Anda di halaman 1dari 23

DERMATITIS

DERMATITIS ATOPIC
Dermatitis atopic merupakan

keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai

dengan gatal yang umumnya sering terjadi pada mas bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga.
Etiopatogenesis
Konsep dasar tejadinya dermatitis atopic adalah melalui reaksi imunologik yang
diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Kadar IgE dalam serum penderita
serta jumlah eosinofil dalam darah perifer umumnya meningkat.

Perbedaannya dengan

dermatitis lain adalah terbukti bahwa adanya kaitan antara Dermatitis Atopik dengan alergi
saluran pernafasan, karena 80% anak dengan Dermatitis Atopik mengalami asma bronkial atau
rhinitis alergi.
a. Genetik
Kromosom 5q31 33 mengandung kumpulan family gen sitokin IL-3, IL-4, IL13, dan GM-CSF yang diekspresikan oleh sel Th2. Ekspresi gen IL-4 memainkan
peranan penting dalam ekspresi dermatitis atopic .
b. Respon imun pada kulit
sitokin TH2 dan TH1 berperan dalam patogensis perdangan Dermatitis atopi,
jumlahnya lebih banyak pada penderita dermatitis atopi. Berbagai kemokin ditemukan
pada lesi kulit Dermatittis Atopik yang menarik sel-sel misalnya eosinofil, limfosit T, dan
monosit, masuk ke dalam kulit.
c. Respon sistemik
-

Sintesis IgE meningkat

IgE spesifik terhadap allergen ganda menigkat termasuk terhadap makanan,


aeroallergen

Mikroorganisme, toksin, bakteri, dan autoalergen.

Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit
meningkat.

Pelepasan histamin dari basofil meningkat.

Respon hipersensitivitas lambat terganggu.

Eosinofilia.

Sekresi IL-4, IL-5, dan IL-3 oleh sel TH2 meningkat

Sekresi IFn-y oleh sel Th2 menurun

Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.

Kadar cAMP-phosphodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-10


dan PGE2

d. Berbagai faktor pemicu


-

Pada anak biasanya makanan dan pada dewasa allergen lain seperti debbu rumah
dan bulu binatang.

Penderita cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, dan jamur karena
imunitas selulernya menurun.

Manifestasi Klinis
Gejala utama ialah pruritus yang dapat hilang timbul sepanjang hari, tapi umumnya lebih
hebat di malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga akan timbul kelainan berupa
papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi dan krusta. Kulit penderita umumnya
kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang dan kehilangan air yang menigkat lewat
epidermis sehingga tangan penderita akan teraba dingin. Penderita seering merasa cemas, egois
frustasi, agresif atau merasa tertekan.
Dermatitis atoppik dapat dibagi menjadi tiga fase:

1. Dermatitis atopic Infantil (usia 2 bulan 2 tahun)


Paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia dua bulan.
Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema papulo-vesikel yang halus, karea gatal kemudian
digaruk sehingga pecah , eksudatif dan akhirnya membentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke
scalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan
di lutut dan mulai menggaruk pada umur dua bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu
sehingga anak akan susah tidur, gelisah, dan sering menangis. Lesi pada dermatitis atopic
infantile umumnya eksudatif, erosi, krusta dan infeksi . lesi dapat meluas generalisata bahkan
lambat laun menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi.
2. Dermatitis atopic anak (2-10 tahun)
Dapat timbul sendiri atau lanjutan dari Dermatitis Atopic Infantile. Lesi pada anak
umumnya lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan sedikit
skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan, bagian fleksor,
kelopak mata, leher jarang dimuka. Rasa gatal menyebabkan pederita menggaruk dan terjadi
erosi, likenifikasi dan mungkin juga terjadi infeksi sekunder. Penderita sensitive dengan wol.
Bulu binatang dan sejenisnya. Dermatitis atopic yang berat mengenai lebih dari 50% permukaan
tubuh dan dapat menghambat pertumbuhan.
3. Dermatitis atopic pada remaja dan dewasa.
Lesi kulit ini dapat berupa plak popular eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi
yang gatal. Lokasi lesi pada usia remaja umumnya pada lipat siku dan lutut, samping leher, dahi
dan sekitar mata.

Pada dewasa, lesi kurang karakteristik sering mengenai tangan dan

pergelangan tangan, dapat ula ditemukan setempat, misalnya di bibir kering, pecah dan bersisik)
vulva, papilla mamae, atau scalp. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan kulit. Lesi
umumnya kering, agak timbul, papul datar dan cenderung tergabung menjadi plak likenifikasi
dengan sedikit skuama. Dan sering eksoriasi dan eksudasi akibat garukan dan lambat laun akan
menjadi hiperpigmentasi. Lesi dangat gatak terutama pada malam hari. Pada orang dewasa sering
mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stress.
Diagnosis

Didasarkan atas criteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang telah diperbaiki tahun
1994. Terdapat kriteria mayor dan minor seperti dibawah ini:
Kriteria mayor:
-

Pruritus
Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
Dermatitis di fleksura pada dewasa
Dermatitis kronis atau residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya.

Kriteria minor:
-

Xerosis
Infeksi kullit
Dermatitis nonspesifik ter utama pada kaki dan tangan
Iktiosis/ hiperliniar Palmaris/ keratosis pilaris
Pitiriosis alba
Dermatitis di papilla mamae
White demographism dan delayed blanch response
Keilitis
Lipatan infraorbital
Konjungtivitis berulang
Katarak subskapular anterior
Keratokonus
Orbita menjadi gelap
Muka pucat dan eritem
Gatal bila berkeringat
Intolerancen terhadap wol atau pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hhipersensitif terhadap makananan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh factor lingkungan atau emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar IgE di dalam serum menigkat
Awitan pada usia dini.

Kriteria diagnosis di atas disederhanakan oleh kelompok kerja inggris dibawah pimpinan
Williams
-

Harus mempunyai kondisi kulit gatal atau dari laporan orangtua anak sering

menggaruk atau menggosok


Ditambah 3 atau lebih criteria berikut:
o Riwayat terkena Lipatan kulit, termsuk pipi pada usia kurang dari 10 tahun

o Riwayat asma bronchial atau hay fever pada penderita ( atau rieayat atopi
dalam keluarga tingkat pertama pada anak dibawah usia 4 tahun
o Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir
o Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau termasuk di pipi dan dahi dan
anggota gerak bagian luar pada anak usia 4 tahun
o Awitan dibawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak dibawah 4 tahun)
Criteria diagnosis untuk bayi:
Criteria mayor
- riwayat atopi pada keluarga
- dermatitis atopi pada muka dan ekstensor
- pruritus
Criteria minor
- xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris
- eksentuasi perifolikuler
- fisura belakang telinga
- skuama di scalp kronis
Tatalaksana
1. Penatalaksanaan umum
- karena penderita rentan terhadap bahan iritan, sehingga perlu untuk mengidentifikasi
dan menghindari factor pemberat.
- Memperhatikan higienitas terutama pada bayi
2. Pengobatan topikal
- Hidrasi kulit: Pemberian pelembab berupa krim hidrofilik urea 10% ditambah dengan
-

hidrokortison 1%
Kortikosteroid topical: pada bayi digunakan hidrokortison 1-2,5%. Pada anak dewasa
sipakai steroid berpotensi menengah (triamsinolon) kecuali pada muka gunakan yang
lebih rendah. Bila aktivitas penyakit yang sudah terkontrol, dipakai secara intermitten

uumnya 2 kali seminggu.


3. Imunimodulator topikal:
- Takrolimus: dapat diberikan dalam bentuk salep 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun
untuk dewasa 0,03% dan 0,1 %. Tujuannya adalah untuk menghambat sel-sel yang
terlibat dalam dermatitis atopik, seperti; sel langerhans, sel T, sel mast dan keratinosit.
-

Efek sampingnya hanya rasa terbakar di daerah setempat.


Pimekrolimus: mengandung suatu senyawa aksomisin yang mengahambat sel mast
dan tidak mengganggua respon imun primer. Derifat yangdigunakan adalah krim SDZ
ASM 981 konsentrasi 1% atau klobetasol-17-propionay 0,05% dioleskan 2 kali
sehari.

Preparat ter: efek anti pruritus dan anti-inflamasi kulit. Dipakai pada sel kronis dan
jangan pada lesi akut. Sediaannya dalam bentuk salep hidrofilik mengandung likuor

karbonis detergen 5-10% atau crude coal tar 1-5%.


- Antihistamin: tidak dianjurkan karena menimbulkan sensitisasi kulit.
4. Pengobatan sistemik
- Kortikosteroid: hanya untuk eksaserbasi akut, jangka pendek dan dosis rendah,
diberikan berselang seling atau dosisnya diturunkan bertahap dan segera diganti
-

dengan pemberian topical.


Antihistamin: digunakan untuk mengurangi rasa gatal hebat terutama malam hari.
Pada kasusu sulit, dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai efek
antidepresan dan memblokade reseptor histamine H1 dan H2, dengan dosis 10-75 mg

per oral malam hari pada orang dewasa.


Antii-infeksi: pada dermatitis atopik ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk
yang belum resisten dapat diberikan eritromisin , asitomisin atau, klaritomisin dan

dikloksasilin, oksasilin atau sefalosfo4rin untuk yang sudah resisten.


Interferon IFN-y diketahui menekan respon IgE dan penurunan fungsi dan proliferasi
sel TH2. pengobatan mungkin dapat menghasilkan perbaikan klinis karena dapat

menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.


Siklosforin: obat imunosupresif kuat, pengobatan yang diberikan jangka pendek

dengan dosis per oral 5mg/kg BB.


5. Terapi sinar
Untuk dermatitis atopi yang berat dan luas dapat digunakan photochemotherapy
kombinasi UVA dan UVB lebih aktif daripada hanya UVB . UVA bekerja pada sel
lam\ngerhans dan eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara
memblokade fungsi sel langerhans dan merubah produksi sitokin keratinosit.
Prognosis
Sulit menentukan prognosis dermatitis atopi pada seseorang. Ada kecenderungan
membaik

pada usia anak-anak,dan sering kambuh pada masa remaja. Sebagian lagi kasus

menetap pada usia dewasa diatas 30 tahun


Beberapa faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik:
- Dermatitis luas pada anak
- Menderita rhinitis alergik dan asma bronchial
- Riwayat dermatitis atopi pada keluarga
- Awitan pada usia muda
- Anak tunggal
- Kadar IgE serum tinggi.

DERMATITIS SEBOROIK
Dermatitis seboroik (DS) digunakan pada golongan kelainan kulit yang didasari oleh
factor konstitusi dan dengan predileksi di tempat-tempat seboroik.
Etiopatogenesis
Penyebab DS yang pasti masih belum diketahui, namun diperkitakan berhubungan erat
dengan keaktivan glandula sebasea, dengan predisposisi kelainan konstitusi berupa seborrhoeic
state. Glandula sebasea aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12
tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. DS pada bayi terjadi pada bulan-bulan
pertama kehidupan, dan insiden mencapai puncak pada usia 18-40 tahun, kadang-kadang pada
usia tua. DS lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Pada orang yang telah
memiliki predisposisi untuk DS, maka penyakit ini dapat timbul karena factor kelelahan, stress
emosional, infeksi, atau defisiensi imun. Dari sumber lain, dikatakan bahwa DS berhubungan
dengan peningkatan sekresi sebum, komposisi sebum, obat-obat, atau karena Malassezia furfur.
Daerah predileksi : scalp, area yang kaya folikel sebasea (wajah dan badan), telinga, dan area
intertriginosa. Namun, DS pada orang dewasa jarang mengenai daerah intertriginosa (cth : leher).

C. Gejala klinis
-

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan,

dengan batas agak kurang tegas.


DS ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama halus, mulai dengan bercak kecil
yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan

kasar (Pitiriasis sika).


Bentuk DS yang berminyak disebut Pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan
krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan

rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.


Bentuk DS berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak
disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga postaurikular,

dan leher.
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor,
dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris

epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.


DS dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat menjadi eritroderma,
pada bayi disebut penyakit Leiner.

Pengobatan dan prognosis


Penyakit ini sulit disembuhkan, namun penyakitnya dapat terkontrol. Sebaiknya pasien
memperhatikan factor predisposisi seperti stress emosional dan kurang tidur. Selain itu, dapat
disarankan untuk diet rendah lemak.

Pengobatan sistemik :
-

Kortikosteroid: pada bentuk yang berat, prednisone 20-30mg/hari. Jika terdapat


perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Apabila disertai infeksi sekunder dapat

diberikan antibiotik.
Isotretinoin: dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Memiliki efek mengurangi
aktivitas kelenjar sebasea hingga 90% dan akibatnya menurunkan sekresi sebum. Dosis
0,1-0,3 mg/kgBB/hari. Perbaikan tampak setelah 4 minggu. Setelah itu diberikan dosis
pemeliharaan 5-10 mg/hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk

mengontrol penyakitnya.
Pada DS yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01) yang cukup

aman dan efektif.


Apabila pada sediaan langsung terdapat P.ovale yang banyak dapat diberikan ketokonazol
dengan dosis 200mg/hari.

Pengobatan topikal :
-

Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi selama 5-15 menit,

misalnya dengan selenium sulfide (selsun).


Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien, seperti krim urea 10%.
Ter likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar.
Resorsin 1-3%.
Sulfur presipitatum 4-20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3-6%.
Kortikosteroid seperti krim hidrokortison 2 %. Pada kasus inflamasi berat dapat
diberikan kortikosteroid yang lebih kuat seperti betametason valerat. Penggunaannya
harus hati-hati dan tidak boleh terlalu lama karena efek samping yang dapat

ditimbulkannya.
Krim ketokonazol 2% dapat diberikan apabila pada sediaan langsung terdapat banyak
P.ovale.

DERMATITIS NUMULARIS
Dermatitis numularis merupakan dermatitis berupa lesi berbentuk mata uang (coin) atau
agak lonjong, berbatas tegas dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah

sehingga basah (oozing). Disebut juga ekzem nummular, ekzem discoid, neurodermatitis
nummular.
Epidemiologi
o Pada orang dewasa terjadi lebih sering pada pria daripada wanita.
o Usia puncak awitan antara 55-65 tahun, dan pada wanita juga terjadi puncak
awitan pada usia 15-25 tahun.
o Tidak biasa ditemukan pada anak, dan jika ada jarang pada usia < 1 tahun.
o Kejadian meningkat seiring dengan peningkatan usia.
Etiopatogenesis
Etiologi dari dermatitis numularis masih belum jelas diketahui. Diduga berhubungan
dengan infeksi (stafilokokus dan mikrokokus) karena koloni yang ditemukan pada dermatitis
numularis jumlahnya meningkat meskipun secara klinis tidak ditemukan tanda infeksi; mungkin
juga lewat mekanisme hipersensitivitas. Eksaserbasi dapat terjadi apabila terjadi peningkatan
koloni bakteri di atas 10 juta kuman/cm2.
Dermatitis kontak, trauma fisik dan kimiawi juga mungkin memiliki peranan dalam
terjadinya dermatitis numularis. Pada sejumlah kasus ditemukan bahwa stress emosional dan
minuman yang mengandung alcohol dapat memicu eksaserbasi. Begitu pula dengan lingkungan
yang memiliki kelembaban rendah.
Kulit pada penderita dermatitis numularis cenderung kering dengan hidrasi stratum
korneum rendah. Jumlah substansi P, vasoactive intestinal polypeptide, dan CGRP (calcitonin
gen related peptide) meningkat di dalam serabut dermal saraf sensoris kulit, sedang pada serabut
epidermal yang meningkat adalah substansi P dan CGRP. Hal ini menunjukkan bahwa
neuropeptida berpotensi pada mekanisme proses degranulasi sel mast.
Dermatitis pada orang dewasa tidak berhubungan dengan gangguan atopi, sedangkan pada anakanak lesi numularis terjadi pada dermatitis atopi.
Gambaran Klinis
-

Sangat gatal

Akut vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm), kemudian membesar dengan cara
berkonfluensi atau meluas ke samping, membentuk satu lesi karakteristik seperti uang

logam (coin), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas.


Lambat laun, vesikel pecah terjadi eksudasi, kemudian mongering menjadi krusta

kekuningan.
Diameter lesi dapat mencapai 5 cm, jarang sampai 10 cm.
Penyembuhan dimulai dari tengah sehingga terkesan menyerupai lesi dermatomikosis.
Lesi lama berupa likenifikasi dan skuama.
Jumlah lesi dapat tunggal, banyak dan tersebar, bilateral ataupun simetris, dengan ukuran

bervariasi, mulai dari miliar, nummular, bahkan plakat.


Tempat predileksi : tungkai bawah, badan, lengan termasuk punggung tangan.
dermatitis numularis cenderung hilang timbul, namun ada pula yang terus-menerus,

kecuali dalam periode pengobatan.


Bila terjadi kekambuhan, umumnya timbul pada tempat semula.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pada pasien.
Histopatologi
-

Akut spongiosis, vesikel intraepidermal, sebukan sel radang limfosit dan makrofag

disekitar pembuluh darah.


Kronis akantosis teratur, hipergranulosis, dasn hyperkeratosis, mungkin juga
spongiosis ringan. Dermis bagian atas fibrosis, sebukan limfosit dan makrofag di sekitar
pembuluh darah. Limfosit di epidermis mayoritas terdiri atas sel T CD8+, sedangkan

pada dermis oleh sel T CD4+. Sebagian besar sel mast di dermis adalah tipe MC TC (mast
cell tryptase), berisi triptase.
Pengobatan
-

Menghindari penyebab atau faktor yang memprovokasi.


Apabila kulit kering pelembab atau emolien.
Topical obat anti inflamasi (ter, glukokortikoid, takrolimus, atau pimekrolimus).
Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres dahulu misalnya dengan larutan

permanganas kalikus 1 : 10.000.


Jika ada infeksi bakteri antibiotic sistemik
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan refrakter, dalam

jangka pendek.
Pruritus antihistamin golongan H1, misalnya hidroksisin HCL.

Prognosis
Dari suatu pengamatan, sejumlah penderita yang diikuti selama berbagai interval sampai
2 tahun, didapati bahwa 22% sembuh, 25% pernah sembuh untuk beberapa minggu sampai
tahun, 53% tidak pernah bebas dari lesi kecuali masih dalam pengobatan.

DERMATITIS STATIS
Disebut juga dermatitis gravitasional, ekzem statis, dermatitis hipostatik, ekzem varikosa,
dermatitis venosa. Dermatitis statis merupakan Dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik
vena (hipertensi vena) tungkai bawah.
Etiopatogenesis
Mekanisme terjadinya masih belum jelas.
-

Terdapat teori yang mengatakan bahwa meningkatnya tekanan hidrostatik dalam system
vena menyebabkan kebocoran fibrinogen masuk ke dalam dermis. Selanjutnya,
fibrinogen di luar pembuluh darah akan berpolimerasi membentuk selubung fibrin
perikapiler dan interstisium, sehingga menghalangi difusi oksigen dan makanan yang

dibutuhkan untuk kelangsungan hidup kulit, akibatnya akan terjadi kematian sel.
-

namun terdapat data yang kurang mendukung pada teori ini.


Teori lain menyatakan adanya hubungan arterio-vena, mengakibatkan hipoksi dan

kekurangan bahan makanan di kulit yang terkena gangguan.


Hipotesis perangkap faktorpertumbuhan (growth factor trap hypothesis) yang
menyatakan bahwa keluarnya molekul makro seperti fibrinogen, 2-makroglobulin, ke
dalam dermis akibat hipertensi vena atau kerusakan kapiler, akan memperangkap growth
factor dan substansi stimulator lain atau homeostatik, sehingga tidak mampu
mempertahankan integritas jaringan dan proses perbaikan bila terjadi luka akibat trauma

yang ringan sekalipun.


Hipotesis lain karena terperangkapnya sel darah putih (white cell trapping hypothesis)
bahwa akibat hipertensi vena maka perbedaan tekanan antara system arteri dan vena
menurun, kecepatan aliran darah dalam kapiler antara 2 sistem tersebut berkurang, yang
mengakibatkan agregasi eritrosit dan sumbatan oleh leukosit di dalam kapiler, sehingga
terjadi iskemia. Sumbatan leukosit ini selain menimbulkan sawar fisis, juga dapat
menyebabkan pelepasan mediator tertentu (e.proteolitik, seperti kolagenase dan elastase;
sitokin, radikal bebas, dan factor kemotaktik), yang dapat mempengaruhi permeabilitas
pembuluh darah sehingga molekul besar seperti fibrinogen dapat keluar dari jaringan
perikapiler.

Gambaran klinis
-

Akibat tekanan vena tungkai bawah meningkat terjadi varises dan edema
Perlahan-lahan kulit akan berwarna merah kehitaman dan timbul purpura (karena

ekstravasasi sel darah merah ke dalam dermis), dan hemosiderosis.


Pada perjalanan selanjutnya terjadi perubahan ekzematosa berupa eritema, skuama,

kadang eksudasi, dan gatal.


Bila telah berlangsung lama kulit akan menjadi tebal dan fibrotic, meliputi 1/3 tungkai
bawah, sehingga tampak seperti botol terbalik. (lipodermatosklerosis).

Komplikasi
Ulkus diatas maleolus yang disebut ulkus venosum atau varikosum. Bisa juga terjadi
infeksi sekunder seperti selulitis. Dermatitis statis dapat diperberat karena mudah teriritasi oleh
bahan kontaktan, atau mengalami autosensitisasi.

F. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan gambaran klinis pasien.
Pengobatan
-

Untuk edema:tungkai dinaikkan waktu tidur dan duduk. Bila tidur, kaki diangkat di atas
permukaan jantung selama 30 menit, dilakukan 3 hingga 4 kali sehari, maka edema akan
menghilang/ berkurang dan mikrosirkulasi akan membaik. Bila malam hari, kaki tempat

tidur di sebelah bawah di ganjal dengan balok setinggi 15-20 cm.


Apabila sedang menjalankan aktivitas, memakai kaos kaki penyangga varises atau

pembalut elastic.
Eksudat dikompres dan setelah kering diberik krim kortikosteroid potensi rendah samapi
sedang.

Antibiotika sistemik diberikan untuk mengatasi infeksi sekunder.

NEURODERMATITIS SIRKUMSKRIPTA
Disebut juga liken simpleks kronikus, liken vidal. Peradangan kulit kronis, gatal,
sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi)
menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai
rangsangan pruritogenik.
Epidemiologi
Tidak biasa terjadi pada anak-anak, tetapi pada usia dewasa ke atas dengan puncak
insiden antara 30-50 tahun. Wanita lebih sering menderita daripada pria.
Etiopatogenesis
-

Pruritus memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi

dan prurigo nodularis.


Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena adanya penyakit yang mendasari seperti
gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroidia, penyakit

kulit seperti dermatitis atopic, dermatitis kontak alergik, gigitan serangga, dan aspek
-

psikologik dengan tekanan emosi.


Pada prurigo nodularis jumlah eosinofil meningkat. Eosinofil berisi protein X dan protein

kationik yang dapat menyebabkan degranulasi sel mast.


Jumlah sel langerhans bertambah banyak
Saraf yang berisi CGRP dan substansi P, bahan imunoreaktif, jumlahnya di dermis tidak

bertambah banyak pada neurodermatitis sirkumskripta.


SP dan CGRP melepaskan histamine dari sel mast yang selanjutnya akan memicu
pruritus. Ekspresi factor pertumbuhan saraf p75 pada membrane sel schwan dan sel
perineum meningkat, mungkin ini menghasilkan hiperplasi neural.

Gejala klinis
-

Gatal sekali, bila timbul malam hari dapat mengganggu tidur. Rasa gatal tidak terusmenerus, biasanya pada waktu tidak sibuk, bila muncul sulit untuk di tahan tidak digaruk.

Setelah luka baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (diganti rasa nyeri).
Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa, lambat
laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama, dan menebal, likenifikasi

dan ekskoriasi; sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak jelas.
Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan lamanya lesi.
Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi biasanya pada scalp, tengkuk, samping leher,
lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, paha bagian medial, lutut,

tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki.
Neurodermatitis di daerah tengkuk (lichen nuchae) umumnya hanya pada wanita, berupa
plak kecil di tengah tengkuk atau dapat meluas hingga ke scalp. Biasanya skuamanya

banyak menyerupai psoriasis.


Variasi klinisnya dapat berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan tangan

penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat.


Lesi berupa nodus berbentuk kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan

skuama, lambat laun menjadi keras dan berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi).
Lesi biasanya multiple, lokalisasi tersering di ekstremitas, berukuran mulai beberapa
millimeter hingga 2 cm.

Histopatologi
-

Ortokeratosis, hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges memanjang teratur.

Sel radang limfosit dan histiosit di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas, fibroblast
bertambah, kolagen menebal.

Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis pasien.
G. Pengobatan
-

Penjelasan pada pasien bahwa garukan akan memperburuk keadaan penyakitnya, oleh

karena itu harus dihindari.


Untuk mengurangi gatal antipruritus, kortikosteroid topical atau intralesi, produk ter.
Antipruritus dapat berupa antihistamin yang memiliki efek sedative (hidroksizin,
difenhidramin, prometazin) atau tranquilizer. Ada pula yang mengobati dengan UVB dan

PUVA.
Perlu dicari kemungkinan ada penyakit yang mendasari, bila memang ada harus diobati.

H. Prognosis
Bergantung pada penyebab pruritus dan status imunologis penderita.

DERMATITIS KONTAK ALERGI


Merupakan dermatitis yang terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi
terhadap suatu alergen
Epidemiologi
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%,
tetapi data baru dari Inggris dan Amerika menunjukan bahwa dermatitis kontak akibat kerja
karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen.
Etiologi
Penyabab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah
(<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik,

sangat rektif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya
(sel hidup). Brbagai factor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya, potensi sensitisasi
allergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pejanan, oklusi, suhu, kelembaban
lingkungan vehikulum, dan pH. Juga factor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak
(keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita
sakit, terpejan sinar matahari).
Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengkuti respon imun yang
diperantarai oleh sel atau reksi imunologik tipe IV. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase
sinsitisasi dan fase elisitasi.
a. Fase sensitisasi
Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan
ditangkap oleh sel langerhans. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan
hanya berfungsi sebagai sel makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T.
tetapi, setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan
melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu
menstimulasi sel-T. aktivitas tersebut akan mengubah fenotip sel langerhas dan
meningkatkan sekresi sitokin tertentu (misanya IL-1) serta ekspresi molekul permukaan
sel termasuk MHC klas I dan II, ICAM-1, LFA-3 dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang
dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF, yang dapat mengaktivasi sel-T, makrofag dan
granulosit, menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga
meningkatkan MHC kelas I dan II.
TNF menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel langerhans pada
epidermis, juga menginduksi aktivasi gelatinoslisis sehingga memperlancar sel
langerhans melewati membrane nasalis bermigrasi kekelenjar getah bening setempat
melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe sel langerhas menmpersentasikan
kompleks

HLA-DR-antigen

kepada

sel-T

penolong

spesifik,

yaitu

yang

mengekspreesikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel langerhans,dan kompleks


reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada atau tidak adana selT spesifik ini ditentukan secara genetic.

Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk mensekresi IL-2
dan mengekspresi reseptor-IL-2. Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel T spesifik,
sehingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel-T memori akan meninggalkan
kelenjar getah bening dan beredar keseluruh tubuh. Pada saat itu tubuh menjadi
tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.
b. Fase elisitasi
Fase kedua hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pejanan ulang allergen
(hapten). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh langerhans dan
diperoses secara kimia menjadi antige, diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan
dipermukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipersentasikan kepada
sel-T yeng telah tresensitasi (sel-T memori) beik dikulit ataupun di linfe sehingga terjadi
proses aktivasi. Sel langerhans mensekresikan IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk
memproduksi IL-2 dan menstimulasikan IL-2R, yang menyebabkan proliferasi dan
ekspansi populasi sel-T di kulit. Kemudian keratinosit mengekspresikan ICAM-1 dan
HLA-DR. adanya ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T
dan leukosit yang lain yang mengekspresikan molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR
memungkinkan keratinosit untuk berintraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga
memungkinkan persentasi antigen kepada sel tersebut.Keratinosit menghasilkan juga
sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan GMCSF, semuanya dapat
mengaktivasi sel-T. IL-1 dapat menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid.
Sitokin dan eikosanoid ini akan mengatifasi sel mas dan makrofag.sel mas yang berada
dekat pembuluh darah dermis akan melepaskan antara lain histamine, berbagai jenis
factor kemotaktil, PGE2 dan PGD2, dan leukotrofil B4 (LTB4). Eikosanoid baik yang
berasal dari sel mas (prostaglandin) maupun dari keratinosit atau leukosit menyebabkan
dilatasi pembuluhvaskular dan meningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut
seperti komplemen dan kinin mudah berdifusi kedalam dermis dan epidermis.
Manifestasi Klinis
Penderita umumnya mengeluhkan gatal. Kelainan kulit tergantung pada keparahan
dermatitis dan lokasi. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah

sehingga menimbulkan eksudasi. DKA pada tempat tertentu misalnya, kelopak mata, penis,
skrotum, eritema dan edema lebih domeinan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit
lebih kering, berskuama, papul, likenfikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.

Diagnosis
a. Anamnesis
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan.
Misalnya, ada kelainan kulit yang berukuran nummular disekitar umbilicus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu dipertanyakan apakah
penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam
(nikel). Data dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topical yang
pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan
alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan
ataupun dari keluarganya.
b. Pemeriksaan Fisik
Dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering dapat diketahui penyebabnya.
Misalnya, diketiak oleh deodorant; dipergelangan tangan oleh jam tangan; dikedua kaki
oleh sandal/sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan ditempat yang cukup terang, pada
saluran kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.
c. Uji temple
Tempt untuk melakukan uji temple biasanya dipunggung. Untuk melakukan uji
temple diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya Finn

Chamber System Kit dan T.R.U.E. test. Bisa juga menggunakan antigen standar bukan
buatan standar, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih seringbahan campuran yang
berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik,
plembab, bila dipakai untuk uji temple, dapat lengsung digunakan apa adanya.Bila
menggunakan bahan dasar yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya,
misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu.Produk yang diketahui
bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi.
Apabila pakaian, sepatu, sarung tangan yang dicurigai sebagai penyebab alergi, maka uji
temple dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut direndam dalam air garam yang
tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan pada kulit dengan memakai
Finn Chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji temple dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan uang diuji telah
menghilangatau minimal. Hasilnya dicatat
1 = reaksi lemah (nonvesikular): eritema, infiltrate, papul (+)
2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ektrim): bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan: hanya macula eritematosa (?)
5 = iritasi: seperti terbakar, pustule, atau purpura (IR)
6 = reksi negative (-)
7 = excited skin
8 = tidak dite (NT=not tested)
Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan
terulangnya kontak kembali dengan allergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA
akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula, serta eksudatif (madidans)
misalnya prednisone 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari.
Sedangkan kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal atau larutan air salisil
1:1000.Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda (setelah mendapatkan pengobatan
kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosterois atau makrolaktam (pimecrolimus atau
tacrolimus) secara topical.

DERMATITIS KONTAK IRITAN


Dermatitis Kontak Iritan adalah dermatitis yang timbul akibat kontak dengan bahanbahan yang bersifat iritan tanpa melibatkan proses imunologik
Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur,ras, dan jenis kelamin
Etiologi
Penyebab dari dermatitis ini adalah adanya kontak langsung dengan bahan yang bersifat
iritan (pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, basa, dsb. Faktor yang mempengaruhi sehingga
dermatitis kontak iritan bisa menghasilkan tampakan klinis yang berbeda-beda pada setiap orang
antara lain:
Faktor Iritan : lama kontak, frekuensi kontak, adanya gesekan atau trauma fisik pada
kulit, suhu & kelembaban.
Faktor Individu : perbedaan ketebalan kulit, usia, ras, jenis kelamin, penyakit kulit yang
pernah atau sedang dialami.
DPatogenesis
Bahan iritan sebabkan kerusakan sel: merusak stratum korneum, menyingkirkan
lemak pada stratum korneum dan denaturasi keratin.
Bahan iritan, setelah merusak lapisan stratum korneum yang terdiri dari keratinosit mati
merusak lipid membrane pada keratinosit hidup di lapisan yang lebih dalam iritan
menembus membran dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti kerusakan
membran mengaktivasi Fosfolipase dan melepas Asam Arakidonat (AA), Diasilgliserid (DAG),
platelet activating factor (PAF), dan Inositida (IP3). AA diubah menjadi Prostaglandin (PG) dan
Leukotrien (LT) PG dan LT induksi Vasodilatasi, mempermudah eksudasi komplemen &
kinin (bradikinin) = TANDA KARDINAL PERADANGAN KLASIK
Iritan kuat dapat menyebabkan proses patologis di atas dengan sekali kontak, sedangkan
iritan lemah membutuhkan waktu berulang-ulang setelah stratum korneum dan lipid yang ada di
epidermis terkikis.
Gejala klinis

1. DKI Akut
Penyebabnya adalah iritan kuat (asam sulfat & asam hidroklorida, natrium/kalium
hidroksida). Kulit pedih, panas, rasa terbakar
Lokasi: terbatas pada lokasi iritasi
Efloresensi: eritema, edema, vesikel, bula, mungkin nekrosis berbatas tegas dan
umumnya asimetris.
2. DKI Akut Lambat
Sama dengan DKI akut namun muncul setelah 8-24 jam. Iritan = etilan oksida, antralin,
podofilin,tretinoin, etilen oksida, benzolkonium klorida, asam hidrofluorat. Contoh : dermatitis
yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari, penderita baru merasa pedih
pada esok harinya , pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau
bahkan nekrosis.
3. DKI Kumulatif
Paling sering terjadi. Keluhan adalah rasa gatal atau rasa nyeri. Berkaitan dengan pekerjaan:
tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, penata rambut. Baru timbul setelah kontak
berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun. Penyebabnya adalah kontak dengan iritan
lemah secara berulang. Misal:
Fisikal gesekan, trauma mikro, panas, dingin
Iritan deterjen, sabun
Efloresensi: Kulit kering + Eritema + skuama, makin lama bisa terjadi hiperkeratosis dan
likenifikasi, bisa timbul fisura (seperti retakan luka iris) jika terpapar terus yang terasa nyeri.
4. Reaksi Iritan
Merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah,
misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama pelatihan. Kelainan
kulit monomorf dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, dan erosi. Umumnya dapat
sembuh sendiri, menimbulkan penebalan kulit, dan bisa berlanjut menjadi DKI kumulatif.
5. DKI Traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala seperti
dermatitis dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu. Paling sering pada
tangan.
6. DKI Noneritematosa

Merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa
disertai kelainan klinis.
7. DKI Subjektif
Juga disebut DKI sensori. Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti
tersengat (pedih), atau terbakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya
asam laktat.
Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI
akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya
masih ingat apa yang menjadi penyebab. Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta
mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak alergik. Untuk itu diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.
Pengobatan
-

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik
yang bersifat mekanik, fisis, maupun kimia, serta menyingkirkan faktor yang

memperberat.
Memberikan emolien pada kulit yang kering dan retak-retak (tidak akan menjadi

normal kembali jika kontak dengan iritan masih terus dilakukan).


Kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison untuk mengatasi peradangan.
Untuk kelainan kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.

Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna,
maka prognosisnya kurang baik.

Anda mungkin juga menyukai