Mikroba sulit dilihat dengan cahaya karena tidak mengadsorbsi atau membiaskan
cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai
mikroorganisme. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroba
dengan sekelilingnya dapat ditingkatkan. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan
strukur seperti spora, flagela, dan bahan inklusi yng mengandung zat pati dan granula fosfat
(Dwidjoseputro, 2005).
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, kerena selain
bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut
maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan
mudah diamati. Olek karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salahsatu cara
yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Widjoseputro, 1989).
Tujuan pewarnaan terhadap mikroorganisme ialah untuk :
1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, maupun fungi.
2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad.
3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan struktur dalam jasad.
4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik dan kimia
dapat diketahui.
2.9.
Teknik Pewarnaan
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu
selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak permeabel terhadap zat-zat
warna yang umum sehingga sel bakteri tersebut tidak terwarnai oleh metode pewarnaan
biasa, seperti pewarnaan sederhana atau Gram. Dalam pewarnaan gram diperlukan empat
reagen yaitu :
Zat warna utama (violet kristal)
Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan warna utama.
Pencuci / peluntur zat warna (alcohol / aseton) yaitu solven organic yang digunakan uantuk
melunturkan zat warna utama.
Zat warna kedua / cat penutup (safranin) digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah
kehilangan cat utama setelah perlakuan denga alcohol.
Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada
metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat warna metil ungu
gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji
pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu,
yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda.
Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan
struktur dinding sel mereka.
Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap yaitu
1. Pemberian cat warna utama (cairan kristal violet) berwarna ungu.
2. Pengintesifan cat utama dengan penambahan larutan mordan JKJ.
3. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alkohol asam.
4. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin
Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding
selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma
organisme gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram
negatif dengan pencucian alcohol memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram positif
memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidohlikan yang tebal (25-50nm) sedangkan
bakteri negative lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3 nm).
Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk membantu determinasi
suatu bakteri. Beberapa perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri Gram positif dan
bakteri Gram negatif yaitu:
Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:
Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 15 mm, berlapis tiga atau multilayer.
Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan terdapat didalam
lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit 10% dari berat kering, tidak
mengandung asam tekoat.
Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar misalnya kristal violet.
Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau monolayer.
Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan ada yang
sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan.
Mengandung asam tekoat.
Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu kristal.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pewarnaan_Gram)
Pewarnaan Tahan Asam
Pewarnaan ini ditujukan terhadap bakteri yang mengandung lemak dalam konsentrasi tinggi
sehingga sukar menyerap zat warna, namun jika bakteri diberi zat warna khusus misalnya
karbolfukhsin melalui proses pemanasan, maka akan menyerap zat warna dan akan tahan
diikat tanpa mampu dilunturkan oleh peluntur yang kuat sekalipun seperti asam-alkohol.
Karena itu bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA). Teknik pewarnaan ini dapat
digunakan
untuk
mendiagnosa
keberadaan
bakteri
penyebab
tuberkulosis
yaitu
Mycobacterium tuberculosis . Ada beberapa cara pewarnaan tahan asam, namun yang paling
banyak adalah cara menurut Ziehl-Neelsen (Irianto, 2006).
Bakteri Tahan Asam (pink) dan bakteri Tidak Tahan Asam (biru)
5.
karena negative charge pada permukaan bakteri. oleh karena itu, sel tidak berwarna mudah
dilihat dengan latar belakang berwarna (Koesmadji, 2002).
pembahasan
Pewarnaan (Pengecatan)
1.
Pewarnaan Gram
Pewarnaan (pengecatan) bakteri gram dilakukan dengan menggunakan bahan kristal
violet, burke,s iodine, ethanol 95% dan safranin akuosa. Hal pertama yang dilakukan adalah
membubuhkan kristal violet hingga bakteri terendam semuanya, diamkan selama 1 menit,
kemudian cuci pada air mengalir. Selanjutnya smear dibubuhkan burke,s iodine selama 1
menit dan dicuci dengan menggunakan air mengalir. Deklonisasi dengan ethanol 95% dan
dicuci dengan air mengalir. Langkah selanjutnya penutupan dengan cat safranin akuosa
selama 30 detik dan dicuci dengan air mengalir. Keringkan preparat dan amati dibawah
mikroskop dengan minyak imersi.
Pewarna yang digunakan pada umumnya berbentuk senyawa kimia khusus yang akan
memberikan reaksi kalau mengenai bagian tubuh jasad. Karena pewarnaan tersebut berbentuk
ion yang bermuatan positif ataupun negative. Sel bakteri bermuatan mendekati negatif kalau
dalam keadaan pH mendekati netral. Sehingga kalau kita memberikan pewarnaan yang
bermuatan positif ataupun negatif (Suriawiria, 1985).
Pewarnaan Sederhana (Pewarnaan Positif). Sebelum dilakukan pewarnaan dibuat
ulasan bakteri di atas object glass yang kemudian difiksasi. Jangan menggunakan suspensi
bakteri yang terlalu padat, tapi jika suspensi bakteri terlalu encer, maka akan diperoleh
kesulitan saat mencari bakteri dengan mikroskop. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri
dan melekatkan sel bakteri pada object glass tanpa merusak struktur selnya (Campbell dan
Reece, 2005).
Pewarnaan Negatif. Beberapa bakteri sulit diwarnai dengan zat warna basa. Tapi mudah
dilihat dengan pewarnaan negatif. Zat warna tidak akan mewarnai sel melainkan mewarnai
lingkungan sekitarnya, sehingga sel tampak transparan dengan latar belakang hitam
2.
Pewarnaan spora dengan menggunakan bahan malachite green dan safranin akuosa.
Smear dibubuhkan dengan malachite green kemudian dipanaskan hingga cat menguap (bukan
preparat mendidih), kemudian cuci dengan air mengalir. Selanjutnya ditutup dengan cat
safranin akuosa selama 1-2 menit didiamkan lau dicuci dengan air mengalir. Setelah itu
dikeringkan lalu dapat diamati dibawah mikroskop dengan minyak imersi.
Endospora tetap dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa pewarnaan dan
tampak sebagai bulatan transparan dan sangat refraktil. Namun jika dengan pewarnaan
sederhana, endospora sulit dibedakan dengan badan inklusi (kedua-duanya transparan, sel
vegetatif berwarna), sehingga diperlukan teknik pewarnaan endospora.
kesimpulan
Pada pewarnaan gram, bahan yang digunakan untuk cat pewarna yaitu
kristal violet, burke,s iodine, ethanol 95% dan safranin akuosa. Pada pewarnaan
spora, bahan yang digunakan untuk yaitu melachite green dan safranin akuosa.
Teknik pewarnaan dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang mampu
memberi cat warna pada smear. Teknik pewarnaan ada gram, Zieh-Nehen untuk
bakteri acid fast, spora dan flagella.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Alimuddin. 2005. Mikrobiologi Dasar Jilid 1. Makassar : State University of Makassar
Press.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi ke-5. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Baird RM, Hodges NA, Denyer SP. 2000. Handbook of Microbiological Quality Control:
Pharmaceutical Science. USA: CRC Press.
Bardy SL, Ng SY, Jarrell KF. 2003. "Prokaryotic motility structures". Microbiology
(Reading, Engl.) 149 (Pt 2): 295304.
Berg JM, Tymoczko JL Stryer L. 2002. Molecular Cell Biology (edisi ke-5th). WH Freeman
Burdon, Kenneth Livingston, Robert P. Williams. 1969. Microbiology. Macmillan.
Campbell, N. A. Dan Reece, J. B., 2005. Biologi Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : PT.Gramedia.
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : PT.Gramedia.
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi Jilid 1. Bandung : Yrama Widya.
at
High
Temperature.
Appl
Environ
Microbiol
72(5):3476-81.
doi:10.1128/AEM.72.5.3476-3481.2006.
Neidleman SL. 1993. Advances in Applied Microbiology volume 39. United Kingdom:
Academic Press Inc.
Nikiyan H, Vasilchencko A, Deryabin D. 2010. Humidity-Dependent Bacterial Cells
Functional Morphometry Investigations Using Atomic Force Microscope. Int J Microbiol. Vol
2010.
Pelczar, Michael J., et al. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi; Terjemahan. Jakarta : UI Press.
Rollins DM, Joseph SW. 2004. Arrangement of Bacterial Flagella.
Suriawiria, U. 1985. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
Volk, W.A. dan Wheeler, M.F. 1988. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Waluyo, lud. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Umum. UMM. Malang.
Widjoseputro, D., 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan.