Anda di halaman 1dari 13

Stress yang Diperberat Pekerjaan

Malaura Elfrida Simarmata


Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) 2011
Jl.Arjuna Utara no.6
Jakarta 11510
maurasabirin17@gmail.com

Skenario
Sepasang perempuan berusia 40 tahun datang ke klinik dengan keluhan mual dan pusing

Analisis Masalah

Hubungan
Pajanan
dengan
Penyakit

Pajanan yang
Dialami

Diagnosis klinik

Pajanan
yang
dialami
cukup
besar

Seorang
perempua
n dengan
keluhan
mual dan
pusing

Faktor
Individu

Faktor Lain
di Luar
Pekerjaan

Diagnosis
Okupasi

Pendahuluan
Dorongan kejiwaan yang menyebabkan seseorang bekerja adalah motivasi kerja. Terdapat
aneka ragam motivasi kerja yang berbagai individu pasti berlainan, baik kualitatif, maupun

kuantitatif. Motivasi adalah penggerak bagi seseorang untuk berbuat. Dengan dorongan jiwa
yang besar, apa pun upaya dan usaha akan dikerjakan.
Faktor psikologis memainkan peran besar dalam menimbulkan kelelahan. Sering kali pekerja
tidak mengerjakan sesuatu apa pun juga, karena merasakan kelelahan. Sebabnya ialaha
adanya konflik mental (batin). Konflik mental mungkin didasarkan atas pekerjaan itu sendiri,
mungkin bersumber kepada sesama pekerja atau atasan, mungkin pula berpangkal kepada
peristiwa di rumah tangga atau dalam pergaulan hidup dalam masyarakat. Seseorang yang
dipaksa bekerja dan dengan demikian yang bersangkutan terpaksa bekerja akan udah menjadi
lelah. Bekerja secara terpaksa dikarenakan oleh tidak menyukai pekerjaan, sekedar memenuhi
dorongan kebutuhan, adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu dan atau alasan lain.
Menghadapi pekerjaan yang bertimbun menyebabkan timblnya kelelahan terlebih dahulu
sebelum pekerjaan mulai dikerjakan. Berkecambuknya kekhawatiran juga menjadi sebab
timbulnya rasa lelah. Ketidakserasian yang berkelanjutan tanpa adanya penyelesaian yang
tuntas dengan sesama pekerja atau atasan menguras banyak energi dan sangat melelahkan.
Beberapa penyakit jelas disebabkan oleh faktor emosi dan pikiran. Penyakit yang dasarnya
adalah emosi dan pikiran demikian dpaat digolongkan kepada penyakit psikosomatis, yaitu
raga yang sakit tetapi dibalik itu sesungguhnya yang sakit adalah jiwa. Untuk mengatasi
masalah penyakit psikosomatis dokter perusahaan perlu memahami pengetahuan pengetahuan
dan pendekatan terhadap penyakit kejiwaan, antara lain dokter perusahan tahu cara
wawancara dengan penderita dan dapat membuat diagnosis kelainan yang dasarnya kondisi
jiwa yang tidak sehat.
Langkah-langkah Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan

sistematis

untuk

mendapatkan

informasi

yang

diperlukan

dan

menginterpretasikannya secara tepat yang terdiri dari tujuh langkah pendekatan klinis.
1. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitasfasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit.
Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit
tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.2
a) Anamnesis
2

Menanyakan data-data pribadi seperti nama, umur, alamat, dan pekerjaan. Kemudian
menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat
penyakit keluarga. Riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis,
terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Sedangkan riwayat penyakit dahulu meliputi pertanyaan yang
menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit tertentu yang
memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang. Riwayat penyakit
keluarga ditanyakan untuk mengetahui apakah pasien memiliki penyakit keturunan yang
mungkin diturunkan dari orang tua atau keluarga.3
Pada pasien yang diduga mengalami penyakit akibat kerja, maka riwayat pekerjaan harus
ditanyakan lebih lengkap. Menggali lebih dalam sudah berapa lama pekerjaannya yang
sekarang, pekerjaan terakhir sebelum pekerjaan sekarang apa (mungkin saja pasien sudah
pensiun atau sudah berganti pekerjaan), jenis pekerjaan dan berbagai alat serta bahan yang
berhubungan dengan pekerjaan tersebut, jumlah jam kerja atau jam giliran kerja,
kemungkinan bahaya yang dialami, hubungan gejala dan waktu kerja, apakah ada pekerja lain
yang mengalami hal sama.4
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksan fisik yang dilakukan adalah tanda-tanda vital meliputi suhu, pernapasan, nadi,
dan tekanan darah. Suhu normal pada orang dewasa berkisar 36 derajat. Naik atau turunnya
suhu dipengaruhi oleh berbegai hal seperti umur, aktivitas tubuh, jenis kelamin, dan
sebagainya. Pengukuran dapat dilakukan di beberapa tempat yaitu di mulut, anus, ketiak, dan
telinga. Pernapasan normal pada dewasa adalah 16-20 x/menit. Menghitung pernapasan lebih
baik dilakukan tanpa diketahui oleh orang yang diperiksa agar tidak membiaskan hasil. Nilai
denyut nadi merupakan salah satu indikator untuk menilai sistem kardiovaskular. Nilai
normal pada orang dewasa adalah 70-80 x/menit. Tekanan darah menunjukkan nilai sistole
dan diastole. Nilai normal pada orang dewasa adalah sekitar 120/80 mmHg.5
c) Pemeriksaan penunjang
Bahan pemeriksaan penunjang diambil dari darah, feses, urin, atau dalam organ tubuh untuk
dilihat jenis racun yang terdapat pada sumber-sumber tersebut untuk memastikan bahwa telah
terjadi keracunan, apalagi jika kadarnya dalam tubuh melebihi NAB.1
d) Pemeriksaan tempat kerja
3

Pemeriksaan tempat kerja lebih ditekankan pada lingkungan tempat individu bekerja. Dilihat
penerangannya, kelembaban tanah dan udara, penempatan alat dan bahan yang digunakan,
terdapat atau tidaknya fasilitas untuk mencuci/membersihkan tubuh jika terkena bahan kimia,
dan lain-lain.6
2. Pajanan yang dialami
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk
dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup: a)
Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis,
b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan, c) Bahan yang diproduksi, d) Materi
(bahan baku) yang digunakan, e) Jumlah pajanannya, f) Pemakaian alat perlindungan diri
(misal: masker), g) Pola waktu terjadinya gejala, h) Informasi mengenai tenaga kerja lain
(apakah ada yang mengalami gejala serupa), i) Informasi tertulis yang ada mengenai bahanbahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya).2
Faktor Fisik
Yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara perkapita atau luas
lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara, kelembaban
udara, tekanan udara, kecepata aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi, gelombang
eltromagnetis.1
Faktor Biologis
Semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Dari yang paling
sederhana bersel tunggal sampai dengan yang paling tinggi tikatannya.1
Faktor Kimia
Semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu
atau lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan, dan atau
zat padat.1
Faktor Ergonomis atau fisiologis
Interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti
konstruksi mesin yang disesuaikan dengan fungsi indra manusia, postur dan cara kerja yang
mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis manusia.1
Faktor Mental dan Psikologis

Reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga
kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain. Stress akibat kerja
dapat menyebabkan gangguan perilaku dan jiwa di lingkungan kerja. Stress akibat kerja
didefinisikan sebagai stress dalam kesehatan kerja akibat ketidakseimbangan antara hasil
kerja yang diharapkan dengan kemampuan untuk merealisasikannya. Stress merupakan
problem kesehatan kerja yang penting karena secara signifikan menyebabkan kerugian
ekonomis. Stres kerja merupakan reaksi pekerja terhadap situasi dan kondisi di tempat kerja
yang berdampak fisik dan psikososial bagi pekerja. Klasifikasi stress menurut Hans Selye
adalah distress yang destruktif, dan eustress yang positif. Terdapat 3 aspek yang dapat
menjadi dampak stress kerja yaitu gejala fisiologis seperti peningkatan debar jantung, dan
pernapasan serta tekanan darah; gejala psikologis seperti ketidakpuasan dan marah marah;
serta gejala perilaku antara lain meliputi perubahan kebiasaan makan, banyak merokok,
gangguan tidur, tidak masuk kerja, dan penurunan prestasi kerja.1

3. Hubungan pajanan dengan penyakit


Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan
penyakit yang di derita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).2
4. Pajanan yang dialami cukup besar
Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan
diagnosis penyakit akibat kerja. Hal ini dapat diperkuat juga dengan mengetahui
patofisiologis penyakit serta pemakaian alat pelindung diri.2
5. Peranan faktor individu

Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit.
Dalam hal ini diperlukan status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu
diketahui riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam
menaati peraturan terkait tempat kerja penderita, kebiasaan berolahraga.2
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Meliputi kebiasaan individu sehari-hari (merokok, minum minuman beralkohol, jarang
makan makanan sehat), ada atau tidak adanya pajanan di rumah, hobi individu, apakah
individu memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama.2
7. Diagnosis Okupasi
Sesudah menerapkan keenam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadangkadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu
dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai
penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan
tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan
dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu
yang

sama

tanpa

tergantung

pekerjaannya,

tetapi

pekerjaannya/pajanannya

memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa


untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik,
tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien,
pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data epidemiologis.2
Mekanisme Stress Akibat Kerja
Hampir setiap pekerjaan selalu memiliki agen stress yang potensial, dan masing-masing
jenis pekerjaan memiliki variasi tingkatan stressornya. Pada umumnya, stress pada pekerja
terjadi karena interaksi pekerja dengan pekerjaan atau lingkungan kerja, yang ditandai dengan
penolakan

diri

sehingga

terjadi

penyimpangan

secara

fungsional.

Dengan

kata

lain, stress merujuk pada kondisi internal individu untuk menyesuaikan diri secara baik
terhadap perasaan yang mengancam terhadap kondisi fisik dan atau psikis, atau label untuk
gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan atau hal lain
6

yang sejenis .Dalam kaitannya dengan pekerjaan dijelaskan bahwa stress kerja sebagai suatu
kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan kerja, sehingga
menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya
sistem biologis, psikologis dan sosial.3
Stress dengan berbagai dimensinya dapat dikonseptualisasikan dalam berbagai sudut
pandang, diantaranya: (1) stress dipandang sebagai suatu stimulus atau variabel bebas yang
mempengaruhi keberadaan individu, (2) stress dipandang sebagai respon atau variabel
tergantung, serta (3) stress merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungan.4
Sudut pandang stress sebagai stimulus dapat digambarkan bahwa stress itu berasal dari
lingkungan. Kejadian atau peristiwa yang muncul di lingkungan (stressor) dapat
menimbulkan perasaan tidak enak atau tegang, cemas, dan lain-lainya yang dapat menjadi
bencana besar dalam kehidupan seseorang. Menurut model ini, bila individu secara terus
menerus bertemu dengan sumber stressor yang potensial, kemungkinkan akan terjadi
perubahan keseimbangan dalam individu tersebut. Contoh sumber stressor yang potensial
tersebut adalah fasilitas penunjang pekerjaan yang minim, kondisi pekerjaan yang tidak baik,
dan situasi lingkungan yang tidak memuaskan (tekanan di lingkungan kerja). Perbedaan
individual, tingkat toleransi, dan harapan-harapannya tetap menjadi pertimbangan sendiri.5
Implikasi Langkah-langkah Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada Kasus
1. Diagnosis klinis
Melakukan anamnesis terkait kasus didaptkan data berupa makan teratur dan istirahat cukup,
diketahui ada penggunaan kontrasepsi, hubungan dengan atasan, teman sekerja, dan murid
baik, telah mengajar kurang lebih 5 tahun, bekerja 8 jam sehari dan bertambah setelah
menjadi wali kelas, tidak merasa memiliki masalah di rumah, lingkungan baik. Terutama
bagian riwayat tempat kerja, diketahui perempuan tersebut adalah seorang guru yang baru
saja 3 bulan yang lalu menjadi wali kelas di salah satu SMA favorit.
Melakukan pemeriksaan fisik terkait kasus dan didapatkan semua dalam batas-batas normal.
Pemeriksaan laboratorium terhadap darah juga ditemukan dalam batas-batas normal.

2. Pajanan yang dialami

Berdasarkan anamnesis diduga pajanan pasien adalah secara psikososial yaitu merasa
terbeban diangkat menjadi wali kelas di salah satu sekolah favorit meskipun perempuan
tersebut sudah menolak akan tetapi karena kekurangan SDM sehingga dia menerimanya.
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Perlu ditanyakan apakah gejala yang dialami terjadi setelah individu menjalani pekerjaannya
sebagai wali kelas. apakah gejala mual dan pusing tersebut semakin berat, apakah hilang
timbul, dan merasa lebih baik ketika dalam keadaan apa. Di sini didapatkan mual dan pusing
terjadi di pagi hari dan berkurang ketika saat pulang.
4. Pajanan yang dialami cukup besar
Efek yang timbul pada seseorang tergantung pada jumlah pajanan yang ia terima. Semakin
besar dan sering pajanan yang ia terima, maka semakin hebat gejala yang ia alami. Selain
jumlah pajanan, perlu diperhatikan patofisiologi stress terhadap dampaknya baik individu dan
perusahaan (dalam hal ini sekolah) sesuai literatur untuk membantu menegakkan diagnosis.
5. Peranan faktor individu
Perlu diketahui status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu diketahui riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam menaati peraturan
terkait tempat kerja penderita, kebiasaan berolahraga.
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Meliputi informasi mengenai hal-hal yang dilakukan oleh individu diluar pekerjaan yang
memungkinkan memperberat penyakit. Diantaranya adalah kebiasaan individu sehari-hari
(merokok, minum minuman beralkohol, jarang makan makanan sehat), ada atau tidak adanya
pajanan di rumah, hobi individu, apakah individu memiliki pekerjaan sampingan selain
pekerjaan utama.
7. Diagnosis Okupasi
Berdasarkan keenam langkah-langkah yang telah dilakukan, maka penderita mengalami
stress yang diperberat oleh pekerjaan.

Dampak
Stress akibat kerja merupakan kondisi yang muncul akibat interaksi seseorang dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Stress ditandai dengan perubahan pada diri seseorang
yang memaksa mereka menyimpang dari fungsinya secara normal. Memang tidak
selamanya stress berdampak negatif pada penderitanya, dan bahkan dapat pula berdampak
positif. Semua itu tergantung pada kondisi psikologis dan sosial seorang guru, sehingga
reaksi terhadap setiap kondisi stress sangat berbeda. Contoh dampak stress kerja yang bersifat
positif, antara lain, adalah motivasi diri, rangsangan untuk bekerja keras, dan timbulnya
inspirasi untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sedangkan, dampak stress kerja
yang bersifat negatif dapat digolongkan ke dalam kategori subyektif seperti kecemasan, acuh,
agresif, bosan, depresi, gugup, dan terisolir; kategori perilaku seperti penyalahgunaan
obat/narkoba, reaksi meledak-ledak, merokok berlebihan, dan alkoholik; kategori kognitif
seperti ketidakmampuan mengambil keputusan secara jelas, sulit konsentrasi, peka kritik, dan
rintangan mental; kategori fisiologis dan kesehatan seperti meningkatnya kadar gula, denyut
jantung, tekanan darah, tubuh panas dingin, meningkatnya kolesterol, dan lain-lain; dan
kategori organisasi seperti ketidakpuasan kerja, menurunnya produktivitas, dan keterasingan
dengan rekan sekerja.6
Dampak Terhadap Individu
Dampak stress kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan
dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal.6
Kesehatan
Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi dengan sistem kekebalan untuk mencegah serangan
penyakit. Istilah "kebal" ini dikemukakan oleh dua orang peneliti yaitu Memmler dan Wood
untuk menggambarkan kekuatan yang ada pada tubuh manusia dalam mencegah dan
mengatasi pengaruh penyakit tertentu, dengan cara memproduksi antibodi.6
Sistem kekebalan tubuh manusia ini bekerja sama secara integral dengan sistem fisiologis
lain, dan kesemuanya berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun
psikis yang cara kerjanya di atur oleh otak. Seluruh sistem tersebut sangat mungkin
dipengaruhi

oleh

faktor

psikososial

dan immunocompetence. Istilah immunocompetence ini

biasanya

seperti
digunakan

stress
di

bidang
9

kedokteran untuk menjelaskan derajat keaktifan dan keefektifan dari sistem kekebalan tubuh.
Jadi, tidak heran jika orang yang mudah stress, mudah pula terserang penyakit.6
Psikologis
Stress berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus-menerus.
Menurut istilah psikologi, stress berkepanjangan ini disebut stress kronis. Stress kronis
sifatnya menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan
penderitanya secara perlahan-lahan. Stress kronis umumnya terjadi di seputar masalah
kemiskinan, kekacauan keluarga, terjebak dalam perkawinan yang tidak bahagia, atau
masalah ketidakpuasan kerja. Akibatnya, orang akan terus-menerus merasa tertekan dan
kehilangan harapan.6
Akar dari stress kronis ini adalah dari pengalaman traumatis di masa lalu yang
terinternalisasi, tersimpan terus dalam alam bawah sadar. Hal ini jadi berbahaya karena orang
jadi terbiasa "membawa" stress ini ke mana saja, dimana saja dan dalam situasi apapun juga;
stress kronis ini dianggap sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehingga tidak ada
upaya untuk mencari jalan keluarnya lagi. Singkatnya, orang yang menderita stress kronis ini
sudah hopeless and helpless. Tidak heran jika para penderita stress kronis akhirnya
mengambil keputusan untuk bunuh diri, atau meninggal karena serangan jantung, stroke,
kanker, atau tekanan darah tinggi.6
Interaksi Interpersonal
Orang yang sedang stress akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi
stress. Oleh karena itulah, sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan mengartikan
suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik, nasihat, bahkan perilaku orang lain. Obyek
yang sama bisa diartikan dan dinilai secara berbeda oleh orang yang sedang stress.6
Selain itu, orang stress cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat
stress yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri.
Akibatnya, ia lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang
biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah
tersinggung, mudah marah, mudah emosi. Tidak heran kalau akibat dari sikapnya ini mereka
dijauhkan oleh rekan-rekannya. Respon negatif dari lingkungan ini malah semakin

10

menambah stress yang diderita karena persepsi yang selama ini ia bayangkan ternyata benar,
yaitu bahwa ia kurang berharga di mata orang lain, kurang berguna, kurang disukai, kurang
beruntung, dan kurang-kurang yang lainnya.6
Sebuah penelitian terhadap sekelompok karyawan yang bekerja di suatu organisasi
menunjukkan, bahwa stress kerja menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antara
pihak karyawan dengan pihak manajemen. Tingginya sensitivitas emosi berpotensi menyulut
pertikaian dan menghambat kerja sama antara individu satu dengan yang lain.6
Dampak Terhadap Perusahaan
Sebuah organisasi atau perusahaan dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu
dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan
seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara
normal. Demikian pula jika banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stress
kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.6
Randall Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang
berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang dihadapi oleh karyawan
berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi
mengalami kecelakaan.6
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa6:

Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja

Mengganggu kenormalan aktivitas kerja

Menurunkan tingkat produktivitas

Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami


perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan
yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada
waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang
berulang.
11

Manajemen Stress Akibat Kerja


Agar stress akibat kerja yang dialami oleh guru tidak berdampak negatif sebagaimana
diuraikan di atas, perlu adanya upaya secara intensif untuk pengendaliannya. Akan lebih baik
lagi jika dampak stress tersebut diubah menjadi bersifat positif. Untuk itu, diperlukan upayaupaya tertentu, baik secara individual maupun organisatoris.
Upaya-upaya yang bersifat individual ini dapat dilakukan dengan membuat daftar kegiatan
yang harus diselesaikan dalam menentukan urutannya berdasarkan skala prioritasnya,
modifikasi perilaku, memilih filsafat hidup yang tepat, mengelola waktu secara baik. Khusus
untuk waktu-waktu senggang sebaiknya dimanfaatkan untuk relaksasi atau latihan fisik yang
bersifat rekreatif, seperti; meditasi, jalan sehat, jogging, renang, lintas alam, bersepeda, dan
lain-lain.
Upaya-upaya yang bersifat organisatoris sangat erat terkait dengan bidang pekerjaan yang
ditekuni. Oleh karena itu, penempatan kerja sesuai dengan kemampuannya, menspesifikasi
tujuan dan antisipasi hambatan, meningkatkan komunikasi organisasi secara efektif untuk
membentuk persepsi yang sama terhadap tujuan pekerjaan, menghindari ketidakpastian
peran,

penciptaan

iklim

kerja

yang

sehat,

restrukturisasi

jabatan/pekerjaan,

dan training/upgrading pengembangan profesi merupakan upaya yang konstruktif untuk


meminimalkan terjadinya stress kerja. Upaya-upaya lainnya adalah penyediaan fasilitas fisik,
klinik mental, dan bimbingan peningkatan tanggung jawab, yang semuanya ini merupakan
langkah positif bersifat organisatoris untuk menghindari terjadinya stress akibat kerja di
lingkungan guru sekolah.6

Penutup
Stress dapat dialami oleh setiap orang dan dapat diakibatkan berbagai faktor. Dalam kasus ini
perempuan yang berprofresi sebagai guru mengalami stress yang diperberat oleh karena
pekerjaan yang dimaksukkan ke dalam kategori pengaruh psikologis. Dampak yang terjadi
dapat mempengaruhi diri sendiri dan juga sekolah di mana perempuan tersebut mengajar.
Perlu penaganan yang tepat baik untuk individu dan pajanan disekitarnya.

12

Daftar Pustaka
1.

Sumamur. Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: CV. Sagung
Seto; 2009. h. 74, 396-404.

2. McKenzie, James F. Kesehatan masyarakat. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC; 2007.h.615-19.
3. Niven. Health psychology: An Introduction for Nurses and Other Health Case
Profesionals. Jakarta: ECG;2000.
4. Sarafino, EP. Health psychology: Biopsychosocial Interactions.Ed. 2. Singapore: John
Wiley & Sons, Inc; 1994. h. 74.
5. Smet B. Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia; 1994. h. 178.
6. Luthans. Organizational behavior. New York: McGraw-Hill Books Company; 2011. h.
294-302.

13

Anda mungkin juga menyukai