar hormon paratiroid berkontribusi pada perkembangan
motor neuron sindrom. Hiperkalsemia dan peningkatan level
paratiroid hormone namun dapat membantu membedakan
antara penyakit endokrin ini dengan ALS.

10. Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
I.
Terapi kausatif
a. Antagonis Glutamat :
Riluzole, Lamotrigine, dextrometrophan, gabapentin, rantai
asam amino
b. Antioksidan
Vitamin E, Asetilsistein, Selegiline, Creatine, Selenium,
KoEnzim Q10

25

c. Neutrotropik factor
Derivat factor neutrotropik, insulin like growth factor
d. Imunomodulator
Gangliosides, interfero, plasmaaresis, intravena
immunoglobulin
e. Anti viral
Amantadine, tilorone
II.
Terapi simptomatik

26

Simtomatik
Keram
Spastisitas
Peningkatan sekresi saliva

Obat
Karbamazepin, phenitoin
Baclofen, tizanidine, dantrolen
Atropine, Hyoscine hydrobromide , Hyoscine
butylbromide, Hyoscine scopoderm,

Sekresi persisten dari saliva dan

Glycopyrronium, Amitriptyline
Carbocisteine , Propranolol, Metoprolol

bronchial
Laryngospasm
Pain
Emosi yang labil

Lorazepam
Analgesic Non-steroidal, Opioids
Tricyclic antidepressant, Selective serotoninreuptake inhibitor, Levodopa, Dextrometorphan

Depression
Insomnia
Anxietas

and quinidine
Amitriptyline, Citalopram
Amitriptyline, Zolpidem
Lorazepam

B. Non medikamentosa
1. Physical terapi
Salah satu efek samping dari penyakit ini adalah spasme atau
kontraksi otot yang tidak terkontrol. Terapi fisik tidak dapat
mengembalikan fungsi otot normal, tetapi dapat membantu dalam
mencegah kontraksi yang menyakitkan otot dan kekuatan otot
dalam mempertahankan normal dan fungsi. Terapi fisik harus
melibatkan anggota keluarga, sehingga mereka dapat membantu
menjaga terpai ini untuk pasien ALS.
2. Terapi bicara
Terapi wicara juga dapat membantu dalam mempertahankan
kemampuan seseorang untuk berbicara. Terapi menelan juga
penting, untuk membantu masalah menelan ketika makan dan
minum. Perawatan ini membantu mencegah tersedak. Disarankan
kepada pasien pasien mengatur posisi kepala dan posisi lidah.
Pasien dengan ALS juga harus mengubah konsistensi makanan
untuk membantu menelan.
3. Terapi okupasi
Agar pasien dapat melakukan aktifitas / kerja sehari-hari lebih
mudah tanpa bantuan orang lain.

27

4. Terapi pernapasan
Ketika kemampuan untuk bernapas menurun, seorang terapis
pernafasan yang dibutuhkan untuk mengukur pernapasan kapasitas.
Tes ini harus dilakukan secara teratur. Untuk membuat bernapas
lebih mudah, pasien tidak boleh berbaring setelah makan. Pasien
tidak boleh makan makanan terlalu banyak, karena mereka
dapat meningkatkan tekanan perut dan mencegah perkembangan
diafragma. Ketika tidur, kepala harus ditinggikan 15 sampai 30
derajat supaya organ-organ perut menjauh dari diafragma. Ketika
kapasitas pernapasan turun di bawah 70%, bantuan pernapasan
noninvasif harus disediakan. Hal ini melibatkan masker yang
terhubung ke ventilator mekanis. Ketika kapasitas bernapas jatuh
di bawah 50%, permanen hook-up untuk ventilator harus
dipertimbangkan.
11. Prognosis
ALS adalah penyakit yang fatal. Hidup rata-rata adalah 3 tahun
dari onset klinis kelemahan. Namun, kelangsungan hidup yang lebih
panjang tidak langka. Sekitar 15% dari pasien dengan ALS hidup 5 tahun
setelah diagnosis, dan sekitar 5% bertahan selama lebih dari 10 tahun.
Kelangsungan hidup jangka panjang dikaitkan dengan usia yang lebih
muda saat onset, laki-laki, dan anggota tubuh daripada bulbar onset gejala.
Laporan Langka remisi spontan ada.
Penyakit motorneuron yang terbatas seperti PMA,PBP, PLS yang
tidak berkembang menjadi ALS klasik memiliki progresifitas yang lebih
lambat dan kelangsungan hidu yang lebih panjang.

28

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit neurodegeneratif yang
serius yang menyebabkan kelemahan otot, kecacatan, dan akhirnya mati yang
dikarenakan oleh degenerasi dari motor neuron di korteks motorik primer, batang
otak dan medula spinalis. Penyebab ALS tidak diketahui, walaupun 5-10% dari
kasus bersifat familial.
Pada penyakit ini susunan somatosensorik sama sekali tidak terganggu. Maka
dari itu, manifestasinya terdiri atas gangguan gerakan melulu, yang
memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN dan LMN secara berbauran.
Dalam pada itu, hiperefleksia, klonus dan reflex patologis dapat ditemukan secara
berdampingan dengan atrofi otot dan arefleksia pada satu penderita yang sama.
Pengelolaan ALS adalah berupa dukungan (support) terhadap pasien, paliatif,
dan multidisiplin. Non-invasif ventilasi dapat memperpanjang kelangsungan
hidup dan meningkatkan kualitas hidup. Riluzole adalah satu-satunya obat yang
telah terbukti untuk memperpanjang kelangsungan hidup.
Angka haraan hidup rata-rata adalah 3 tahun dari onset klinis kelemahan.
Namun, kelangsungan hidup yang lebih panjang tidak jarang. Sekitar 15% dari
pasien dengan ALS hidup 5 tahun setelah diagnosis, dan sekitar 5% bertahan
selama lebih dari 10 tahun.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Carmel Armon. 2011. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) in
Physical Medicine and Rehabilitation
2. Lokesh C Wijesekera, P Nigel. Leigh.2009. Amyotrophic
lateral sclerosis www.ojrd.com/content/pdf/1750-1172-43.pdf
3. Lokesh C Wijesekera, P Nigel. Leigh .2011. Amyotrophic
lateral sclerosis www.ojrd.com/content/4/1/3
4. Mahar mardjono, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit
Dian rakyat. 2006
5. Thomas Farley, MA.2004. Amyotrophic lateral sclerosis.
www.spinalcord.ar.gov/resource/ ALS.pdf
6. V. Silani et al.2011. The diagnosis of Amyotrophic Lateral Sclerosis.
www.neuro.it/documents/.../Silani_3.pdf. [cited : August 26 201]
7. Ronald Sterit . 2006. Amyotrophic lateral sclerosis.
www.naturdoctor.com/Chapters/.../ALS.pdf.
8. Devi Uma. 2007. Motor neuron disease.
api.ning.com/.../motorneurondisease. pdf.
9. Ammar Al-Chalabi, 1999. Genetic risk factors in amyotrophic lateral
sclerosis www.ammar.co.uk/phdam.pdf
10. Lokesh C Wijesekera, P Nigel. Leigh .2009. Amyotrophic lateral sclerosis
www.ojrd.com/content/pdf/1750-1172-4-3.pdf

REFERAT

30

AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS

DISUSUN OLEH:
Doni Fatra Hasyarto
08310082
DOKTER PEMBIMBING
dr.Julia Evalina Ginting,Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR NEUROLOGY


RSUD DR.DJOELHAM BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI
2014
KATA PENGANTAR

31

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
referat ini yang berjudul AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS dapat
diselesaikan.
Tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior dibagian Neurology RSUD Dr.RM.Djoelham Binjai.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr.Julia Evalina
Ginting,Sp.S selaku pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran guna
menyempurnakan penulisan ini. Semoga penulisan referat ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Binjai, Februari 2015
Penulis

32

Anda mungkin juga menyukai