Anda di halaman 1dari 24

Pembunuhan Anak Sendiri

Jessicca Susanto
102011032
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
e-mail : jscrown88@hotmail.com

Kasus:
Sesosok mayat bayi lahir ditemukan di suatu tempat sampah. Masyarakat
melaporkannya kepada polisi. Mereka juga melaporjan bahwa semalam melihat seorang
perempuan yang menghentikan mobilnya didekat sampah tersebut dan berada disana cukup
lama. Seorang dari anggota masyarakat sempat mencatat nomor mobil perempuan tersebut.
Polisi mengambil mayat bayi tersebut dan menyerahkannya kepada anda sebagai
dokter direktur rumah sakit. Polisi juga mengatakan bahwa sebentar lagi si perempuan yang
dicurigai sebagai pelakunya akan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Anda harus
mengatur segalanya agar smeua pemeriksaan dapat berjalan dengan baik dan mebriefing para
dokter yang akan menjadi pemeriksa.
Pendahuluan
Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) adalah merupakan suatu bentuk kejahatan terhadap
nyawa yang unik sifatnya. Unik dalam arti si pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya
sendiri, dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena si ibu
takut ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak; oleh karena anak tersebut umumnya adalah
hasil hubungan gelap.1,2
Selain kedua hal tadi keunikan lainnya adalah saat dilakukannya tindakan
menghilangkan nyawa si anak, yaitu pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian;
yang dalam hal ini patokannya adalah sudah ada atau belum ada tanda-tanda perawatan,
dibersihkan, dipotong tali pusatnya atau diberi pakaian. Saat dilakukannya kejahatan tersebut
dikaitkan dengan keadaan mental emosional dari si ibu, dimana selain rasa malu, takut, benci
serta rasa nyeri bercampur aduk menjadi satu, sehingga perbuatannya itu dianggap dilakukan
tidak dalam keadaan mental yang tenang, sadar serta dengan perhitungan yang matang. Inilah
yang menjelaskan mengapa ancaman hukumn pada kasus pembunuhan anak lebih ringan bila
dibandingkan dengan kasus-kasus pembunuhan lainnya.1
Cara yang paling sering digunakan dalam kasus PAS adalah membuat keadaan
asfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan dan penyumbatan.DiJakarta
1

dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per tahun dilakukandengan cara
asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul dikepala (5-10%) dan
kekerasan tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).2
PROSEDUR MEDIKOLEGAL
1. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Pasal 133 KUHAP
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak
dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan
mayat.3
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan.3
Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan
sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.3
2. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannnya.3
Pasal 184 KUHAP
2

1) Alat bukti yang sah adalah:


a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.3
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.3
Pasal 180 KUHAP
1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat
pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan
oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain
yang mempunyai wewenang untuk itu.3
3. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
Pasal 216 KUHP
1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa

dengan

sengaja

mencegah,

menghalang-halangi

atau

menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana


penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut
ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi
tugas menjalankan jabatan umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka
pidanya dapat ditambah sepertiga.3
Pasal 222 KUHP
Barang siapa dengan sengaja

mencegah,

menghalang-halangi

atau

menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara


3

paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.3
Pasal 224 KUHP
Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi,
ahli atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut
undang-undang ia harus melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9
bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6
bulan.3
Pasal 522 KUHP
Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau
jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.3
ASPEK HUKUM
Dasar Hukum Pembunuhan Anak Sendiri (PAS)
Pembunuhan Anak sendiri (PAS) menurut undang-undang di Indonesia adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak
berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak.2
Pasal 341 KUHP
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam
karena membunuh anaknya sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.1,3
Pasal 342 KUHP
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat akan dilahirkan atau tidak lama
kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri
dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.1,3
Pasal 343 KUHP
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang
turut serta melakukan sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Dari undang-undang di atas kita dapat melihat terdapat 3 unsur yang penting yaitu:1,3
1. Ibu. Hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak
sendiri. Tidak dipersoalkan apa si ibu sudah kawin atau belum. Sedangkan bagi orang
lain yang melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena
4

pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu:
penjara 15 tahun (pasal 338: tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman
mati (pasal 339 dan 340: dengan rencana).3
2. Waktu. Dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi
hanya dinyatakan pada saat dilahirkan atau tiidak lama kemudian. Sehingga boleh
dianggap pada saat belum timbul rasa kasih saying seorang ibu terhadap anaknya.
Bila rasa kasih saying sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan bukan
membunuh anaknya.
3. Psikis. Ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui
orang telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dibunuh tersebut didapat dari
hubungan yang tidak sah. Bila ditemukan bayi di tempat yang tidak semestinya,
misalnya tempat samapah, got, sungai , dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin
adalah korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341,342), pembunuhanm lahir mati
kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang ditelantarkan sampai mati (pasal 308).
Pasal 181 KUHP
Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat
dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana
penjara selama 9 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 308 KUHP
Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran anaknya, tidak
lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau meninggalkannya
dengan maksud untuk melepaskan diri dari padanya, maka maksimum pidana tersebut dalam
pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.
Adapun bunyi pasal 305 dan 306 tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 305
Barangsiapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan
atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
Pasal 306

(1) Jika saalah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu mengakibatkan lukaluka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun 6
bulan.
(2) Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara paling lama 9 tahun.1-3
Pemeriksaan Medis Pada Bidang Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut.2
Tanda kematian tidak pasti, antara lain :
1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan
pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat
yang terlentang.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmensegmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air.2
Tanda pasti kematian, antara lain :
1. Lebam mayat (livor mortis)
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu
(livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh
darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama
intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum
waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika
posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan sempurna apabila
penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah
mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga
sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah
6

yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat
pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya selsel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu, kekakuan
otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.2
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi
mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan
saat kematian.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap
dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk
lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih
hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat
pemeriksaan.2
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan
ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi).
Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna
merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah
tidak menghilang.2
2. Kaku mayat (rigor mortis)
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan
energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat
ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis,
maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.2
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan
kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai
pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi
teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.2
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu

lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti
kematian dan memperkirakan saat kematian.2
Terdapat kekakuan pada mayatyang menyerupai kaku mayat, antara lain :
a) Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekauan otot yang terjadi pada
saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat
yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer.
Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat
pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal.
Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkkan sikap terakhir masa hidupnya.
Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam,
tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.
b) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai
pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju.
Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup,
intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
c) Cold stiffening, yaitu kekauan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan
dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga
sendi.2
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke
benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh ini hamper berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf
S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban
udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain itu, suhu saat mati perlu diketahui
untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada
suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang
kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang
tua serta anak kecil.2
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui
pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara
(TKP). Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rectal dengan interval
waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan
8

karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 oC
bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu
lingkungan kurang dari 2oC tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angkaangka di atas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat
mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna
penghitungan saat mati melalui cara ini.2
4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan
steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan
hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.2
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk
ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh.
Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii.
Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H 2S dan HCN, serta asam amino
dan asam lemak.2
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri
serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulfmet-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan
dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti
melebar dan berwarna hijau kehitaman.2
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung
dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari
mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan
terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh,
tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua
lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di
dalam rongga sendi.2
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
mengembung dan warna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembam, bibir
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini sangat
berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.2
9

Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat
khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.2
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira
36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca
mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat tersebut
kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies,
lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya
secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir
lalat yang hinggap).2
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh
darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi
berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan
mengerut. Prostat dan uterus non-gravid merupakan organ padat yang paling lama
bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5 oC hingga sekitar
suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh
gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga
berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan
yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat
membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas
tubuh yang cepat dan bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.2
5. Adiposera atau lilin mayat.
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu
disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena penunjukan sifatsifat di antara lemak dan lilin.2
Adiposera terutama terdiridari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca
mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi

10

dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila
dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.2
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi
lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat
terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak
tubuh berubah menjadi adiposera.2
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih
dimungkinkan.2
Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan
lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang meghambat adalah air yang mengalir yang
membuang elektrolit.2
Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan
mempercepat pembentukannya.2
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak
bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12
minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini, adiposera menjadi jelas secara makroskopik
sebagai bahan berwana putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian
lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera
paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.2
6. Mummifikasi
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan
tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh
yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada
cuaca yang normal.2
Pemeriksaan medis yang dilakukan juga yaitu pemeriksaan luar dan pemeriksaan
dalam.1
Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensic, pemeriksaan
harus dilakukan dengan cermat meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun teraba,

11

baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu, dll. Juga terhadap
tubuh mayat sendiri.1
Sistematika pemeriksaan adalah:
1.
2.
3.
4.

Label mayat
Tutup mayat
Bungkus mayat
Pakaian
Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dari pakaian yang dikenakan pada bagian
tubuh sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai
lapisan yang terdalam.
Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak /motif dari tekstil,
bentuk /model pakaian, ukuran, merk /penjahit, cap binatu, monogram /inisial serta
tambahan atau tisikan bila ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian,
maka ini juga harus dicatat dengan teliti dengan mengukur letaknya yang tepat
menggunakan koordinat, serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang

ditemukan.
5. Perhiasan
Perhiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula dengan teliti. Meliputi jenis
perhiasan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan
tersebut.
6. Benda di samping mayat
Kadangkala dalam pengiriman mayat terdapat benda di samping mayat seperti tas
atau bungkusan. Inipun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap.
7. Identifikasi khusus
a. Tanda lahir
b. Jaringan parut
c. Kapalan
d. Kelainan pada kulit
e. Anomaly dan cacat pada tubuh
1. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian?
Oleh karena Visum et Repertum itu juga mengandung makna sebagai barang bukti
(corpus delicti), maka sudah barang tentu segala apa yang terdapat pada barang bukti dalam
hal ini tubuh anak, haruslah juga dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian selain ketiga
kejelasan tersebut di atas, masih ada dua hal lagi yang harus diutarakan dala VR; yaitu:1
Cara atau metoda yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan pembunuhan anak
adalah cara atau metoda yang menimbulkan keadaan mati lemas (asfiksia), seperti penjeratan,
pencekikan dan pembekapan serta membenamkan kedalam air. Adapaun cara atau metoda

12

yang lain seperti menusuk atau memotong serta melakukan kekerasan dengan benda tumpul
relatip lebih jarang dijumpai.1
Dengan demikian pada kasus yang diduga merupakan kasus pembunuhan anak, yang
harus diperhatikan adalah:
-

Adanya tanda-tanda mati lemas: sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari, bintikbintik perdarahan pada selaput bola mata (konjungtiva bulbi) dan selaput kelopak
mata (konjungtiva palpebra) serta jaringan longgar lainya, lebam manyat yang
lebih gelap dan luas, busa halus berwarna putih atau putih kemerahan yang keluar
dari lubang hidung dan atau mulut serta tanda-tanda bendungan pada alat-alat
dalam.1

Keadaan mulut dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan di bibir atau sekitarnya
yang tidak jarang berbentuk bulan sabit, memar pada bibir bagian dalam yang
berhadapan dengan gusi, serta adanya benda-benda asing seperti gumpalan kertas
korann atau kain yang mengisi rongga mulut.1

Keadaan di daerah leher dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan yang melingkari
sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat sebagai akibat
tekanan yang ditimbulkan oleh alat penjerat yang dipergunakan, adanya luka-luka
lecet kecil-kecil yang seringkali berbentuk bulan sabit yang diakibatkan oleh
tekanan dari ujung kuku si pencekik, adanya luka-luka lecet dan memar yang
tidak beraturan yang dapa terjadi akibat tekanan yang ditimbulkan oleh ujungujung jari si pencekik.1

Adanya luka-luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian
tubuh lainnya, dimana menurut literatur ada satu metoda yang dapat dikatakan
khas yaitu tusukan benda tajam pada langit-langit sampai menembus ke rongga
tengkorak yang dikenal dengan nama tusukan bidadari.1

Adanya tanda-tanda terendam seperti: tubuh basah dan berlumpur, telapak tangan
dan telapak kaki yang pucat dan keriput (washer womans hand), kulit yang
berbintil-bintil (cutis anserina) seperti kulit angsa, serta adanya benda-benda asing
terutama di dalam saluran pernafasan (trakhea), yang dapat berbentuk pasir,
lumpur, tumbuhan air atau binatang air.1

2. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?


Apakah anak tersebut cukup bulan dalam kandungan (matur) atau belum cukup bulan
dalam kandungan (prematur), dapat diketahui dari pemeriksaan sebagai berikut:1
13

Pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, tinggi badan dan berat badan: dimana
yang mempunyai nilai tinggi adalah lingkar kepala dan tinggi atau panjang badan.

Keadaan ujung-ujung jari: pakah kuku-kuku telah melewati ujung jari seperti pada
anak yang dilahirkan cukup bulan atau belum.

Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculoma maka hal ini
dapat diketahui dari terabanya testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan
keadaan labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau belum; testis yang
telah turun serta labia minora yang telah menutupi labia minora terdapat pada
anak yang dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si ibu.

Pusat-pusat penulangan: khususnya pada tulang paha (os. Femur), mempunyai arti
yang cukup penting di dalam membantu perkiraan apakah anak dilahirkan dalam
keadaan cukup bulan atau tidak; bagian distal dari os. femur serta bagian
proksimal dari os. tibia akan menunjukkan pusat penulangan pada umur
kehamilan 36 minggu, demikian pula pusat penulangan pada os. cuboideum dan
os. cuneiforme, sedangkan os. talus dan os. calcaneus pusat penulangannya akan
tampak pada umur kehamilan 28 minggu.1
Umur (bulan)
Panjang Badan (cm)
1
1x1=2
2
2x2=4
3
3 x 3 =9
4
4 x 4 = 16
5
5 x 5 = 25
6
6 x 5 = 30
7
7 x 5 = 35
8
8 x 5 = 40
9
9 x 5 = 45
Tabel 1. Viabilitas Umur Bayi dalam Kandungan.4,5
Aspek Penilaian
Keterangan
Usia gestasi
>28 minggu
Berat badan
> 1000 gram
Panjang badan
>35 cm
Lingkar kepala
>23 cm
Cacat bawaan fatal
(-)
Tabel 2. Penilaian Aspek Viabilitas pada Bayi.5

14

3. Apakah

pada

anak

tersebut

didapatkan

kelainan

bawaan

yang

dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?


Hal ini sebenarnya berkaitan dengan permasalahan viabilitas dari anak yang baru
dilahirkan dan dapat diketahui dari pemeriksaan yang lengkap atas dirinya; adapun keadaan
yang perlu diperhatikan antara lain:1
-

Jantung: adakah kelainan seperti defek pada atrium dan ventrikel jantung (atrial
septal defect dan ventricular septal defect).

Otak: apakah pertumbuhannya normal atau tidak sempurna seperti misalnya


anencephalus atau microcephalus.

Saluran pencernaan: apakah ada kelainan pada kerongkongan seperti stenosis


esofagus.

Pemeriksaan dalam
1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir mati atau
lahir hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan merupakan kasus pembunuhan
atau penelantaran anak hingga menimbulkan kematian. Pada kasus seperti ini, si ibu hanya
dapat dikenakan tuntutan menyembunyikan kelahiran dan kematian orang.3
Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau
dikeluarkan dari ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun setelah
kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak
bernafas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain, seperti denyut jantung, denyut nadi
tali pusat atau geraka otot rangka.3
Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada
dasarnya adalah sebagai berikut:1

Adanya udara di dalam paru-paru.


Paru-paru yang sudah mengembang karena terisi udara pernafasan dapat
diketahui dari ciri-ciri seperti tersebut di bawah ini yaitu:1
-

Menemui rongga dada sehingga menutupi sebagian kandung jantung, berwarna


merah ungu.

Memberikan gambaran mozaik karena adanya berbagai tingkat aerasi atau


pengisian udara.

Tepi paru-paru tumpul.

15

Pada perabaan teraba derik udara (krepitasi), yang bila perabaan ini dilakukan atas
sepotong kecil jaringan paru yang dibenamkan dalam air akan tampak gelembunggelembung udara.

Bila ditimbang maka beratnyya akan sekitar 1/35 berat badan, yang berarti lebih
berat bila dibandingkan dengan berat paru-paru yang bernafas, yaitu sekitar 1/70
berat badan.

Bila dilakukan tes apung (docimacia pulmonum hydrostatica), akan memberikan


hasil yang positif.

Pemeriksaan mikroskopik yang hanya dilakukan pada keadaan tertentu saja


(meragukan) akan memperihatkan adanya pengembangan dari alveoli yang cukup
jelas.

Adanya udara di dalam lambung dan usus.


Adanya udara dalam lambung dan usus merupakan petunjuk bahwa si-anak
menelan udara setelah ia dilahirkan hidup, dengan demikian nilai dari pemeriksaan
udara di dalam lambung dan usus ini sekedar memperkuat saja. Seperi halnya pada
pemeriksaan untuk menentukan adanya udara di dalam paru-paru, maka pemeriksaan
yang serupa terhadap lambung dan usus baru dapat dilakukan bila keadaan si-anak
masih segar dan belum mengalami proses pembusukan serta tidak mengalami
manipulasi seperti pemberian pernafasan buatan.1

Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah.


Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah hanya dapat terjadi bila sianak menelan udara dan udara tersebut melalui tuba eustachius masuk ke dalam liang
bagian tengah. Untuk dapat mengetahui keadaan tersebut pembukaan liang telinga
bagian tengah harus dilakukan di dalam air, tentunya baru dilakukan pada mayat yang
masih segar.1

Adanya makanan di dalam lambung.


Adanya makanan di dalam lambung diri seorang anak yang baru dilahirkan
tentunya baru dapat terjadi pada anak yang dilahirkan hidup dan diberi makan oleh
orang lain dan makanan tidak mungkin akan dapat masuk ke dalam lambung bila
tidak disertai dengan aktivitas atau gerakan menelan.1
Adanya udara di dalam paru-paru, lambung dan usus serta di dalam telinga
bagian tengah merupakan petunjuk pasti bahwa si anak yang baru dilahirkan tersebut
memang dilahirkan dalam keadaan hidup. Sedangkan adanya makanan dalam
16

lambung lebih mengarahkan kepada kenyataan bahwa si anak sudah cukup lama
dalam keadaan hidup; hal mana bila keadaannya memang demikian maka si ibu yang
menghilangkan nyawa anak tersebut dapat dikenakan hukuman yang lebih berat dari
ancaman hukuman seperti yang tertera pada pasal 341 dan 342.1
2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
Penentuan ada tidaknya tanda-tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus
pembunuhan anak, oleh karena dari sini dapat diduga apakah kasus yang dihadapi memang
benar kasus pembunuhan anak seperti apa yang dimaksud oleh udang-undang atau menjadi
kasus lain yang ancaman hukumannya berbeda.1
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui
dari tanda-tanda sebagai berikut:1
-

Tubuh masih berlumur darah.

Plasenta masih melekat dengan tali pusat dan masih behubugan dengan umbilikus.

Bila plasenta tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat
diketahui dengan meletkkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air.

Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang
mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Golongan Darah
Bila sel darah merah sudah rusak penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara
menentukan jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil
dibandingkan dengan aglutinin. Di antara sistem-sistem golongan darah, yang paling lama
bertahan adalah antigen dari system golongan darah ABO. 1,3
Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi elusi atau
aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi elusi dengan prosedur
sebagai berikut:

2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil alkohol
selama 15 menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering. Selanjutnya dilakukan
penguraian benang tersebut menjadi serat-serat halus dengan menggunakan 2 buah
jarum. Lakukan juga terhadap benang yang tidak mengandung bercak darah sebagai
kontrol negatif.

17

Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama


diteteskan serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B hingga serabut
benang tersebut teredam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan
dalam lemari pendingin dengan suhu 4oC selama satu malam.

Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4oC) sebanyak 56 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel indikator (sel daram merah golongan A
pada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua), pusing dengan kecepatan
1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali lagi dan kemudian
tambahkan 1-2 tetes larutan garam faal dingin. Panaskan pada suhu 56 derajat Celcius
selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam tabung lain. Tambahkan 1 tetes
suspense sel indikator ke dalam masing-masing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu
pusing selama 1 menit pada kecepatan 1000 RPM.

Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah
mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indikator. 1,3
Pemeriksaan DNA
Satu DNA panjang dapat dipotong menjadi beberapa penggalan (fragmen) yang lebih pendek.
Fragmen DNA dapat dipisahkan dengan teknik Elektroforesis gel. Fragmen pendek berjalan
lebih cepat, fragmen panjang berjalan lebih lambat, sehingga fragmen pendek berada di
depan pita-pita yang bergerak, terpisah dari fragmen yang lebih panjang. 1,3
Hasil elektroforesis (Elektroforetogram) berupa pola penyebaran pita-pita fragmen DNA
yang terpisah-pisah pada gel karena perbedaan kecepatan pergerakan DNA pada medan
listrik Elektroforesis. Kita bisa mendapatkan elektroforetrogram dari seluruh DNA kita
(genom),

maupun

hanya

dari

gen-gen

tertentu

yang

kita

pilih.

Pemilihan, pengambilan dan penggandaan gen terpilih, dapat dilakukan dengan teknik baru
yang dikenal dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Dengan teknik ini dapat
dihasilkan gen tertentu dalam jumlah yang cukup untuk proses pemeriksaan. 1,3
Dari seluruh sifat anak yang muncul, sebagian berasal dari warisan sifat ibu, sebagian lagi
berasal dari warisan sifat ayahnya. Di dalam tubuh si anak masih terdapat sifat ibu dan sifat
ayah pada DNAnya, tetapi tidak muncul menjadi sifat yang nyata pada si anak. Kalau si anak
dianalisis secara kimia, sifat yang tidak muncul ini dapat di analisis sebagai molekul kimia
DNA (gen). 1,3
Pemeriksaan Tanda-Tanda Melahirkan

18

Tanda-tanda seorang ibu telah melahirkan dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang
terjadi pada masa nifas seperti sebagai berikut.
1. Involusi Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali
ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga
dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan
sebelum hamil.
Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan decidua/endometrium dan
pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan
ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochia. Proses
involusi uterus adalah sebagai berikut:
a. Iskemia Miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah
pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemi dan menyebabkan serat
otot atrofi
b. Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar
dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan
secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan hal ini disebabkan karena
penurunan hormon estrogen dan progesteron.
c. Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga
akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Penurunan ukuran uterus
yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar
dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks. Segera setelah proses
persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan
atas diantara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke tingkat
umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu atau dua hari dan

19

kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal


tidak dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari.
2. Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak
rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir
minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka
bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian
sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut.
Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya
tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar
luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini dan dari lapisan
sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar
endometrial di dalam deciduas basalis. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini
berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini pada hakekatnya
mengikis pembuluh darah yang meembeku pada tempat implantasi plasenta yang
menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lochia.6
3. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan
dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala.
Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus
menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah
melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi
agak kendor.6
4. Perubahan pada Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti
corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara
korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah
20

kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa hari setelah persalinan,


ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retakretak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat
dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari
canalis cervikallis.6
5. Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama
proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan
vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsurangsur akan muncul kembali sementara labia manjadi lebih menonjol. Segera setelah
melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan
kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada
keadaan sebelum melahirkan. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan
keadaan saat sebelum persalinan pertama.6
Penyebab Kematian
Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri adalah mati lemas
(asfiksia).
Kematian dapat pula diakibatkan oleh proses persalinan (trauma lahir), kecelakaan (misalnya
bayi terjatuh, partus precipitous), pembunuhan atau alamiah (penyakit).
Trauma Lahir
Trauma lahir dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda kekerasan seperti:
Kaput suksedaneum. Kaput suksedaneum dapat memberikan gambaran mengenai
lamanya persalinan. Makin lama persalinan berlangsung, timbul kaput suksedaneum
yang makin hebat. Secara makroskopik akan terlihat sebagai edema pada kulit kepala

bagian dalam di daerah presentasi terendah yang berwarna kemerahan.


Sefalhematom, perdarahan setempat di antara periosteum dan permukaan luar tulang
atap tengkorak dan tidak melampaui sutura tulang tengkorak akibat molase yang
hebat. Umumnya terdapat pada tulang parietal dan skuama tulang oksipital.
Makroskopik terlihat senagai perdarahan di bawah periosteum yang terbatas pada satu

tulang dan tidak melewati sutura.


Fraktur tulang tengkorak. Patah tulang tengkorak jarang terjadi pada trauma lahir,

biasanya hanya berupa cekungan tulang saja pada tulang ubun-ubun.


Perdarahan intracranial yang sering terjadi pada adalah perdarahan subdural akibar
laserasi tentorium serebeli dan falks serebri, robekan vena galena di dekat
21

pertemuannya dengna sinus rektus, robekan sinus sagitalis superior dan sinus
transversus dan robekan bridging veins dekat sinus sagitalis superior. Perdarahan ini
timbul pada molase kepala yang hebat atau kompresi kepala yang cepat dan

mendadak oleh jalan lahir yang belum melemas.


Perdarahan subaraknoid atau intraventrikuler jarang terjadi. Umumnya terjadi
pada bayi-bayi premature akibat belum sempurna berkembangnya jaringan-jaringan

otak.
Perdarahan epidural sangat harang terjadi karena duramater melekat dengan erat

pada tulang tengkorak bayi.


Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan.2
Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental
atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et Repertum
perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri adalah visum
untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah untuk korban
yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter yang mampu,
namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis psikiatri
yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.2
Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Pembukaan:
Kata Pro Justisia artinya untuk peradilan
Tidak dikenakan materai
Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:
Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat
Pembantu Letnan Dua)
Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi:
22

Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)


Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat

dan diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)


4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai
dengan pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis.
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan
LN no. 350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan
kejujuran tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum
tersebut.2

Kesimpulan dan Interpretasi Temuan


Pada pemeriksaan luar didapatkan panjang badan kepala-tumit bayi 49 cm, panjang
badan kepala-tungging 32cm, berat badan 2550g dan lingkar kepala 33cm. Hasil pengukuran
ini bermakna bahwa bayi dilahirkan cukup bulan dan viable atau dapat hidup di luar
kandungan lepas dari ibunya.
Pada mayat bayi ditemukan tali pusat masih melekat dengan uri, lemak bayi dan juga
bekas-bekas darah belum dibersihkan pada bayi. Mayat bayi dijumpai dalam keadaan
telanjang tanpa pakaian ataupun penutup tubuh, menandakan bayi belum mendapatkan
perawatan. Di mulut mayat bayi dijumpai gumpalan kain yang menyumbat. Di leher dijumpai
tanda kekerasan berupa jejas jerat yang mendatar selebar 2mm, sesuai dengan ciri-ciri
penjeratan. Dada bayi sudah mengembang dan diafragma sudah turun sampai sela iga ke-4.
Pada pemeriksaan dalam ditemukan paru sudah mengisi rongga dada dan menutupi
sebagian kandung jantung. Paru berwarna merah muda tidak merata dengan pleura yang
tegang dan menunjukan gambaran mozaik yang berarti paru sudah terisi udara. Uji apung
paru memberikan hasil positif. Berat kedua paru 74 gram. Hasil pemeriksaan dengan foto
rontgen menunjukan terdapat udara di dalam usus beras yang menandakan bayi telah hidup 56 jam.
Dapat disimpulkan bahwa bayi dilahirkan hidup dengan keadaan cukup bulan dan
viable, namun bayi belum mendapatkan perawatan. Bayi telah hidup 5-6 jam. Penyebab
kematian adalah asfiksia atau mati lemas. Cara kematian adalah dengan penjeratan pada
leher, menggunakan tali dengan lebar 2mm.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Idris AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Binarupa Aksara;
1997. Hal: 256 269.
2. Afandi D, Hertian S, Atmadja DS, Widjaja IR. Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) dengan
Kekerasan Multipel. Maj Kedokt Indo. [internet] 2008. [diunduh pada 4 Desember
2013]. 58(1);9. Tersedia di http://dediafandi.staff.unri.ac.id/files/2010/05/PembunuhanAnak-Sendiri.pdf.
3. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Bagian Kedokteran
Forensik Universitas Indonesia;1994.h.11-6, 37-9.
4. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim WA, Sidhi, dkk. Ilmu Kedokteran
Forensik. Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. Hal: 165.
5. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Sagung Seto; 2008. Hal: 173.
6. Wiknjosastro H. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo; 2008.

24

Anda mungkin juga menyukai