DM Tipe 2
DM Tipe 2
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit
tidak menular yang akan mningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah
merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.
Menurut WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap
diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu
25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah akan membengkak menjadi 300 juta
orang.
Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di negara-negara berkembang,
akibat peningkatan kemakmuran di negara tersebut. Peningkatan pendapatan
perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota- kota besar, menyebabkan
peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner
(PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain. Data epidemiologis di
negara berkembang masih belum banyak, oleh karena itu angka prevalensi yang
dapat ditelusuri terutama berasal dari negara maju.
Diabetes Mllitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit metabolik yang
prevalensinya meningkat dari tahun ketahun. Indonesia dengan jumlah penduduk
yang melebihi 200.000.000 jiwa, sejak awal abad ini telah menjadi negara dengan
jumlah penderita DM nomor 4 terbanyak didunia. DM tipe 2 merupakan penyakit
progresif dengan komplikasi akut maupun khronik. Dengan pengelolaan yang
baik, angka morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan. Walaupun demikian
pengendalian kadar glukosa darah tetap menjadi fokus utama.
1.2.Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang definisi, etologi, klasifikasi, patofisiologi,
pengobatan dan komplikasi dari DM tipe 2.
2. Untuk
mengetahui pengobatan dengan menggunakan obat-obatan
(farmakologis) dan tanpa obat-obatan (non farmakologis).
BAB 2
1
TUJUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin, 2001).
2.2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan sel
dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glikosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini
terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
2.3. Patofisiologi
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu):
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel pancreas
Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel pancreas, amilin
dansebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat
bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar.
Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel pancreas mensekresi
insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis
glukosa
darah
,sehingga
terjadi
hiperinsulinemia
kompensatoir
untuk
secretion
dan
mensupres
sekresi
glukagon.
Penelitian
klinik
Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan :
1. Kadar glukosa darah mencapai normal ,
a. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
b. Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl
c. Kadar A1c <7%
2. Tekanan darah <130/80 mmHg
3. Profil lipid :
a. Kolesterol LDL <100 mg/dl
b. Kolesterol HDL >40 mg/dl
c. Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin
2.8.3.2. Jenis bahan makanan
Karbohidrat
Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak
boleh melebihi dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh
lebih dari 70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai
tunggal. Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4
kilokalori (Almatsier, 2010).
Protein
Jumlah kebutuhan yang di rekomendasikan sekitar 10-15% dari total
kalori perhari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan batasan
asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan pemberian
suplementasi asam amino esensial (Almatsier, 2010).
Lemak
Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori pergramnya.
Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam
lemak seperti vitamin A,D,E dan K (Almatsier, 2010).
Perhitungan Jumlah kalori
Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur ada tidaknya
stres akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai indeks masa
tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
11
BB<90% BBI
BB 90-110% BBI
BB 110-120% BBI
BB>120% BBI
: +300% kalori
: +500% kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) diantara
makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali
dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola
makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan keadaan penderita.
Distribusi makanan:
1. Karbohidrat 60%
2. Protein 20%
3. Lemak 20%
13
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent
Diabetes Mellitus. DM tipe II disebabkan kegagalan sel dan resisten insulin.
Seseorang yang menderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan frekuensi
buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah,
kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak
ada penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas
30 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan
remaja. Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan
akibat kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin tersebut
tidak disiram, maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula.
DM tipe II bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi menahun DM merajalela
ke mana-mana bagian tubuh. Selain rambut rontok, telinga berdenging atau tuli,
sering berganti kacamata (dalam setahun beberapa kali ganti), katarak pada usia
dini, dan terserang glaucoma (tekanan bola mata meninggi, dan bisa berakhir
dengan kebutaan), kebutaan akibat retinopathy, melumpuhnya saraf mata terjadi
setelah 10-15 tahun. Terjadi serangan jantung koroner, payah ginjal neuphropathy,
saraf-saraf lumpuh, atau muncul gangrene pada tungkai dan kaki, serta serangan
stroke.
14
3.2 Saran
DM tipe II dapat dicegah dengan mengenali faktor resiko penyebab DM
diantaranya faktor resiko tersebut adalah kelainan genetik, usia, gaya hidup dan
pola makan yang salah. Bila seseorang yang telah mengalami atau memiliki faktor
resiko DM dapat melakukan merubah gaya hidup berupa pengaturan pola makan
yang terkenal dengan terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan
edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang
dilakukan secara terus menerus, kedua terapi farmakologis yang meliputi
pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan 9. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
American Diabetes Assosiation,2007,Nutritionhttp://www.diabetes.org/foodnutritionlifestyle/nutrition.jsp (Acessed 20 Maret 2011).
15
Arifin L., Augusta. 2005. Panduan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2 Terkini. sub
bagian endokrinologi & metabolisme Bagian / UPF Ilmu Penyakit Dalam
FakultasKedokteran UNPAD/ RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005. Diabetes Melitus Masalah
KesehatanSerius,Jakarta.http://www.depkes.go.id//index.php?.option=ne
ws&task=viearticle&id=2310&Itmid=2 ( Acessed 26 Febuari 2014).
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor bahasa Indonesia,
Ahmad H. Asdie. Ed.13. Jakarta: EGC.
Sudoyo W.A., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata K.M., Setiadi S. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed. V. Jakarta: Interna Publishing.
16