Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang
dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Proses tenggelam dimulai
ketika saluran nafas berada di bawah permukaan cairan (terendam) atau air yang
terpercik ke wajah (terbenam).1
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 0,7% kematian diseluruh dunia
disebabkan oleh tenggelam, atau lebih dari 372.000 kematian setiap tahunnya
yang paling banyak disebabkan oleh tenggelam yang tidak disengaja, setengah
dari korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih
sering terjadi pada laki laki di bandingkan perempuan, angka ini tidak termasuk
kematian tenggelam akibat bencana seperti banjir, tsunami, dan kecelakaan
kapal.1,2 Angka kematian yang dicatat ini belum dapat di jadikan sebagai patokan
tepat sebab kematian akibat tenggelam banyak terjadi sebelum korban sampai ke
fasilitas kesehatan sehingga data akurat mengenai tenggelam masih sulit untuk di
dapatkan hal ini menyebabkan diabaikannya penelitian dan pencegahan kejadian
tenggelam.2
Menurut survei WHO yang terkahir terjadi peningkatan 39 50% angka
kematian akibat tenggelam di negara negara maju seperti Amerika serikat,
Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara
negara miskin dan berkembang.2
Penelitian melaporkan rata rata kejadian tenggelam terjadi pada saat
rekreasi air, seperti kolam renang dan bak mandi, selain itu salah satu faktor risiko
penting yaitu konsumsi alkohol di daerah yang dekat dengan air dapat
meningkatkan kejadian tenggelam.2,3
Oleh karena itu referat ini dibuat agar kita dapat mengenali kematian
akibat tenggelam dan dapat mengetahui hasil pemeriksaan luar dan dalam yang
dapat ditemukan pada korban tenggelam.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Menurut WHO Tenggelam atau drowning adalah suatu proses
gangguan nafas yang dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan.1
Tenggelam dapat terjadi di lautan atau pada kasus penurunan kesadaran
akibat alkohol, epilepsi, atau anak kecil pada air dengan ketinggian air 6 inci
(15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi akibat tenggelam akibat suatu
anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering di sebut dengan asfiksia.4
B. EPIDEMIOLOGI
Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan
dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan
dalam isu kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar
372.000 orang meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai
penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian
tersebut terjadi di negara negara miskin dan berkembang, setengah dari
korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih
sering terjadi pada laki laki di bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah
korban sangat mengkhawatirkan karena data resmi angka kematian
mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan tenggelam
karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 50%
angka kematian akibat tenggelam di negara negara maju seperti Amerika
serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di
negara negara miskin dan berkembang.2
Program kesehatan masyarakat saat ini telah sukses menurunkan angka
kematian anak secara dramatis yang diakibatkan oleh penyakit pembunuh
anak. Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh tidak terjadi perubahan
yang signifikan pada kasus kematian anak akibat tenggelam, bahkan menurut

penelitian sekitar 43% kematian anak umur 1 4 tahun disebabkan oleh


tenggelam.2
Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu menempati
sepuluh besar penyebab kematian di seluruh penjuru dunia pada usia 1 24
tahun.2

Gambar 1. Peringkat tenggelam sebagai 10 penyebab kematian terbanyak.2

Gambar 2. Kematian rata rata per 100.000 populasi.2

Di Indonesia sendiri angka kejadian tenggelam belum diketahui. Namun,


merujuk pada kondisi geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau
dengan garis pantai yang cukup panjang yang memungkinkan terjadinya
tenggelam. Terlebih Indonesia juga merupakan daerah wisata di mana perairan
juga merupakan salah satu daya tarik wisata yang dimiliki. 5 Tingginya angka
kematian akibat tenggelam juga di ikuti dengan biaya yang tinggi, diperkirakan
secara nasional di negara Australia, Kanada, dan Amerika Serikat berkisar antara
85 juta dollar hingga 4,1 milyar dollar amerika pertahun. Pada negara maju,
korban tenggelam yang bertahan hidup tapi mengalami cedera otak yang berat
yang menyebabkan kelumpuhan dapat menyebabkan tingginya biaya finansial
bagi keluarga yang merawat. Pada waktu yang sama, kurangnya sarana dan
pelayanan medis di negara miskin dan berkembang berarti korban tenggelam yang
selamat dengan kecacatan biasanya tidak dapat hidup lama.2
C. PATOMEKANISME
Ketika orang tenggelam di bawah permukaan air, reaksi pertama dari
orang tersebut adalah menahan nafas, proses ini terus terjadi hingga keinginan
untuk bernafas tidak dapat ditahan lagi, yang ditentukan oleh tingginya
konsentrasi karbon dioksida dan rendah nya konsentrasi oksigen. Titik dimana
orang tak dapat lagi menahan nafasnya terjadi pada saat PCO2 dibawah 55 mmHg
dan terdapat keadaan hipoksia dan PAO2 dibawah 100 mmHg dan PCO2 yang
tinggi.4
Setelah mencapai keadaan orang tak dapat menahan nafas, akan terjadi
proses inhalasi yang menyebabkan masuknya sejumlah volume air, dimana
beberapa air juga akan ditelan ke saluran pencernaan. Proses involunter ini akan
berlanjut selama beberapa menit hingga proses pernafasan menghilang lalu akan
terjadi keadaan hipoksia dan akan menyebabkan hipoksia serebral dan merusak
jaringan otak secara ireversibel dan berlanjut menjadi kematian. Terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh dalam kerusakan otak akibat tenggelam yaitu
umur, dan temperatur air, pada kasus tenggelam di air biasa, kerusakan otak
terjadi sekitar 3 10 menit setelah tenggelam, pada kasus tenggelam di air dingin

pada suhu dibawah 20oC, ditemukan beberapa korban yang selamat dengan
resusitasi dengan fungsi neurologis yang intak setelah tenggelam selama 66 menit,
hal ini disebabkan oleh karena keadaan hipotermia dapat menurunkan konsumsi
oksigen otak, memperlambat anoksia seluler dan penurunan ATP, hipotermia juga
menurunkan aktivitas metabolik dan elektrik otak. Rasio konsumsi oksigen
serebral ini menurun kurang lebih 5% untuk setiap penurunan 1 oC, Respon ini
disebut juga respon diving.1,4 Meskipun beberapa penelitian melaporkan efek
ketahanan hidup yang tinggi pada tenggelam di air dingin, pada tenggelam di air
yang sangat dingin (<15oC) hal ini dapat mengaktivasi respon syok dingin (Cold
Shock Response) yang teraktivasi karena suhu dingin pada termoreseptor subkutan
yang mengaktivasi saraf simpatis dan menyebabkan takikardi, gasping respirasi,
hiperventilasi tak terkontrol, vasokonstriksi perifer, dan hipertensi, sehingga
terjadi konflik sistem saraf otonom akibat aktivasi sistem parasimpatis oleh
refleks diving dan aktivasi refleks Cold Shock yang menyebabkan aritmia jantung
yang dapat menimbulkan kematian.6
Aspirasi air dapat menyebabkan penurunan oksigenasi, hipoksemia, dan
kerusakan otak hipoksik, dan kematian. Aspirasi sekitar 1 3 ml/kg cairan dapat
menyebabkan kerusakan signifikan pertukaran gas di alveolus, dan hampir semua
korban mengaspirasi cairan tidak lebih dari 4 ml/kg. Aspirasi lebih dari 11 ml/kg
cairan dapat mengubah jumlah volume darah, dan aspirasi lebih dari 22 ml/kg
dapat mengubah kadar elektrolit darah.7
Tenggelam itu sendiri merupakan suatu gabungan antara keberadaan
mekanik air di dalam sistem pernafasan (menyebabkan asfiksia mekanik) dan
perubahan elektrolit dan cairan yang bergantung dari medium cairan tersebut (air
tawar vs air laut) dimana tenggelam terjadi. Air tawar mempunyai struktur
hipotonis dibandingkan dengan plasma, sehingga ketika terinhalasi air tawar akan
cepat di absorbsi ke dalam darah, menyebabkan dilusi elektrolit dan hipervolemia.
Hal ini menyebabkan kolaps alveoli/atelektasis akibat perubahan tekanan
permukaan surfaktan, yang akan menyebabkan shunting intrapulmoner. Air laut
sendiri memiliki struktur hipertonis dibandingkan dengan plasma, ketika
terinhalasi akan menyebabkan absorbs cairan plasma ke alveolus, hiperkonsentrasi

elektrolit dan hipovolemia dan menyebabkan pencairan surfaktan. Aspirasi dari air
tawar dan laut akan menyebabkan hipoksemia sistemik dan menyebabkan depresi
miokard, perubahan permeabilitas kapiler paru, menyebabkan edema pulmoner
dan hemolisis sel darah merah akibat absorbs massif cairan hipotonis dan
kebocoran cairan ke rongga peritoneal dan sakus perikardium.8,9
Mekanisme Alternatif Kematian Akibat Tenggelam
Usaha untuk menjelaskan kematian pada individu yang ditemukan
tenggelam di air tanpa tanda otopsi aspirasi air memberikan suatu konsep dry
drowning. Stimulasi dari reseptor nervus trigeminal akibat terdamnya wajah (dan
juga faring, laring, dan mukosa) di dalam air menunjukkan terjadinya suatu reflex
apnea, bradikardi, dan vasokonstriksi perifer pada manusia hal ini di sebut dengan
respon menyelam yang di tambahkan oleh ansietas/ketakutan, suhu air kurang
dari 20oC dan alcohol, meningkatkan angka terjadinya suatu aritmia yang fatal.
Serangan jantung juga pernah di catat terjadi saat air masuk ke dalam hidung.8
Respon

syok

dingin,

yang

di

inisiasi

reseptor

subkutan

perifer,menyebabkan efek respirasi (hembusan inspirasi dan hiperventilasi yang


tidak terkontrol, alkalosis respiratorius, dan hipoksia serebral) dan efek
kardiovaskuler (takikardi, peningkatan curah jantung, hipertensi, dan beban
jantung potensial yang dapat menyebabkan iritabilitas jantung dan fibrilasi
ventrikel), yang sangat tergantung dari suhu air. Kostimulasi dari respon
menyelam dan syok dingin dapat menyebabkan aritmia supraventrikular.8

D. KLASIFIKASI TENGGELAM
1. Typical drowning (wet drowning)
Pada typical drowning ditandai dengan adanya hambatan pada saluran
napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Pada
keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban
tenggelam.4
2. Atypical drowning

Pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan


tidak adanya cairan dalam saluran napas. Karena tidak khasnya tanda
otopsi pada korban atypical drowning maka untuk menegakkan diagnosis
kematian selain tetap melakukan pemeriksaan luar juga dilakukan
penelusuran keadaan korban sebelum meninggal dan riwayat penyakit
dahulu.4
Atypical drowning dibedakan menjadi :
2.1. Dry Drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan,
akibat spasme laring. Menurut teori adalah bahwa ketika sedikit air
memasuki laring atau trakea, tiba-tiba terjadi spasme laring yang
dipicu oleh vagal refleks. lendir tebal, busa, dan buih dapat terbentuk,
menghasilkan plug fisik pada saat ini. Dengan demikian, air tidak
pernah memasuki paru-paru akan menyebabkan keadaan asfiksia, dan
akan menyebabkan kematian.10
2.2. Tenggelam di Air Dangkal
Pada kondisi ini, tenggelam terjadi pada air dengan ketinggian yang
dangkal, tapi cukup untuk menenggelamkan bagian mulut atau
hidung. Biasanya terjadi akibat kecelakaan pada orang cacat atau anak
kecil, epilepsi, keadaan mabuk, koma, atau orang dengan trauma
kapitis.10
2.3. Immersion syndrome (vagal inhibition)
Terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air yang sangat
dingin (< 20oC atau 68oF) akibat reflek vagal yang menginduksi
disaritmia yang menyebabkan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga
menyebabkan kematian.10
2.4. Secondary drowning
Pada jenis ini, korban yang sudah ditolong dari dalam air tampak sadar
dan bisa bernapas sendiri tetapi secara tiba-tiba kondisinya memburuk.
Pada kasus ini terjadi perubahan kimia dan biologi paru yang
menyebabkan kematian terjadi lebih dari 24 jam setelah tenggelam di

dalam air. Kematian terjadi karena kombinasi pengaruh edema paru,


aspiration pneumonitis, gangguan elektrolit (asidosis metabolik).10
E. PEMERIKSAAN LUAR

Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5F


(0,55oC) per menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam
waktu 5 atau 6 jam waktu ini dapat menjadi lebih lama bila korban
tenggelam di air dingin, karena suhu tubuh juga akan menurun dan akan
memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali ke suhu lingkungan.

Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan,
leher, kepala, dan ekstremitas yang merupakan bagian yang tergantung ke
bawah saat bagian badan mayat terapung ke permukaan akibatnya
menyebabkan darah statis pada daerah tersebut. Lebam mayat berwarna
merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.

Gambar 3. Posisi Mayat Terapung

Pembusukan sering tampak dan berlangsung dalam proses yang lebih


cepat pada mayat tenggelam, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap.
Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan. Hal
ini bukan merupakan tanda yang tidak spesifik sebab dapat juga di
dapatkan pada mayat yang tidak tenggelam.

Cutis Anserina (fenomena goosefles-kulit angsa), hal ini merupakan


spasme otot erektor villi yang disebabkan rigor mortis. Gambaran ini dapat
ditentukan pada mayat yang tidak tenggelam.

Washerwoman hand appearance, penenggelaman yang lama dapat


menyebabkan pemutihan dan kulit yang keriput pada kulit. Biasanya

ditemukan pada telapak tangan dan kaki (tampak 1 jam setelah terbenam
dalam air hangat). Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat
ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan
keriput juga.

Gambar 4. A dan B. (gambaran jari tangan washerwoman yang


disebabkan oleh pembenaman yang lama dalam air).

Schaumfilzfroth, busa tampak pada mulut atau hidung atau keduanya.


Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya
mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paruparu dan terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa
dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli. Paru-paru akan
terisi air dan cairan busa akan menetes dari bronkus ketika paru-paru di
tekan dan dari potongan permukaan paru ketika dipotong dengan pisau.
Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak
pada mulut atau hidung atau keduanya, pembusukan akan merusak busa

tersebut dan terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan yang


berasal dari darah dan gas pembusukan. Sedangkan pada busa yang
terbentuk akibat keracunan, biasanya busa dihasilkan oleh hipersalivasi
kelenjar yang berbentuk busa yang biasanya sedikit lebih cair dari busa
akibat tenggelam.

Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan
reaksi intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-banda, seperti rumput
laut, dahan dan batu yang tergenggam. Ini menunjukkan bahwa waktu
korban mati, berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.

Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat
terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena bendabenda disekitarnya. Luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah,
sehingga tidak jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.4

F. PEMERIKSAAN DALAM

Paru-paru tampak membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru


sehingga tampak impresi dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena
pembesaran paru-paru akibat kemasukan air, maka pada perabaan akan
terasa crepitasi oleh karena air. Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat
hebat dimana bila berat paru-paru normal adalah 200-300gr, sekarang bisa
mencapai lebih dari 1 kilogram. Dalam saluran pernafasan yang besar
seperti trakea, bronkus, dan bronkhioli, dapat ditemukan benda-baenda
asing, tampak secara makroskopik misalnya tumbuhan air, pasir, lumpur,
dsb. Tampak secara mikroskopik diantaranyaa telur cacing dan diatome
(ganggang kersik).

Pleura dapat berwarna kemerahan dan pada daerah subpleural mungkin


terdapat petehie-petechie, tapi dengan adanya air yang masuk maka hal ini
tidak lagi berupa titik-titik (karena terjadi hemolysa) melainkan berupa
bercak-bercak dan bercak-bercak ini disebut bercak-bercak paltauf, yang
berwarna biru kemerahan.4
10

Pada pemeriksaan Lambung sering ditemukan pasir, hidupan akuatik dan


juga batuan silt akibat daripada air yang tertelan saat terjadi tenggelam.
Ada beberapa ahli patologis berpendapat bahwa air bias masuk secara
pasif ke dalam lambung akibat daripada turbulansi air berbanding air yang
masuk secara aktif ketika terjadi tenggelam. Manakala beberapa ahli
patologis yang lain pula berpendapat bahwa relaksasi sphincter
gastrophageal lambung yang terjadi pada postmorterm menyebabkan air
masuk ke lambung dan mengisi ruangan lambung. Oleh kerana itu, air di
didalam lambung tidak bisa digunakan sebagai satu tanda tenggelam.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diatome
Umumnya diatome dikenal sebagai ganggang yang hidup di dalam
air. Setiap jenis air memiliki keanekaragaman diatome tersendiri. Diatome
merupakan organisme mikroskopik algae uniseluler yang autotropik di
alam dan memiliki berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut
dan air tawar . Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve.
Pada diatome kelas Bacillariophyceae

terbagi atas dua bagian

yaitu,central dan Pennales atas dasar kesimetritannya. Ada sekitar 10,000


jenis dan 174 jenis diatom, mempunyai ukuran dan bentuk berbeda
berkisar antara 1 ke 500 m. Diatoms biasanya ditemukan di dalam air
seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain lain, akan

tetapi

konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu, tergantung


pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air tidak
didapatkan bukti adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.11
Pada saat tenggelam berlangsung, diatom masuk ke rongga paruparu seseorang yang terbuka ketika air terisap, dan air yang masuk
menekan rongga paru-paru dan memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang
pecah diatoms dapat masuk ke jantung, hati, ginjal, sumsum tulang dan
otak. Pada diameter dan ketebalan alveoli paru-paru diketahui sangat kecil
akan tetapi tidak mustahil semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam
11

organ dan rongga paru-paru dimana dapat menembus melalui jaringan


kapiler ini disebut Drowning Associated Diatoms (DAD).11
Analisa diatom yang berada di paru-paru, hati, limpa, sumsum
tulang dan darah selama bertahun-tahun dilakukan sebagai tes konfirmasi
di dalam kasus tenggelam. Meskipun, tes pada diatom menjadi kontraversi
sejak beberapa kasus menghasilkan negatif yang salah dan positif yang
salah didokumentasikan. Analisa diatom yang saksama merupakan suatu
yang dapat menentukan ya atau tidaknya kematian terjadi akibat
tenggelam. Sebelum hasil diagnosa kematian dengan korban tenggelam
haruslah diketahui morfologi dan morphometric suatu diatom dari korban
tenggelam sebab penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru tergantung
atas kepadatan dan ukuran diatom tersebut.11
Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus tenggelam,
salah satu hal termudah mendeteksi adanya diatom pada viscera tubuh
yang tenggelam, Pada kasus tenggelam ante mortem maka didapatkan
diatom pada putative drowning medium. Untuk mencari diatome, paruparu harus didestruksi dahulu dengan asam sulfat dan asam nitrat,
kemudian disentrifuse dan endapannya dilihat dibawah mikroskop. Paruparu, hati, ginjal, dan bone marrow telah di analisa dan kesimpulan telah
diambil berdasarkan ditemukannya atau tidak ditemukannnya organisme
ini. Saat ini penggunaan analisa diatome cenderung digunakan pada sistem
yang tertutup seperti sumsum tulang femur atau kapsul ginjal dari tubuh
yang belum membusuk. Diagnosis pada kasus tenggelam dari analisa
diatome harusnya positif tenggelam bila ditemukan diatom minimal diatas
20 diatom / 100 ul lapangan pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari sample
paru-paru) dan 50 diatom dari beberapa organ, selanjutnya sebaiknya
diatom yang ditemukan harusnya cocok dari sumsum tulang dan tempat
dimana tenggelam, ini merupakan bukti yang kuat yang dapat mendukung
dan dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat masih hidup atau
tidak. Pada beberapa literature telah berusaha untuk mengembangkan

12

beberapa informasi penting tentang tipe diatom yang spesifik, dimana


umumnya masuk pada bermacam organ dalam tubuh seorang yang
tenggelam.11
Sample air dari putative drowning memiliki

beberapa ragam

spesies diatom yang berhubungan dengan tubuh korban yang tenggelam.


Tenggelam di air laut ditemukan Fragilaria, Synedra, Coscinodiscus,
Actinoptychus undulates, Thalassiothrix sp., Diploneis splendida,
Navicula dan lainnya pada paru-paru tubuh. Campylodiscus noricus,
C. echenels pada dasar laut, Actinocyclus ehrenbergii and
Achnanthes taeniata pada air laut yang dalam.

Asterionella sp.

Cymatopleura sp.

Coscinodiscus sp.

13

Triceratium sp.

Bellerochea sp.

Melosira sp. (Auxospores)

Amphiprova sp

Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal
ditemukan Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N.
meniscus, N. bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia
mesolepta, P. gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia
smithioi, Cymbella cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis
Cocconeis diminuta dan banyak spesies diatome lainya ditemukan
pada air tawar. Pinnularia borealis ditemukan pada air tawar yang
dingin, Pinnularia capsoleta ditemukan pada air tawar yang dangkal.
Selama proses monitor air sungai yang berterusan didapatkan adanya
diatom pada air dan tisu sel yang mana diatom yang paling sering
ditemukan adalah Navicula, Diatoma, Nitzschia, Stephanodicus,
Fragilaria,

Gomphonema,

Gyrosigma,

Melosira, Achnanthes,

Amphora, Cocconeis, Cyclotella, dan Cymbella.

14

Achnanthes sp.

Amphipleura sp.

Anomoeneis sp.

Biddulphia sp.

Cyclotella sp.

Surirella sp.
Eunotia ditemukan di daerah yang pH air 7-8 .
E. lunaris ditemukan di daerah yang pH air 5-6.
Penetrasi diatom pada kapiler alveoli menggunakan Transmission
Elektron Mikroskop (TEM) dan SEM (Lunette,1998). Sepanjang
penemuan mereka, mereka menemukan

Diatoma Maniliformis (yang

dipenetrasi di distal dinding jalan napas), Navicula Specula (yang


dipenetrasi pada khons pore), Tabularia fasciculat (yang dipenetrasi dari

15

sebagian laserasi epitel dan endotel yang sejajar dari septum alveolar yang
menegang), Nitzschia paleacea (yang dipenetrasi dari sebagian dinding
alveolar), Mastogloia smithii (yang dipenetrasi dari dinding alveolar
dengan laserasi yang terlihat bersih) dan Amphora delicatissima,dll.11
Pengetahuan tentang diatom berhubungan dengan tenggelam selalu
berhubungan dengan forensic dalam mengdiagnosis pada kasus tenggelam.
Pada penelitian yang lebih lanjut tentang morfologi dan kehidupan diatom
yang berbeda pada beberapa macam air di daerah yang spesifik dapat juga
membantu lebih baik memecahkan kasus tenggelam.. adanya diatome
pada kasus tenggelam ante-mortem tergantung pada tipe, ukuran dan
densitas diatom yang dilihat pada medium putative tenggelam. Tidak dapat
disangkal bahwa diatom-diatom kecil seperti (Diatoma, Cyclotella,
Epithemia dll.) mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk memasuki
organ tubuh berbanding diatom dengan ukuran yang lebih besar (Synedra)
yang mana bisa juga ditemukan di dalam organ tubuh jika mereka
mempunyai kemampuan untuk berfragmentasi yang cukup. Diatom yang
sering dijumpai pada organ tubuh pada kasus tenggelam adalah Navicula,
Nitzschia, Synedra ulna, Achnanthidium dan Cyclotella karena banyak
terdapat di air dan ukurannya yang optimum.11
Organ tubuh

Spesies yang sering ditemukan

Paru-paru

Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta,


Fragilaria brevistriata, Navicula dll

Sumsum tulang Stephanodicus parvus, Navicula, Diatoma and


fragments of Synedra ulna
Hati

Achnanthes minutissima, Cocconeis placentula,


Fragilaria ulna var. acus, Navicula lanceolata dll

Ginjal
Lambung

Achnanthes biasolettiana, N. seminulum dll


Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta,

16

Gomphonema minutum dll


Usus

Asterionella

Formosa,

Cyclotella

comensis,

Gomphonema pumilum and Nitzscia pura dll

Gettler chloride
Sejumlah tes telah dikembangkan dalam beberapa tahun untuk
menentukan korban tenggelam. Yang paling terkenal ialah tes Gettler
chloride, dimana darah dianalisa dari sisi kanan dan kiri jantung dengan
kiraan perbedaan 25mg/100ml antara jantung kiri dan kanan dikira
signifikan. Jika level chloride kurang pada sisi kanan daripada sisi kiri,
korban disangka telah tenggelam dalam air garam. Jika lebih tinggi pada
sisi kanan jantung daripada sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam
dalam air tawar. Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti
membandingkan grafitasi spesifik darah pada kanan dan kiri atrium.
Semua tes yang telah disebut di atas tidak pasti dan tidak mendukung
dalam menyimpulkan tenggelam.7

BAB 3
KESIMPULAN

17

Drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami akibat


terendam atau terbenam kedalam cairan.1 Tenggelam dapat terjadi di lautan atau
pada kasus penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi, atau anak kecil pada air
dengan ketinggian air 6 inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi akibat
tenggelam akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering di sebut
dengan asfiksia.
Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan
dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu
kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang
meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai penyebab kematian
ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian tersebut terjadi di
negara negara miskin dan berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah
mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki laki di
bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena
data resmi angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh
diri dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
Tenggelam diklasifikasikan menjadi typical drowning dan atypical
drowning sedangkan atypical drowning sendiri diklasifikan menjadi dry
drowning, shallow water drowning,

immersion syndrome,dan secondary

drowning. Perbedaannya adalah pada typical drowning adanya hambatan pada


saluran napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh
sedangkan pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak
adanya cairan dalam saluran napas.
Penentuan diagnosis ditentukan dari pemeriksaan luar, dalam dan
penelusuran korban sebelum meninggal serta riwayat penyakit dahulu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Szpilman D, Bierens J.J.M, Handley A.J, Orlowski J.P. Current Concepts
Drowning. N Engl J Med 2012;366:2102-10.

18

2. Global Report on Drowning : Preventing A Leading Killer. World Health


Organization 2014.
3. World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury Prevention.
Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments. 2014.
4. Di Maio D, Di Maio V. Section 15 : Death by Drowning In: Forensic
Pathology. New York: CRC Press; 2001. Page 395-403
5. Prawedana H.K, Suarjaya P.P. bantuan hidup dasar dewasa pada near
drowning di tempat kejadian. Bagian/SMF Ilmu Anesthesiologi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah, Denpasar.
6. Shattock M.J, Tipton M.J. Autonomic Conflict : a different way to die
during cold water immersion ?. J Physiol 590.14 (2012) pp 32193230.
7. Dolinak D, Matshes E.W, Lew E.O. Section 9 : Drowning. Forensic
Pathology Principles and Practice. California : ELSEVIER. 2005. Page
227-37.
8. James J.P, Jones R, Karch S.B, Manlove J. Section 16 : Immersion and
drowning in Simpsons Forensic Medicine 13th ed. London : Hodder &
Stoughton Ltd. 2013. Page 163 - 68
9. Adelman H.C, Kobilinsky L. Section 7 : Asphyxia/Anoxic Deaths in
Forensic Medicine : Inside Forensic Science. New York : Infobase
Publishing. 2007. Page 50 59.
10. Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle of
Forensic Medicine & Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers Ltd. 2011. Page 304 313.
11. Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra,Rajvinder Singh. A Fluorocent

Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small Water Bodies


(Lakes And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med Toxicol 2011;11(2):
81-86

19

Anda mungkin juga menyukai