PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit neurodegeneratif
yang serius yang menyebabkan kelemahan otot, kecacatan, dan akhirnya
menyebabkan kematian yang dikarenakan oleh degenerasi dari motor neuron di
korteks motorik primer, batang otak dan medula spinalis. ALS pertama kali
dijelaskan pada 1869 oleh Jean-Martin Charcot neurolog Perancis dan karenanya
juga dikenal sebagai penyakit Charcot, namun memperoleh pengakuan populer
dan paling terkenal eponim nya setelah pemain baseball Lou Gehrig
mengumumkan diagnosis dengan penyakit pada tahun 1939. ALS juga dikenal
sebagai motor neuron disease (MND).
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah istilah yang digunakan untuk
sebuah sindrom neurodegeneratif yang ditandai dengan degenerasi progresif dari
motor neurone. Bagaimanapun juga, ALS merupakan istilah yang digunakan
dalam praktek klinis modern untuk menunjukkan bentuk paling umum dari
penyakit, Klasik (Charcot) ALS. Sindrom lain yang terkait dengan degenerasi
motor neuron meliputi, cerebral Progresif bulbar (PBP), atrofi otot Progresif
(PMA), Primer lateral sclerosis (PLS), Flail lengan sindrom (Vulpian-Bern-Hardt
sindrom), sindrom kaki Flail (Pseudopolyneuritic bentuk) dan ALS dengan multisistem keterlibatan (misalnya, ALS- Demensia). Lord Russell Otak diusulkan
Motor jangka.
Kejadian (rata-rata 1,89 per 100.000 / tahun) dan prevalensi (rata-rata 5,2
per100, 000) relatif seragam di negara-negara Barat, meskipun fokus dari
frekuensi yang lebih tinggi terjadi di Pasifik Barat. Usia rata-rata onset untuk ALS
sporadis adalah sekitar 60 tahun. Secara keseluruhan, ada sedikit prevalensi lakilaki (M: F rasio 1,5:1).
Penyebab ALS tidak diketahui, walaupun 5-10% dari kasus bersifat
familial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ALS dapat mempunyai
mekanisme biologis yang sama dengan penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson,
dan penyakit neurodegenerative lain. Dalam bentuk klasik, ALS mempengaruhi
motor neuron di 2 tingkat atau lebih yang mempersarafi beberapa daerah tubuh.
Ini mempengaruhi lower motor neuron yang berada di cornu anterior dari sumsum
tulang belakang dan batang otak, jaras kortikospinalis upper motor neuron yang
berada di gyrus precentral, dan sering prefrontal motor neuron yang terlibat dalam
perencanaan aktivitas upper dan lower motor neuron.
Pada penyakit ini susunan somatosensorik sama sekali tidak terganggu.
Maka dari itu, manifestasinya terdiri atas gangguan gerakan, yang
memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN dan LMN secara bersamaan. Oleh
karena itu, hiperefleksia, klonus dan reflex patologis dapat ditemukan secara
berdampingan dengan atrofi otot dan arefleksia pada satu penderita yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
I.
LOWER MOTONEURON
Neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada bagian
perjalanan terakhir ke sel otot skeletal dinamakan lower motor neuron
(LMN), untuk membedakannya dari UMN. Maka dari itu LMN dengan
aksonnya dinamakan oleh Sherrington final common path impuls
motorik. LMN menyusun inti-inti saraf otak motorik dan inti-inti radiks
ventralis saraf spinal. Dua jenis LMN dapat dibedakan. Yang pertama
dinamakan -motoneuron. Ia berukuran besar dan menjulurkan aksonnya
Toksisitas Glutamat
Stres Oksidatif
Disfungsi mitokondria
Penyakit autoimun
Penyakit Infeksi
Metabolisme Karbohidrat
4. Klasifikasi
Klasifikasi Motor Neuron Desease (MND):
Pseudobulbar palsy
Degenerasi
Degenerasi
ALS
PLS
UMN
Terdapat
Terdapat
LMN
Terdapat
Tidak
PMA
Tidak
terdapat
Terdapat
Progresif
terdapat
Tidak
Terdapat,
bulbar
terdapat
pada
palsy
bagian
Pseudobul
Terdapat,
bulbar
Tidak
bar palsy
pada bagian
terdapat
bulbar
10
ALS familial ditandai dengan adanya riwayat dalam keluarga dan atau
analisis genetic gen yang cacat yang telah terbukti berhubungan
dengan penyakit. ALS familial terdiri 5-10% dari ALS total
B. Sporadik
90-95% sisanya yang tidak diketahui penyebabnya sehingga disebut
sebagai sporadik
sporadik
5. Patofisiologi
Jalur molekuler yang tepat menyebabkan degenerasi motor neuron
dalam ALS tidak diketahui, tetapi sebagai dengan penyakit
neurodegenerative lain, kemungkinan untuk menjadi interaksi yang
kompleks antara berbagai mekanisme patogenik selular yang mungkin
tidak saling eksklusif ini termasuk:
1. Faktor Genetik
ALS sporadis dan familial secara klinis dan patologis serupa, sehingga
ada kemungkinan memiliki patogenesis yang sama. Walaupun hanya
2% pasien penderita ALS memiliki mutasi pada SOD1, penemuan
mutasi ini merupakan hal penting pada penelitian ALS karena
memungkinkan penelitian berbasis molekular dalam pathogenesis
ALS. SOD1, adalah enzim yang memerlukan tembaga, mengkatalisasi
konversi radikals superoksida yang bersifat toksik menjadi hidrogen
peroksida dan oksigen. Atom tembaga memediasi proses katalisis yang
terjadi. SOD1 juga memiliki kemampuan prooksidasi, termasuk
peroksidasi, pembentukan hidroksil radikal, dan nitrasi tirosin. Mutasi
pada SOD1 yang mengganggu fungsi antioksidan menyebabkan
akumulasi superoksida yang bersifat toksik. Hipotesis penurunan
fungsi sebagai penyebab penyakit ternyata tidak terbukti karena
ekspresi berlebihan dari SOD1 yang termutasi (di mana alanin
mensubstitusi glisin pada posisi 93 SOD1 (G93A) menyebabkan
penyakit pada saraf motorik walaupun adanya peningkatan aktivitas
SOD1. Oleh karena itu, mutasi SOD1 menyebabkan penyakit dengan
11
14
Gambar 3. Patofisiologi
ALS
6. Gejala
Gejala-gejala ALS bervariasi dari satu orang ke orang lain tapi sebagian
memiliki keluhan:
Tabel 2. Gejala-gejala ALS 11
Disfungsi UMN
- Kontraktur
Disfungsi LMN
- Kelemahan otot
Disartria
Fasikulasi.
Disfagia
Atrofi.
Gejala emosional
- Tertawa dan
menangis
-
Dispneu
Kram otot
siallorhea
Hiporefleks
Spastisitas.
flasid
Foot drop
Kesulitan bernafas.
Hilangnya ketangkasan
involunter
Depresi
Lesi UMN
termasuk stroke)
spastisitas lidah
Disartria
refleks meningkat
emosi yang labil
inkoordinasi fungsi menelaan dan
bernapas
Lesi LMN
Palsy bulbar
Disartria
Disfagia
jaw jerk refleks meningkat
atrofi dan fasikulasi lidah
Disfagia
Traktur
kortikospinal
Lesi UMN
15
kornu anterior
Lesi LMN
Kekakuan
respon plantar ekstensor
Kelemahan yang flasid
fasikulasi otot
kelemahan otot diafragma dan otot
interkostalis
16
ALS 11 (1750(1750)
1. Tanda-tanda degenerasi lower motor neuron (LMN) dengan pemeriksaan klinis, elektrofisiolo
atau neuropathologic.
2. Tanda-tanda degenerasi upper motor neuron (UMN) dengan pemeriksaan klinis, dan
3. Tanda-tanda penyebaran yang progresif dalam wilayah atau ke daerah lain, bersama-sama
dengan tidak adanya
4. Bukti elektrofisiologi proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda-tanda LMN dan
atau degenerasi UMN, dan
5. Neuroimaging bukti proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda-tanda klinis dan ta
elektrofisiologi
Kategori diagnostik klinis pasti pada kriteria klinis saja
A. Pasti ALS
Tanda UMN dan LMN sedikitnya pada tiga bagian tubuh
B. Kemungkinan besar ALS
Tanda UMN dan LMN setidaknya pada 2 bagian tubuh, dengan beberapa tanda UMN pad
bagian rostral terhadap tanda LMN
C. Kemungkinan besar ALS Didukung Laboratorium
Tanda klini disfungsi UMN da LMN hanya pada satu bagian tubuh. Selain itu ada pada
elektromiografi terdapat tanda degenerasi yang aktif dan kronis pada minimal 2 ekstremita
D. Kemungkinan ALS
Tanda klinis dari disfungsi UMN dan LMN ditemukan secara bersamaan pada satu bagian,
atau tanda UMN ditemukan pada 2 atau lebih bagian tubuh.
Tanda UMN : Klonus, tanda babinsky, tidak ada refleks kulit perut,
18
karena hal itu mungkin tampak mirip dengan beberapa penyakit neurologis
lainnya. Tes untuk mengesampingkan kondisi lain mungkin termasuk. Para
dokter ahli setelah neurologis hati-hati pemeriksaan, dengan adanya tandatanda UMN dan LMN di segmen anatomi sama dengan asimetris lokalisasi
mampu mencurigai diagnosis ALS. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
antara lain :
1. Elektrofisiologi
Terutma untuk mndeteksi adanya lesi LMN pada daerah yang terlibat.
Dan untuk menyingkirkan proses penyakit lainnya. Sangat penting
untk diingat bahwa pemeriksaan fisik neurofisiologi yang digunakan
untuk mendiagnosis ALS dan kelainan neurofisiologi yang sugestif
saja tidak cukup untuk mendiagnosis tanpa dukungan klinis.
a. Konduksi saraf motorik dan sensorik
Konduksi saraf diperlukan untuk mendiagnosis terutama untuk
mendefinisikan dan mengecualikan gangguan lain dari saraf
19
21
pernapasan
lanjutan)
8. Komplikasi
1. Sistem pernapasan
Diafragma dan otot respirasi lainnya selalu terpengaruh, dan
kebanyakan pasien meninggal karena koplikasi pernapasan. Hal ini
terjadi terutama dari ketidakmampuan pasien untuk bernapas karena
kelemahan otot pernafasan. Pada pasien dengan kelemahan bulbar,
aspirasi sekresi atau makanan dapat terjadi dan pneumonia, karena itu,
manajemen pernafasan diperlukan dalam perawatan komprehensif
pasien dengan ALS. Rutin mengukur kapasitas vital dalam posisi
duduk dan telentang. Paling sering, pengukuran berbaring menurun
sebelum pengukuran duduk. Gravitasi membantu dalam menurunkan
diafragma sebagai sudut pasien kecenderungan meningkat.
Kelemahan pernafasan berlangsung, pasien telah meningkatkan
kesulitan dengan gerakan diafragma ketika telentang karena
penghapusan efek ini dari gravitasi. Hal ini menyebabkan hipoventilasi
alveolar dan desaturasi oksihemoglobin utama. Kesulitan tidur dapat
menjadi gejala pertama hipoventilasi. Pasien harus dipertanyakan
tentang kebiasaan tidur secara rutin, dan jika gangguan tidur
mengembangkan, mengukur kapasitas penting duduk dan terlentang.
Selain itu, melakukan monitoring saturasi oksigen semalam untuk
22
Syringomyelia
Sirinomyelia adalah gangguan perkembangan yang
dikarakteristikkan dengan adanya kavitas abnormal karena
dilatasi dari kanal central pada korda spinalis. Kavitas ini
berasal dari regio midservikal tetapi dapat memanjang ke atas
ke medulla (memproduksi siringobulbia) atau turun ke regio
torakal dan lumbal. Kavitas membesar perlahan selama
beberapa tahun. Sindrom klinik yang dikarakteristikkan
bercampur antara gangguan sensorik dan motorik. Kerusakan
bagian ventral dari central gray mengarah pada tanda LMN
,kelemahan, atrofi, fasikulasi dari otot tangan intrinsic,
hilangnya reflkes lengan selalu terjadi. Tanda UMN pada
ekstremitas bawah terjadi dengan memanjangnya kavitas ke
traktus kortikospinal . Siringobulbia dapat menyebabkan
paralisis pita suara, diastria, nistagmus, kelemahan lidah dan
sindrom horner.
3. Infeksi :
-
Lyme disease
Manifestasi neurologis penyakit Lyme meliputi meningitis dan
polyradiculoneuropathy. Tahap kedua dan ketiga penyakit
Lyme yang terkait dengan perubahan neurologis yang dapat
menyebabkan neuropati, motor aksonal rendah. Penyakit Lyme
23
Myelopati HIV
Mielopati yang berhubungan dengan infeksi HIV biasanya
terlihat pada stadium kemudian dari penyakit. Hal ini
dikaakteristikkan dengan ganggua berjalan (gait) denga
gangguan sensorik, ganggua sfingter dan reflex yang cepat.
Pada mielopati HIV juga terdapat tanda UMN dan LMN.
Neuropati perifer (kerusakan akson) merupakan tanda klinik
dari HIV.
4. NM Junction
-
Myasthenia gravis
Merupakan suatu penyakit autoimun yang didapat dan
mengganggu transmisi neuromuscular pada neuromuscular
junction akibat kekurangan / kerusakan reseptor Ach. Keluhan
yang khas kelemahan otot setelah/sesaat digunakan dan
membaik setelah istirahat. Gejala inisisasi (fokal, otot bulbar,
otot ekstremitas, otot mata diplopia, ptosis. Miastenia gravis
juga dapat menyebabkan kelemahan pada otot pernapasan.
Tidak terdapat fasikulasi dan tanda kelemahan UMN.
5. Endokrin :
-
Hipertiroid
Manfetasi neurologi dari hipertiroidisme bervaariasi
termasuk perubaha status mental, kejang, abnormalitas gerak
seperti tremor dan korea, gangguan mata, lemah, atrofi,
fasikulasi.disamping itu, pasien dengan hipertiroidisme pada
umumnya memiliki reflex tendon dalam yang cepat , da
24
Hiperparatiroidisme
Manifestasi neurologi pasien dengan hiperparatiroid pada
umumnya terkait dengan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan
peningkatan kadar hormone paratiroid da terdiri dari perubahan
status mental seperti lethargi, bingung, dan akhirnya
koma.ketika hiperkalemia tidak berat atau akut namun
kelemahan dan kelelahan mungkin muncul sebagai gejala pada
hiperparatiroid primer. Jarang gejala pasien berkembang dari
miopati. Jarang hiperparatiroid dan ALS terjadi bersamaan
pada pasien, kemungkinan itu meningkat jika peningkatan
kadar hormon paratiroid berkontribusi pada perkembangan
motor neuron sindrom. Hiperkalsemia dan peningkatan level
paratiroid hormone namun dapat membantu membedakan
antara penyakit endokrin ini dengan ALS.
10. Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
I.
Terapi kausatif
a. Antagonis Glutamat :
Riluzole, Lamotrigine, dextrometrophan, gabapentin, rantai
asam amino
b. Antioksidan
Vitamin E, Asetilsistein, Selegiline, Creatine, Selenium,
KoEnzim Q10
25
c. Neutrotropik factor
Derivat factor neutrotropik, insulin like growth factor
d. Imunomodulator
Gangliosides, interfero, plasmaaresis, intravena
immunoglobulin
e. Anti viral
Amantadine, tilorone
II.
Terapi simptomatik
26
Simtomatik
Keram
Spastisitas
Peningkatan sekresi saliva
Obat
Karbamazepin, phenitoin
Baclofen, tizanidine, dantrolen
Atropine, Hyoscine hydrobromide , Hyoscine
butylbromide, Hyoscine scopoderm,
Glycopyrronium, Amitriptyline
Carbocisteine , Propranolol, Metoprolol
bronchial
Laryngospasm
Pain
Emosi yang labil
Lorazepam
Analgesic Non-steroidal, Opioids
Tricyclic antidepressant, Selective serotoninreuptake inhibitor, Levodopa, Dextrometorphan
Depression
Insomnia
Anxietas
and quinidine
Amitriptyline, Citalopram
Amitriptyline, Zolpidem
Lorazepam
B. Non medikamentosa
1. Physical terapi
Salah satu efek samping dari penyakit ini adalah spasme atau
kontraksi otot yang tidak terkontrol. Terapi fisik tidak dapat
mengembalikan fungsi otot normal, tetapi dapat membantu dalam
mencegah kontraksi yang menyakitkan otot dan kekuatan otot
dalam mempertahankan normal dan fungsi. Terapi fisik harus
melibatkan anggota keluarga, sehingga mereka dapat membantu
menjaga terpai ini untuk pasien ALS.
2. Terapi bicara
Terapi wicara juga dapat membantu dalam mempertahankan
kemampuan seseorang untuk berbicara. Terapi menelan juga
penting, untuk membantu masalah menelan ketika makan dan
minum. Perawatan ini membantu mencegah tersedak. Disarankan
kepada pasien pasien mengatur posisi kepala dan posisi lidah.
Pasien dengan ALS juga harus mengubah konsistensi makanan
untuk membantu menelan.
3. Terapi okupasi
Agar pasien dapat melakukan aktifitas / kerja sehari-hari lebih
mudah tanpa bantuan orang lain.
27
4. Terapi pernapasan
Ketika kemampuan untuk bernapas menurun, seorang terapis
pernafasan yang dibutuhkan untuk mengukur pernapasan kapasitas.
Tes ini harus dilakukan secara teratur. Untuk membuat bernapas
lebih mudah, pasien tidak boleh berbaring setelah makan. Pasien
tidak boleh makan makanan terlalu banyak, karena mereka
dapat meningkatkan tekanan perut dan mencegah perkembangan
diafragma. Ketika tidur, kepala harus ditinggikan 15 sampai 30
derajat supaya organ-organ perut menjauh dari diafragma. Ketika
kapasitas pernapasan turun di bawah 70%, bantuan pernapasan
noninvasif harus disediakan. Hal ini melibatkan masker yang
terhubung ke ventilator mekanis. Ketika kapasitas bernapas jatuh
di bawah 50%, permanen hook-up untuk ventilator harus
dipertimbangkan.
11. Prognosis
ALS adalah penyakit yang fatal. Hidup rata-rata adalah 3 tahun
dari onset klinis kelemahan. Namun, kelangsungan hidup yang lebih
panjang tidak langka. Sekitar 15% dari pasien dengan ALS hidup 5 tahun
setelah diagnosis, dan sekitar 5% bertahan selama lebih dari 10 tahun.
Kelangsungan hidup jangka panjang dikaitkan dengan usia yang lebih
muda saat onset, laki-laki, dan anggota tubuh daripada bulbar onset gejala.
Laporan Langka remisi spontan ada.
Penyakit motorneuron yang terbatas seperti PMA,PBP, PLS yang
tidak berkembang menjadi ALS klasik memiliki progresifitas yang lebih
lambat dan kelangsungan hidu yang lebih panjang.
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit neurodegeneratif yang
serius yang menyebabkan kelemahan otot, kecacatan, dan akhirnya mati yang
dikarenakan oleh degenerasi dari motor neuron di korteks motorik primer, batang
otak dan medula spinalis. Penyebab ALS tidak diketahui, walaupun 5-10% dari
kasus bersifat familial.
Pada penyakit ini susunan somatosensorik sama sekali tidak terganggu. Maka
dari itu, manifestasinya terdiri atas gangguan gerakan melulu, yang
memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN dan LMN secara berbauran.
Dalam pada itu, hiperefleksia, klonus dan reflex patologis dapat ditemukan secara
berdampingan dengan atrofi otot dan arefleksia pada satu penderita yang sama.
Pengelolaan ALS adalah berupa dukungan (support) terhadap pasien, paliatif,
dan multidisiplin. Non-invasif ventilasi dapat memperpanjang kelangsungan
hidup dan meningkatkan kualitas hidup. Riluzole adalah satu-satunya obat yang
telah terbukti untuk memperpanjang kelangsungan hidup.
Angka haraan hidup rata-rata adalah 3 tahun dari onset klinis kelemahan.
Namun, kelangsungan hidup yang lebih panjang tidak jarang. Sekitar 15% dari
pasien dengan ALS hidup 5 tahun setelah diagnosis, dan sekitar 5% bertahan
selama lebih dari 10 tahun.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Carmel Armon. 2011. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) in
Physical Medicine and Rehabilitation
2. Lokesh C Wijesekera, P Nigel. Leigh.2009. Amyotrophic
lateral sclerosis www.ojrd.com/content/pdf/1750-1172-43.pdf
3. Lokesh C Wijesekera, P Nigel. Leigh .2011. Amyotrophic
lateral sclerosis www.ojrd.com/content/4/1/3
4. Mahar mardjono, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit
Dian rakyat. 2006
5. Thomas Farley, MA.2004. Amyotrophic lateral sclerosis.
www.spinalcord.ar.gov/resource/ ALS.pdf
6. V. Silani et al.2011. The diagnosis of Amyotrophic Lateral Sclerosis.
www.neuro.it/documents/.../Silani_3.pdf. [cited : August 26 201]
7. Ronald Sterit . 2006. Amyotrophic lateral sclerosis.
www.naturdoctor.com/Chapters/.../ALS.pdf.
8. Devi Uma. 2007. Motor neuron disease.
api.ning.com/.../motorneurondisease. pdf.
9. Ammar Al-Chalabi, 1999. Genetic risk factors in amyotrophic lateral
sclerosis www.ammar.co.uk/phdam.pdf
10. Lokesh C Wijesekera, P Nigel. Leigh .2009. Amyotrophic lateral sclerosis
www.ojrd.com/content/pdf/1750-1172-4-3.pdf
REFERAT
30
DISUSUN OLEH:
Doni Fatra Hasyarto
08310082
DOKTER PEMBIMBING
dr.Julia Evalina Ginting,Sp.S
31
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
referat ini yang berjudul AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS dapat
diselesaikan.
Tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior dibagian Neurology RSUD Dr.RM.Djoelham Binjai.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr.Julia Evalina
Ginting,Sp.S selaku pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran guna
menyempurnakan penulisan ini. Semoga penulisan referat ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Binjai, Februari 2015
Penulis
32