Anda di halaman 1dari 10

A.

DEFINISI
Merupakan akumulasi udara atau cairan diantara pleura parietal dan pleura viseral yang
mengakibatkan kolaps paru (William & Wilkins, 2012). Pneumothoraks terjadi bila udara
/ cairan masuk ke rogga pleura. Akibatnya jaringan paru terdesak (Tambayong, 2000)
Klasifikasi:
1. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan
bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan intra pleura sana
dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura disekitar nao (0) sesuai dengan
gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanannya positif.
2. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara yg
dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi dan tidak ada
hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga pleura menjadi
negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh, sehingga masih ada rongga
pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.
3. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya
fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus
kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi,
udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya masih negatif.
B. ETIOLOGI
Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui
robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronchus. Pelebaran
alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut
granulomatous fibrosisi. Granulomatous fibrosisi adalah salah satu penyebab tersering
terjadinya pneumotoraks., karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empiema.

Pneumotoraks berdasarkan etiologi dibagi menjadi:


1. Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada
penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan
oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau
bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40

tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari
penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik,
tuberkulosis, batuk rejan).
2. Pneumotoraks traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka
tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor).
Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya
torakosentesis).
3. Peumotoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru
mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan
darah oleh jantung secara efektif sehinggga terjadi syok.
C. PATOFISIOLOGI
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan negatif
disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding dada
yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveoli atau ruang
udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun,
maka udara akan mengalir dari alveol ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan
tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila
ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada; udara akan
masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.
Pada pneumotoraks spontan baik primer maupun sekunder mekanisme yang terdahulu
yang terjadi, sedang mekanisme kedua dapat dijumpai pada jenis traumatik dan
iatrogenik.

D. PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

menarik nafas dalam atau terbatuk


Sesak nafas
Dada terasa sempit
Mudah lelah
Denyut jantung yang cepat
Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Hidung tampak kemerahan
Cemas, stres, tegang

Pneumothorak
s
Tertutup

Tanda dan Gejala


a. Pneumotoraks yang kecil atau terjadi lambat, tidak menimbulkan
gejala
b. Pneumotoraks yang luas dan cepat menimbulkan:
Nyeri tajam saat ekspirasi
Peningkatan frekuensi napas
Produksi keringat berlebihan
Penurunan tekanan darah
Takikardi
Inspeksi dan palpasi: penurunan sampai hilangnya pergerakan
dada pada sisi yang sakit
Perkusi: hiperresonan pada sisi yang sakit
Auskultasi: penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi

Spontan

yang sakit
Napas pendek dan timbul secara tiba-tiba tanpa ada trauma dari luar

Tension

paru

Inspeksi: sesak napas berat, penurunan sampai hilangnya

pergerakan dada pada sisi yang sakit


Palpasi: pendorongan trakea dari garis tengah menjauhi sisi

yang sakit dan distensi vena jugularis


Auskultasi: penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi

yang sakit
Inspeksi: sesak napas berat, terlihat adanya luka terbuka dan

suara mengisap ditempat luka saat ekspirasi


Palpasi: pendorongan trakea dari garis tengah menjauhi sisi

yang sakit
Perkusi: hiperresonan pada sisi yang sakit
Auskultasi: penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi

Terbuka

yang sakit

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru. Adakalanya
paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak seperti massa yang berada di
daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besarnya kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. Perlu
diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau trakhea ke
arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan
b.
c.
d.
e.
f.

tekanan intrapleura yang tinggi.


Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).

G. PENATALAKSANAAN
a. Antibiotika
b. Analgetika
c. Ekspetorant

d.
e.
f.
g.
h.

Pemberiann O2
Aspirasi
Torakotomi
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Pleurodesis

H. KOMPLIKASI
a. Tension pneumothoraks
b. Penumothoraks bilateral
c. Emfiema

I. PENGKAJIAN
a. Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
Pengobatan terakhir.
Pengalaman pembedahan.
Riwayat penyakit dahulu.
Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan.
b. Pemeriksaan fisik
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks

3.
4.
5.
6.

(redup)
Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang

berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan.
Sistem Perkemihan: Tidak ada kelainan.
Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan.
Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.

Ada luka bekas tusukan benda tajam.


Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan tekanan arteri paru
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal
karena akumulasi udara / cairan
3. Nyeri berhubungan dengan spasme otot sekunder
K. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. 1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan tekanan arteri paru
Tujuan dan KH
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24
1. Kaji adanya nyeri dada dan lakukan
jam, jantung adekuat untuk memompa darah
untuk kebutuhan metabolik dengan kriteria
hasil:

TD: 120/80
N : 80-100x/menit
T : 36,6 37,5 C
RR : 16-20x/menit

pemeriksaan fisik
R: mengetahui tanda enurunan curah
jantung
2. Atur periode latihan dan beristirahat
R: untuk menghindar kelelahan
3. Mengajarkan klien teknik distraksi
R: melancarkan peredaran darah,
memberikan perasaan relaks
4. Kolaborasi pemberian analgesik
R: meredakan nyeri karena

penurunan curah jantung


Dx. 2 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal
karena akumulasi udara / cairan
Tujuan dan KH
Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 1. Identifikasi faktor penyebab kolaps
jam pola pernafasan klien kembali efektif

paru, trauma, dan komplikasi mekanik

dengan KH:
Irama teratur
RR16-20x/menit
Tidak dyspneu
Bunyi nafas terdengar jelas

pernafasan
R : Mamahami penyebab dari kolaps
paru

sangat

penting

untuk

mempersiapkan

WSD

pada

pneumotoraks dan menetukan untuk


intervensi lainnya.
2. Kaji
kualitas,

frekuensi,

dan

kedalaman pernafasan. Laporkan setia

perubahan yang terjadi


R : Dengan mengkaji

kualitas,

frekuensi, dan kedalaman pernapasan,


kita dapat mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.
3. Baringkan klien dalam posisi yang
nyaman, atau dalam posisi duduk
R : Penurunan diafragma memperluas
daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)
R : Penurunan diafragma memperluas
daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal
5. Lakukan auskultasi suara napas setiap
2-4 jam
R : Auskultasi dapat menetukan
kelainan suara napas pada bagian
paru.

Kemungkinan

akibat

dari

berkurangnya atau tidak berfungsinya


lobus, segmen, dan salah satu dari
paru. Pada daerah kolaps paru suara
pernapasan tidak terdengar tetapi bila
hanya sebagian yang kolaps suara
pernapasan tidak terdengar dengan
jelas. Hal tersebut dapat menentukan
fungsi paru yang baik dan ada
tidaknya atelektasis paru.
6. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk
dan napas dalam yang efektif
R : Menekan daerah yang nyeri ketika
batuk atau napas dalam. Penekanan
otot-otot
7.

dada

serta

abdomen

membuat batuk lebih efektif.


Kolaborasi
untuk
tindakan
dekompresi dengan pemasangan WSD
R : Dengan WSD memungkinkan

udara keluar dari rongga pleura dan


mempertahankan

agar

paru

mengembang

dengan

tetap
jalan

mempertahankan tekanan negatif pada


intrapleura
Dx. 3 Nyeri berhubungan dengan spasme otot sekunder
Tujuan dan KH
Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 1. Jelaskan dan bantu klien dengan
jam nyeri dapat berkurang dengan KH:

tindakan pereda nyeri nonfarmakologi

Klien mampu mengontrol nyeri (mampu

dan non invasif.


R : Pendekatan dengan menggunakan

menggunakan

teknik

nonfarmakologi

relaksasi nafas dalam untuk mengurangi


nyeri)
Melaporkan

bahwa

menjadi skala 1

nyeri

relaksasi dan nonfarmakologi lainnya


telah menunjukkan keefektifan dalam

mengurangi nyeri.
berkurang 2. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik
untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan
intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
R : Akan melancarkan peredaran
darah, sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga
akan mengurangi nyerinya.
3. Ajarkan metode distraksi selama nyeri
akut.
R : Mengalihkan perhatian nyerinya
ke hal-hal yang menyenangkan.
istirahat akan merelaksasi semua
jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
4. Berikan kesempatan waktu istirahat
bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman; misal waktu tidur,
belakangnya dipasang bantal kecil.
R : Istirahat akan merelaksasi semua
jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan

5. Tingkatkan pengetahuan tentang:


sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
R : Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya. Dan
dapat membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
6. Kolaborasi dengan dokter, pemberian
analgetik.
R : Analgetik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri akan berkurang
7. Observasi tingkat nyeri, dan respon
motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik
R : Pengkajian yang optimal akan
memberikan perawat data yang
obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepatuntuk
mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1
2 jam setelah tindakan perawatan
selama 1 2 hari.

DAFTAR PUSTAKA
Alagaff, Hood at. Al, (2005). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jilid 1.
Jakarta: EGC
Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Sudoyono, Aru W dkk (2006). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI
Tambayong, Jan (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
William and Wilkins (2012). Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai