Anda di halaman 1dari 24

Graves Disease

Sisilia Dina Mariana (102009147)


Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
sisiliasianturi@gmail.com

Pendahuluan
Penyakit Graves merupakan kumpulan gejala karena pertumbuhan berlebih sel-sel
kelenjar gondok (tiroid). Penyakit Graves merupakan penyakit kelebihan hormon tiroid yang
paling sering terjadi. Penyakit Graves ditemukan oleh seorang dokter bernama Robert J. Graves
pada tahun 1830.1
Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal
sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada sebagian
besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak, dan penting untuk
pertumbuhan dan pematangan normal. Ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan
mental dan fisik, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kekerdilan.
Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormone =
TSH) dari hipofisis anterior. Sebaliknya, sekresi hormon tropik ini sebagian diatur oleh reaksi
umpan balik inhibitor langsung dari kadar hormon tiroid yang tinggi pada hipofisis serta
hipotalamus dan sebagian lagi melalui mekanisme neural yang bekerja melalui hipotalamus.
Dengan cara ini, perubahan-perubahan pada lingkungan internal dan eksternal menyebabkan
penyesuaian kecepatan sekresi tiroid.1,2

Latar Belakang
Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter atau struma. Goiter dapat menyertai hipotiroid
maupun hipertiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut goiter non toksik.
Penyakit grave merupakan bentuk hipertitorid yang paling umum, juga disebut eksoftalmik goiter
diffus toxic goiter atau penyakit basedow, dan hipertiroidi primer.2,3
Pembahasan
Anamnesis
Data-data yang mendukung diagnosa kerja berupa penyakit grave yaitu :2-6

Seorang wanita
Bedasarkan data insiden yang ada, penyakit grave lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan laki-laki.
Berusia 35 tahun
Berdasarkan data insiden yang ada, penyakit grave biasa terjadi pada usia sekita tiga

puluh sampai empat puluh tahun.


Riwayat berat badan yang turun
Penurunan berat badan terjadi akibat peningkatan metabolisme basal sebagai efek
meningkatnya hormon tiroid.

Riwayat sering berdebar-debar


Hal ini terjadi akibat meningkatnya kadar hormon tiroid sehingga memberikan efek
berlebih pada sistem kardiovaskuler yaitu dengan cara meningkatkan ketanggapan
jantung yaitu reseptor beta1 terhadap katekolamin dalam darah, sehingga terjadi
peningkatan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, hal ini lah yang mendasari

gejala palpitasi.
Riwayat buang air besar normal,namun kadang-kadang encer
Riwayat buang air besar dimana kadang-kadang encer terjadi akibat meningkatnya
hormon tiroid sehingga memberikan efek pada sistem gastrointestinal berupa peningkatan
motilitas usus sehingga kadang-kadang terjadi diare.

Pemeriksaan Fisik3

Lengkapi Tanda vital dari suhu, tekanan darah, nadi, dan respiration rate4,5

Inspeksi :
o keluhan pasien ini menderita eksopthalmus
Karena biasanya pada pasien dengan Graves Disease biasanya disertai dengan
penyakit eksopthalmus.
o Ada pembesaran di daerah leher
Untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tiroid pada penyakit Graves
Disease
o Ada tremor
Dengan membuktikan apakah terdapat hypertiroid atau tidak, dengan menaruh

kertas di atas tangan pasien, apakah terdapat tremor atau tidak


Palpasi :
o pasien berkeringat
karena peningkatan metabolisme tubuh, tubuh mengompensasi

dengan

pengeluaran keringat tubuh


o sifat oedemnya Pitting / non Pitting
Karena pada penyakit Graves disease, oedemnya bersifat non pitting.
Auskultasi :
Auskultasi pada abdomen untuk mengetahui adanya bising usus atau tidak.

Data-data hasil periksaan fisik yang mendukung diagnosa kerja beruma penyakit grave yaitu

Nadi 110kali/menit teratur


Tekanan darah 140/90
Suhu 37,5 C
Kulit hangat
Jantung : terdengar bising sistolik di apex
Ada tremor
Meskipun tidak ada keterangan non pitting, namun berdasarkan gejala klinis yang lain

menunjukan adanya hipertiroidisme sehingga edema pada tungkai pretibial kemungkinan besar
adalah non pitting sebagai gejala pada penyakit grave.
a

Oftalmopati
Jofroy sign mengerutkan dahi
Von stelwag sign mengedipkan mata
Von Grave sign caranya dengan menutupkan mata, pada keadaan normal palpebra akan
menutup hampir semua bola mata
3

Rosenbach sign dengan menutup mata, positif jika terdapat tremor pada palpebra
Moebius sign tes konvergensi
Pamberton sign tangan lurus ke atas, positif jika terdapat flusing pada wajah
Tremor kasar tangan lurus ke depan, positif jika tangan bergetar

Pemeriksaan Penunjang4,5
Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk
mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur
dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang
secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada
pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan
autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga
memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun
tiroiditis Hashimoto ,namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves.
Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada
eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas.
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme
umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar
hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti Ltiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin
stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan
meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.1
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid,
menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar
hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di
kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak
5

terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif
terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi
kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa
kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).
Foto Rontgen Leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan
nafas).

USG
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG
dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak
terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG
antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

Scan Tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan
yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah
suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop
adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

Biopsi aspirasi jarum halus


Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak
nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini
dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi
kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi.
Diagnosis5,6
6

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah
suatu penyakit otoimun yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja
mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari
hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus,
oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.
Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita dari
pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma
(hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan
sering disertai oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang.
Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian,
diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang belum diketahui
secara pasti meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya,
penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya
antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHRAb) dengan kadar bervariasi.2
Diagnosis Banding5,6,7
A Struma Nodusa Toksik (Plummers disease)
Penyebab :
Defisiensi yodium yang menyebabkan penurunan level T4
Aktivasi reseptor TSH
Mutasi somatik reseptor TSH
Gejala klinisnya, penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap
terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah,
dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi noduler pada pasien-pasien tersebut yang
berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves.
Antibodi antitiroid tidak ditemukan, dan pada laboratorium terjadi penurunan TSH serum dan
hormon tiroid yang meningkat.
B Ca Tiroid

Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada kelenjar tiroid yang memiliki 4 tipe : papiler,
folikuler, meduler, dan anaplastik.
Kanker jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil
(nodul) di dalam kelenjar.
Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak dan biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Sebagian besar penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher bagian
tengah yang dapat disebabkan bukan karena proses keganasan saja. Benjolan yang disebabkan
keganasan perlu diketahui faktor resiko apa yang menyertainya, misalnya; apakah ada riwayat
radiasi, riwayat keluarga, geografi dan lingkungan pemukiman. Pertumbuhan yang cepat dengan
akibat yang terjadi terhadap organ atau jaringan sekitarnya
dapat sebagai pertanda. Pada tipe anaplastik, biasanya pertumbuhannya sangat cepat dan
diikuti dengan adanya rasa sakit terutama pada penderita usia lanjut.
Secara klinis sulit membedakan nodul tiroid yang jinak dengan nodul tiroid yang ganas. Nodul
tiroid ganas dapat saja muncul dalam beberapa bulan terahir tapi ada juga yang telah
berpuluh tahun lamanya. Nodul tiroid dicurigai ganas bila, konsistensi keras, permukaan tidak
rata, batas tak tegas, sulit digerakkan dari jaringan sekitarnya, adanya perubahan warna kulit /
ulkus, didapati pembesaran kelenjar getah bening, adanya benjolan pada tulang pipih atau
ditemukan adanya Metastasis di paru.
Fungsi kelenjar tiroid dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan kadar TSH, T4
dan T3. Pada kanker tiroid pada umumnya tidak terjadi gangguan fungsi tiroid sehingga pada
pemeriksaan kadar TSH, T4 dan T3 dalam batas normal, hanya saja pada keadaan hipo /
hiperfungsi kelenjar tiroid tidak selamanya menghilangkan kecurigaan akan terjadinya kanker
tiroid.1,2
Manifestasi klinis
Table 1: Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan Penyakit Graves7,8
Sistem

Gejala dan tanda

Umum

tak tahan hawa panas


8

hiperkinesis, capek, BB turun,


tumbuh cepat, toleransi obat,
hiperdefekasi, lapar
G.I.T

makan banyak, haus, muntah,


disfagia, splenomegali, rasa lemah

Muskular

infertil, ginekomastia

Genitourinaria kulit

hair dan onikolisis

Psikis , saraf, jantung

labil, iritabel,tremor, psikosis, nervositas,


paralisis periodik dispneu, hipertensi, aritmia,
palpitasi, gagal jantung, limfositosis, anemia ,
splenomegali, leher membesar

Darah, limfatik, skelet

osteoporosis, epifisis cepat menutupo dan nyeri


tulang

Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:


Optalmopati

(50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus kornea

Dermopati

(0,5-4%)

Akropati

(1%)

Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat dilihat atau
ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu sebagai berikut:

Tabel 2: Indeks Wayne8


Indeks Wayne
9

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10

Gejala Yang Baru Timbul Dan


Atau Bertambah Berat
Sesak saat kerja
Berdebar
Kelelahan
Suka udara panas
Suka udara dingin
Keringat berlebihan
Gugup
Nafsu makan naik
Nafsu makan turun
Berat badan naik
Berat badan turun

Nilai
+1
+2
+2
-5
+5
+3
+2
+3
-3
-3
+3

Tanda
Tyroid teraba
Bising tyroid
Exoptalmus
Kelopak mata tertinggal gerak bola mata
Hiperkinetik
Tremor jari
Tangan panas
Tangan basah
Fibrilasi atrial
Nadi teratur

Ada
+3
+2
+2
+1
+4
+1
+2
+1
+4

Tidak Ada
-3
-2
-2
-2
-1
-

< 80x per menit

-3

80 90x per menit

+3

> 90x per menit


Hipertyroid jika indeks 20
Etiologi

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan thyroid
stimulating antibodies (TSAb). Antibodi ini berikatan dan mengaktifkan thyrotropin receptor
(TSHR) pada sel tiroid yang mensintesis dan melepaskan hormon tiroid. Penyakit Graves
berbeda dari penyakit imun lainnya karena memiliki manifestasi klinis yang spesifik, seperti
hipertiroid, vascular goitre, oftalmopati, dan yang paling jarang infiltrative dermopathy.
Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai
hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga
10

penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini
ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua
umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.
Faktor- faktor resiko antara lain : faktor genetik, faktor imunologis, infeksi, faktor trauma
psikis, iod Basedow, penurunan berat badan secara drastis, chorionic gonadotropin, periode post
partum, kromosom X, dan radiasi eksternal.
1

Faktor genetik
Penyakit Hashimoto dan penyakit graves sering terjadi secara mengelompok
dalam keluarga nampak bersifat genetik. Dalam praktek sehari-sehari sering ditemukan
pengelompokkan penyakit graves dalam satu keluarga atau keluarga besarnya dalam
beberapa generasi. Abnormalitas ini meliputi antibodi anti-Tg, respon TRH yang
abnormal. Meskipun demikian TSAb jarang ditemukan. Predisposisi untuk penderita
penyakit gaves diturunkan lewat gen yang mengkode antigen HLA.
Setidaknya ada dua gen yang dipostulasikan berperan dalam penyakit graves.
Pertama gen dari HLA, yang kedua gen yang berhubungan dengan alotipe IgG rantai
berat (IgG heavy chain) yang disebut Gm. Pada orang kulit putih (Eropa) hubungan erat
terlihat antara penyakit graves dan HLA-B8 dan HLA-D3 sedangakan pada orang Jepang
HLA-Bw35 dan DW13, untuk Cina HLA-BW 4 dan di Filipina seperti dilaporkan oleh
Pascasio erat dengan HLA-B13 dengan risk-ration 5,1.
Adanya gen Gm menunjukkan bahwa orang tersebut mampu memproduksi
immunoglobulin tertentu. Sehingga gen HLA berparan dalam mengatur fungsi limfosit Tsupresor dan T-helper dalam memroduksi TSAb, dan Gm menunjukkan kemampuan
limfosit B untuk membuat TSAb.

2. Faktor imunologis
Penyakit graves merupakan contoh penyakit autoimun yang organ spesifik, yang
ditandai oleh adanya antibodi yang merangsang kelenjar tiroid (thyroid stimulating
antibody atau TSAb).
Teori imunologis penyakit graves :
a

persistensi sel T dan sel B yang autoreaktif

diwariskannya HLA khusus dang en lain yang berespon immunologic khusus

rendahnya sel T dengan fungsi suppressor


11

adanya cross reacting epitope

adanya ekspresi HLA yang tidak tepat

adanya klon sel T atau B yang mengalami mutasi

stimulus poliklonal dapat mengaktifkan sel T

adanya reeksposure antigen oleh kerusakan sel tiroid.

Ehrlich menyatakan bahwa dalam keadaan normal sistem imun tidak bereaksi atau
memproduksi antibodi yang tertuju pada komponen tubuh sendiri yang disebut mempunyai
toleransi imunologik terhadap komponen diri. Apabila toleransi ini gagal dan sistem imun mulai
bereaksi terhadap komponen diri maka mulailah proses yang disebut autoimmunity. Akibatnya
ialah bahwa antibodi atau sel bereaksi terhadap komponen tubuh, dan terjadilah penyakit.
Toleransi sempurna terjadi selama periode prenatal. Toleransi diri ini dapat berubah atau gagal
sebagai akibat dari berbagai faktor, misalnya gangguan faktor imunologik, virologik, hormonal
dan faktor lain, sedangkan faktor-faktor tersebut dapat berefek secara tunggal maupun sinkron
dengan faktor lainnya. Adanya autoantibodi dapat menyebabkan kerusakan autoimune jaringan,
dan sebaliknya seringkali autoantibodi ini akibat dari kerusakan jaringan.
Pada penyakit graves anti-self-antibody dan cell mediated response, yang biasanya
ditekan, justru dilipatgandakan. Reaksinya mencakup meningkatnya TSAb, Anti TgAb, Anti
TPO-Ab, reaksi antibodi terhadap jaringan orbita, TBII dan respons CMI (Cell Mediated
Immunoglobulin).
Hipertiroidisme pada penyakit graves disebabkan karena TSAb. Setelah terikat dengan
reseptor TSH, antibodi ini berlaku sebagai agonis TSH dan merangsang adenilat siklase dan
cAMP. Diperkirakan ada seribu reseptor TSH pada setiap sel tiroid. Kecuali berbeda karena
efeknya yang lama, efek seluler yang ditimbulkannya identik dengan efek TSH yang berasal dari
hipofisis. TSAb ini dapat menembus plasenta dan transfer pasif ini mampu menyebabkan
hipertiroidisme fetal maupun neonatal, tetapi hanya berlangsung selama TSAb masih berada
dalam sirkulasi bayi. Biasanya pengaruhnya akan hilang dalam jangka waktu 3-6 bulan.
Pada penyakit graves terjadi kegagalan sistem imun umum. Terbentuknya TSAb dapat
disebabkan oleh:
a

Paparan infeksi atau zat lain yang menyebabkan terbentuknya antibodi yang dapat
bereaksi silang dengan jaringan tiroid. Salah satu bahan yang banyak diteliti adalah
organisme Yersinia enterocolica. Beberapa subtipe organisme ini mempunyai
12

binding sites untuk TSH, dan beberapa pasien dengan penyakit graves juga
b

menunjukkan antibodi terhadap anti-Yersinia.


Produksi TSAb diawali dengan injury yang merubah susunan normal komponen
tiroid, mungkin sebagian dari reseptor TSH berubah jadi antigenik, sehingga

bertindak sebagai stimulus bagi pembentukan TSAb.


Produksi TSAb disebabkan karena aktivasi sel limfosit B yang selama dirahim tidak
deleted. Kemampuan sel T untuk membentuk TSAb harus dirangsang dan mengalami
diferensiasi menjadi antibody-secreting cells yang secara terus-menerus distimulasi.
Aktivasi, pengembangan dan kelanjutannya mungkin terjadi karena rangsangan
interleukin atau sitokin lain yang diproduksi oleh sel T helper inducer.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyakit graves adalah kondisi autoimmun

dimana terbentuk antibody terhadap reseptor TSH. Penyakit graves adalah gangguan
multifaktorial, susceptibilitas genetik berinteraksi dengan faktor endogen dan faktor
lingkungan untuk menjadi penyakit. Termasuk dalam hal ini HLA-DQ dan HLA-DR juga
gen non HLA seperti TNF-, CTLA 4 (Cytotoxic T Limphocyte Antigen 4), dan gen
reseptor TSH. Penyakit graves bersifat poligenik dan suseptibilitas gennya dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti stress, merokok, dan beberapa faktor infeksi.
2

Trauma Psikis
Pada stress kadar glukokortikoid naik tetapi justru menyebabkan konversi dari T3
ke T4 terganggu, produksi TRH terhambat, dan akibatnya produksi hormon tiroid justru
turun. Secara teoritis stress mengubah fungsi limfosit T supresor atau T helper,
meningkatkan respon imun dan memungkinkan terjadinya penyakit graves. Baik stress
akut maupun kronik menimbulkan supresi sistem imun lewat non antigen specific
mechanism, diduga karena efek kortisol dan CRH ditingkat sel immun.

Radiasi Tiroid eksternal


Dilaporkan kasus eksoftalmus dan tirotoksikosis sesudah mengalami radioterapi
daerah leher karena proses keganasan. Secara teoritis radiasi ini yang merusak kelenjar
tiroid dan menyebabkan hipotiroidisme, dapat melepaskan antigen serta menyulut
penyakit tiroid autoimmun. Iradiasi memberi efek bermacam-macam pada subset sel T,
yang mendorong disregulasi imun.

Chorionic Gonadothropin Hormon

13

Hipertiroidisme dapat disulut oleh stimulator yang dihasilkan oleh jaringan


trofoblastik. Tirotropin trofoblast ini bukan suatu IgG, tetapi secara imunologik crossreact dengan TSH manusia. Diduga bahan ini ialah hCG (yang mempunyai sub unuit alfa
yang sama dengan TSH) atau derivat hCG yang desialated. Efek yang menyerupai efek
TSH pun dikeluarkan oleh karsinoma testis embrional (seminoma testis). Secara klinis
gejala tirotoksikosis ini terlihat pada hyperemesis gravidarum, dimana T4 dan juga T3
dapat meningkat disertai menurunnya TSH, kalau hebat maka klinis terlihat tanda
hipertiroidisme juga. Apabila muntahnya berhenti maka kadar hormon tiroid diatas
kembali normal.4,5,6

Epidemiologi
Graves penyakit adalah bentuk paling umum dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus
disebabkan oleh tirotoksikosis penyakit Graves. Kejadian tahunan penyakit Graves
ditemukan 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20 tahun, dengan terjadinya puncak pada
orang berusia 20-40 tahun.
Insiden penyakit Graves dan beracun perubahan multinodular goiter dengan asupan yodium.
Dibandingkan dengan daerah dunia dengan asupan yodium yang kurang, Amerika Serikat
memiliki lebih banyak kasus penyakit Graves dan lebih sedikit kasus gondok multinodular
beracun.
Penyakit tiroid autoimun terjadi dengan frekuensi yang sama di Kaukasia, Hispanik, dan Asia
dan dengan frekuensi kurang dalam populasi kulit hitam. Semua penyakit tiroid terjadi lebih
sering pada wanita dibandingkan pada pria. Penyakit Graves autoimun memiliki rasio lakiperempuan 1:5-10. Rasio laki-perempuan untuk multinodular goiter beracun dan beracun
adalah adenoma 1:2-4. Ophthalmopathy Graves lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. Penyakit tiroid autoimun memiliki insiden puncak pada orang
14

berusia 20-40 tahun. Multinodular gondok beracun terjadi pada pasien yang biasanya
memiliki sejarah panjang gondok beracun dan yang karena itu biasanya hadir ketika mereka
lebih tua dari usia 50 tahun. Pasien dengan adenoma beracun hadir pada usia yang lebih
muda daripada pasien dengan goiter multinodular beracun. 6,7

Patofisiologi
Patogenesis Struma 1,4,5,6
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid
oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis
anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang
berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran
folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses
peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh
suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma
non toksik (struma endemik).

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi
kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH
dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan
kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
15

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari
hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma
yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami
atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat
destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan
lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu
dan penurunan kemampuan bicara.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan
ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang
kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran
kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu
makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain
itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik.
Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan
medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu
atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis)
merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang
berlebihan

dalam

darah.

Penyebab

tersering

adalah

penyakit

Grave

(gondok

eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara


hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap
selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi
16

darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.


Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi
sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini
cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala
gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi
krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin,
pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non
toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid
yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan
kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa
tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular
pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri
kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul Struma non toksik disebut juga dengan gondok
endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam
keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang
diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis
ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat
di atas 30 %.

Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit graves, penyakit graves adalah suatu
penyaki

autoimun,

yakni

tubuh

secara

serampangan

membentuk

thyroid-stimulating

immunoglobulin (TSI), yaitu suatu antibodi yang sasaranya adalah reseptor TSH di sel tiroid.
17

TSI merangsang sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid dengan cara yang serupa dengan yang
dilakukan oleh TSH. Namun, tidak seperti TSH, TSI tidak dipengruhi oleh inhibisi umpan balik
negatif oleh hormon tiroid, sehingga sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid terus berlangsung
meskipun kadar hormon tiroid sudah berlebih.
Peran Thyroid stimuliting Immunoglobulin pada Penyakit Grave

18

Berdasarkan gambar diatas, menjelaskan bahwa TSI yang terbentuk akibat proses
perjalanan penyakit autoimun, akan merangsang sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid,dengan
cara yang sama dilakukan oleh TSH. Sasaran TSI adalah reseptor TSH pada kelenjar tiroid.
Akibat perangsangan kelenjar tiroid oleh TSI dan TSH akan meningkatkan sekresi hormon tiroid
yaitu T3 dan T4 sehingga kadar hormon tiroid darah akan meningkat yang disebut hipertiroidisme.
Peningkatan hormon tiroid akan menyebabkan umpan balik negatif pada hiposis anterior oleh
hormon tiroiid sehingga hipoofisis anterior akan menuruunkan produksi TSH sehingga
diharapkan produksi hormon tiroidpun berkurang, akan tetapi pada keadaan penyakit grave ini,
TSI tidak dipengaruhi oleh umpan balik negatif yang dilakukan oleh hormon tiroid sehingga
perangsangan kelenjar tiroid terus terjadi dan peningkatan kadar hormon tiroid terus
berlangsung. Berdasarkan hal ini yang akan ditemukan pada hasil pemeriksaan penunjang yang
kelompok kami ajukan adalah kadar TSH akan menurun, T4 bebas akan meningkat, serta
ditemukannya immunoglobulin TSI.
Akibat peningkatan hormon tiroid, memberikan banyak efek yang akan terlihat pada
gejala klinis. Efek-efek yang akan terlihat sangat berkaitan dengan fungsi hormon tiroid secara
fisiologis, yaitu hormon tiroid merupakan hormon yang penting untuk regulasi tingkat konsumsi
oksigen dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat, sehingga pada keadaan
hipertiroidisme akan terjadi peningkatan laju metabolisme baik metabolise karbohidrat,lemak,
19

dan protein akibatnya akan menimbulkan gejala berupa penurunan berat badan dimana sesuai
dengan kasus berupa penurunan berat badan sekitar 7kg dalam 2-3 bulan terakhir. Selain itu
peningkatan metabolisme juga akan disertai dengan pembentukan panas (kalorigenik) sehingga
ditemukan pada pemeriksaan fisik berupa kulit hangat serta suhu tubuh yang meningkat
meskipun peningkatan hanya sedikit dari normal dan biasanya juga akan disertai dengan pasien
akan lebih mudah berkeringat.
Efek lain yang ditimbulkan akibat hipertiroidisme adalah efek pada sistem
kardiovaskuler, akan terjadi peningkatan sensitivitas katekolamin pada jantung ( reseptor beta 1)
sehingga terjadi perangsangan simpatis yang mengakibatkan peningkatan kecepatan denyut dan
kekuatan kontraksi jantung sehingga akan didapatkan keluhan berupa berdebar-debar (palpitasi),
selain itu akan terjadi meningkatan volum curah jantung dimana curah jantung adalah frekuensi
denyut jantung dikali tahanan perifer, sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah pada
pasien (145/85 mmHg).
Akibat lain yang disebakan peningkatan kecepatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi jantung adalah gangguan aliran darah dalam jantung turbulen, yang menimbulkan
getaran sehingga didapatkan pada pemeriksaan fisik bising sistolik grade II pada semua area,
keterangan ini memperkuat kemungkinan bising sistolik yang terjadi akibat gangguan aliran
darah dalam jantung turbulen yaitu grade II menunjukan bahwa pada auskultasi terdengar bising
jantung yg halus, dimana menyingkirkan bising sistolik akibat kelainan organik seperti gangguan
pada katup, selain itu terdengar pada semua area pun menunjukan bahwa bising disebabkan
karena gangguan aliran darah bukan karena kelainan organik karena apabila karena kelainan
organik akan didapatkan puctum maksimum pada auskultasi.
Peningkatan hormon tiroid juga mempengaruhi sistem gastrointestinal, pengaruhnya
adalah meningkatkan motilitas usus sehingga kadag-kadang akan ditemukan diare pada pasien,
dimana pada pasien ini juga didapatkan riwayat kadar-kadang buang air besar encer.
Thyrotropin receptor antibodies juga akan menstimulasi fibroblas untuk memproduksi
glycosaminoglycan (GAG) secara abnormal dalam jumlah yg besar. Hal ini yang akan
menyebabkan gejala berupa edema pretibial. Karena terjadi akibat penimbunan GAG maka sifat
edema adalah non pitting.3,4
20

Komplikasi
a

Komplikasi akibat pembedahan, termasuk :


Suara parau akibat kerusakan saraf yang mengarah ke pita suara
Jumlah kalsium yang rendah akibat kerusakan pada kelenjar paratiroid (terletak
dekat kelenjar tiroid)
Jaringan parut pada leher

b
c

d
e
f

Masalah pada mata (Graves ophthalmopathy atau exophthalmus)


Berhubungan dengan jantung :
Denyut jantung cepat
Gagal jantung kongestif (pada orangtua)
Atrial fibrilasi
Krisis tiroid akibat memburuknya kelenjar tiroid yang terlalu aktif.
Meningkatnya resiko osteoporosis, pada hipertiroid jangka waktu yang lama.
Komplikasi yang dikaitkan pada penggantian hormon tiroid, jika terlalu sedikit hormon
yang diberikan, maka gejala-gejala hipotiroid akan terjadi. Sebaliknya jika terlalu banyak
hormon yang diberikan, gejala hipertiroid akan kembali.4,5

Tata Laksana2,7
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium
radioaktif, tiroidektomi subtotal)
1

Obat antiroid

Digunakan dengan indikasi:


a

Terapi untuk memperpanjang remisis atau mendapatkan remisi yang menetap, pada

pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis


Obat untuk mengontrol tiroksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah

c
d
e

pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif


Persiapan tiroidektomi
Pasien dengan krisis tiroid
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
Obat antitiroid yang sering digunakan

Obat

Dosis awal (mg/hari)

Pemeliharaan

21

Karbimazol

30-60

5-20

Metimazol

30-60

5-20

Propiltiourasil

300-600

50-200

Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresan dan menurunkan konsentrasi tiroid
stimulating antibody (TSAb) yang bekerja pasa sel tiroid. Obat ini umumnya diberikan
sekitar 18-24 bulan. Pemakaian obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping berupa
hipersensitivitas dan agrunalositosis. Apabila timbul hipersensitivitas maka obat diganti, tetapi
bila timbul agrunalositosis maka obat dihentikan
2 Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi pengobatan yodium radioaktif diberikan pada:
a Pasien umur 35 tahun atu lebih
b Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi
c Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
e Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Digunakan I-131 dengan dosis 5-12 mCi peroral. Dosis ini dapat mengendalikan tiroksikosis
dalam 3 bulan, namun 1/3 pasien menjadi hipotiroid pada tahun pertama. Efek samping
pengobatan dengan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme, eksaserbasi hipertiroidisme, dan
tiroiditis.
3

Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi operasi adalah:


a
b
c
d
e

Pasien umur dengan struma besar serta tidak berespon dengan obat antitiroid
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid yang dosis besar
Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima obat yodium radioaktif
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Sebelum oiperasi biasanya pasien diberi onat antitiroid sampai eutiroid kemudian diberi cairan
kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 tetes/hari selama 10 hari sebelum
dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelnjar tiroid.
4

Pengobatan tambahan
a Sekat adrenergik
22

Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroidisme. Dosis diberikan
b

40-200mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang lanjut usia diberi 10mg/6jam
Yodium
Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan

yodium radioaktif, dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan dalam dosis 100-300mg/hari
Ipodat
Ipodat kerjanya lebih cepat dibanding propiltiourasil dan sangat baik digunakan pada
keadaan akut seperti krisis tiroid. Kerja ipodat adalah menurunkan konversi T 4 menjadi
T3 diperifer, mengurangi sintesis hormon tiroid, serta mengurangi pengeluaran hormon

dari tiroid
Litium
Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas keuntungannya
dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan pada pasien dengan krisis tiroid
yang alergi terhadap yodium.

Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan penyakit Graves umumnya sangat positif dengan
pengobatan yang tepat, meskipun banyak pasien harus memakai terapi pengganti hormon tiroid
seumur hidup (karena pengangkatan kelenjar tiroid).3,6
Pencegahan
Hindari stres, ini merupakan salah satu penyebab penyakit graves, terapi relaksasi seperti
yoga adalah beberapa teknik pengurangan stres.
Berhenti merokok, menghindari racun dapat membantu anda mengurangi penyakit graves.
Jangan meminum obat steroid, karena steroid dapat memicu timbulnya penyakit Graves.
Hindari cedera/trauma pada kelenjar tiroid.7,8

Penutup
Grave dissease adalah sindrom hiperplasia tiroid difus, dan paling sering pada wanita; sindrom
ini mempunyai etiologi autoimun dan terkait dengan tiroiditis autoimun. Gejala khas termasuk
hipertiroiditis, biasanya disertai struma dan gejala oftalmik. Kebanyakan pasien memiliki
imunoglobulin perangasang tiroid yang beredar dalam tubuh yang menyebabkan sekresi

23

berlebihan hormon tiroid dengan cara mengikuti reseptor TSH pada sel tiroid. Disebut juga
basedows, flajanis, parrys disease, dan difuse toxic goiter.1-7

Daftar Pustaka
1

Sudoyo W Aru., dkk., 2006, Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam FKUI, Jakarta. hal 1961-1964


Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Ika W, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.

Jakarta: Media Aesculapius, 2008, hal 594-598


Corwin. E J, Patofisiologi, Edisi 1, EGC, Jakarta, 2001 : hal 263 265
Mardjono M. Farmakologi dan terapi.Edisi kelima. Gunawan SG,et all,editor.Jakarta:

Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2008.


5 Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan
Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002,
6

PIKKI, Jakarta, 2002 : hal 9-18


H.M.S. Markum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Penerbit

interna publishing; 2009.h. 2003-4.


Gleadle J. At a Glance : Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

2005. h.275.
Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland., alih bahasa huriawati hartanto.
Edisi 29, EGC, Jakarta, 2002 : h. 636.

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Graves Disease
    Graves Disease
    Dokumen24 halaman
    Graves Disease
    Melissa Rosari
    Belum ada peringkat
  • Blok 13
    Blok 13
    Dokumen29 halaman
    Blok 13
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • PBL 25
    PBL 25
    Dokumen12 halaman
    PBL 25
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Blok 12
    Blok 12
    Dokumen26 halaman
    Blok 12
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • PPT Blok 10 Urogenital
    PPT Blok 10 Urogenital
    Dokumen22 halaman
    PPT Blok 10 Urogenital
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • PBL 24
    PBL 24
    Dokumen10 halaman
    PBL 24
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Blok 18 Sisil Makalah
    Blok 18 Sisil Makalah
    Dokumen25 halaman
    Blok 18 Sisil Makalah
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 26
    PBL Blok 26
    Dokumen20 halaman
    PBL Blok 26
    Jerry Berlianto Binti
    Belum ada peringkat
  • Blok 16 Deng
    Blok 16 Deng
    Dokumen15 halaman
    Blok 16 Deng
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Blok 16 Lion
    Blok 16 Lion
    Dokumen32 halaman
    Blok 16 Lion
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Blok 16 Dona
    Blok 16 Dona
    Dokumen15 halaman
    Blok 16 Dona
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Makalah Kelompok Blok 16
    Makalah Kelompok Blok 16
    Dokumen18 halaman
    Makalah Kelompok Blok 16
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Blok 16 Desy
    Blok 16 Desy
    Dokumen10 halaman
    Blok 16 Desy
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Refrat Graves Disease FIX BGT
    Refrat Graves Disease FIX BGT
    Dokumen33 halaman
    Refrat Graves Disease FIX BGT
    Nanung Nugroho Jati
    60% (5)
  • Blok 21 Kel
    Blok 21 Kel
    Dokumen16 halaman
    Blok 21 Kel
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Sisilia PBL Blok 22 Kasus 5 BPPV
    Sisilia PBL Blok 22 Kasus 5 BPPV
    Dokumen16 halaman
    Sisilia PBL Blok 22 Kasus 5 BPPV
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Blok 20 Sisilia
    Blok 20 Sisilia
    Dokumen18 halaman
    Blok 20 Sisilia
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Blok 22 Sisilia
    Blok 22 Sisilia
    Dokumen17 halaman
    Blok 22 Sisilia
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Sisilia Blok 21
    Sisilia Blok 21
    Dokumen20 halaman
    Sisilia Blok 21
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Makalah PBL Blok 20
    Makalah PBL Blok 20
    Dokumen20 halaman
    Makalah PBL Blok 20
    syibz
    Belum ada peringkat
  • Makalah Kel Blok 19 Tof
    Makalah Kel Blok 19 Tof
    Dokumen18 halaman
    Makalah Kel Blok 19 Tof
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Kulkel
    Kulkel
    Dokumen49 halaman
    Kulkel
    Sii Nyak Cherol
    Belum ada peringkat
  • Blok 11 PBL
    Blok 11 PBL
    Dokumen16 halaman
    Blok 11 PBL
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Makalah Kel Blok 19 Tof
    Makalah Kel Blok 19 Tof
    Dokumen18 halaman
    Makalah Kel Blok 19 Tof
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Makalah Pleno Blok 14
    Makalah Pleno Blok 14
    Dokumen20 halaman
    Makalah Pleno Blok 14
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat
  • Blok 15 Skin Dan Integumen
    Blok 15 Skin Dan Integumen
    Dokumen11 halaman
    Blok 15 Skin Dan Integumen
    Sisilia Sianturi
    Belum ada peringkat