Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Menurut Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Pasal 3,
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, ditetapkan
bahwa sasaran pembangunan kesehatan adalah meningkatnya derajat
kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pencapaian tersebut tercermin dari
indikator dampak pembangunan kesehatan, yaitu: menurunnya angka
kematian bayi dari 34 menjadi 24/1000 kelahiran hidup, menurunnya angka
kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118/100.000 kelahiran hidup,
menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 18,4 % menjadi
kurang dari 15,0% dan meningkatnya umur harapan hidup (UHH) dari 70,6
tahun menjadi 72,0 tahun (Sarjuni, 2009).
Semakin meningkatnya UHH penduduk, menyebabkan jumlah
penduduk lanjut usia terus meningkat. Menurut Undang-undang Nomor 13
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

84

tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia), lansia adalah


penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Namun, hal ini
disesuaikan dengan kondisi Indonesia, dimana masa pensiun yang tergolong
pada tahap dewasa akhir adalah 55 tahun, kecuali untuk orang dengan fungsi
tertentu seperti professor, ahli hukum, dokter atau profesi lain (Depkes RI,
1998). Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada berbagai aspek
kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan
semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik
karena faktor alamiah maupun karena penyakit (Badan Pusat Statistik, 2006).
Menurut U.S. Census Bureau, International Data Base (2009), tahun
2007 jumlah penduduk lansia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi
20.547.541 jiwa pada tahun 2010. Badan Pusat Statistik (1992), memprediksi
bahwa penduduk lansia di Indonesia tahun 2020 mencapai angka 11,34% atau
28,8 juta jiwa. Di wilayah Provinsi Sumatera Utara menurut Data Statistik
Indonesia (2010), jumlah lansia mencapai 631.604 jiwa, sedangkan di kota
binjai pada tahun 2010 tercatat jumlah lansia sebanyak 14.518 (BPS, Kota
Binjai).
Perubahan struktur umur penduduk menjadi struktur penduduk umur
tua (UHH) meningkat akan mengakibatkan terjadinya pergeseran pola
penyakit serta tingkat kesehatan di masyarakat. Terjadinya pergeseran pola
penyakit menunjukan terjadinya perubahan status kesehatan masyarakat.
Keadaan tersebut dikatakan sebagai transisi epidemiologi yakni lebih
memfokuskan aspek pergeseran pola penyakit yang diawali wabah dan

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

85

berbagai penyakit infeksi (Penyakit Menular/PM) bergeser ke penyakit


degeneratif (Penyakit Tidak Menular/PTM) (Khomsan, 2001).
Hasil SKRT 1995 dan SKRT 2001, menurut penyebab kematian
tampak bahwa selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi
epidemiologi yang diikuti transisi demografi. Proses ini diprediksi akan
berjalan terus seiring dengan perubahan status sosial ekonomi dan gaya
hidup. Proporsi penyebab kematian oleh PM di Indonesia telah menurun
sepertiganya dari 44% menjadi 28%, sedangkan akibat PTM mengalami
peningkatan yang cukup tinggi dari 42% menjadi 60% (Depkes, 2008).
Berdasarkan data WHO, tahun 2000 PTM diperkirakan mencapai 60%
kematian di dunia dan diprediksikan pada tahun 2020 PTM mencapai 73%
kematian di dunia (Soemantri, dkk, 2005).
Penyakit PTM atau degeneratif telah banyak muncul di Indonesia,
yang penyebabnya tidak terlepas dengan pola makan, diantara penyakit
degeneratif yakni hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung koroner,
kanker dan obesitas. Penyakit degeneratif adalah penyakit yang sulit untuk
diperbaiki yang ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi
gaya hidup (Walqvist (1997) dalam Modul Gizi Kesmas (2008)). Gaya hidup
sehat menggambarkan pola perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya
(Notoatmodjo, 2003).
Salah satu penyakit degeneratif yang perlu diwaspadai adalah
hipertensi. Hipertensi adalah penyebab kematian utama ketiga di Indonesia

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

86

untuk semua umur (6,8%), setelah stroke (15,4%) dan tuberculosis (7,5%)
(Depkes, 2008). Menurut JNC 7 (2003), hipertensi adalah tekanan darah
sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg pada seseorang
yang tidak sedang makan obat antihipertensi (Yogiontoro, 2006). Hipertensi
sering disebut the silent killer karena penderita hipertensi mengalami kejadian
tanpa gejala (Asymtomatic) selama beberapa tahun dan kemudian mengalami
stroke, gagal jantung yang fatal atau penyakit degeneratif lainnya (Krummel,
2004).
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensinya yang
terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup, terutama dalam pola
makan. Pola makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat
kasar, dan rendah lemak bergeser ke pola makan baru yang rendah
karbohidrat, rendah serat kasar, dan tinggi lemak sehingga menggeser mutu
makanan ke arah tidak seimbang. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh
makin kuatnya arus budaya makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan
teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Disamping itu, perbaikan
ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu.
Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat semakin banyaknya
penduduk golongan tertentu mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan
dan obesitas yang berdampak pada timbulnya penyakit degeneratif
(Almatsier, 2001).
Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar
972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi menderita hipertensi, dan angka ini

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

87

diperkirakan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025 (Farmacia, 2007).


Sedangkan angka Proporsional Mortality Rate di dunia akibat hipertensi
adalah 13% atau sekitar 7,1 juta kematian (Yahya, 2005). Hasil Riskesdas
(2007), prevalensi hipertensi yang tergolong lansia (55 sampai 75+ tahun) di
Indonesia mencapai 62,8%. Di Provinsi Sumatera Utara jumlah penderita
hipertensi sebanyak 26,3%. Jumlah penderita hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas H.A.H. Hasan berjumlah 112 orang pada tahun 2013.
Berikut ini merupakan beberapa faktor risiko yang berpengaruh
terhadap kenaikan tekanan darah pada seseorang antara lain: faktor yang tidak
dapat diubah (umur, riwayat keluarga) dan faktor yang dapat diubah (obesitas,
perokok, konsumsi

alkohol, dan konsumsi

makanan

yang

banyak

mengandung lemak atau garam) (Cahyono, 2008).


Kemampuan penderita hipertensi agar tidak menjadikan penyakitnya
semakin parah adalah menjaga perilaku pola makan yang salah satunya
adalah melakukan diet rendah garam dan rendah kolestrol. Namun demikian,
kepatuhan diet makanan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi
pengetahuan, sikap, perilaku dan dukungan keluarga.
Dari uraian di atas dan karena belum pernah diadakannya identifikasi
masalah hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas H.A.H. Hasan
maka

peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Gambaran Tingkat

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Lansia Terhadap Penyakit Hipertensi di


Posyandu Lansia Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2013.

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

88

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah diatas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut: belum diketahuinya Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap
dan Perilaku Lansia Terhadap Penyakit Hipertensi di Posyandu Lansia
Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Provinsi Sumatera Utara Tahun
2013.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Lansia Terhadap
Penyakit

Hipertensi

di

Posyandu

Lansia

Kelurahan

Payaroba

Kecamatan Binjai Barat Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan lansia tentang

hipertensi di Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Provinsi


Sumatera Utara
2. Untuk memperoleh gambaran sikap lansia tentang hipertensi di

Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Provinsi Sumatera


Utara
3. Untuk memperoleh gambaran perilaku lansia tentang hipertensi di

Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Provinsi Sumatera

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

89

Utara

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan serta kemampuan teoritis dan
praktis tentang penyakit hipertensi pada lansia.
1.4.2 Bagi Puskesmas H.A.H Hasan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang berguna tentang gambaran prilaku lansia terhadap kejadian
hipertensi, sehingga dapat mencegah terjadinya hipertensi.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Sebagai informasi tambahan untuk mengetahui pengetahuan,
sikap dan perilaku masyarakat khususnya lansia terhadap penyakit
hipertensi, agar mereka lebih peduli terhadap kesehatan mereka.
1.4.4 Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai masukan bagi pengelola program dalam mengetahui
gambaran prilaku masyarakat tentang penyakit hipertensi di Kota Binjai
pada umumnya dan wilayah kerja Puskesmas H.A.H Hasan khususnya,
sehingga pengambil keputusan dapat menyusun rencana strategis yang
efektif dalam penanganan dan pencegahan hipertensi .

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

90

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perilaku


Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan kesehatan bertujuan
mengubah perilaku yang belum sehat menjadi perilaku yang sehat, artinya
perilaku yang berdasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan.
Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa prilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, disebut
teori : S-O-R atau stimulus-organisme-respon.
Berdasarkan batasan perilaku tersebut maka perilaku kesehatan adalah
suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta
lingkungan.
Perilaku kesehatan di klasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar
tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan atau disebut perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking
Behavior). Perilaku ini adalah upaya atau tindakan seseorang pada saat
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

91

menderita penyakit atau kecelakaan, dimulai dari mengobati sendiri (Self


Treatment) sampai mencari pengobatan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan fisik maupun sosial
budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.

Seorang ahli lain (Becker 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku
kesehatan :
a. Perilaku hidup sehat
b. Perilaku sakit (illness behavior)
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

2.1.1 Pengetahuan (knowledge)


Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu,
penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting umtuk terbentuknya
perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003).
1. Tingkatan pengetahuan
Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif, yaitu :

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

92

a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang

dipelajari

antara

lain

menyebutkan,

menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.


b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

menginterpretasikan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan,


meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

93

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya,

dapat

merencanakan,

dapat

meringkas,

dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoajmodjo,
2003).

2. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

94

kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan
pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2 Sikap (Attitude)


Sikap adalah respon tertutup sesorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik,
dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana,
yakni: An individuals attitude is syndrome of response consistency with
regard to object . jadi jelas dikatakan bahwa sikap itu sindroma atau
kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap ini
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap
belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi perilaku atau tindakan (reaksi tertutup).
Pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting dalam pembentukan sikap. Seperti halnya pengetetahuan, sikap
juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai
berikut:

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

95

1. Menerima (receiving)
2. Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek)
3. Menanggapi (responding)
Menganggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
4. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang
lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan
orang

lain

dan

bahkan

mengajak

atau

mempengaruhi

atau

menganjurkan orang lain merespon.


5. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah ada diyakini. Seseorang yang telah mengambil
sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil
resiko bila ada orang yang mencomoohkan atau adanya resiko lain.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak


langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan.
Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

96

pendapat dengan menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap


pertanyaan terhadap objek tertentu.

2.1.3 Tindakan (practice)


Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan
untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan,
sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain
adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.
Pengukuran atau cara mengamati praktik dapat dilakukan melalui
dua cara, secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengukuran yang
baik adalah secara langsung yakni dengan pengamatan (observasi).
Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat
kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan
terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan
objek tertentu.

2.2 Hipertensi pada Lansia


2.2.1 Pengertian Lansia
Pengertian lansia menurut Dictionary of The Sports and Exercise
Sciences (Hannan, 2000), menjelaskan pengertian tentang penuaan
(aging), yaitu: Elderly is the normal proccess of growing old, without
regard to chronological age characterized by a loss of ability to adapt. 2.
Continuing molecular, cellular, and organismic differentional. Paragraf

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

97

tersebut menjelaskan bahwa lansia adalah sebuah proses normal menjadi


tua tanpa suatu kriteria usia tertentu dimana pada usia itu mengalami
berbagai macam perubahan baik perubahan molekul, sel dan perubahan
kemampuan fungsi organ.
Ditinjau dari ilmu geriatri (Stanley dan Patricia, 2007), menua
adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Santoso dan Andar (2009)
menjelaskan penuaan adalah proses biologis alami atau normal meliputi
seluruh masa kehidupan mulai dari lahir,pertumbuhan,dan perkembangan
untuk mencapai usia matang pada usia 30-50 tahun yang kemudian
diikuti dengan kemunduran dan adanya perubahan degeneratif yang
bersifat progresif dan gradual mengenai bentuk tubuh maupun fungsinya
akibat dari kerusakan sel disertai menurunnya kapasitas fisiologik yang
terjadi selama proses kehidupan dan berujung pada kematian.
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, lansia dipandang dari
segi aspek biologi, ekonomi, dan sosial ialah orang yang berusia 60 tahun
ke atas. Lansia dipandang dari segi biologis, bahwa lansia mengalami
penurunan fungsi biologis baik fisik maupun mentalnya yang berujung
pada kematian karena terjadinya perubahan struktur dan fungsi sel.
Dipandang dari segi ekonomi penduduk lansia dianggap sebagai beban

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

98

bukan sebagai sumber daya sedangkan lansia dipandang dari segi sosial
kelompok lansia merupakan suatu kelompok tersendiri.
Menurut WHO (2002) membagi lansia menjadi 4 kelompok:
1) Usia pertengahan (middle Age 45-59 years), 2) Lansia (elderly 60- 74
years), 3) Lansia tua old (75- 90 years), dan 4) Lansia sangat tua (very
old 90 years or over 90 years). Ada beberapa negara menetapkan usia
kronologis yang berbeda bagi lansia. Di Indonesia sendiri orang dianggap
lansia ketika sudah pensiun dari pekerjaannya kurang lebih usia 55 tahun.
Di USA lansia ialah orang yang berusia 77 tahun lebih. Bagi orang
Jepang kesuksesan justru dimulai usia 60 tahun ke atas dan WHO (2010)
menetapkan usia 60 tahun sebagai titik awal seseorang memasuki masa
lansia.
Dari pengertian di atas lansia ialah sekelompok orang yang telah
berusia sekitar 45-60 tahun ke atas dan mengalami penurunan fungsi
biologis, sosial serta ekonomi (Saputri, 2009). Lansia mengalami
penurunan struktur dan fungsi sel yang berujung pada kematian. Lansia
dianggap sebagai beban yang tidak bermanfaat (Tamher dan Noorkasiani,
2009).

2.2.2. Pengertian Hipertensi pada Lansia


Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole yang tingginya
tergantung dari usia individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi
dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, usia, dan tingkat stress

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

99

yang dialami. Tekanan darah ialah tekanan yang ditimbulkan pada dinding
arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut
tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi
saat jantung beristirahat. Tekanan darah digambarkan sebagai rasio
tekanan sistolik tehadap tekanan diastolik dengan nilai dewasa normalnya
berkisar 100/60 sampai 140/90 mmHg. Rata-rata tekanan darah normal
biasanya 120/80 mmHg (Swartz dan Mark, 2003).
Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran
darah secara rutin. Tekanan darah harus selalu diperiksa dalam setiap
kunjungan. Tekanan darah harus diperiksa baik saat pasien dalam posisi
terlentang, atau berdiri. Kantung udara yang terdapat dalam manset alat
pengukur tekanan darah harus setidaknya menutup dua per tiga lingkar
lengan pasien yang bersangkutan. Palpasi pada tekanan manset pengukur
di mana denyut arteri radial menghilang merupakan salah satu cara untuk
memeriksa kembali ketepatan dari auskultasi tekanan darah sistolik (Jain,
2011).
Bunyi-bunyi Korotkof didengarkan dengan mempergunakan sisi bel
stetoskop yang ditekan ringan diatas arteri brachial. Tekanan saat pertama
bunyi diatas terdengar merupakan tekanan darah sistolik. Bunyi-bunyi
tersebut mungkin akan semakin tersamar sebelum hilang dan tidak
terdengar lagi, dan tekanan yang tertera dalam alat pengukur saat
timbulnya kesamaan bunyi harus diperhatikan sebagai titik diantara
tekanan sistolik dan diastolik (Swartz dan Mark, 2003).

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

100

Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistole tanpa disertai


peningkatan tekanan diastole lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan
hipertensi dengan peningkatan tekanan diastole tanpa disertai peningkatan
tekanan sistole lebih sering terjadi pada usia dewasa muda (Tambayong,
2000). Tekanan darah timbul ketika bersirkulasi di dalam pembuluh darah.
Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini
dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk
menggerakkan darah dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang
elastis dan ketahanan yang kuat (Burnside dan Thomas, 2004).
Seseorang dikatakan mengalami hipertensi atau tekanan darah
tinggi jika memiliki nilai systole 140 mmHg dan diastole 90 mmHg. Pada
lansia hipertensi dicirikan dengan hipertensi sistolik terisolasi, tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih tetapi tekanan diastolik kurang
dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal, keadaan
ini biasanya ditemukan pada orang yang telah berusia 50 tahun ke atas dan
memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya
usia (Neutel, 2011).
Hipertensi pada lansia dibedakan menjadi dua macam yaitu
hipertensi dengan peningkatan sistolik dan diastolik dijumpai pada usia
pertengahan dan hipertensi sistolik pada usia di atas 65 tahun. Tekanan
diastolik meningkat pada usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia
60 tahun. Tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia
(Kuswardhani, 2006).

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

101

Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering


ditemukan menjadi faktor utama penyakit koroner. Lebih dari separuh
kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan
serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi dua
macam yaitu hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari
140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih 90 mmHg serta
hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho, 2008). Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi pada lansia dipengaruhi
oleh faktor usia.
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII (Join National Committee
VII) dalam Budisetio (2005)

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII


Klasifikasi Tekanan Darah
Normal

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


< 120
< 80

Prahipertensi

120 139

80 89

Hipertensi derajat 1

140 159

90 99

Hipertensi derajat 2

160

100

2.2.3 Faktor Penyebab Hipertensi pada Lansia


Menurut Babatsikou dan Assimina (2010) hipertensi dari
penyebabnya dibedakan menjadi 2 macam:
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer (idiopatik)

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

102

Jenis hipertensi ini masih belum diketahui penyebabnya, meskipun


begitu kasus hipertensi esensial ini memiliki beberapa faktor-faktor
resiko tertentu, seperti faktor keturunan, usia, ras, obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, kurangnya asupan kalium, magnesium, dan kalsium,
komsumsi alkohol yang berlebihan, dan kejadian ini terjadi lebih
banyak pada lelaki. Gaya hidup yang tidak sehat dengan banyak
mengkomsumsi garam juga menjadi salah satu pemicu timbulnya
hipertensi.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder dikenal juga dengan hipertensi renal. Berikut ini
adalah beberapa faktor pemicu timbulnya hipertensi sekunder, antara
lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, tumor kelenjar hipofisis,
produksi hormon yang berlebihan, seperti hormon adrenal dan tiroid,
tumor otak atau gangguan yang melibatkan tekanan intra kranial
meningkat.

Lewa, Abdul Farid, Dewa dan Bening Rahayu (2010) menjelaskan, faktor
penyebab yang mempengaruhi hipertensi pada lansia yang dapat atau tidak
dapat dikontrol antara lain:
1) Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
a) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada laki-laki sama dengan perempuan.
Namun perempuan terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

103

menopause. Perempuan yang belum menopause dilindungi oleh hormon


estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar HDL (High Density
Lipoprotein). Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor pelindung
dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas perempuan pada
usia premenopause. Pada premenopause perempuan mulai sedikit
kehilangan hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah
dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen
tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan usia perempuan secara
alami, yang umumnya mulai terjadi pada perempuan usia 45-55 tahun.
Hipertensi lebih banyak terjadi pada laki-laki bila terjadi pada usia
dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang perempuan setelah usia 55
tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah perempuan. Hal ini sering
dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Harrison,
Wilson, dan Kasper, 2005).
b) Usia
Semakin tinggi usia seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi
orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi
dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada lansia harus
ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan
hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benarbenar tepat.

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

104

c) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga

itu

mempunyai

resiko

menderita

hipertensi.

Hal

ini

berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan


rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang
tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
riwayat dengan hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi
esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Kuswardhani, 2006).
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.

2) Faktor resiko yang dapat dikontrol


a) Rokok
Meskipun efek jangka panjang merokok terhadap tekanan darah masih
belum jelas, namun efek sinergis merokok dengan tekanan darah yang
tinggi terhadap risiko kardiovaskuler telah didokumentasikan secara
nyata. Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna.
b) Alkohol
Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat meningkatkan tekanan
darah, mungkin dengan cara meningkatkan katekolamin plasma.

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

105

Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko


hipertensi.
c) Konsumsi garam dapur
Hubungan antara asupan natrium dan hipertensi masih kontroversial,
tetapi jelas bahwa pada beberapa pasien hipertensi, asupan garam yang
banyak menyebabkan peningkatan tekanan darah secara nyata. Pasien
hipertensi hendaknya mengkonsumsi garam tidak lebih dari 100
mmol/hari (2.4 gram natrium, 6 gram natrium klorida). Ketika ada terlalu
banyak natrium dalam cairan tubuh, ginjal mengambil peran alaminya
mengeluarkan zat yang tidak terpakai atau yang tidak diinginkan seperti
natrium. Namun, jika jumlah natrium yang dieksresikan oleh ginjal di
luar kapasitas normal ginjal, masalahnya sekarang akan muncul. Dekat
ginjal adalah sistem pembuluh darah, dan cairan yang membawa natrium
berlebihan akan masuk ke aliran darah dan melalui pembuluh darah
tersebut. Aliran darah akan menyempit dan menutup dengan sendirinya
apabila ginjal lambat dalam mengambil natrium yang dibawanya. Sistem
vaskular akan menutup untuk meningkatkan tekanan darah di dekat
ginjal, peningkatan tekanan darah akan menciptakan dorongan atau
kekuatan yang akan mendorong ginjal untuk membuang kelebihan
sodium (Hopkinson, 2011).
d) Kurang Aktivitas Olahraga
Kurang aktifitas fisik dapat mengakibatkan berbagai macam keluhan.
Salah satunya pada sistem kardiovaskular yaitu ditandai dengan

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

106

menurunnya denyut nadi maksimal serta menurunnya jumlah darah yang


dipompa dalam tiap denyutan. Kurang aktifitas fisik juga dapat
meningkatkan tekanan darah, dengan latihan olahraga yang rutin
diharapkan akan menurunkan tekanan darah dengan sendirinya.
e) Obesitas
Faktor yang diketahui dengan baik adalah obesitas, dimana berhubungan
dengan

peningkatan

volume

intravaskuler

dan

curah

jantung.

Pengurangan berat badan sedikit saja sudah menurunkan tekanan darah.


Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat
memicu timbulnya berbagai macam penyakit seperti atritis, jantung, dan
hipertensi.
f) Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga terjadi melalui aktivasi
saraf simpatis (saraf yang bekerja saat beraktifitas). Peningkatan aktivitas
saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan
darah menetap tinggi.

2.2.4 Patofisiologi Hipertensi pada Lansia


Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan
peningkatan usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang
pada arteri besar. Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan
penambahan volume intravaskuler yang sedikit menunjukkan kekakuan

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

107

pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik


ditandai dengan penurunan kelenturan pembuluh darah arteri besar,
resistensi

perifer

yang

tinggi,

pengisian

diastolik

abnormal

dan

bertambahnya masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output


jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan
diastolik. Lanjut usia dengan keadaan hipertensi sistolik dan diastolik akan
menyebabkan

berkurangnya

output

jantung,

intravaskuler,

menyebabkan

aliran

darah

peningkatan
ke

ginjal

volume

terhambat,

mengakibatkan aktivitas plama renin yang lebih rendah dan menimbulkan


resistensi perifer. Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan
bertambahnya norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan
sistem reseptor beta adrenergik sehingga berakibat penurunan fungsi
relaksasi otot pembuluh darah (Ferdinand, 2008).
Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada
arteri besar yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin
parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah
(Takasihaeng, 2002).

2.2.5 Respon Penderita Hipertensi


Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan
darah yang menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan
komplikasi. Seseorang baru merasakan dampak gawatnya ketika telah
terjadi komplikasi. Jadi baru disadari ketika mengalami gangguan organ

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

108

seperti gangguan fungsi jantung, gangguan fungsi ginjal, dan mengalami


stroke. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan cara
pemeriksaan tekanan darah secara berkala ketika check-up (Appel dan
Rafael, 2007). Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal yaitu
sakit kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sukar
tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat,
berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi
hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan; penglihatan, saraf,
jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan
kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).

2.2.6 Bahaya Hipertensi pada Lansia


Hipertensi apabila tidak disembuhkan maka dalam jangka panjang
dapat menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ
yang mendapatkan suplai darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal
(Harber dan Scoot, 2009). Penyakit yang sering timbul akibat hipertensi
adalah stroke, gagal ginjal, serangan jantung, dan lain sebagainya.
Infokes (2007) menyebutkan bahwa hipertensi adalah salah satu
penyebab

kematian

menyebabkan

nomor

penyumbatan

satu.

Komplikasi

pembuluh

darah

yang
yang

ditimbulkan

mengakibatkan

kerusakan jaringan, gagal ginjal, jantung koroner dan angka kematian yang

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

109

tinggi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi


berdampak negatif. Terutama untuk para lansia dapat menyebabkan dampak
ke jantung, ginjal, arteri dan paling fatal adalah kematian (Harrison, Wilson,
dan Kasper, 2005).
Berikut penjelasan mengenai komplikasi menurut Burnside dan
Thomas (2004):

No
1
2
3
4
5

Tabel 2.2 Komplikasi Hipertensi


Sistem organ
Komplikasi
Jantung
Infark miokard, angina pectoris dan gagal
jantung kongestif
Sistem saraf pusat
Stroke, ensefalopati hipertensif
Ginjal
Gagal ginjal kronis
Mata
Retinopati hipertensif
Pembuluh darh perifer Penyakit pembuluh darh perifer

2.2.7 Penatalaksanaan Hipertensi pada Lansia


Menurut Mansjoer (2002), katergori penatalaksanaan dikategorikan
dalam kelompok risiko menjadi:
1) Pasien dengan tekanan darah perbatasan, atau tingkat 1, 2 tanpa gejala
penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ, atau faktor risiko lainnya. Bila
dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat diturunkan,
maka harus diberikan obat anti hipertensi.
2) Pasien tanpa penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ lainnya, tapi
memiliki satu atau lebih faktor risiko yang tertera diatas, namun bukan
diabetes mellitus. Jika terdapat beberapa faktor maka harus langsung
diberikan obat antihipertensi.

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

110

3) Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ


yang jelas.

Tabel 2.3 Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi resiko


Tekanan darah
130 135/85-89
140-159/90-99
>160/>100

Kelompok
risiko 1
Modifikasi gaya
hidup
Modifikasi gaya
hidup
Dengan obat

Kelompok
risiko 2
Modifikasi gaya
hidup
Modifikasi gaya
hidup
Dengan obat

Kelompok
risiko 3
Dengan obat
Dengan obat
Dengan obat

Penatalaksanaan secara umum bagi lansia penderita hipertensi menurut


Mansjoer (2002) adalah menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan
(indeks masa tubuh >27), membatasi alkohol, meningkatkan aktivitas fisik
aerobik (30-45menit/hari) sebanyak 3x dalam seminggu, mempertahankan
asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, mengurangi asupan natrium,
mempertahankan asupan kalium yang adekuat, dan berhenti merokok dan
mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.
Anderson (2011) menjelaskan mengenai pemakaian obat pada lanjut
usia perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan absorbsi dalam alat
pencernaan, interaksi obat, efek samping obat dan gangguan akumulasi obat
terutama obat-obatan yang ekskresinya melalui ginjal. Melaksanakan terapi
anti hipertensi perlu penetapan jadwal rutin harian minum obat, mencatat obatobatan yang diminum dan keefektifan mendiskusikan informasi untuk tindak
lebih lanjut.
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

111

Pilihan obat dalam mengatasi hipertensi diantaranya :


1. Hipertensi tanpa komplikasi diberikan diuretik, beta blocker
2. Indikasi tertentu diberikan inhibitor ACE, penghambat reseptor angiotensin
II, Alfa Blocker, Alfa Beta Blocker, diuretik
3. Indikasi yang disesuaikan : DM tipe 1 dengan proteinuria diberikan ACE
Inhibitor, gagal jantung diberikan ACE Inhibitor, diuretik.

BAB III
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

112

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah deskriptif
dengan pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian yang mempelajari
dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
suatu saat, dan bukan dimaksudkan semua objek diamati tepat pada saat yang
sama melainkan setiap objek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat wawancara
pada responden dengan memakai kuesioner.

3.2 Tempat Waktu dan Sasaran Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Payaroba Kecamatan
Binjai Barat.
3.2.2 Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 17 November - 1
Desember 2013.
3.2.3 Sasaran Penelitian
Penelitian ini ditujukan kepada anggota Posyandu Lansia di
Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

113

3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoadmodjo, 2010). Populasi dari penelitian ini adalah semua
Lansia di Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat yaitu sebanyak
200 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel dalam penelitian
ini adalah adalah semua anggota Posyandu Lansia di Kelurahan
Payaroba Kecamatan Binjai Barat yaitu sebanyak 40 orang.
3.3.3 Cara Pengambilan sampel
Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan
metode Random Sampling. Metode Random Sampling adalah
pengambilan sampel secara acak pada populasi.

3.4 Kerangka Konsep

Pengetahuan
Sikap

Hipertensi

perilaku

3.5 Definisi Operasional


3.5.1 Variabel Bebas (Independent Variabel)
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

114

1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah bagaimana sampel itu tahu dalam memahami
hipertensi, mencegah dan mengatasi hipertensi.
2. Sikap
Sikap adalah kemampuan masyarakat usia diatas 55 tahun untuk
menganalisa dan memahami pentingnya pencegahan hipertensi
secara dini.
3. Perilaku
Perilaku adalah kemampuan masyarakat usia diatas 55 tahun untuk
melakukan tindakan pencegahan darah tinggi dengan mengatur pola
makan, olahraga, tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol,
istirahat cukup serta rajin kontrol hipertensi.
3.5.2 Variabel Tergantung (Dependent Variabel)
1. Hipertensi
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik 90 mmHg.

3.6 Pengumpulan Data


3.6.1 Data primer
Data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran
menggunakan instrument kuisioner pada sampel penelitian.
3.6.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari Puskesmas
H.A.H Hasan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat, data
Kecamatan Binjai Barat dan data Kelurahan Binjai Barat.

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

115

3.7 Instrumen Penelitian


Instrumen yang dipakai pada penelitian berupa kuisioner yang terdiri
dari 30 pertanyaan dengan perincian sebagai berikut :
1. 10 pertanyaan untuk menilai pengetahuan
2. 10 pertanyaan untuk menilai sikap
3. 10 sikap untuk menilai tindakan
3.8 Teknik Skoring
Skor jawaban dikategorikan berdasarkan tingkatan skala pengukuran
menurut Hadi Pratomo dan Sudarti (1986). Kategori ordinalnya adalah
sebagai berikut :

Tabel 3.1 Tingkatan Skala Pengukuran Menurut Hadi Pratomo


dan Sudarti
Skor

Kategori

>75% jawaban benar dari total nilai kuisioner

Baik

45-75% jawaban benar dari total nilai kuisioner

Sedang

<40% jawaban benar dari total nilai kuisioner

Buruk

Kuisioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab, yang


terbagi atas tiga bagian besar yaitu no. I III

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

116

I. Bagian ini berisikan pertanyaan tertutup mengenai pengetahuan lansia di


Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat tentang Hipertensi. Terdiri dari
10 (sepuluh) pertanyaan dari 1 sampai 10. Apabila jawaban responden benar
diberi nilai (1) dan jawaban salah diberi nilai (0).
Skor pengetahuan:
1. A(0)
B(1)
C(0)
2. A(0)
B(0)
C(1)
3. A(1)
B(0)
4. A(1)
B(0)
C(0)
5. A(0)
B(1)
C(0)
6. A(1)
B(0)
7. A(1)
B(0)
C(0)
8. A(0)
B(0)
C(1)
9. A(1)
B(0)
C(0)
10. A(0)
B(0)
C(1)
Total skor adalah 10, sehingga dapat dibuat suatu skala ordinal yaitu :
Baik

: jika total skor 8-10

Sedang

: jika total skor 4-7

Kurang

: jika total skor 0-3

II. Bagian ini berisikan pertanyaan tertutup tentang sikap lansia terhadap
penyakit hipertensi. Apabila jawaban responden setuju diberi nilai (1), jika
jawaban tidak setuju diberi nilai (0).
Penilaian sikap responden berdasarkan sistem skor :
1. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
2. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
3. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
4. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
5. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
6. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
7. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
8. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
9. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
10. Setuju (1)
Tidak setuju (0)
Total skor adalah 10, sehingga dapat dibuat suatu skala ordinal yaitu :
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

117

1.
2.
3.

Baik
Sedang
Kurang

: jika total skor 8-10


: jika total skor 4-7
: jika total skor 0-3

III. Bagian ini berisikan pertanyaan tertutup mengenai tindakan lansia di terhadap
penyakit Hipertensi. Terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan dari 1 sampai 10.
Apabila jawaban responden benar diberi nilai (1) dan jawaban salah diberi
nilai (0).
Skor pengetahuan:
1. A(1)
B(0)
2. A(0)
B(1)
3. A(1)
B(0)
4. A(1)
B(0)
5. A(0)
B(1)
6. A(0)
B(1)
7. A(1)
B(1)
8. A(0)
B(1)
9. A(1)
B(0)
10. A(0)
B(0)

C(0)
C(0)
C(0)

C(0)

Total skor adalah 10, sehingga dapat dibuat suatu skala ordinal yaitu :
Baik

: jika total skor 8-10

Sedang

: jika total skor 4-7

Kurang

: jika total skor 0-3

3.9 Pengolahan dan Analisis Data


Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan melalui
tahap editing, entry data, dan tabulating. Data diolah dan disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik menggunakan Microsoft Word dan Microsoft Excel.
3.10 Langkah Langkah Penelitian

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

118

Langkah langkah penelitian untuk mengetahui gambaran tingkat


pengetahuan, sikap dan tindakan lansia tentang penyakit Hipertensi adalah
sebagai berikut :
1. Survey lapangan meliputi pemerintahan setempat dan lokasi penelitian
pada tanggal 10 November 2013
2. Melakukan penyuluhan tentang Hipertensi dan pencegahannya serta
melakukan pembagian angket berisi kuisioner untuk dijawab guna
memperoleh data pada tanggal 17 November 2013 di Aula Puskesmas
3.
4.
5.
6.

H.A.H Hasan
Menyusun laporan penelitian berdasarkan data yang diperoleh
Diskusi dengan pembimbing
Seminar atau presentasi laporan
Menyerahkan laporan penelitian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian


4.1.1 Letak Geografis
Wilayah penelitian terletak di Puskesma H.A.H. Hasan yang
berada di Jalan H.A.H. Hasan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai
Barat, dengan luas wilayah Kelurahan Payaroba 4,00 km2
Puskesmas H.A.H. Hasan terletak di daerah Kecamatan Binjai
Barat yang mempunyai batas wilayah :
1. Utara : Kelurahan Cengkeh Turi
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

119

2. Selatan : Kelurahan Bandar Sinembah


3. Barat
: Kelurahan Suka Ramai
4. Timur : Kelurahan Pekan
Jumlah lingkungan yaitu sebanyak 8 lingkungan
4.1.2 Data Demografis
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas H.A.H. Hasan Kelurahan
Payaroba pada tahun 2012 tercatat sebesar 8.825 jiwa dimana
persentase perbandingan jumlah penduduk laki laki dan perempuan
dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1
Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kelurahan
Payaroba Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai Tahun 2012
No
1
2

Jenis Kelamin
Laki - laki
Perempuan
Jumlah

Jumlah
4.467
4.358
8.825

Persentase (%)
51
49
100

Sumber : Buku Statistik Tahunan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Kota
Binjai Tahun

Dari data tabel diatas, didapatkan jumlah penduduk terbanyak di


Kelurahan Payaroba adalah Laki- laki yaitu sebesar 4.467 jiwa (51%).

Tabel 4.2
Distribusi Jumlah Penduduk Per Lingkungan Di Kelurahan
Payaroba Kecamatan Binjai Barat Tahun 2012
No

Lingkungan

Lingkungan I

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

Jumlah penduduk
F (Jiwa)
%
835
11
120

2
3
4
5
6
7
8

Lingkungan II
Lingkungan III
Lingkungan IV
Lingkungan V
Lingkungan VI
Lingkungan VII
Lingkungan VIII
Jumlah

836
740
1.034
1.061
840
986
1.390
7.722

11
9
13
14
11
13
18
100

Sumber : Kantor Kelurahan Payaroba Tahun 2012

Keterangan tabel :
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa :
1. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Lingkungan VIII, yaitu
1.390 jiwa
2. Jumlah penduduk terkecil terdapat pada Lingkungan III, yaitu 740
jiwa
Tabel 4.3
Distribusi Sarana Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas
H.A.H. Hasan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat
No
1
2
3
4

Pendidikan
TK/PG
SD
SLTP
SLTA/SMK
Jumlah

Jumlah
4
17
2
1
22

Sumber : kantor kelurahan payaroba tahun 2012

Keterangan tabel :
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sarana pendidikan yang
paling banyak adalah SD sebanyak 17 sekolah dan sekolah yang paling
sedikit adalah SLTA/SMK yaitu sebanyak 1 sekolah.

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

121

4.2 Hasil Penelitian


Setelah dilakukan penelitian terhadap 40 responden di Kelurahan
Payaroba Kecamatan Binjai Barat dengan cara mengisi kuisioner, maka
berikut ini adalah hasil penelitian data yang disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik, sedangkan untuk pemaparan hasil akan diuraikan dalam bentuk narasi.
4.2.1 Karakteristik Responden
Yang dimaksud karakteristik responden meliputi usia, jenis
kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
a.

Usia Responden
Tabel 4.4 dan Diagram 1
Distribusi Karakteristik Responden Kelurahan Payaroba
Berdasarkan Umur Tahun 2013
No
1
2
3

Kategori Usia
56 - 59 tahun
60 74 tahun
75 tahun
Total

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

Jumlah
F (Jiwa)
24
16
0
40

%
60
40
0
100

122

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa responden terbanyak


berumur 56 59 tahun yaitu sebanyak 24 orang (60%), kategori usia 60 74
tahun sebanyak 16 orang (40%) dan tidak ada responden yang berusia 75 tahun.
Dengan jumlah yang mayoritas terdapat pada usia 56 59 tahun sebanyak
24 orang (60%), menggambarkan bahwa usia tersebut tingkat pengetahuan dan
pengalaman dalam kehidupan mengenai penyakit hipertensi dan pencegahannya
dinilai sudah cukup baik, hal ini disebabkan karena pada usia tersebut seseorang
telah mencapai kematangan dalam berfikir dan bertindak yang didukung dengan
pengetahuan sebagai dasarnya, termasuk dalam menangani, mengantisipasi serta
mencari solusi dalam hal penyakit hipertensi dan pencegahannya.
Diharapkan sesuai dengan peningkatan umur responden dapat dibarengi
dengan peningkatan pengalaman dan kualitas kehidupannya, khususnya.

a.

Jenis Kelamin

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

123

Tabel 4.5 dan Diagram 2


Distribusi Karakteristik Responden Kelurahan Payaroba
Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013
No

Jenis Kelamin

1
2

Jumlah
F (Jiwa)

Laki-laki

12

30

Perempuan

28

70

Total

97

100

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa responden terbanyak


berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 28 orang (70%) dan jumlah
responden terkecil berjenis kelamin laki laki yaitu sebanyak 12 orang (30%).
Dalam Depkes (2006), hipertensi lebih banyak didapatkan pada laki-laki
pada usia dewasa muda, karena laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung
meningkatkan tekanan darah dibanding wanita, seperti merokok. Namun setelah
memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Menurut
Krummel, et all (2004), wanita yang belum mengalami menopause dilindungi
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

124

oleh hormon estrogen yang berperan meningkatkan kadar High Density


Lipoprotein (HDL) sehingga mencegah terbentuknya aterosklerosis. Sebelum
memasuki masa menopause, wanita mulai kehilangan hormon estrogen sedikit
demi sedikit dan sampai masanya hormon estrogen harus mengalami perubahan
sesuai dengan umur wanita, yaitu dimulai sekitar umur 45-55 tahun.
b. Pendidikan
Tabel 4.6 dan Diagram 3
Distribusi Karakteristik Responden Kelurahan Payaroba
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2013
Jumlah
No

Tingkat Pendidikan
F (Jiwa)

SD/Sederajat

11

27.5

SLTP/Sederajat

15

SMA/Sederajat

18

45

Perguruan tinggi

12.5

40

100

Jumlah

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

125

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa tingkat pendidikan


responden terbanyak adalah SMA/Sederajat yaitu sebanyak 18 orang (45%).
SD/Sederajat berjumlah 11 orang (27,5%), SLTP/Sederajat berjumlah 6 orang
(45%) dan Perguruan tinggi berjumlah 5 orang (12,5%).
Tingkat pendidikan dari tabel diatas memiliki keragaman yang sesuai
dengan tipikal daerah Kelurahan Payaroba yang menggambarkan masyarakat
Kelurahan Payaroba telah mengenyam pendidikan formal, dilihat dari tingkat
pendidikan yang sangat mendukung pada pengetahuan masyarakat Kelurahan
Payaroba, dengan didominasi tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas
membuktikan bahwasannya masyarakat berpengetahuan cukup baik, hal ini
tentunya semakin mudah untuk menerima informasi yang diperolehnya maka
akan semakin baik pula tingkat pengetahuan masyarakat, khususnya mengenai
penyakit hipertensi dan pencegahannya.
Dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Payaroba ini, sangat
mendukung terhadap tingkat pengetahuan khususnya kesehatan sehingga
mempengaruhi kualitas sumber daya manusia tersebut tentunya akan memiliki
dampak positif pada kesehatan masyarakat di Kelurahan Payaroba, yang berkaitan
erat dengan tingkat pemahaman masyarakat.

c. Pekerjaan
Tabel 4.7 dan Diagram 4
Distribusi Karakteristik Responden Kelurahan Payaroba
Berdasarkan Pekerjaan Tahun 2013
No

Pekerjaan

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

Jumlah
F (Jiwa)

%
126

1
2
3
4
5

Wiraswasta
Pensiunan PNS
IRT
Petani
PNS
Total

7
5
25
1
2
40

17.5
12.5
62.5
2.5
5
100

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa pekerjaan responden


terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 25 orang (62,5%).
Wiraswasta sebanyak 7 orang (17,5%), Pensiunan PNS sebanyak 5 orang (12,5%),
PNS sebanyak 2 orang (5%) dan Petani sebanyak 1 orang (2,5%).
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa ibu- ibu rumah tangga pada
umumnya berpendidikan formal setingkat SMP. Hal ini sangat mendukung
terhadap tingkat pengetahuan kesehatan masyarakat di Kelurahan Payaroba.
Karena pada dasarnya pekerjaan sangatlah erat kaitannya dengan pengetahuan
tentang pekerjaan itu sendiri.

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

127

Pekerjaan memberikan dampak pada kondisi di dalam lingkungan, baik


keluarga maupun masyarakat. Hal ini tentunya mempengaruhi kondisi lingkungan
masyarakat Kelurahan Payaroba, yang dapat kita lihat dari lingkungan kerja yang
didominasi oleh ibu rumah tangga.
Ditinjau dari perannya ibu rumah tangga yang cukup besar di berbagai
bidang aspek kehidupan, termasuk kesehatan. Sebagai contoh dalam hal
pengelolaan rumah tangga, mengurus anak, sosial dan ekonomi serta pergaulan
yang cukup luas erat kaitannya dengan implementasi pengetahuan kesehatan
dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam keterkaitan pembahasan
pengetahuan penyakit hipertensi dan pencegahannya.

4.2.2 Gambaran Pengetahuan Lansia Tehadap Penyakit Hipertensi Di


Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat
Tabel 4.8
Hasil Kuisioner Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tentang
Hipertensi Di Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Tahun
2013
No
1
2
3
4

Jenis pengetahuan hipertensi


Pengertian hipertensi
Faktor resiko hipertensi
Kejadian hipertensi berhubungan
dengan usia
Penyakit hipertensi dapat diturunkan
ke orang lain

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

Benar N (%)
35 (87,5%)
8 (20%)

Salah N (%)
5 (12,5%)
32 (80%)

31 (77,5%)

9 (22,5%)

38 (95%)

2 (5%)
128

5
6
7
8
9
10

Pola makan penyebab hipertensi


Merokok
dapat
menyebabkan
hipertensi
Gejala hipertensi
Akibat dari hipertensi
Olahraga
yang
baik

untuk

menurunkan hipertensi
Pencegahan hipertensi

26 (65%)

14 (35%)

30 (75%)

10 (25%)

28 (70%)
15 (37,5%)

12 (30%)
25 (62,5%)

14 (35%)

26 (65%)

22 (55%)

18 (45%)

Tabel 4.9 dan Diagram 5


Hasil Persentase Kategori Pengetahuan Responden Tentang
Hipertensi Di Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Tahun
2013
No

Tingkat Pengetahuan

Jumlah

Persentase (%)

Baik

23

57,5

Sedang

14

35

Kurang

7,5

40

100

Total

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

129

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa tingkat pengetahuan


responden tentang hipertensi terbanyak berada dalam kategori baik yaitu sebanyak
23 orang (57,5 %). Kategori sedang sebanyak 14 orang (35%) dan kategori
kurang sebanyak 3 orang (7,5%).
Pengetahuan adalah merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pada umumnya tingkat pengetahuan lansia Kelurahan Payaroba sudah
cukup baik tentang penyakit hipertensi dan pencegahannya, rata-rata dari
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

130

responden tahu, seperti dalam hal sebagian besar responden mengaku pernah
mendengar atau mengetahui penyakit hipertensi dan pencegahannya, kejadian
hipertensi berhubungan dengan usia dan dapat diturunkan, pola makan penyebab
hipertensi, merokok dapat menyebabkan hipertensi serta mengetahui gejala dari
hipertensi.
Namun demikian, dari beberapa responden masih belum memahami
tentang faktor resiko hipertensi, akibat dari hipertensi dan olahraga yang baik
untuk menurunkan tekanan darah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Muhammad Rinaldi tahun
2013 yang menyatakan bahwa gambaran tingkat pengetahuan lansia terhadap
hipertensi terbanyak berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 60%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mempunyai pengetahuan baik tentang
hipertensi. Namun, masih ada 3 responden yang berpengetahuan buruk,
kurangnya pengetahuan responden ini dapat disebabkan beberapa faktor antara
lain : rendahnya tingkat pendidikan maupun kurangnya keaktifan responden
dalam mengikuti penyuluhan kesehatan yang diadakan petugas kesehatan
setempat.
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) peningkatan
pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan variabel
perilaku. Pengetahuan dapat diperoleh dari tingkat pendidikan seseorang realitas
cara berfikir dan ruang lingkup jangkauan berfikirnya semakin luas.

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

131

4.2.3 Gambaran Sikap Lansia Tehadap Penyakit Hipertensi Di Kelurahan


Payaroba Kecamatan Binjai Barat
Tabel 4.10
Hasil Kuisioner Distribusi Responden Menurut Sikap Lansia Tentang
Hipertensi Di Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Tahun
2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jenis sikap tentang hipertensi


Mengurangi lemak dan garam untuk
mencegah hipertensi
Kontrol TD secara teratur
Olahraga teratur untuk menurunkan
tekanan darah
Penderuta hipertensi

seharusnya

berobat ke petugas kesehatan


Berhenti merokok dapat menurunkan
tekanan darah
Istirahat cukup dapat menurunkan
tekanan darah
Minum obat hipertensi secara teratur
dapat menurunkan tekanan darah
Menurunkan BB dapat menurunkan
tekanan darah
Menghindari

stress

dapat

menurunkan tekanan darah


Tidak mengkonsumsi alkohol dapat
menurunkan tekanan darah

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

Benar N (%)

Salah N (%)

37 (92,5%)

3 (7,5%)

36 (90%)

4 (10%)

36 (90%)

9 (22,5%)

27 (67,5%)

2 (5%)

36 (90%)

14 (35%)

27 (67,5%)

10 (25%)

36 (90%)

12 (30%)

3 (7,5%)

37 (92,5%)

4 (10%)

36 (90%)

23 (57,5%)

17 (42,5%)

132

Tabel 4.11 dan Diagram 6


Hasil Persentase Kategori Sikap Responden Tentang Hipertensi Di
Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Tahun 2013

No

Tingkat Pengetahuan

Jumlah

Persentase (%)

Baik

23

57,5

Sedang

13

32,5

Kurang

10

40

100

Total

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa tingkatan sikap responden
tentang hipertensi terbanyak berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 23 orang
(57,5 %). Kategori sedang sebanyak 13 orang (32,5%) dan kategori kurang
sebanyak 4 orang (10%).

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

133

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup


terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan, dalam referensi lain bahwa sikap
adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak
terhadap obyek tertentu.
Dari hasil yang telah dipaparkan diatas sikap dari responden sudah cukup
baik tentang penyakit hipertensi dan pencegahannya, rata-rata dari responden
dapat mengambil sikap yang baik, seperti dalam hal sebagian besar responden
mengerti dalam hal mengatur pola makan untuk mencegah hipertensi, mengontrol
tekanan darah secara teratur, olahraga teratur, berobat ke petugas kesehatan jika
menderita hipertensi serta berobat secara teratur, berhenti merokok, istirahat
cukup dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Namun, ada beberapa responden yang masih belum bisa menyikapi
tentang menurunkan berat badan

dan menghindari stress dapat menurunkan

tekanan darah.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat sikap responden
terbanyak berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 57,5%. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Muhammad Rinaldi tahun 2013 yang menyatakan bahwa
gambaran tingkat sikap lansia terhadap hipertensi terbanyak berada dalam
kategori baik yaitu sebanyak 60%. Bila dilihat dari tingkat sikap responden yang
sebagian besar berada pada kategori baik maka hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan

oleh

Notoatmodjo

(2003).

Menurut

Notoatmodjo

(2003),

pengetahuan yang diperoleh subjek selanjutnya akan menimbulkan respon batin


dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya. Sehingga dapat

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

134

disimpulkan jika pengetahuannya baik, maka akan memiliki sikap yang baik.
Sama halnya dalam penelitian ini, didapati tingkat pengetahuan yang berada
dalam kategori terbanyak adalah baik dan didapati juga sikap yang berada dalam
kategori terbanyak adalah kategori baik (57,5%).

4.2.4 Gambaran Tindakan Lansia Tehadap Penyakit Hipertensi Di


Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat
Tabel 4.12
Hasil Kuisioner Distribusi Responden Menurut Tindakan Tentang
Hipertensi Di Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Tahun
2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jenis tindakan tentang hipertensi


Kegiatan pencegahan hipertensi
Anggota keluarga juga melakukan
tindakan pencegahan
Tindakan yang dilakukan
menderita hipertensi
Frekuensi olahraga
Kebiasaan merokok
Menghindari
lingkungan
merokok
Kebiasaan meminum alkohol
Kontrol tekanan darah
Durasi tidur malam
Kebiasaan susah tidur

jika

yang

Benar N (%)
30 (75%)

Salah N (%)
10 (25%)

9 (22,5%)

31 (77,5%)

28 (70%)

12 (30%)

1 (2,5%)
30 (75%)

39 (97,5%)
10 (25%)

35 (87,5%)

5 (12,5%)

40 (100%)
3 (7,5%)
8 (20%)
12 (30%)

0 (0%)
37 (92,5%)
32 (80%)
28 (70%)

Tabel 4.13 dan Diagram 7


Hasil Persentase Kategori Tindakan Responden Tentang Hipertensi
Di Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat Tahun 2013

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

135

No

Tingkat Pengetahuan

Jumlah

Persentase (%)

Baik

20

Sedang

30

75

Kurang

40

100

Total

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa tingkat tindakan


responden tentang hipertensi terbanyak berada dalam kategori sedang yaitu
sebanyak 30 orang (75%). Kategori baik sebanyak 8 orang (20%) dan kategori
kurang sebanyak 2 orang (5%).
Tindakan adalah orientasi pada penerapan dengan tujuan peningkatan mutu
atau pemecahan suatu masalah pada suatu kelompok subyek yang diteliti dan
mengamati tingkat keberhasilan atau akibat tindakannya untuk kemudian

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

136

diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan dengan


penyesuaian kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.
Hasil penelitian didapatkan tindakan responden tentang hipertensi masih
dalam kategori sedang. Rata - rata tindakan responden cukup baik dalam hal
kegiatan pencegahan hipertensi, tindakan yang dilakukan jika terkena hipertensi,
menghilangkan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol serta menghindari
lingkungan yang merokok.
Namun masih banyak responden yang kurang tindakannya dalam hal
mengajak keluarga untuk ikut serta mencegah hipertensi, olahraga secara teratur,
mengontrol tekanan darah secara teratur dan masih terdapatnya kebiasaan susah
tidur dikalangan responden. Hal ini dapat menjadi faktor resiko hipertensi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat tindakan responden
terbanyak berada dalam kategori sedang yaitu sebanyak 75%. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Muhammad Rinaldi tahun 2013 yang menyatakan bahwa
gambaran tingkat tindakan lansia terhadap hipertensi terbanyak berada dalam
kategori sedang yaitu sebanyak 64%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
responden masih kurang baik upayanya dalam mencegah hipertensi. Hal ini
disebabkan beberapa faktor antara lain: tidak adanya kemauan dari responden
untuk mengontrol kesehatannya, kurangnya kesadaran dari responden akan
pentingnya mencegah penyakit hipertensi dan sulitnya meluangkan waktu untuk
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dan mengikuti penyuluhan kesehatan
yang diberikan oleh petugas kesehatan serta kurangnya dukungan keluarga dalam
memotivasi responden untuk melakukan usaha pencegahan hipertensi, kurangnya

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

137

perhatian keluarga atau orang-orang terdekat dari responden akan berpengaruh


besar dalam keinginannya untuk sembuh.
Menurut Notoatmodjo (2003) tindakan merupakan aplikasi dari sikap
seseorang individu yang juga tidak terlepas dari pengetahuan individu itu sendiri.
Sikap membuat seseorang positif terhadap nilai-nilai kesehatannya tetapi tidak
selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata, hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan antara lain tergantung pada situasi saat itu, mengacu kepada pengalaman
seseorang dan juga orang lain serta dipengaruhi juga oleh nilai-nilai yang ada di
masyarakat tersebut. Selain itu perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh beberapa
hal antara lain lingkungan, sarana kesehatan dan perilaku petugas kesehatan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

138

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat


ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a) Pengetahuan responden tentang hipertensi terbanyak pada kategori baik
yaitu sebanyak 23 responden (57,5%). Pada umumnya tingkat
pengetahuan lansia terhadap hipertensi sudah cukup baik dalam hal
mengerti tentang pengertian hipertensi, penyakit hipertensi berhubungan
dengan usia dan bersifat genetik, pola makan penyebab hipertensi dan
gejala dari hipertensi.
Namun masih ada beberapa responden yang belum mengerti tentang
faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi seperti merokok,
alkohol dan kurangnya aktivitas olahraga. Hampir seluruh responden pria
dalam penelitian ini memiliki kebiasaan merokok. Karena nikotin
penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung, saraf, otak dan
bagian tubuh lainnya bekerja tidak normal. Nikotin juga merangsang
pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi
dan tekanan kontraksi otot jantung. Selain itu, meningkatkan kebutuhan
oksigen jantung dan dapat menyebabkan gangguan irama jantung
(aritmia) (Anjali, 2008).
b) Sikap responden tentang hipertensi terbanyak pada kategori baik yaitu
sebanyak 23 responden (57,5%). Sikap dari responden sudah cukup baik
tentang penyakit hipertensi dan pencegahannya, rata-rata dari responden
dapat mengambil sikap yang baik, seperti dalam hal sebagian besar
responden mengerti dalam hal mengatur pola makan untuk mencegah
hipertensi, mengontrol tekanan darah secara teratur, olahraga teratur,

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

139

berobat ke petugas kesehatan jika menderita hipertensi serta berobat


secara

teratur,

berhenti

merokok,

istirahat

cukup

dan

tidak

mengkonsumsi alkohol. Namun, ada beberapa responden yang masih


belum bisa menyikapi dengan baik tentang menurunkan berat badan dan
menghindari stress dapat menurunkan tekanan darah. Hubungan antara
stress dan hipertensi diduga melalui aktifitas saraf simpatis, peningkatan
saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermitten, stress yang
berkepanjangan dapat menyebabkan tekanan darah menetap tinggi. Stress
atau ketegangan jiwa dapat merangsang pelepasan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan
darah akan meningkat, jika stress belangsung cukup lama, tubuh akan
menyesuaikan sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis
(Anjali, 2008).
c) Tindakan responden tentang hipertensi terbanyak pada kategori sedang
yaitu sebanyak 30 responden (75%). Rata - rata tindakan responden
cukup baik dalam hal kegiatan pencegahan hipertensi, tindakan yang
dilakukan jika terkena hipertensi, menghilangkan kebiasaan merokok dan
mengkonsumsi alkohol serta menghindari lingkungan yang merokok.
Namun masih banyak responden yang kurang tindakannya dalam hal
mengajak keluarga untuk ikut serta mencegah hipertensi, olahraga secara
teratur, mengontrol tekanan darah secara teratur dan masih terdapatnya
kebiasaan susah tidur dikalangan responden. Dukungan keluarga
merupakan salah satu faktor penentu untuk keberhasilannya upaya
pencegahan penyakit hipertensi. Selain itu melakukan olahrga secara

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

140

teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga
menurunkan tekanan darah. Latihan aerobic sedang selama 30-45 menit
5 hari dalam seminggu cukup untuk menurunkan hipertensi.
5.2 Saran
1. Untuk Puskesmas H.A.H. Hasan
a. Membuat Program Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu), dimana Posbindu
adalah suatu bentuk pelayanan yang melibatkan peran sarta masyarakat
melalui

upaya

promotif

dan

preventif

untuk

mendeteksi

dan

mengendalikan secara dini keberadaan faktor resiko Penyakit Tidak


Menular (PTM) khususnya Hipertensi.
b. Membuat langkah kebijakan yang terprogram dalam mengurangi kasus
Hipertensi. Dengan berbagai cara yang dapat ditempuh setelah
terbentuknya Posbindu adalah sebagai berikut:
1) Melakukan pendataan jumlah lansia yang ada di wilayah Kelurahan
Payaroba
2) Memantau jumlah kunjungan lansia yang datang untuk memeriksakan
kesehatannya di Posbindu
3) Melakukan pendekatan terhadap Kepala Desa atau Lurah dan Tokohtokoh Masyarakat untuk memperoleh dukungan dalam pembinaan
pencegahan penyakit hipertensi pada lansia.
4) Memanfaatkan setiap kesempatan di Kelurahan untuk memberikan
penyuluhan kelompok di Posbindu, arisan, pengajian, kunjungan ke
rumah maupun penyuluhan massa (pengeras suara, poster, spanduk
atau selebaran) tentang pentingnya mencegah hipertensi terutama
demo

pembatasan

penggunaan

garam

dapur, makanan

yang

mengandung kadar garam tinggi seperti ikan asin, makanan kalengan


dan lain-lain. Dapat menggantinya dengan konsumsi ikan biasa atau
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

141

ikan air tawar yang rendah garam (misalnya ikan lele), kacangkacangan seperti tempe, tahu serta peningkatan konsumsi sayuran
(contohnya sayur bening, bayem, timun) dan buah-buahan (contohnya
pepaya, pisang).
5) Menganjurkan kepada lansia untuk mengontrol tekanan darahnya
secara teratur minimal tiga sampai 12 bulan sekali bagi yang sudah
berada

pada

ambang

pre

hipertensi.

Sekaligus

untuk

mengkonsultasikan agar tetap melakukan diet rendah garam secara


teraturserta konsumsi buah dan sayur setiap harinya.
6) Kader kesehatan melakukan kunjungan ke rumah terutama bagi lansia
penderita hipertensi yang tidak datang untuk mengontrol tekanan
darahnya. Sekaligus untuk memantau diet rendah garam masih
dilakukan atau tidak.
7) Pemberian bibit sayur dan buah sederhana kepada masyarakat untuk
dibudidayakan diperkarangan rumahnya. Serta mengembangkan obatobat hipertensi tradisional seperti bawangputih, daun seledri,
pace/mengkudu. Serta pengontrolan oleh tokoh yang ditunjuk untuk
mengawasi tumbuh dengan baik atau tidak bibit tersebut.

2. Bagi Masyarakat Setempat


1. Mengurangi konsumsi garam yang terdapat pada resep-resep masakan.
Misalnya resep menuliskan membubuhkan garam satu sendok teh,
maka bisa dikurangi menjadi setengahnya atau seperempatnya.
2. Tidak meletakkan garam di meja makan

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

142

3. Mengikuti informasi yang telah diberikan pada penyuluhan oleh


tenaga kesehatan tentang bahan makanan yang dianjurkan ataupun
dilarang, seperti mengurangi konsumsi makanan yang diawetkan.
4. Aktif mengikuti setiap kegiatan yang diadakan petugas kesehatan.
Serta melakukan olahraga teratur dan berhenti merokok.
5. Dapat meminum obat-obtan tradisional disamping obat-obatan dari
petugas kesehatan untuk menurunkan tekanan darah.

2. Peneliti Lain
Bagi peneliti lain diharapkan menambah variabel-variabel lain yang
kemungkinan berhubungan dengan kejadian hipertensi yang tidak ada
dalam penelitian ini atau melakukan penelitian dengan jumlah sampel
yang lebih besar.

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

143

KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Malahayati Bandar Lampung
2013

144

Anda mungkin juga menyukai