Pendahuluan
Penyakit Graves merupakan kumpulan gejala karena pertumbuhan berlebih sel-sel
kelenjar gondok (tiroid). Penyakit Graves merupakan penyakit kelebihan hormon tiroid yang
paling sering terjadi. Penyakit Graves ditemukan oleh seorang dokter bernama Robert J. Graves
pada tahun 1830.1
Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal
sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada sebagian
besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak, dan penting untuk
pertumbuhan dan pematangan normal. Ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan
mental dan fisik, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kekerdilan.
Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormone =
TSH) dari hipofisis anterior. Sebaliknya, sekresi hormon tropik ini sebagian diatur oleh reaksi
umpan balik inhibitor langsung dari kadar hormon tiroid yang tinggi pada hipofisis serta
hipotalamus dan sebagian lagi melalui mekanisme neural yang bekerja melalui hipotalamus.
Dengan cara ini, perubahan-perubahan pada lingkungan internal dan eksternal menyebabkan
penyesuaian kecepatan sekresi tiroid.1,2
Latar Belakang
Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter atau struma. Goiter dapat menyertai hipotiroid
maupun hipertiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut goiter non toksik.
Penyakit grave merupakan bentuk hipertitorid yang paling umum, juga disebut eksoftalmik goiter
diffus toxic goiter atau penyakit basedow, dan hipertiroidi primer.2,3
Pembahasan
Anamnesis
Data-data yang mendukung diagnosa kerja berupa penyakit grave yaitu :2-6
Seorang wanita
Bedasarkan data insiden yang ada, penyakit grave lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan laki-laki.
Berusia 35 tahun
Berdasarkan data insiden yang ada, penyakit grave biasa terjadi pada usia sekita tiga
gejala palpitasi.
Riwayat buang air besar normal,namun kadang-kadang encer
Riwayat buang air besar dimana kadang-kadang encer terjadi akibat meningkatnya
hormon tiroid sehingga memberikan efek pada sistem gastrointestinal berupa peningkatan
motilitas usus sehingga kadang-kadang terjadi diare.
Pemeriksaan Fisik3
Lengkapi Tanda vital dari suhu, tekanan darah, nadi, dan respiration rate4,5
Inspeksi :
o keluhan pasien ini menderita eksopthalmus
Karena biasanya pada pasien dengan Graves Disease biasanya disertai dengan
penyakit eksopthalmus.
o Ada pembesaran di daerah leher
Untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tiroid pada penyakit Graves
Disease
o Ada tremor
Dengan membuktikan apakah terdapat hypertiroid atau tidak, dengan menaruh
dengan
Data-data hasil periksaan fisik yang mendukung diagnosa kerja beruma penyakit grave yaitu
menunjukan adanya hipertiroidisme sehingga edema pada tungkai pretibial kemungkinan besar
adalah non pitting sebagai gejala pada penyakit grave.
a
Oftalmopati
Jofroy sign mengerutkan dahi
Von stelwag sign mengedipkan mata
Von Grave sign caranya dengan menutupkan mata, pada keadaan normal palpebra akan
menutup hampir semua bola mata
3
Rosenbach sign dengan menutup mata, positif jika terdapat tremor pada palpebra
Moebius sign tes konvergensi
Pamberton sign tangan lurus ke atas, positif jika terdapat flusing pada wajah
Tremor kasar tangan lurus ke depan, positif jika tangan bergetar
Pemeriksaan Penunjang4,5
Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk
mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur
dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang
secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada
pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan
autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga
memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun
tiroiditis Hashimoto ,namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves.
Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada
eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas.
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme
umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar
hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti Ltiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin
stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan
meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.1
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid,
menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar
hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di
kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak
5
terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif
terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi
kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa
kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).
Foto Rontgen Leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan
nafas).
USG
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG
dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak
terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG
antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
Scan Tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan
yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah
suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop
adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah
suatu penyakit otoimun yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja
mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari
hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus,
oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.
Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita dari
pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma
(hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan
sering disertai oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang.
Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian,
diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang belum diketahui
secara pasti meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya,
penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya
antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHRAb) dengan kadar bervariasi.2
Diagnosis Banding5,6,7
A Struma Nodusa Toksik (Plummers disease)
Penyebab :
Defisiensi yodium yang menyebabkan penurunan level T4
Aktivasi reseptor TSH
Mutasi somatik reseptor TSH
Gejala klinisnya, penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap
terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah,
dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi noduler pada pasien-pasien tersebut yang
berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves.
Antibodi antitiroid tidak ditemukan, dan pada laboratorium terjadi penurunan TSH serum dan
hormon tiroid yang meningkat.
B Ca Tiroid
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada kelenjar tiroid yang memiliki 4 tipe : papiler,
folikuler, meduler, dan anaplastik.
Kanker jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil
(nodul) di dalam kelenjar.
Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak dan biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Sebagian besar penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher bagian
tengah yang dapat disebabkan bukan karena proses keganasan saja. Benjolan yang disebabkan
keganasan perlu diketahui faktor resiko apa yang menyertainya, misalnya; apakah ada riwayat
radiasi, riwayat keluarga, geografi dan lingkungan pemukiman. Pertumbuhan yang cepat dengan
akibat yang terjadi terhadap organ atau jaringan sekitarnya
dapat sebagai pertanda. Pada tipe anaplastik, biasanya pertumbuhannya sangat cepat dan
diikuti dengan adanya rasa sakit terutama pada penderita usia lanjut.
Secara klinis sulit membedakan nodul tiroid yang jinak dengan nodul tiroid yang ganas. Nodul
tiroid ganas dapat saja muncul dalam beberapa bulan terahir tapi ada juga yang telah
berpuluh tahun lamanya. Nodul tiroid dicurigai ganas bila, konsistensi keras, permukaan tidak
rata, batas tak tegas, sulit digerakkan dari jaringan sekitarnya, adanya perubahan warna kulit /
ulkus, didapati pembesaran kelenjar getah bening, adanya benjolan pada tulang pipih atau
ditemukan adanya Metastasis di paru.
Fungsi kelenjar tiroid dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan kadar TSH, T4
dan T3. Pada kanker tiroid pada umumnya tidak terjadi gangguan fungsi tiroid sehingga pada
pemeriksaan kadar TSH, T4 dan T3 dalam batas normal, hanya saja pada keadaan hipo /
hiperfungsi kelenjar tiroid tidak selamanya menghilangkan kecurigaan akan terjadinya kanker
tiroid.1,2
Manifestasi klinis
Table 1: Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan Penyakit Graves7,8
Sistem
Umum
Muskular
infertil, ginekomastia
Genitourinaria kulit
(50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus kornea
Dermopati
(0,5-4%)
Akropati
(1%)
Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat dilihat atau
ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu sebagai berikut:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nilai
+1
+2
+2
-5
+5
+3
+2
+3
-3
-3
+3
Tanda
Tyroid teraba
Bising tyroid
Exoptalmus
Kelopak mata tertinggal gerak bola mata
Hiperkinetik
Tremor jari
Tangan panas
Tangan basah
Fibrilasi atrial
Nadi teratur
Ada
+3
+2
+2
+1
+4
+1
+2
+1
+4
Tidak Ada
-3
-2
-2
-2
-1
-
-3
+3
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan thyroid
stimulating antibodies (TSAb). Antibodi ini berikatan dan mengaktifkan thyrotropin receptor
(TSHR) pada sel tiroid yang mensintesis dan melepaskan hormon tiroid. Penyakit Graves
berbeda dari penyakit imun lainnya karena memiliki manifestasi klinis yang spesifik, seperti
hipertiroid, vascular goitre, oftalmopati, dan yang paling jarang infiltrative dermopathy.
Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai
hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga
10
penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini
ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua
umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.
Faktor- faktor resiko antara lain : faktor genetik, faktor imunologis, infeksi, faktor trauma
psikis, iod Basedow, penurunan berat badan secara drastis, chorionic gonadotropin, periode post
partum, kromosom X, dan radiasi eksternal.
1
Faktor genetik
Penyakit Hashimoto dan penyakit graves sering terjadi secara mengelompok
dalam keluarga nampak bersifat genetik. Dalam praktek sehari-sehari sering ditemukan
pengelompokkan penyakit graves dalam satu keluarga atau keluarga besarnya dalam
beberapa generasi. Abnormalitas ini meliputi antibodi anti-Tg, respon TRH yang
abnormal. Meskipun demikian TSAb jarang ditemukan. Predisposisi untuk penderita
penyakit gaves diturunkan lewat gen yang mengkode antigen HLA.
Setidaknya ada dua gen yang dipostulasikan berperan dalam penyakit graves.
Pertama gen dari HLA, yang kedua gen yang berhubungan dengan alotipe IgG rantai
berat (IgG heavy chain) yang disebut Gm. Pada orang kulit putih (Eropa) hubungan erat
terlihat antara penyakit graves dan HLA-B8 dan HLA-D3 sedangakan pada orang Jepang
HLA-Bw35 dan DW13, untuk Cina HLA-BW 4 dan di Filipina seperti dilaporkan oleh
Pascasio erat dengan HLA-B13 dengan risk-ration 5,1.
Adanya gen Gm menunjukkan bahwa orang tersebut mampu memproduksi
immunoglobulin tertentu. Sehingga gen HLA berparan dalam mengatur fungsi limfosit Tsupresor dan T-helper dalam memroduksi TSAb, dan Gm menunjukkan kemampuan
limfosit B untuk membuat TSAb.
2. Faktor imunologis
Penyakit graves merupakan contoh penyakit autoimun yang organ spesifik, yang
ditandai oleh adanya antibodi yang merangsang kelenjar tiroid (thyroid stimulating
antibody atau TSAb).
Teori imunologis penyakit graves :
a
Ehrlich menyatakan bahwa dalam keadaan normal sistem imun tidak bereaksi atau
memproduksi antibodi yang tertuju pada komponen tubuh sendiri yang disebut mempunyai
toleransi imunologik terhadap komponen diri. Apabila toleransi ini gagal dan sistem imun mulai
bereaksi terhadap komponen diri maka mulailah proses yang disebut autoimmunity. Akibatnya
ialah bahwa antibodi atau sel bereaksi terhadap komponen tubuh, dan terjadilah penyakit.
Toleransi sempurna terjadi selama periode prenatal. Toleransi diri ini dapat berubah atau gagal
sebagai akibat dari berbagai faktor, misalnya gangguan faktor imunologik, virologik, hormonal
dan faktor lain, sedangkan faktor-faktor tersebut dapat berefek secara tunggal maupun sinkron
dengan faktor lainnya. Adanya autoantibodi dapat menyebabkan kerusakan autoimune jaringan,
dan sebaliknya seringkali autoantibodi ini akibat dari kerusakan jaringan.
Pada penyakit graves anti-self-antibody dan cell mediated response, yang biasanya
ditekan, justru dilipatgandakan. Reaksinya mencakup meningkatnya TSAb, Anti TgAb, Anti
TPO-Ab, reaksi antibodi terhadap jaringan orbita, TBII dan respons CMI (Cell Mediated
Immunoglobulin).
Hipertiroidisme pada penyakit graves disebabkan karena TSAb. Setelah terikat dengan
reseptor TSH, antibodi ini berlaku sebagai agonis TSH dan merangsang adenilat siklase dan
cAMP. Diperkirakan ada seribu reseptor TSH pada setiap sel tiroid. Kecuali berbeda karena
efeknya yang lama, efek seluler yang ditimbulkannya identik dengan efek TSH yang berasal dari
hipofisis. TSAb ini dapat menembus plasenta dan transfer pasif ini mampu menyebabkan
hipertiroidisme fetal maupun neonatal, tetapi hanya berlangsung selama TSAb masih berada
dalam sirkulasi bayi. Biasanya pengaruhnya akan hilang dalam jangka waktu 3-6 bulan.
Pada penyakit graves terjadi kegagalan sistem imun umum. Terbentuknya TSAb dapat
disebabkan oleh:
a
Paparan infeksi atau zat lain yang menyebabkan terbentuknya antibodi yang dapat
bereaksi silang dengan jaringan tiroid. Salah satu bahan yang banyak diteliti adalah
organisme Yersinia enterocolica. Beberapa subtipe organisme ini mempunyai
12
binding sites untuk TSH, dan beberapa pasien dengan penyakit graves juga
b
dimana terbentuk antibody terhadap reseptor TSH. Penyakit graves adalah gangguan
multifaktorial, susceptibilitas genetik berinteraksi dengan faktor endogen dan faktor
lingkungan untuk menjadi penyakit. Termasuk dalam hal ini HLA-DQ dan HLA-DR juga
gen non HLA seperti TNF-, CTLA 4 (Cytotoxic T Limphocyte Antigen 4), dan gen
reseptor TSH. Penyakit graves bersifat poligenik dan suseptibilitas gennya dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti stress, merokok, dan beberapa faktor infeksi.
2
Trauma Psikis
Pada stress kadar glukokortikoid naik tetapi justru menyebabkan konversi dari T3
ke T4 terganggu, produksi TRH terhambat, dan akibatnya produksi hormon tiroid justru
turun. Secara teoritis stress mengubah fungsi limfosit T supresor atau T helper,
meningkatkan respon imun dan memungkinkan terjadinya penyakit graves. Baik stress
akut maupun kronik menimbulkan supresi sistem imun lewat non antigen specific
mechanism, diduga karena efek kortisol dan CRH ditingkat sel immun.
13
Epidemiologi
Graves penyakit adalah bentuk paling umum dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus
disebabkan oleh tirotoksikosis penyakit Graves. Kejadian tahunan penyakit Graves
ditemukan 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20 tahun, dengan terjadinya puncak pada
orang berusia 20-40 tahun.
Insiden penyakit Graves dan beracun perubahan multinodular goiter dengan asupan yodium.
Dibandingkan dengan daerah dunia dengan asupan yodium yang kurang, Amerika Serikat
memiliki lebih banyak kasus penyakit Graves dan lebih sedikit kasus gondok multinodular
beracun.
Penyakit tiroid autoimun terjadi dengan frekuensi yang sama di Kaukasia, Hispanik, dan Asia
dan dengan frekuensi kurang dalam populasi kulit hitam. Semua penyakit tiroid terjadi lebih
sering pada wanita dibandingkan pada pria. Penyakit Graves autoimun memiliki rasio lakiperempuan 1:5-10. Rasio laki-perempuan untuk multinodular goiter beracun dan beracun
adalah adenoma 1:2-4. Ophthalmopathy Graves lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. Penyakit tiroid autoimun memiliki insiden puncak pada orang
14
berusia 20-40 tahun. Multinodular gondok beracun terjadi pada pasien yang biasanya
memiliki sejarah panjang gondok beracun dan yang karena itu biasanya hadir ketika mereka
lebih tua dari usia 50 tahun. Pasien dengan adenoma beracun hadir pada usia yang lebih
muda daripada pasien dengan goiter multinodular beracun. 6,7
Patofisiologi
Patogenesis Struma 1,4,5,6
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid
oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis
anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang
berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran
folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses
peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh
suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma
non toksik (struma endemik).
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari
hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma
yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami
atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat
destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan
lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu
dan penurunan kemampuan bicara.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan
ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang
kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran
kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu
makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain
itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik.
Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan
medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu
atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis)
merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang
berlebihan
dalam
darah.
Penyebab
tersering
adalah
penyakit
Grave
(gondok
Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit graves, penyakit graves adalah suatu
penyaki
autoimun,
yakni
tubuh
secara
serampangan
membentuk
thyroid-stimulating
immunoglobulin (TSI), yaitu suatu antibodi yang sasaranya adalah reseptor TSH di sel tiroid.
17
TSI merangsang sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid dengan cara yang serupa dengan yang
dilakukan oleh TSH. Namun, tidak seperti TSH, TSI tidak dipengruhi oleh inhibisi umpan balik
negatif oleh hormon tiroid, sehingga sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid terus berlangsung
meskipun kadar hormon tiroid sudah berlebih.
Peran Thyroid stimuliting Immunoglobulin pada Penyakit Grave
18
Berdasarkan gambar diatas, menjelaskan bahwa TSI yang terbentuk akibat proses
perjalanan penyakit autoimun, akan merangsang sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid,dengan
cara yang sama dilakukan oleh TSH. Sasaran TSI adalah reseptor TSH pada kelenjar tiroid.
Akibat perangsangan kelenjar tiroid oleh TSI dan TSH akan meningkatkan sekresi hormon tiroid
yaitu T3 dan T4 sehingga kadar hormon tiroid darah akan meningkat yang disebut hipertiroidisme.
Peningkatan hormon tiroid akan menyebabkan umpan balik negatif pada hiposis anterior oleh
hormon tiroiid sehingga hipoofisis anterior akan menuruunkan produksi TSH sehingga
diharapkan produksi hormon tiroidpun berkurang, akan tetapi pada keadaan penyakit grave ini,
TSI tidak dipengaruhi oleh umpan balik negatif yang dilakukan oleh hormon tiroid sehingga
perangsangan kelenjar tiroid terus terjadi dan peningkatan kadar hormon tiroid terus
berlangsung. Berdasarkan hal ini yang akan ditemukan pada hasil pemeriksaan penunjang yang
kelompok kami ajukan adalah kadar TSH akan menurun, T4 bebas akan meningkat, serta
ditemukannya immunoglobulin TSI.
Akibat peningkatan hormon tiroid, memberikan banyak efek yang akan terlihat pada
gejala klinis. Efek-efek yang akan terlihat sangat berkaitan dengan fungsi hormon tiroid secara
fisiologis, yaitu hormon tiroid merupakan hormon yang penting untuk regulasi tingkat konsumsi
oksigen dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat, sehingga pada keadaan
hipertiroidisme akan terjadi peningkatan laju metabolisme baik metabolise karbohidrat,lemak,
19
dan protein akibatnya akan menimbulkan gejala berupa penurunan berat badan dimana sesuai
dengan kasus berupa penurunan berat badan sekitar 7kg dalam 2-3 bulan terakhir. Selain itu
peningkatan metabolisme juga akan disertai dengan pembentukan panas (kalorigenik) sehingga
ditemukan pada pemeriksaan fisik berupa kulit hangat serta suhu tubuh yang meningkat
meskipun peningkatan hanya sedikit dari normal dan biasanya juga akan disertai dengan pasien
akan lebih mudah berkeringat.
Efek lain yang ditimbulkan akibat hipertiroidisme adalah efek pada sistem
kardiovaskuler, akan terjadi peningkatan sensitivitas katekolamin pada jantung ( reseptor beta 1)
sehingga terjadi perangsangan simpatis yang mengakibatkan peningkatan kecepatan denyut dan
kekuatan kontraksi jantung sehingga akan didapatkan keluhan berupa berdebar-debar (palpitasi),
selain itu akan terjadi meningkatan volum curah jantung dimana curah jantung adalah frekuensi
denyut jantung dikali tahanan perifer, sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah pada
pasien (145/85 mmHg).
Akibat lain yang disebakan peningkatan kecepatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi jantung adalah gangguan aliran darah dalam jantung turbulen, yang menimbulkan
getaran sehingga didapatkan pada pemeriksaan fisik bising sistolik grade II pada semua area,
keterangan ini memperkuat kemungkinan bising sistolik yang terjadi akibat gangguan aliran
darah dalam jantung turbulen yaitu grade II menunjukan bahwa pada auskultasi terdengar bising
jantung yg halus, dimana menyingkirkan bising sistolik akibat kelainan organik seperti gangguan
pada katup, selain itu terdengar pada semua area pun menunjukan bahwa bising disebabkan
karena gangguan aliran darah bukan karena kelainan organik karena apabila karena kelainan
organik akan didapatkan puctum maksimum pada auskultasi.
Peningkatan hormon tiroid juga mempengaruhi sistem gastrointestinal, pengaruhnya
adalah meningkatkan motilitas usus sehingga kadag-kadang akan ditemukan diare pada pasien,
dimana pada pasien ini juga didapatkan riwayat kadar-kadang buang air besar encer.
Thyrotropin receptor antibodies juga akan menstimulasi fibroblas untuk memproduksi
glycosaminoglycan (GAG) secara abnormal dalam jumlah yg besar. Hal ini yang akan
menyebabkan gejala berupa edema pretibial. Karena terjadi akibat penimbunan GAG maka sifat
edema adalah non pitting.3,4
20
Komplikasi
a
b
c
d
e
f
Tata Laksana2,7
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium
radioaktif, tiroidektomi subtotal)
1
Obat antiroid
Terapi untuk memperpanjang remisis atau mendapatkan remisi yang menetap, pada
c
d
e
Obat
Pemeliharaan
21
Karbimazol
30-60
5-20
Metimazol
30-60
5-20
Propiltiourasil
300-600
50-200
Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresan dan menurunkan konsentrasi tiroid
stimulating antibody (TSAb) yang bekerja pasa sel tiroid. Obat ini umumnya diberikan
sekitar 18-24 bulan. Pemakaian obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping berupa
hipersensitivitas dan agrunalositosis. Apabila timbul hipersensitivitas maka obat diganti, tetapi
bila timbul agrunalositosis maka obat dihentikan
2 Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi pengobatan yodium radioaktif diberikan pada:
a Pasien umur 35 tahun atu lebih
b Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi
c Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
e Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Digunakan I-131 dengan dosis 5-12 mCi peroral. Dosis ini dapat mengendalikan tiroksikosis
dalam 3 bulan, namun 1/3 pasien menjadi hipotiroid pada tahun pertama. Efek samping
pengobatan dengan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme, eksaserbasi hipertiroidisme, dan
tiroiditis.
3
Operasi
Pasien umur dengan struma besar serta tidak berespon dengan obat antitiroid
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid yang dosis besar
Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima obat yodium radioaktif
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Sebelum oiperasi biasanya pasien diberi onat antitiroid sampai eutiroid kemudian diberi cairan
kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 tetes/hari selama 10 hari sebelum
dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelnjar tiroid.
4
Pengobatan tambahan
a Sekat adrenergik
22
Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroidisme. Dosis diberikan
b
40-200mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang lanjut usia diberi 10mg/6jam
Yodium
Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan
yodium radioaktif, dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan dalam dosis 100-300mg/hari
Ipodat
Ipodat kerjanya lebih cepat dibanding propiltiourasil dan sangat baik digunakan pada
keadaan akut seperti krisis tiroid. Kerja ipodat adalah menurunkan konversi T 4 menjadi
T3 diperifer, mengurangi sintesis hormon tiroid, serta mengurangi pengeluaran hormon
dari tiroid
Litium
Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas keuntungannya
dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan pada pasien dengan krisis tiroid
yang alergi terhadap yodium.
Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan penyakit Graves umumnya sangat positif dengan
pengobatan yang tepat, meskipun banyak pasien harus memakai terapi pengganti hormon tiroid
seumur hidup (karena pengangkatan kelenjar tiroid).3,6
Pencegahan
Hindari stres, ini merupakan salah satu penyebab penyakit graves, terapi relaksasi seperti
yoga adalah beberapa teknik pengurangan stres.
Berhenti merokok, menghindari racun dapat membantu anda mengurangi penyakit graves.
Jangan meminum obat steroid, karena steroid dapat memicu timbulnya penyakit Graves.
Hindari cedera/trauma pada kelenjar tiroid.7,8
Penutup
Grave dissease adalah sindrom hiperplasia tiroid difus, dan paling sering pada wanita; sindrom
ini mempunyai etiologi autoimun dan terkait dengan tiroiditis autoimun. Gejala khas termasuk
hipertiroiditis, biasanya disertai struma dan gejala oftalmik. Kebanyakan pasien memiliki
imunoglobulin perangasang tiroid yang beredar dalam tubuh yang menyebabkan sekresi
23
berlebihan hormon tiroid dengan cara mengikuti reseptor TSH pada sel tiroid. Disebut juga
basedows, flajanis, parrys disease, dan difuse toxic goiter.1-7
Daftar Pustaka
1
Sudoyo W Aru., dkk., 2006, Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
2005. h.275.
Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland., alih bahasa huriawati hartanto.
Edisi 29, EGC, Jakarta, 2002 : h. 636.
24