PENDAHULUAN
Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang
dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Proses tenggelam dimulai
ketika saluran nafas berada di bawah permukaan cairan (terendam) atau air yang
terpercik ke wajah (terbenam).1
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 0,7% kematian diseluruh dunia
disebabkan oleh tenggelam, atau lebih dari 372.000 kematian setiap tahunnya
yang paling banyak disebabkan oleh tenggelam yang tidak disengaja, setengah
dari korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih
sering terjadi pada laki laki di bandingkan perempuan, angka ini tidak termasuk
kematian tenggelam akibat bencana seperti banjir, tsunami, dan kecelakaan
kapal.1,2 Angka kematian yang dicatat ini belum dapat di jadikan sebagai patokan
tepat sebab kematian akibat tenggelam banyak terjadi sebelum korban sampai ke
fasilitas kesehatan sehingga data akurat mengenai tenggelam masih sulit untuk di
dapatkan hal ini menyebabkan diabaikannya penelitian dan pencegahan kejadian
tenggelam.2
Menurut survei WHO yang terkahir terjadi peningkatan 39 50% angka
kematian akibat tenggelam di negara negara maju seperti Amerika serikat,
Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara
negara miskin dan berkembang.2
Penelitian melaporkan rata rata kejadian tenggelam terjadi pada saat
rekreasi air, seperti kolam renang dan bak mandi, selain itu salah satu faktor risiko
penting yaitu konsumsi alkohol di daerah yang dekat dengan air dapat
meningkatkan kejadian tenggelam.2,3
Oleh karena itu referat ini dibuat agar kita dapat mengenali kematian
akibat tenggelam dan dapat mengetahui hasil pemeriksaan luar dan dalam yang
dapat ditemukan pada korban tenggelam.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Menurut WHO Tenggelam atau drowning adalah suatu proses
gangguan nafas yang dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan.1
Tenggelam dapat terjadi di lautan atau pada kasus penurunan kesadaran
akibat alkohol, epilepsi, atau anak kecil pada air dengan ketinggian air 6 inci
(15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi akibat tenggelam akibat suatu
anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering di sebut dengan asfiksia.4
B. EPIDEMIOLOGI
Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan
dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan
dalam isu kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar
372.000 orang meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai
penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian
tersebut terjadi di negara negara miskin dan berkembang, setengah dari
korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih
sering terjadi pada laki laki di bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah
korban sangat mengkhawatirkan karena data resmi angka kematian
mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan tenggelam
karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 50%
angka kematian akibat tenggelam di negara negara maju seperti Amerika
serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di
negara negara miskin dan berkembang.2
Program kesehatan masyarakat saat ini telah sukses menurunkan angka
kematian anak secara dramatis yang diakibatkan oleh penyakit pembunuh
anak. Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh tidak terjadi perubahan
yang signifikan pada kasus kematian anak akibat tenggelam, bahkan menurut
pada suhu dibawah 20oC, ditemukan beberapa korban yang selamat dengan
resusitasi dengan fungsi neurologis yang intak setelah tenggelam selama 66 menit,
hal ini disebabkan oleh karena keadaan hipotermia dapat menurunkan konsumsi
oksigen otak, memperlambat anoksia seluler dan penurunan ATP, hipotermia juga
menurunkan aktivitas metabolik dan elektrik otak. Rasio konsumsi oksigen
serebral ini menurun kurang lebih 5% untuk setiap penurunan 1 oC, Respon ini
disebut juga respon diving.1,4 Meskipun beberapa penelitian melaporkan efek
ketahanan hidup yang tinggi pada tenggelam di air dingin, pada tenggelam di air
yang sangat dingin (<15oC) hal ini dapat mengaktivasi respon syok dingin (Cold
Shock Response) yang teraktivasi karena suhu dingin pada termoreseptor subkutan
yang mengaktivasi saraf simpatis dan menyebabkan takikardi, gasping respirasi,
hiperventilasi tak terkontrol, vasokonstriksi perifer, dan hipertensi, sehingga
terjadi konflik sistem saraf otonom akibat aktivasi sistem parasimpatis oleh
refleks diving dan aktivasi refleks Cold Shock yang menyebabkan aritmia jantung
yang dapat menimbulkan kematian.6
Aspirasi air dapat menyebabkan penurunan oksigenasi, hipoksemia, dan
kerusakan otak hipoksik, dan kematian. Aspirasi sekitar 1 3 ml/kg cairan dapat
menyebabkan kerusakan signifikan pertukaran gas di alveolus, dan hampir semua
korban mengaspirasi cairan tidak lebih dari 4 ml/kg. Aspirasi lebih dari 11 ml/kg
cairan dapat mengubah jumlah volume darah, dan aspirasi lebih dari 22 ml/kg
dapat mengubah kadar elektrolit darah.7
Tenggelam itu sendiri merupakan suatu gabungan antara keberadaan
mekanik air di dalam sistem pernafasan (menyebabkan asfiksia mekanik) dan
perubahan elektrolit dan cairan yang bergantung dari medium cairan tersebut (air
tawar vs air laut) dimana tenggelam terjadi. Air tawar mempunyai struktur
hipotonis dibandingkan dengan plasma, sehingga ketika terinhalasi air tawar akan
cepat di absorbsi ke dalam darah, menyebabkan dilusi elektrolit dan hipervolemia.
Hal ini menyebabkan kolaps alveoli/atelektasis akibat perubahan tekanan
permukaan surfaktan, yang akan menyebabkan shunting intrapulmoner. Air laut
sendiri memiliki struktur hipertonis dibandingkan dengan plasma, ketika
terinhalasi akan menyebabkan absorbs cairan plasma ke alveolus, hiperkonsentrasi
elektrolit dan hipovolemia dan menyebabkan pencairan surfaktan. Aspirasi dari air
tawar dan laut akan menyebabkan hipoksemia sistemik dan menyebabkan depresi
miokard, perubahan permeabilitas kapiler paru, menyebabkan edema pulmoner
dan hemolisis sel darah merah akibat absorbs massif cairan hipotonis dan
kebocoran cairan ke rongga peritoneal dan sakus perikardium.8,9
Mekanisme Alternatif Kematian Akibat Tenggelam
Usaha untuk menjelaskan kematian pada individu yang ditemukan
tenggelam di air tanpa tanda otopsi aspirasi air memberikan suatu konsep dry
drowning. Stimulasi dari reseptor nervus trigeminal akibat terdamnya wajah (dan
juga faring, laring, dan mukosa) di dalam air menunjukkan terjadinya suatu reflex
apnea, bradikardi, dan vasokonstriksi perifer pada manusia hal ini di sebut dengan
respon menyelam yang di tambahkan oleh ansietas/ketakutan, suhu air kurang
dari 20oC dan alcohol, meningkatkan angka terjadinya suatu aritmia yang fatal.
Serangan jantung juga pernah di catat terjadi saat air masuk ke dalam hidung.8
Respon
syok
dingin,
yang
di
inisiasi
reseptor
subkutan
D. KLASIFIKASI TENGGELAM
1. Typical drowning (wet drowning)
Pada typical drowning ditandai dengan adanya hambatan pada saluran
napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Pada
keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban
tenggelam.4
2. Atypical drowning
Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan,
leher, kepala, dan ekstremitas yang merupakan bagian yang tergantung ke
bawah saat bagian badan mayat terapung ke permukaan akibatnya
menyebabkan darah statis pada daerah tersebut. Lebam mayat berwarna
merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.
ditemukan pada telapak tangan dan kaki (tampak 1 jam setelah terbenam
dalam air hangat). Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat
ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan
keriput juga.
Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan
reaksi intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-banda, seperti rumput
laut, dahan dan batu yang tergenggam. Ini menunjukkan bahwa waktu
korban mati, berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.
Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat
terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena bendabenda disekitarnya. Luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah,
sehingga tidak jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.4
F. PEMERIKSAAN DALAM
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diatome
Umumnya diatome dikenal sebagai ganggang yang hidup di dalam
air. Setiap jenis air memiliki keanekaragaman diatome tersendiri. Diatome
merupakan organisme mikroskopik algae uniseluler yang autotropik di
alam dan memiliki berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut
dan air tawar . Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve.
Pada diatome kelas Bacillariophyceae
tetapi
12
beberapa ragam
Asterionella sp.
Cymatopleura sp.
Coscinodiscus sp.
13
Triceratium sp.
Bellerochea sp.
Amphiprova sp
Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal
ditemukan Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N.
meniscus, N. bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia
mesolepta, P. gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia
smithioi, Cymbella cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis
Cocconeis diminuta dan banyak spesies diatome lainya ditemukan
pada air tawar. Pinnularia borealis ditemukan pada air tawar yang
dingin, Pinnularia capsoleta ditemukan pada air tawar yang dangkal.
Selama proses monitor air sungai yang berterusan didapatkan adanya
diatom pada air dan tisu sel yang mana diatom yang paling sering
ditemukan adalah Navicula, Diatoma, Nitzschia, Stephanodicus,
Fragilaria,
Gomphonema,
Gyrosigma,
Melosira, Achnanthes,
14
Achnanthes sp.
Amphipleura sp.
Anomoeneis sp.
Biddulphia sp.
Cyclotella sp.
Surirella sp.
Eunotia ditemukan di daerah yang pH air 7-8 .
E. lunaris ditemukan di daerah yang pH air 5-6.
Penetrasi diatom pada kapiler alveoli menggunakan Transmission
Elektron Mikroskop (TEM) dan SEM (Lunette,1998). Sepanjang
penemuan mereka, mereka menemukan
15
sebagian laserasi epitel dan endotel yang sejajar dari septum alveolar yang
menegang), Nitzschia paleacea (yang dipenetrasi dari sebagian dinding
alveolar), Mastogloia smithii (yang dipenetrasi dari dinding alveolar
dengan laserasi yang terlihat bersih) dan Amphora delicatissima,dll.11
Pengetahuan tentang diatom berhubungan dengan tenggelam selalu
berhubungan dengan forensic dalam mengdiagnosis pada kasus tenggelam.
Pada penelitian yang lebih lanjut tentang morfologi dan kehidupan diatom
yang berbeda pada beberapa macam air di daerah yang spesifik dapat juga
membantu lebih baik memecahkan kasus tenggelam.. adanya diatome
pada kasus tenggelam ante-mortem tergantung pada tipe, ukuran dan
densitas diatom yang dilihat pada medium putative tenggelam. Tidak dapat
disangkal bahwa diatom-diatom kecil seperti (Diatoma, Cyclotella,
Epithemia dll.) mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk memasuki
organ tubuh berbanding diatom dengan ukuran yang lebih besar (Synedra)
yang mana bisa juga ditemukan di dalam organ tubuh jika mereka
mempunyai kemampuan untuk berfragmentasi yang cukup. Diatom yang
sering dijumpai pada organ tubuh pada kasus tenggelam adalah Navicula,
Nitzschia, Synedra ulna, Achnanthidium dan Cyclotella karena banyak
terdapat di air dan ukurannya yang optimum.11
Organ tubuh
Paru-paru
Ginjal
Lambung
16
Asterionella
Formosa,
Cyclotella
comensis,
Gettler chloride
Sejumlah tes telah dikembangkan dalam beberapa tahun untuk
menentukan korban tenggelam. Yang paling terkenal ialah tes Gettler
chloride, dimana darah dianalisa dari sisi kanan dan kiri jantung dengan
kiraan perbedaan 25mg/100ml antara jantung kiri dan kanan dikira
signifikan. Jika level chloride kurang pada sisi kanan daripada sisi kiri,
korban disangka telah tenggelam dalam air garam. Jika lebih tinggi pada
sisi kanan jantung daripada sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam
dalam air tawar. Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti
membandingkan grafitasi spesifik darah pada kanan dan kiri atrium.
Semua tes yang telah disebut di atas tidak pasti dan tidak mendukung
dalam menyimpulkan tenggelam.7
BAB 3
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Szpilman D, Bierens J.J.M, Handley A.J, Orlowski J.P. Current Concepts
Drowning. N Engl J Med 2012;366:2102-10.
18
19